Anda di halaman 1dari 4

Bedah Tema

Musyawarah Daerah XVII


Ikatan Pelajar Muhammadiyah Lamongan
Menajamkan Pena Gerakan, Untuk Lamongan Berkemajuan

Menajamkan Pena Gerakan

Ribuan pelajar yang tersebar di seluruh Indonesia yang berkumpul dalam Ikatan
Pelajar Muhammadiyah tidak dapat begitu saja hidup dalam keteraturan. Mereka tidak bisa
secara sekonyong-konyong bersepakat menentukan tujuan, arah pergerakannya, dan lain
sebagainya. Maka dari itu diperlukan sebuah elemen yang menyatukan sekumpulan orang
yaitu shared myth yang merupakan sebuah realita intersubjektif1. Untuk membangun mitos
bersama ini (bisa juga kita pahami sebagai konstruksi sosial), diperlukan sebuah makna yang
dimengerti oleh seluruh elemen yang terlibat. Disinilah pentingnya sebuah makna dalam
pembentukan strategi untuk mencapai tujuan organisasi.
Bukanlah tanpa makna ketika Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) memilih “pena”
sebagai simbol gerakan. Setelah usia IPM melintasi setengah abad pasca-kelahirannya 18 Juli
1961, gerakan ini memilih sebagai gerakan pelajar berkemajuan (GPB) pada muktamar XVIII
Palembang yang kemudian berwujud konsep paradigma gerakannya sebagai “gerkan ilmu”
pada Muktamar XIX Jakarta. Inilah bentuk IPM sebagai gerakan pelajar yang senantiasa
merespon semangat perubahan zaman untuk mempertahankan eksistensinya sebagai sebuah
gerakan.
Pemaknaan simbol pena sebagai perlu dipahami, dihayati, dan diamalkan dengan
benar sebagai wujud kesadaran ber-IPM. Simbol pena ini harus menjadi spirit dan ruh pada
setiap langkah denyut nadi dalam gerakan IPM, yang setiap saat harus diasah ulang agar
senantiasa tajam untuk menulis dan mengukir prestasi sejarah dengan karya-karya yang
bermanfaat untuk kemanusiaan. Spirit tajdid (pemurnian dan pembaruan) dalam rangka
menebar manfaat fi kulli zaman wa makan (pada setiap ruang dan waktu).
Simbol pena IPM yang terinspirasi dari Qs. al-Qolam ayat 1, yang kemudian menjadi
jargon “Nuun Wal Qolami Wamaa Yasthuruun” (Demi Pena dan Apa yang Dituliskannya).
Sebagai manifestasi ber-IPM, maka ayat ini harus benar-benar diyakini, dihayati, dipahami,
dan menjadi (semacam) sesuatu yang sakral dan suci. Adapun, untuk mensucikan ayat al-
Qur’an harus menggunakan cara yang benar pula. Kemudian yang menjadi pertanyaan
adalah: bagaimana cara mensucikan simbol ini dengan benar?
Penyucian al-Qur’an tidaklah sekedar meletakkannya di atas dada kita semata.
Tidaklah sekadar membaca-nya sebagai semboyan di bibir ketika selesai pidato. Tetapi yang
paling inti dan penting ialah membaca, memahami, dan mengamalkan dalam kehidupan yang
nyata, sehingga menjadi al-Qur’an yang bergerak sebagai amal dan karya nyata yang
bermanfaat dan memberi solusi (obat) dari problematika pelajar (pendidikan). Inilah, cara
mensucikan al-Qur’an yang benar. Dengan kata lain, mensucikan al-Qur’an adalah
mengamalkannya. Sehingga, IPM mampu bergerak secara mempesona sebagai gerakan
pelajar kreatif dengan prestasi amal nyata.
Kita perlu mengetahui bahwa dalam berinteraksi dengan al-Qur’an, ditemukan
tingkatan yang berlapis-lapis. Tingkatan yang pertama adalah tingkat jasmaniah,
diindikasikan dengan gambaran seorang pelajar yang mau mengambil, membuka, dan
membaca al-Qur’an. Meningkat pada tingkatan kedua, yakni tingkat psikologis yang ditandai
dengan adanya predisposisi kemauan untuk memahami, kemudian disusul dengan tingkat
ruhaniah. Kemudian tingkat yang paling tinggi adalah tingkat rasional, yakni mau
1
Cania Citta Irlanie, “Seri Diskusi Sumpah Pemuda”, (Komunitas Salihara, 2018)
merenungkan dan memikirkan pesan-pesan kandungan al-Qur’an itu sendiri untuk diamalkan
dalam kehidupan. 2
Disisi lain, jika kita melihat kebesaran Muhammadiyah, seyogyanya tidak sekedar
menjadi kebanggaan semata. Misalnya Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) yang tersebar di
seluruh nusantara, terutama di bidang amal sosial, pendidikan, dan kesehatan. IPM sebagai
pelopor, pelangsung, dan penyempurna AUM tidak boleh terlena dengan kerja-kerja rutinitas
semata yang menimbulkan kesan IPM hanya sebagai “pelanjut” AUM atau bahkan terkesan
“perebut” AUM. Sehingga orientasinya menjadi menyempit.
Sebenarnya, AUM yang banyak tersebar di seluruh nusantara merupakan hasil ijtihad
Muhammadiyah. AUM yang tersebar di seluruh tanah air seperti hanya merupakan
pengulangan atau tiruan dari apa yang dilakukan oleh KH Ahmad Dahlan satu abad silam.
Karena, jika disaksikan saat ini, hampir tidak ada AUM yang benarbenar baru. Sudah
melewati 1 abad, Muhammadiyah masih terfokus pada pendidikan, kesehatan, dan panti
asuhan. Padahal Muhammadiyah disebut sebagai gerakan pembaruan. Jadi, apa yang
seharusnya dilakukan oleh IPM yang mengaku sebagai lembaga kaderisasi dan aksentuator
gerakan Muhammadiyah?
Tentunya, kini kader-kader IPM tidak boleh ada rasa puas dengan kebesaran karya
Muhammadiyah semata. Dibalik karya itu, yang paling inti adalah bagaimana gerakan IPM
mampu menangkap api pembaruan (tradisi berpikir kritis), bukan abu pembaruan (hasil).
Gerakan IPM harus mampu menjadi pencerah kehidupan pelajar yang tertindas oleh ketidak-
adilan. Melalui gerakan perlawanan dengan tindakan-tindakan kreatif, santun, dan
mempesona berwujud karya solutif. Jadi, gerakan IPM harus mengandung ”pesan sosial”.
Bagaimana IPM supaya mewarisi “api pembaruan” Muhammadiyah? Tidak lain
adalah IPM harus melakukan penajaman pena gerakan. Gerakan IPM harus berbasis IPTEK
(cinta ilmu pengetahuan dan teknologi) dan IMTAQ (iman dan taqwa kepada Allah SWT)
yang mendalam dan kokoh. Misalnya, di era yang mengalami akselerasi perubahan dunia
yang begitu cepat saat ini. Kader-kader IPM harus mampu membaca dunia dengan cepat dan
kuat. Sehingga, ijtihad dalam memaknai kata pena harus diperluas. Pena pada umumnya
adalah alat untuk menulis, maka makna menulis secara luas memiliki dimensi kesejarahan.
Dimensi kesejarahan, maksudnya adalah mengukir sejarah dengan karya nyata yang
bermanfaat untuk umat manusia.
Karena itu, gerakan IPM aalah gerakan menulis sepanjang masa. Maka, supaya pena
gerakan IPM dapat selalu menghasilkan berbagai tulisan yang mampu menjadi saksi sejarah,
IPM harus melakukan penajaman ulang pada ujung pena yang menjadi manifesto
gerakannya. Lebih luas lagi, menulis dapat bearti menghasilkan berbagai karya kreatif-solutif
berupa benda, pemikiran, atau tindakan yang merupakan bentuk kreatifitas yang mengandung
dimensi kesejarahan. Karena sebuah karya akan direkam dan dikenang oleh zaman. Sehingga,
seharusnya IPM senantiasa mampu melakukan dialog dengan zaman yang berubah dengan
cepat. Dan lebih luas lagi yang sangat efektif adalah strategi kebudayaan yang berbentuk
dialog karya. Inilah yang disebut oleh gerakan pelajar berkemajuan (GPB) dengan paradigma
ilmu.
Selanjutnya, bagaimana IPM mampu melakukan gerakan karya sebagai dialog
kebudayaan? Untuk itu, IPM wajib menajamkan pena gerakan (kritik internal) sehingga
IPM mampu mengukir dengan amal shalih (problem solver). Untuk melakukan penajaman
pena gerakan, maka wajib bagi IPM untuk melakukan gerakan membaca (tradisi iqra’). Karya
atau gerakan IPM akan tumpul jika tanpa diimbangi oleh pembacaan yang kuat pula. Karena
kualitas tulisan, amal, karya, serta gerakan IPM akan sangat tergantung pada kekuatan atau
kualitas tradisi iqra’.

2
Azaki Khoirudin, “Fajar Baru”, (Ilmi Publisher, 2012)
Selain pemaknaan menulis di atas, maka pemaknaan mengenai membaca juga tidak
cukup dipahami sebagai membaca teks (tulisan) yang statis. Namun, membaca juga harus
dimaknai secara dinamis, yakni membaca huruf-huruf yang bergerak. Dalam istilah lain,
kritis dan peka terhadap fenomena atau permasalahan sosial (simbol-simbol, atau ideologi)
yang membelenggu pelajar. Itulah wujud dari aktualisasi akal yang merupakah anugerah
tertinggi yang diberikan oleh Allah SWT. Jika tradisi akal pada tubuh IPM macet atau rusak,
maka macet pula energi berpikir dan berdzikir seseorang atau sebuah gerakan.
Sebagai gerakan dakwah pelajar, yang tidak kalah fundamental adalah penajaman
terhadap gerakan membaca al-Qur’an, yakni ayat kauniyah dan kauliyah. Yang bersifat
kauliyah utamanya teks-teks ayat-ayat dalam al-Qur’an dan yang diperjelas oleh al-Sunnah.
Sedangkan yang bersifat kauniyah berupa alam semesta dengan segala isinya, yang
merupakan “buku terbuka” yang memuat rahasia-rahasia alam yang mampu menghasilkan
teori, rumus, aksioma, postulat, dalil, dan lain-lain. al-Qur’an harus menjadi inspirator
penggalian ilmu pengetahuan, dapat dijadikan sumber konsep ilmu pengetahuan, dan
sekaligus menjadi faktor yang mewarnai berupa nilai “baik”, “benar”, “indah” dan
“bermanfaat”. Inilah yang harus dipertajam IPM sehingga mampu melakukan amal shalih
yang berdampak besar pada diri sendiri dan lingkungannya dengan kualitas tinggi dengan
tradisi iqra’ sebagai dasar gerakan pena sosial.

Untuk Lamongan Berkemajuan

Gerakan Pelajar Berkemajuan selanjutnya GPB ialah sebuah gerakan yang berpondasi
Gerakan Sosial Baru (New Social Movement) dengan konteks menuju peradaban post-
modern, yakni pergeseran dari gelombang industri ke ilmu pengetahuan dan teknologi
informasi melalui media, dari paguyuban ke “jejaring social”. Munculnya GPB, ialah
justifikasi atas sifat kebaruan pada komunitas pelajar Indonesia. Sistem komunikasi modern,
dan globalisasi pasar ekonomi telah menggeser paradigma masyarakat modern menuju post-
modern. Spirit dari GPB adalah “memangkas hirarki dan birokrasi”, sehingga pergerakannya
sangat cepat, lincah dan lebih progresif berkemajuan.
Dengan spirit Berkemajuan, IPM mengembangkan wawasan keIslaman yang bersifat
kosmopilitan. Kosmopolitanisme merupakan kesadaran tentang kesatuan masyarakat seluruh
dunia dan umat manusia yang melampaui sekat-sekat etnik, golongan, kebangsaan, dan
agama. Kosmopolitanisme secara moral mengimplikasikan adanya rasa solidaritas
kemanusiaan universal dan rasa tanggungjawab universal kepada sesama manusia tanpa
memandang perbedaan dan pemisahan jarak yang bersifat primordial dan konvensional.
Kosmopolitanisme Islam yang dikembangkan IPM dapat menjadi jembatan bagi
kepentingan pengembangan dialog Islam dan Barat serta dialog antar peradaban. Dalam
perspektif baru konflik antar peradaban merupakan pandangan yang kadaluwarsa dan dapat
menjadi pemicu benturan yang sesungguhnya. Tatanan dunia baru memerlukan dialog,
kerjasama, aliansi, dan koeksistensi antar peradaban. Dalam kaitan relasi antar peradaban dan
perkembangan kemanusiaan universal saat ini sungguh diperlukan global ethic (etika global)
dan global wisdom (kearifan global) yang dapat membimbing, mengarahkan, dan memimpin
dunia menuju peradaban yang lebih tercerahkan.
Bersamaan dengan itu IPM memandang bahwa peradaban global dituntut untuk terus
berdialog dengan kebudayaan-kebudayaan setempat agar peradaban umat manusia semesta
tidak terjebak pada kolonisasi budaya sebagaimana pernah terjadi dalam sejarah kolonialisme
masa lampau yang menyengserakan kehidupan bangsa-bangsa. Globalisasi dan
multikulturalisme tidak membawa hegemoni kolonialisme baru yang membunuh potensi
kebudayaan lokal, tetapi sebaliknya mau berdialog dan mampu memberikan ruang
kebudayaan untuk tumbuhnya local genius (kecerdasan lokal) dan local wisdom (kearifan
lokal) yang menjadi pilar penting bagi kelangsungan peradaban semesta. 3
Gagasan ini harus menjadi spirit yang membalut pergerakan IPM sebagai sebuah
manifestasi. Karena IPM sudah memiliki modal agenda aksi yang bertema global, Muktamar
XX IPM di Samarinda mencetuskan tiga agenda aksi yaitu Gerakan Jihad Literasi, Gerakan
Konservasi Ekologi, dan Gerakan Pendampingan Teman Sebaya, dan saat Tanwir 2018 di
Martapura muncul Gerakan Kewirausahaan. Keempat agenda tersebut merupakan isu global
yang ditelaah secara mendalam oleh elit pimpinan IPM yang masih sangat relevan untuk
diimplementasikan dan dimassifkan oleh Ikatan Pelajar Muhammadiyah Lamongan, terlebih
IPM Lamongan sendiri memiliki bassis masa terbesar Se-Nusantara.
Selain itu, gagasan kosmopolitanisme IPM ini perlu dikembangkan dan
dikampanyekan guna menyiapkan modal untuk tujuan pada Musyawarah Daerah IPM
Lamongan selanjutnya. Isu Global yang menjadi pekerjaan rumah di musyawarah dua tahun
mendatang harus dipersiapkan dari sekarang. Singkatnya masa menjabat yang menjadi realita
pimpinan IPM harus dibarengi dengan pergerakan dan kinerja IPM yang progresif dan cepat.
Karena IPM merupakan wadah untuk mengakselerasi segala potensi pelajar Muhammadiyah
Lamongan sebagai upaya dalam mewujudkan Pelajar Lamongan Berkemajuan yang
memiliki wawasan kosmpolitan.

3
Azaki Khoirudin. “Mercusuar Peradaban” (Nun Pustaka, 2015)

Anda mungkin juga menyukai