Anda di halaman 1dari 14

Bab.

5 Jamaah Tabligh Sejarah dan perkembangannya

Pendiri Jamaah Tabligh

Jamaah Tabligh didirikan oleh seorang sufi dari tarekat Jisytiyyah yang berakidah
Maturidiyyah dan bermadzhab fiqih Hanafi. Ia bernama Muhammad Ilyas bin
Muhammad Isma'il Al-Hanafi Ad-Diyubandi Al-Jisyti Al-Kandahlawi kemudian
Ad-Dihlawi. Al-Kandahlawi merupakan nisbat dari Kandahlah, sebuah desa yang
terletak di daerah Sahranfur. Sementara Ad-Dihlawi dinisbatkan kepada Dihli
(New Delhi), ibukota India.

Di tempat dan negara inilah, markas gerakan Jamaah Tabligh berada. Adapun Ad-
Diyubandi adalah nisbat dari Diyuband, yaitu madrasah terbesar bagi penganut
madzhab Hanafi di semenanjung India. Sedangkan Al-Jisyti dinisbatkan kepada
tarekat Al-Jisytiyah, yang didirikan oleh Mu’inuddin Al-Jisyti. Muhammad Ilyas
sendiri dilahirkan pada tahun 1303 H dengan nama asli Akhtar Ilyas. Ia meninggal
pada tanggal 11 Rajab 1363 H.1

Latar Belakang Berdirinya Jamaah Tabligh

Asy-Syaikh Saifurrahman bin Ahmad Ad-Dihlawi mengatakan, ”Ketika


Muhammad Ilyas melihat mayoritas orang Meiwat (suku-suku yang tinggal di
dekat Delhi, India) jauh dari ajaran Islam, berbaur dengan orang-orang Majusi para
penyembah berhala Hindu, bahkan bernama dengan nama-nama mereka, serta tidak
ada lagi keislaman yang tersisa kecuali hanya nama dan keturunan, kemudian
kebodohan yang kian merata, tergeraklah hati Muhammad Ilyas. Pergilah ia ke
Syaikhnya dan Syaikh tarekatnya, seperti Rasyid Ahmad Al-Kanhuhi dan Asyraf
Ali At-Tahanawi untuk membicarakan permasalahan ini. Dan ia pun akhirnya
mendirikan gerakan tabligh di India, atas perintah dan arahan dari para syaikhnya
tersebut.”2

Merupakan suatu hal yang ma’ruf di kalangan tablighiyyin (para pengikut jamah
tabligh, red) bahwasanya Muhammad Ilyas mendapatkan tugas dakwah tabligh ini
setelah kepergiannya ke makam Rasulullah saw.3

Markas Jamaah Tabligh

Pusat perkembangan jama’ah tabligh ada di India, tepatnya perkampungan


Nidzammudin, Delhi. Mereka memiliki masjid sebagai pusat tabligh yang
dikeliliingi oleh 4 kuburan wali (menurut mereka). Mereka terkesan sangat
mengagungkan masjid tersebut dan menganggap suci masjid yang ada kuburannya
tersebut. Da’wah jama’ah tabligh menyebar hingga ke Pakistan, Bangladesh dan
1
Sawanih Muhammad Yusuf, hal. 144-146, dinukil dari Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah,
hal. 2
2
Nazhrah 'Abirah I’tibariyyah Haulal Jama'ah At-Tablighiyyah, hal. 7-8, dinukil dari kitab Jama'atut
Tabligh Aqa’iduha Wa Ta’rifuha, karya Sayyid Thaliburrahman, hal. 19
3
Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 3
1
negara-negara asia timur dan menyebar hingga ke seluruh dunia. Tujuan dakwah
mereka adalah membina ummat islam dengan konsep khuruj/jaulah4 yang lebih
menekankan kepada aspek pembinaan suluk/akhlak, ibadah-ibadah tertentu seperti
dzikir, zuhud, dan sabar5.

Markas besar mereka berada di Delhi, tepatnya di daerah Nizhamuddin. Markas


kedua berada di Raywind, sebuah desa di kota Lahore (Pakistan). Markas ketiga
berada di kota Dakka (Bangladesh). Yang lebih mengenaskan, mereka mempunyai
sebuah masjid di kota Delhi yang dijadikan markas oleh mereka, di mana di
belakangnya terdapat empat buah kuburan. Dan ini menyerupai orang-orang
Yahudi dan Nashrani, di mana mereka menjadikan kuburan para nabi dan orang-
orang shalih dari kalangan mereka.

Padahal Rasulullah melaknat orang-orang yang menjadikan kuburan sebagai masjid


bahkan mengkhabarkan bahwasanya mereka adalah sejelek-jelek makhluk di sisi
Allah.6

Asas dan Landasan Jamaah Tabligh

Jamaah Tabligh mempunyai suatu asas dan landasan yang sangat teguh mereka
pegang, bahkan cenderung berlebihan. Asas dan landasan ini mereka sebut dengan
al-ushulus sittah (enam landasan pokok) atau ash-shifatus sittah (sifat yang enam),
dengan rincian sebagai berikut:

Sifat Pertama:

Merealisasikan Kalimat Thayyibah Laa Ilaha Illallah


Maksudnya: Mengeluarkan keyakinan pada makhluk dari dalam hati dan
memasukkan keyakinan hanya kepada Allah di dalam hati. cara mendapatkannya:
dakwahkan pentingnya iman, latihan dengan membentuk halakah iman, berdoa
kepada Allah agar diberi hakikat iman.

Muhammad Rasulullah

Maksudnya: Mengakui bahwa satu-satunya jalan hidup untuk mendapatkan


kejayaan dunia dan akhirat hanya dengan mengikuti cara hidup Rasulullah s.a.w.
cara mendapatkannya:
dakwahkan pentingnya sunnah rasulullah, latihan dengan menghidupkan sunnah
1x24 jam setiap hari
berdoa kepada Allah agar dapat mengikuti sunnah rasulullah.

4
keluar wilayah untuk berdakwah dengan jumlah waktu yang telah ditentukan seperti 4 bulan, 40 hari,
seminggu, dls
5
Lihat ‘Jama’ah Tabligh’ karya M. Aslam Al-Bakistani –beliau mantan tokoh Jama’ah tabligh yang ruju’
/taubat dari manhaj tablighi
6
Al-Qaulul Baligh Fit Tahdziri Min Jama’atit Tabligh, karya Asy-Syaikh Hamud At-Tuwaijiri, hal. 12.
Ruwaifi’ bin Sulaimi, Lc
2
Mereka menafsirkan makna Laa Ilaha Illallah dengan: “mengeluarkan keyakinan
yang rusak tentang sesuatu dari hati kita dan memasukkan keyakinan yang benar
tentang dzat Allah, bahwasanya Dialah Sang Pencipta, Maha Pemberi Rizki, Maha
Mendatangkan Mudharat dan Manfaat, Maha Memuliakan dan Menghinakan,
Maha Menghidupkan dan Mematikan”. Kebanyakan pembicaraan mereka tentang
tauhid, hanya berkisar pada tauhid rububiyyah semata (Jama’atut Tabligh Mafahim
Yajibu An Tushahhah, hal. 4).

Padahal makna Laa Ilaha Illallah sebagaimana diterangkan para ulama


adalah: “Tiada sesembahan yang berhak diibadahi melainkan Allah.” (Lihat
Fathul Majid, karya Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alusy Syaikh, hal.
52-55).

Adapun makna merealisasikannya adalah merealisasikan tiga jenis tauhid; al-


uluhiyyah, ar-rububiyyah, dan al-asma wash shifat (Al-Quthbiyyah Hiyal
Fitnah Fa’rifuha, karya Abu Ibrahim Ibnu Sulthan Al-'Adnani, hal. 10).

Dan juga sebagaimana dikatakan Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan:


“Merealisasikan tauhid artinya membersihkan dan memurnikan tauhid (dengan tiga
jenisnya, pen) dari kesyirikan, bid’ah, dan kemaksiatan.” (Fathul Majid, hal. 75)

Oleh karena itu, Asy-Syaikh Saifurrahman bin Ahmad Ad-Dihlawi mengatakan


bahwa di antara 'keistimewaan' Jamaah Tabligh dan para pemukanya adalah apa
yang sering dikenal dari mereka bahwasanya mereka adalah orang-orang yang
berikrar dengan tauhid. Namun tauhid mereka tidak lebih dari tauhidnya kaum
musyrikin Quraisy Makkah, di mana perkataan mereka dalam hal tauhid hanya
berkisar pada tauhid rububiyyah saja, serta kental dengan warna-warna tashawwuf
dan filsafatnya. Adapun tauhid uluhiyyah dan ibadah, mereka sangat kosong dari
itu. Bahkan dalam hal ini, mereka termasuk golongan orang-orang musyrik.
Sedangkan tauhid asma wash shifat, mereka berada dalam lingkaran Asya’irah
serta Maturidiyyah, dan kepada Maturidiyyah mereka lebih dekat”. (Nazhrah
‘Abirah I’tibariyyah Haulal Jamaah At-Tablighiyyah, hal. 46).

Sifat Kedua: Shalat dengan Penuh Kekhusyukan dan Rendah Diri

Artinya: Salat dengan konsentrasi batin dan rendah diri dengan mengikuti cara
yang dicontohkan Rasulullah.
Maksudnya: Membawa sifat-sifat ketaatan kepada Allah dalam salat kedalam
kehidupan sehari-hari.
cara mendapatkannya:
dakwahkan pentingnya salat khusyu' wal khudu', latihan dengan memperbaiki
zhahir dan bathinnya salat mulai dari wudhu, ruku', gerakan serta bacaan2 dalam
salat, berdoa kepada Allah agar diberi hakikat salat khusyu' dan khudu'.

Asy-Syaikh Hasan Janahi berkata: “Demikianlah perhatian mereka kepada shalat


dan kekhusyukannya. Akan tetapi, di sisi lain mereka sangat buta tentang rukun-

3
rukun shalat, kewajiban-kewajibannya, sunnah-sunnahnya, hukum sujud sahwi, dan
perkara fiqih lainnya yang berhubungan dengan shalat dan thaharah. Seorang
tablighi (pengikut Jamaah Tabligh, red) tidaklah mengetahui hal-hal tersebut
kecuali hanya segelintir dari mereka.” (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An
Tushahhah, hal.5- 6).

Sifat ketiga: Keilmuan yang Ditopang dengan Dzikir.

Ilmu Artinya: Semua petunjuk yang datang dari Allah melalui Baginda Rasulullah.
Dzikir Artinya: Mengingat Allah sebagaimana Agungnya Allah. Maksudnya Ilmu
ma'adz dzikr:

Melaksanakan perintah Allah dalam setiap saat dan keadaan dengan menghadirkan
ke-Agungan Allah mengikuti cara Rasulullah.

Melaksanakan perintah Allah dalam setiap saat dan keadaan dengan menghadirkan
ke-Agungan Allah mengikuti cara Rasulullah.

Mereka membagi ilmu menjadi dua bagian. Yakni ilmu masail dan ilmu fadhail.
Ilmu masail, menurut mereka, adalah ilmu yang dipelajari di negeri masing-masing.
Sedangkan ilmu fadhail adalah ilmu yang dipelajari pada ritus khuruj dan pada
majlis-majlis tabligh. Jadi, yang mereka maksudkan dengan ilmu adalah sebagian
dari fadhail amal (amalan-amalan utama, pen) serta dasar-dasar pedoman Jamaah
(secara umum), seperti sifat yang enam dan yang sejenisnya, dan hampir-hampir
tidak ada lagi selain itu.

Orang-orang yang bergaul dengan mereka tidak bisa memungkiri tentang


keengganan mereka untuk menimba ilmu agama dari para ulama, serta tentang
minimnya mereka dari buku-buku pengetahuan agama Islam. Bahkan mereka
berusaha untuk menghalangi orang-orang yang cinta akan ilmu, dan berusaha
menjauhkan mereka dari buku-buku agama dan para ulamanya. (Jama’atut Tabligh
Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 6 dengan ringkas).

Sifat Keempat: Menghormati Setiap Muslim.

Artinya: Memuliakan sesama Muslim. Maksudnya: Menunaikan kewajiban pada


sesama muslim tanpa menuntut hak kita ditunaikannya.
cara mendapatkannya:
dakwahkan pentingnya ikramul muslimin
latihan dengan memberi salam kepada orang yang dikenal maupun yang tidak
dikenal menghormati yang tua, menghargai yang sesama, menyayangi yang muda.
berdoa kepada Allah agar diberi hakikat ikramul muslimin.

Sesungguhnya Jamaah Tabligh tidak mempunyai batasan-batasan tertentu dalam


merealisasikan sifat keempat ini, khususnya dalam masalah al-wala (kecintaan) dan
al-bara (kebencian). Demikian pula perilaku mereka yang bertentangan dengan
kandungan sifat keempat ini di mana mereka memusuhi orang-orang yang
4
menasehati mereka atau yang berpisah dari mereka dikarenakan beda
pemahaman,walaupun orang tersebut 'alim rabbani. Memang, hal ini tidak terjadi
pada semua tablighiyyin, tapi inilah yang disorot oleh kebanyakan orang tentang
mereka. (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 8)

Sifat Kelima: Memperbaiki Niat

Artinya:Membersihkan niat. Maksudnya: Membersihkan niat dalam beramal,


semata-mata karena Allah.
cara mendapatkannya:
dakwahkan pentingnya tashihun niyah
latihan dengan mengoreksi niat sebelum, saat dan setelah beramal.
berdoa kepada Allah agar diberi hakikat tashihun niat.

Tidak diragukan lagi bahwasannya memperbaiki niat termasuk pokok agama dan
keikhlasan adalah porosnya. Akan tetapi semuanya membutuhkan ilmu.
Dikarenakan Jamaah Tabligh adalah orang-orang yang minim ilmu agama, maka
banyak pula kesalahan mereka dalam merealisasikan sifat kelima ini. Oleh
karenanya engkau dapati mereka biasa mereka tidak menyebarkan Islam kecuali di
masjid-masjid, mementingkan amalan ibadah mahdhah. Jauh sekali dari kehidupan
dunia yang sebenarnya.

Sifat Keenam: Dakwah dan Khuruj di Jalan Allah swt

Dakwah Artinya: Mengajak. Tabligh Artinya: Menyampaikan Maksudnya:


Memperbaiki diri, yaitu menggunakan diri, harta, dan waktu seperti yang
diperintahkan Allah.
Menghidupkan agama pada diri sendiri dan manusia di seluruh alam denga
menggunakan harta dan diri mereka.
cara mendapatkannya : dakwahkan pentingnya da'wah wat tabligh.

Pengertian Khuruj

latihan dengan keluar di jalan Allah minimal 4 bulan seumur hidup, 40 hari setiap
tahun dan 3 hari setiap bulan. kita tingkatkan pengorbanan dengan keluar 4 bulan
setiap tahun, 10 hari setiap bulan dan 8 jam setiap hari.(ulama 1 tahun seumur
hidup)

Cara merealisasikannya adalah dengan menempuh khuruj (keluar untuk berdakwah,


pen) bersama Jamaah Tabligh, empat bulan untuk seumur hidup, 40 hari pada tiap
tahun, tiga hari setiap bulan, atau dua kali berkeliling pada tiap minggu. Yang
pertama dengan menetap pada suatu daerah dan yang kedua dengan cara berpindah-
pindah dari suatu daerah ke daerah yang lain.

Hadir pada dua majelis ta’lim setiap hari, majelis ta’lim pertama diadakan di masjid
sedangkan yang keduadiadakan di rumah. Meluangkan waktu 2,5 jam setiap hari

5
untuk menjenguk orang sakit, mengunjungi para sesepuh dan bersilaturahmi,
membaca satu juz Al Qur’an setiap hari, memelihara dzikir-dzikir pagi dan sore,
membantu para jamaah yang khuruj, serta i’tikaf pada setiap malam Jum’at di
markas.

Dan sebelum melakukan khuruj, mereka selalu diberi hadiah-hadiah berupa konsep
berdakwah (ala mereka, pen) yang disampaikan oleh salah seorang anggota jamaah
yang berpengalaman dalam hal khuruj. (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An
Tushahhah, hal. 9)

Asy-Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan berkata: “Khuruj di jalan Allah
adalah khuruj untuk berperang. Adapun apa yang sekarang ini mereka (Jamaah
Tabligh, pen) sebut dengan khuruj maka ini bid’ah. Belum pernah ada (contoh) dari
salaf tentang keluarnya seseorang untuk berdakwah di jalan Allah yang harus
dibatasi dengan hari-hari tertentu. Bahkan hendaknya berdakwah sesuai dengan
kemampuannya tanpa dibatasi dengan jamaah tertentu, atau dibatasi 40 hari, atau
lebih sedikit atau lebih banyak.” (Aqwal Ulama As-Sunnah fi Jama’atit Tabligh,
hal. 7)

Asy-Syaikh Abdurrazzaq 'Afifi berkata: “Khuruj mereka ini bukanlah di jalan


Allah, tetapi di jalan Muhammad Ilyas. Mereka tidaklah berdakwah kepada Al
Qur’an dan As Sunnah, akan tetapi berdakwah kepada (pemahaman)
Muhammad Ilyas, syaikh mereka yang ada di Banglades (maksudnya India,
pen). (Aqwal Ulama As Sunnah fi Jama’atit Tabligh, hal. 6)

AQIDAH MEREKA

Jama’ah tabligh bermanhaj shufi dalam masalah aqidah. Tasawwuf sangatlah


mendominasi anggota-anggota jama’ah dimana mereka sangat bersemangat dalam
ibadah, dan dzikir, melatih diri dengan sedikit makan dan minum, tidur dan
berbicara. Mereka juga mencurahkan perhatian besar terhadap mimpi dan
takwilnya.

Aqidah mereka menurut pandangan ahlus sunnah wal jama’ah adalah rusak dan
berbahaya. Mereka berkeyakinan akan adanya mukasyafah 7, wali-wali akhtab8, dan
mereka membenarkan ucapan-ucapan syatahat 9. Mereka juga menghidupkan dan
mengajarkan bid’ah-bid’ah syirkiyyat seperti tabaruk10, tawassul terhadap makhluk,
terhadap kuburan-kuburan nabi dan wali, dan kesyirikan-kesyirikan yang nyata
7
tersingkapnya tabir ghaib sehingga manusia dapat mengetahui yang ghaib dan ini merupakan aqidah shufi
yang rusak
8
keyakinan adanya wali-wali kutub yang memiliki kemampuan mempengaruhi kahidupan makhluk –ini
termasuk kesyirikan yang nyata

9
(ucapan-ucapan yang keluar dari orang-orang shufiyah ketika akal mereka hilang dan mereka menganggap
mereka (orang-orang shufiyah ini, peny.) dalam maqam yang paling tinggi dan ucapannya hampir seperti
wahyu –Wallahul musta’an)
10
mencari berkah baik di kuburan ataupun di tempat-tempat yang dikeramatkan dan ini termasuk kesyirikan
yang nyata
6
lainnya. Mereka juga menghidupkan bid’ah-bid’ah mawalid dengan membaca
qashidah burdah yang penuh dengan kesyirikan dan kebid’ahan.11

Metode Dakwah Jamaah Tabligh

1. Sebuah kelompok dari Jamaah dengan kesadaran sendiri, bertugas


melakukan dakwah kepada penduduk setempat yang dijadikan objek dakwa.
Masing-masing anggota kelompok tersebut membawa peralatan hidup
sederhana dan bekal uang secukupnya. Hidup sederhana merupakan cirri
utamanya.
2. Begitu mereka sampai di ke sebuah negeri atau kampung yang hendak
didakwahi mereka mengatur dirinya sendiri. Sebagian ada yang
membersihkan tempat yang akan ditinggalinyadan sebagian lagi keluar
mengunjugi kota, kampong, pasardan warung-warung sambil berzikrkepada
Allah. Mereka mengajak orang-orang mendengarkan ceramah atau bayan
(menurut mereka)

3. Jika saat bayan tiba, mereka semua berkumpul untuk mendengarkannya.


Setelah bayan selesai para hadirin dibagai ke beberapa kelompok. Setiap
kelompok dipimpin oleh seorang dai dari jamaah. Kemudian para dai
tersebut mulai mengajari cara ; wudlu, fatehah, salat atau membaca alQur'an.
Mereka membuat halaqah-halaqqah seperti itu dan diulanginya berkali-kali
dalam beberapa hari.

4. Sebelum mereka meninggalkan tempat dakwah, masyarakat setempat diajak


keluar bersamma untuk menyampaikan dakwah ke tempat lain. Sebagian
mereka kadang ada yang rela menemani dakwahnya 1 hari atau 3 hari atau 1
pekan bahkan ada yang sampai 1 bulan.

5. Mereka menolak undangan walimah (kenduri) yang diselenggarakan


penduduk setempat. Tujuannya agar tidak terganggu oleh masalah-masalah
di luar dakwah dan zikir serta amalan perbuatan mereka tulus karena Allah.

6. Dalam materi dakwah mereka tidak memasukkan ide penghapusan


kemungkaran. Sebab mereka meyakini bahwa sekarang ini masih berada
dalam tahap pembentukan kondisi kehidupan yang islami. Perbuatan
mendobrak kemungkaran selain sering menimbulkan kendala dalam
perjalanan dakwah mereka, juga membuat orang lain lari.

7. Mereka berkeyakinian jika pribadi-pribadi telah diperbaiki satu-persatu,


maka secara otomatis kemungkaran akan hilang

8. Keluar, tabligh dan dakwah merupakan pendidikan praktis untuk menempa


seorang da’i sebab seorang dai harus menjadi qudwah dan harus konsisten
dengan dakwahnya. (Gerakan keagamaan dan pemikiran, h 76-77)
11
Baca kitab mereka yang berjudul Bahjatul qulub karya Muhammad Iqbal, salah seorang tokoh jama’ah
tabligh, buku ini penuh dengan keanehan-keanehan, kesyirikan dan kebid’ahan yang sesat lagi menyesatkan.
7
9. Jamaah Tabligh menjauhi masalah politik, mereka sama sekali tidak
memasukkan masalah politik dalam pembicaraan dakwahnya.

10. Dalam beberapa hal mereka terpengaruh oleh cara-cara sufisme yang
tersebar di India. Karena itu mereka menerapkan praktek-praktek berikut :

 Setiap pengikutnya diharuskan melakukan baiat kepada syaikhnya.


Sering baiat kepada seorang syeikh dengan ini dilakukan ditempat
umum dengan cara membeberkan selendang-selendang lebar yang
saling terkait sambil mengumandangkan baiat secara serenak.

 Sangat berlebihan dalam mencintai syeikh. Apalagi kepada


Rasulullah, mereka melakukan diluar hal-hal tatakrama yang harus
diilzami.

 Menjadikan mimpi-mimpi menduduki kenyataan kebenaran sehingga


mimipi-mimpi tersebut dijadikan landasan bebarapa masalah yang
mempengaruhi perjalanan dakwahnya.

 Meyakini tasyawuf sebagai jalan terdekat mewujudkan rasa manisnya


iman didalam kalbu.

 Senantiasa menyebut nyebut nama tokoh-tokoh tasyawuf seperti


syeikh Abdul Qadir Jailani, Suhrawardi Abu Mansur al-Maturidi
(wafat 332H) Jalaluddin alRumi, (Gerakan keagamaan dan
pemikiran, h 77-78)

Kritik terhadap metode dakwah Khuruj

Mereka begitu mencintai metode dakwah mereka yang mereka namakan khuruj ini,
bahkan seolah-olah khuruj ini termasuk dalam bagian tak terpisahkan dari syariat
islam yang murni dan suci ini.

Mereka telah mengotori manhaj dakwah nabi dengan memasukkan apa-apa yang
bukan darinya. Mereka begitu mengagung-agungkan metode ini, sampai-sampai
jika ada diantara jama’ah yang disuruh memilih antara khuruj dan haji, maka
mereka lebih memilih dan menyatakan keutamaan khuruj, sembari menyatakan,
jika kita berhaji maka pahalanya dan kebaikannya adalah untuk kita sendiri, namun
jika kita melaksanakan khuruj maka pahala dan kebaikannya selain untuk kita, juga
untuk manusia lainnya. Walaupun tidak semua tablighi mempunyai pendapat
seperti ini.

Bahkan mereka lebih memuliakan khuruj dibandingkan jihad fi sabilillah, sebab


menurut mereka khuruj itulah jihad fi sabilillah. Mereka berdalil tentang
disyariatkannya khuruj ini dengan mimpi pendiri jama’ah tabligh ini, yakni
Maulana Ilyas Al-Kandahlawi, yang bermimpi tentang tafsir Al-Qur’an Surat Ali
Imran 110 yang berbunyi : “Kuntum khoiru ummatin UKHRIJAT linnasi …”
8
mereka menafsirkan kata ukhrijat dengan makna keluar untuk mengadakan
perjalanan (siyahah). Sungguh penafsiran yang bathil yang menyelisihi hampir
seluruh kitab tafsir ulama’ salaf dan khalaf.

Jamaah ini sama sekali tidak pernah memikirkan tentang jihad fi sabilillah, tidak
pernah ada 1 peluru yang keluar dari jari jemari mereka untuk memerangi musuh-
musuh Allah di dunia ini.

Mereka ketika khuruj dan berdakwah kepada ummat tanpa disertai ilmu dan
bashirah (hujjah yang nyata dan jelas). Mereka mengajak kaum muslimin untuk
menegakkan sholat namun mereka tidak mau membahas permasalahan sholat
secara mendalam beserta hujjah dan dalilnya sehingga mereka tidak tahu
bagiamana sifat sholat Rasulullah yang benar itu. Mereka mengajak untuk
mencontoh kepada Rasulullah sedangkan mereka tidak mengetahui sunnah-sunnah
dan hadits Rasulullah, mereka tidak peduli entah yang mereka gunakan itu hadits
dhaif atau maudhu’, yang penting hadits…!!!

Mereka telah menetapkan sesuatu syariat yang seharusnya menjadi hak Allah dan
rasul-Nya, mereka mengkhususkan bilangan jumlah hari dalam dakwah (baca :
khuruj) secara tertentu tanpa ada keterangannya dari Rasulullah, mereka
menentukan bilangan hari dalam khuruj dengan bilangan yang tidak ada dasarnya
sama sekali dari sunnah. Mereka menentukan bilangan hari khuruj selama 6 bulan,
3 bulan, 40 hari, 20 hari, 7 hari lalu seminggu. Suatu pengkhususan yang tidak
berdasar dalam manhaj da’wah Rasulullah.

Mereka begitu terdorong dan bersemangat mengikuti hadits Rasulullah yang


menyatakan : “Balligu ‘anni walau aayatan…” (Sampaikan dariku walau satu
ayat…) namun mereka melupakan kata ‘annii (dari-ku, yakni dari Rasulullah),
yang seharusnya mereka menyampaikan ayat yang telah benar-benar nyata dari
Rasulullah. Mereka juga lupa akan ayat Allah yang berbunyi :

Artinya: “Katakanlah (wahai Muhammad): Inilah jalanku, aku dan orang-orang


yang mengikutiku mengajakmu kepada Allah atas bashiroh (hujjah yang nyata)”
(QS. Yusuf 108).

Yang seharusnya mereka menyeru kepada islam di atas hujjah yang nyata…!!!

Khuruj yang dilakukan jama’ah Tabligh yang mereka tentukan jumlah harinya pada
hakikatnya tidak pernah menjadi amalan generasi para salaf dan khalaf. Yang
mengherankan adalah mereka keluar untuk tabligh (menyampaikan islam) namun
mereka mengakui bahwa mereka tidak layak untuk tabligh dan bukan ahlinya.

Tabligh seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kapabilitas


keilmuan yang mumpuni seperti yang dilakukan oleh Rasulullah ketika mengutus
delegasinya yang terdiri dari sahabat alim yang mengajarkan islam kepada
ummatnya, seperti beliau mengutus Ali bin Abi Thalib, Mu’adz bin Jabal, dan

9
selainnya seorang diri, tidak pernah beliau mengutus serombongan sahabat lain
untuk menyertai individu-individu utusan rasul tersebut.

Mengenai ucapan mereka -Jama’ah Tabligh- yang menyatakan : “lihatlah para


sahabat… mereka berasal dari Mekkah, berasal Madinah… namun kuburan-
kuburan mereka tersebar, ada yang dikuburkan di negeri Bukhara, di negeri
samarkhand, di negeri Andalusia…” maka sungguh mereka salah meletakkan
ucapan mereka yang mengqiyaskan apa yang dilakukan oleh para sahabat itu
sebagai khuruj ala tablighi. Namun adalah mereka, para sahabat –Ridhwanullah
‘alaihim ajma’in- mereka keluar adalah dalam rangka jihad fi sabilillah.

Kritik terhadap kitab Tabligh Nishob/Fadhoil Amal

Kitab Fadhail Amal atau dikenal pula dengan nama Tablighi Nishab adalah kitab
pegangan suatu jama’ah yang dikenal dengan nama Jama’ah Tabligh. Kitab ini
karya Syaikh Muhammad Zakariyah AI Kandahlawi salah satu tokoh Jama’ah
Tabligh.

Kitab ini selain telah tersebar di kalangan mereka juga di kalangan masyarakat luas,
padahal kitab tersebut memuat hal-hal yang menyimpang dari syariat. Lantaran itu
banyak ulama yang menyingkap penyimpangannya agar kaum muslimin berhati--
hati. Di antaranya adalah Ustadz Muhammad Aslam Al-Bakistani (Pakistan) dalam
risalah Jama’atut Tabligh, ‘Agidatuha wa Afkaru Masyayikhiha, Syaikh Hamud
bin Abdullah At-Tuwaijiri rahimahullah dalam kitab Al-Qaulul Baligh fir
Raddi’ala Jama’atut Tabligh, Ustadz Sa`d Al-Husain, Atase Arab Saudi di
Yordania dalam risalahnya kepada Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah,
Syaikh Falih Al-Harbi dalam Ad-Dienun Nashihah.

Banyak memuat hadits-hadits dhaif dan palsu.

Memang penulis kitab ini, Syaikh Muhammad Zakariya Al-Kandahlawi


menyebutkan derajat hadits-hadits dengan menukil perkataan para ulama, seperti
keterangan Ustadz Tabasy Mandi. Kata beliau, “Yang sangat mengherankan,
kedudukan kitab ini di sisi penulis tidak sepenting anggapan para pembacanya.

Sebab usai membawakan riwayat hadits, penulis menyebutkan hukum dari hadits--
hadits tersebut, shahih, dhaif, palsu, batil, tidak dapat dijadikan sandaran atau pada
sanadnya terdapat rawi pendusta. Akan tetapi kami tidak memikulkan kesalahan di
pundak pembaca, sebab mayoritas mereka tidak memahami bahasa Arab. Penulis
hanya menyebutkan riwayat dalam bahasa Urdu tanpa disertai hukum hadits seperti
pada edisi bahasa Arabnya.” (Tablighi Nishab, Dirasat Naqdiyyah ha1.15
Maktabah Al-Iman Deobandi).

Kitab fadhail Amal mencampurkan hadis-hadis maudhuk dan dhaif

1. Dalam Fadha’iludz Dzikir, hal. 96 Diriwayatkan dari Umar, Rasulullah


Shallahu ‘alaihi wa Salam bersabda : “Manakala nabi Adam ‘alahi salam
10
melakukan perbuatan dosa, ia mengetengadahkan kepala ke langit seraya berkata :
‘Ya Rabb, aku memohon kepada-Mu dengan keagungan Muhammad, ampunilah
dosaku.’ Maka Allah menurunkan wahyu dari ‘arsy. Lalu Adam berkata : ‘Maha
suci nama-Mu, tatkala Kau menciptaku, aku mengetengadahkan kepalaku ke arah
arsy, ternyata tertulis padanya, Laa Ilaaha Illallah Muhammad Rasulullah. Maka
aku mengetahui bahwa tak seorangpun yang lebih mulia martabatnya di sisi-Mu
daripada orang yang telah engkau jadikan beriringan dengan nama-Mu.’ Lalu Allah
berfirman kepada Adam, ‘wahai Adam, sesunggunya Muhammad itu nabi terakhir
dan termasuk anak cucumu, seandainya Muhammad tidak diciptakan maka Aku
tidak menciptamu.” (Tablighi Nishab, bab Fadhailudz Dzikir, hal 96.) Keterangan :
Hadits di atas adalah hadits Maudhu’ dalam Al-Maudhu’at Al-Kabir. Perawi-
perawi dalam hadits di atas majhul (tidak dikenal). Imam Dzahabi rahimahullah
dalam Talkhish Mustadrak 2/615 berkata, “Palsu.” Begitu pula Imam Al-Albani
rahimahullah dalam Silsilah Ahadits Dha’ifah 1/38 berkata, “Palsu.”

2. Dalam Fadha’iludz Dzikir, hal. 109-110

Diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata, bersabda Rasulullah : ‘Barangsiapa


menziarahi kuburanku, maka wajib atasnya syafatku.’ (Tablighi Nishab, Bab
Fadha’iludz Dzikir, hal. 109-110) Keterangan : Hadits di atas hadits Maudhu’, lihat
Dhaiful Jami’ no 5618.

3. Dalam Fadha’ilul Haj, hal. 101

Diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata, Rasulullah bersabda : “Barangsiapa yang


menziarahiku setelah wafat maka ia laksana menziarahiku sewaktu aku hidup.”
Berkata penulis : Diriwayatkan oleh Imam Thabrani, Daruquthni dan Baihaqi.
Baihaqi menyatakan Hadits ini Dhaif dalam Al Ittihaf. Berdasarkan riwayat Imam
Baihaqi dalam Al-Misyqat disebutkan, “Siapa yang melakukan haji dan menziarahi
kuburanku, maka ia seperti menziarahiku sewaktu aku hidup.” Berkata penulis : Al-
Muwaffiq dalam Al-Mughni menjadikan hadits ini sebagai dalil terhadap
keutamaan ziarah ke makam nabi. (Tablighi Nishab, bab Fadha’ilul Haj, hal 101)

Keterangan : Hadits di atas Maudhu’ dalam Dha’iful Jami’ no 5563

Inilah sekelumit di antara kandungan hadits-hadits Maudhu’ dalam Tablighi


Nishab, yang masih sangat banyak lagi di dalamnya yang harus dibersihkan dan
dibuang jauh-jauh, karena Rasulullah bersabda dalam haditsnya yang Mutawattir :
“Barangsiapa berdusta atasku dengan sengaja maka persiapkan duduknya di atas
neraka”, termasuk berdusta atas nama nabi yakni menyampaikan kepada ummat
apa-apa yang bukan dari beliau namun disandarkan terhadap beliau, masuk di
dalamnya menyampaikan atau menggunakan hadits maudhu’, dan telah sepakat
ummat ini bahwa hadits maudhu’ tidak dapat dijadikan hujjah atau dalil.

4. Dalam Fadha’ilul Haj, hal 133

11
Syaikh Abu Khair Al-Aqtha’ berkata, “Aku merasa lapar karena selama 5 hari aku
belum makan. Lalu aku berziarah dan ketiduran setelah aku membaca shalawat
kepada Nabi di sisi makamnya. Aku bermimpi Nabi datang bersama Syaikhani dan
Ali Radhiallahu ‘anhu. Kemudian beliau memberi aku sepotong roti. Aku makan
roti itu setengahnya, ketika aku terbangun, aku melihat setengah roti sisanya masih
ada di tanganku.” (Tablighi Nishab, bab Fadha’ilul Haj, hal 133)

5. Dalam Fadahilul hajj, hal 141

Syaikh Syamsuddin, ketua Khadamul haram An-Nabawi berkata : “Satu jama’ah


dari Aleppo menyuap gubernur Madinnah agar mereka dizinkan membongkar
makam Syaikhani dan mengambil jasad keduanya. Maka ketika itu datanglah 40
orang laki-laki membawa cangkul pada malam harinya. Keempat puluh orang itu
iba-tiba saja hilang di telan bumi. Setelah itu gubernur Madinah berkata, ‘Janganlah
kau sebarkan hal ini, atau aku akan memenggal kepalamu.” (Tablighi Nishab, bab
Fadha’ilul Haj, hal 141)

6. Dalam Fadhailush Shadaqah, hal. 588. dikisahkan : Syaikh Zakaria


mengerjakan sholat sebanyak 1000 raka’at dengan berdiri. Apabila ia merasa lelah,
maka ia sholat dengan duduk sebanyak 1000 raka’at. (Tablighi Nishab, bab
Fadha’ilush Shadaqah, hal 588)

7. Dalam Fadha’ilul Qur’an, hal. 15. Diceritakan : bahwa Ibnu Katib


mengkhatamkan Al-Qur’an setiap hari sebanyak 8 kali.

8. Dalam Fadhailul Haj, hal. 218. Diceritakan : bahwa Nabi Khidr mengerjakan
sholat shubuh di Mekkah dan duduk di rukun syami sampai terbit matahari,
kemudian sholat Dhuhur di Madinah, sholat ashar di Baitul Maqdis dan Sholat
Maghrib dan Isya’ di Al-Iskandari.

Di antara kisah ini adalah kisah yang diriwayatkan oleh Sayyid Ahmad Rifa’I, di
mana dia berkata: Tatkala dia selesai menunaikan ibadah haji, dia pun mengunjungi
kuburan Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam sambil melantunkan bait-bait syair
berikut dan berdiri di depan kuburan Nabi Shallallahu alaihi wasallam sambil
berkata:

‫ تقبــل األرض عني وهي نائبتي وهــذه دولــة‬. . . . . . . . . .‫فـي حالـة البعـد روحي كنت أرسلها‬
‫ فامدد يمينـك كي تحظى بها شفتي‬.. . . .. . . . . .‫األشباح قد حضرت‬

Dikejauhan aku melepaskan ruhku


Bumi pun menerimanya dan dia menjadi penggantiku
Inilah negeri orang-orang yang telah hadir
Julurkanlah tanganmu agar bibirku mendapat bagian darinya

Setelah membaca bait-bait ini, keluarlah tangan kanan Rasul Shallallahu alaihi
wasallam, lalu akupun menciumnya. (Al-Hawi, As-Suyuthi)

12
Dan dia menyebutkan bahwa ada sembilan puluh ribu muslim yang telah melihat
kejadian besar ini, dan mereka dimuliakan dengan mengunjungi tangan yang
memiliki berkah itu. Di antara mereka adalah Syaikh Abdul Qadir Jaelani
rahimahullah. Yang waktu itu berada di masjid Nabawi yang mulia adalah
bangunan yang tinggi. Maka berkenaan dengan kisah ini, aku ingin bertanya
kepada kalian:

1. Apakah kisah ini memiliki asal, atau tidak ada hakekatnya?

2. Apa menurut kalian tentang kitab “Al-Hawi” karya As-Suyuthi, di mana dia
menetapkan adanya kisah ini?

3. Jika kisah ini tidak benar, apakah boleh shalat di belakang imam yang
meriwayatkan kisah ini dan meyakini kebenarannya? Apakah sah keimamahannya
atau tidak?

4. Apakah boleh membaca kitab-kitab seperti ini di halaqah-halaqah agama di


masjid-masjid? Di mana kitab ini dibacakan di masjid-masjid di Britania oleh kaum
Jama’ah Tabligh, dan juga sangat masyhur di kerajaan Arab Saudi, khususnya di
Madinah Munawwarah, di mana penulis kitab ini hidup lama di Madinah
Munawwarah.

Saya berharap kepada para Syaikh yang mulia agar memberi faedah kepada kami
dengan jawaban yang cukup dan terperinci, agar saya dapat menerjemahkannya ke
dalam bahasa negeri setempat lalu menyebarkanya kepada para sahabat dan
temanku, dan kaum muslimin lainnya yang saya berbincang dengannya dalam
pembahasan ini?

Lajnah menjawab:

‫هذه القصة باطلة ال أساس لها من الصــحة ؛ ألن األصــل في الميتـ نبيــا كــان أم غــيره أنــه ال يتحــركـ في‬
‫ فما قيل من أن النــبي صــلى هللا عليــه وســلم أخــرج يــده للرفــاعيـ أو غــيره غــير‬، ‫قبره بمد يد أو غيرها‬
‫ ولم يمــد يــده صــلى هللا عليــه‬، ‫ وال يجوز تصــديقه‬، ‫ بل هو وهم وخيال ال أساس له من الصحة‬، ‫صحيح‬
‫ وال يغـتر بـذكر السـيوطي لهـذه‬، ‫وسلم ألبي بكر وال عمـر وال غيرهمـا من الصـحابة فضـال عن غـيرهم‬
‫ حــاطب ليـل يـذكر الغث‬: ‫ )الحاوي( ؛ ألن السيوطي في مؤلفاته كما قال العلمـاءـ عنــه‬: ‫القصة في كتابه‬
، ‫ وال تجوز الصالة خلف من يعتقد صحة هذه القصة ألنه مصدق بالخرافــات ومختــل العقيــدة‬، ‫والسمين‬
‫وال تجوز قراءة كتاب )فضائل أعمال( وغيره مما يشتمل على الخرافات والحكاياتـ المكذوبة على الناسـ‬
‫ نســأل هللا عــز وجــل أن‬. ‫في المساجد أو غيرها ؛ لما في ذلك من تضليل النــاسـ ونشــر الخرافــاتـ بينهم‬
. ‫ وصلى هللا على نبيناـ محمد وآله وصحبه‬. ‫يوفق المسلمين لمعرفة الحق والعمل به إنه سميع مجيب‬

“ini adalah kisah yang batil yang tidak ada landasan kebenarannya sama sekali,
sebab asal hukum orang yang telah mati apakah dia seorang nabi atau bukan
bahwa dia sudah tidak bergerak dalam kuburannya, apakah dengan menjulurkan
tangannya atau yang lainnya. Adapun yang disebutkan bahwa Nabi Shallallahu
alaihi wasallam mengeluarkan tangannya kepada Rifa’i atau yang lainnya,
tidaklah benar. Bahkan ini merupakan khayalan yang tidak ada landasan
kebenarannya, dan tidak boleh membenarkannya. Nabi Shallallahu alaihi
13
wasallam tidak pernah menjulurkan tangannya kepada Abu Bakar, Umar, tidak
pula selain keduanya dari kalangan para sahabat, terlebih lagi selain mereka.

Jangan pula tertipu dengan penyebutan Suyuthi terhadap kisah ini dalam kitabnya
(Al-Hawi), sebab Suyuthi dalam tulisan-tulisannya seperti yang disebutkan para
ulama: hathibul lail (pencari kayu bakar di malam hari [1]), dia menyebut yang
kurus dan yang gemuk (tidak memperhatikan kebenaran apa yang dinukilnya, pen),
dan tidak diperbolehkan shalat di belakang orang yang meyakini kebenaran kisah
ini sebab dia meyakini perkara-perkara khurafat ini dan ada kerusakan dalam
akidahnya, dan tidak boleh pula membacakan kepada manusia kitab “Fadha’il al-
A’mal” dan yang lainnya dari kitab yang mengandung berbagai khurafat dan cerita-
cerita palsu di masjid-masjid atau yang lainnya, sebab yang demikian menyebabkan
tersesatnya manusia dan tersebarnya perkara khurafat di kalangan di antara mereka.

Kami memohon kepada Allah Azza wajalla agar memberi taufik kepada kaum
muslimin untuk mengenal kebenaran dan mengamalkannya. Sesungguhnya Dia
Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan. Shalawat dan salam tercurah kepada
Nabi kita Muhammad Shallallahu alaihi wasallam, keluarga dan para sahabatnya.

Lajnah Daimah untuk pembahasan ilmiah dan fatwa


Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah Alus Syaikh
Anggota: Abdullah Ghudayyan, Shaleh Al-Fauzan, Bakr Abu Zaid
(Lajnah Daimah fatwa No: 21412)

14

Anda mungkin juga menyukai