Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Hukum
Pada Jurusan Syariah Program Studi Perbandingan Mazhab
Sekolah Tinggi Ilmu Islam dan Bahasa Arab (STIBA) Makassar
OLEH
ANDI MIRNAWATI
NIM/NIMKO : 141012428/8581414428
JURUSAN SYARIAH
SEKOLAH TINGGI ILMU ISLAM DAN BAHASA ARAB
(STIBA) MAKASSAR
1439 H./2018 M.
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
ini menyatakan bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya penyusun sendiri. Jika
kemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat, tiruan, plagiat atau dibuat
oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh
Penyusun,
Andi Mirnawati
NIM/NIMKO: 141012428/8581414428
ii
iii
KATA PENGANTAR
iv
sampai kematian memisahkan kami. Selanjutnya ucapan terima kasih penulis
ingin menghaturkan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ustadz H. Muhammad Yusram, Lc., M.A., Ph.D. selaku Ketua STIBA
Makassar serta seluruh jajarannya.
2. Ustadzah Armida Abdurrahman, Lc., selaku kepala bagian keputrian STIBA
Makassar.
3. Ustadz H. Kasman Bakry, SHI., MHI. selaku pembimbing I dan Ustadzah
Hijrayanti Sari, S.Sos., M.I.Kom. selaku pembimbing II yang penuh
kesabaran, meluangkan waktu dan pikirannya memberikan bimbingan,
arahan dan petunjuk dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Ustadzah Munawwarah, SH., ustadzah Mar‟atu Shaleha, SH., ustadzah
Sartini La Mbajo, Lc. yang telah memberikan semangat dan tidak
bosan-bosannya untuk mengingatkan tentang deadline pengumpulan skripsi.
5. Seluruh Dosen serta seluruh karyawan Sekolah Tinggi Ilmu Islam dan Bahasa
Arab (STIBA) Makassar yang telah memberikan ilmu yang merupakan
warisan para Nabi serta pelayanan yang layak dan berguna dalam
penyelesaian studi penulis.
6. Kepala perpustakaan Universitas Islam Negeri Makassar dan Kepala
Perpustakaan Daerah beserta staf yang memberikan fasilitas untuk membaca,
menulis dan meminjam buku-buku di perpustakaan.
7. Sahabat-sahabat seperjuangan, terutama kelas Perbandingan Mazhab 8 D
angkatan 2014, yang selama ini telah meluangkan waktu dan pikirannya
untuk membantu penulis dalam menjawab berbagai macam pertanyaan serta
memecahkan masalah. Juga memberikan motivasi, bantuan dan menjadi
teman diskusi yang hebat bagi penulis.
8. Saudara Annur Bryan Nugroho, yang juga selalu memotivasi serta
memberikan banyak bantuan dalam tekhnik penulisan skripsi ini.
9. Keluarga tercinta yang selalu memberikan motivasi serta membiayai semua
kebutuhan penulis dari awal hingga selesainya studi penulis.
10. Seluruh informan yang telah bersedia untuk diwawancarai dan memberikan
informasi yang akurat.
v
Semoga Allah swt. senantiasa membalas amal baik dan bantuan yang telah
diberikan. Demikian penyusunan tugas akhir ini, penulis berharap dengan
hadirnya skripsi ini dapat dijadikan sebagai rujukan serta referensi bagi umat
Islam.
Penyusun,
Andi Mirnawati
NIM/NIMKO:141012428/8581414428
vi
DAFTAR ISI
vii
BAB IV TRADISI MAPPATABE’ DALAM TINJAUAN KAIDAH AL-ĀDAH
A. Kesimpulan ......................................................................................... 80
B. Saran Penelitian ................................................................................... 81
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
ix
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Transliterasi Arab-Latin
1. Konsonan
sebagai berikut:
2. Konsonan Rangkap
Contoh:
Vokal
a. Vokal Tunggal
x
ḍammah َُ ditulis u contoh ُكتُة
b. Vokal Rangkap
4. Ta Marbūṭah
5. Hamzah
Huruf hamzah ( )ءdi awal kata ditulis dengan vokal tanpa didahului oleh
اِتِّ َحا ُد األُ َّي ِح = ittiḥād al-ummah, bukan „ittiḥād al-ummah
xi
6. Lafẓu Jalālah
hamzah.
a. Kata sandang “al-” tetap ditulis “al-”, baik pada kata yang dimulai dengan
b. Huruf “a” pada kata sandang “al-” tetap ditulis dengan huruf kecil, meskipun
c. Kata sandang “al-” di awal kalimat dan pada kata “Al-Qur‟an” ditulis dengan
huruf capital.
B. Singkatan:
xii
ra. = radiyallāhu „anhu
UU = Undang-undang
M. = Masehi
H. = Hijriyah
Cet. = cetakan
h. = halaman
xiii
ABSTRAK
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
Akhlak yang mulia adalah suatu perbuatan yang sangat dianjurkan dalam
agama yang mulia ini, bahkan memerintahkan umatnya agar memiliki akhlak
yang baik. Akhlak adalah cerminan dari iman seseorang. Allah swt. berfirman
“Dari Abī Dardā' ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: Tidak ada amal
saleh lebih berat bagi timbangan seorang hamba yang beriman pada hari
kiamat selain dari akhlak yang mulia. Sesungguhnya Allah swt. murka
terhadap orang yang berlaku kotor lagi kasar".
sesama makhluk.
1
Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Quran al-Karim dan Terjemahnya (t. Cet;
Surabaya: Halim, 1434 H./2013 M), h. 564.
2
Muḥammad bin „Īsā bin Saurah bin Mūsā bin al-Ḍaḥḥak al-Sulami al-Tirmiżī, al-Jāmi‟
al-Ṣahīh, Juz IV (Cet. II; t.t.p.: t.p., 1978 M.), h. 362.
1
2
bertakwa kepada Allah swt. dan berakhlak yang baik, sebab bertakwa kepada
Allah swt. akan menjadikan hubungan baik antara seorang hamba dengan
Rabb-Nya dan akhlak yang baik akan memperbaiki hubungan seorang hamba
dengan hamba yang lain, maka bertakwa kepada Allah swt. akan mendatangkan
kecintaan Allah swt. dan akhlak yang baik akan mengarahkan orang lain untuk
mencintai dirinya.3 Tidak akan sempurna iman seseorang sehingga dia diberikan
Sebagai salah satu akhlak atau kewajiban antara muslim yang satu dengan
ُس َامَِ َع ْن ُش ْعبََِ َع ْن َع ْم ِرو بْ ِن ُمَّرَة َع ْن َعْب ِد َ س َوغُْن َدٌر َوأَبُ ْو أ ِِِ ِ ٍ
َ َْحدَّثَنَا أَبُ ْو بَ ْكر َحدَّثَنَا َعْب ُد اهلل بْن ا ْدري
صلَّى اهللُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم َوِر ْجلَْي ِو ِ ِ َّ :ص ْف َوا َن بْ ِن َع َّس ٍال ِ
ّْ ِأن قَ ْوًمأ م َن اليَ ُه ْود قَبَّ ْلوا يَ َد الن
َ َِّب َ اهلل بْ ِن َسلَ َم َِ َع ْن
4
)اجو
َ ( َرَواهُ ابْ ُن َم
Artinya:
3
Amīn Bin Abdullāh al-Syaqāwī, Ḥusnul Khuluq (Berakhlak Mulia), Terj. Muzaffar
Syahidu (t. Cet; t.t.p.: Islam House, 2009 M.), h. 4.
4
Abū „Abdillāh Muḥammad Ibn Yazīd al-Qazwīnī Ibn Mājah, Sunan Ibnu Mājah, Juz II
(t. Cet; Semarang: Thoha Putera, t.th), h. 1220.
3
ِ ِ ِِ
َح ًدا َكا َن أَ ْشبَوَ َسَْتًا َو َى ْديًا َت أ ُ ْت َما َرأَي ْ َني َعائ َشَِ َرض َي اللَّوُ َعنْ َها أَن ََّها قَال َ َع ْن أ ُّْم الْ ُم ْؤمن
صلَّى ِ ِ ِ َّ السمت وا ْْل ْدي والد ِ
َ َّل ب َر ُسول اللَّو َ َ َ َ َ ْ َّ ال ا ْْلَ َس ُن َحديثًا َوَك ََل ًما َوََلْ يَ ْذ ُك ْر ا ْْلَ َس ُن َ ََو َد ًِّّل َوق
َخ َذ بِيَ ِد َىا ِ
َ ت َعلَْيو قَ َام إِلَْي َها فَأ ْ َت إِذَا َد َخل
ِ ِ ِ
ْ َاللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم م ْن فَاط َمَِ َك َّرَم اللَّوُ َو ْج َه َها َكان
ِِ ِ ِِِ
َُجلَ َس ْتوْ ت بِيَده فَ َقبَّ لَْتوُ َوأ
ْ َخ َذَ ت إِلَْيو فَأ
ْ َجلَ َس َها ِِف َمَْلسو َوَكا َن إِذَا َد َخ َل َعلَيْ َها قَ َام ْ َوقَبَّ لَ َها َوأ
5
)ِِف َمَْلِ ِس َها ( َرَواهُ أَبُو َد ُاود
Artinya:
pendapat Raja „Abdullāh tentang penolakan dari ajakan untuk tidak mencium
tangan kepada orang lain kecuali orang tua, karena hal tersebut (mencium
hukum Allah swt. Semua bentuk ketundukkan hanya kepada Allah swt. saja. 6
5
Abū Dāwud Sulaimān bin al-Asy‟aṡ al-Sijistānī, Sunan Abī Dāwud, Juz IV (t. Cet; t.t.p.:
Dār al-Fikr, t.th), h. 355.
6
Ahmad Qurtubi, “Penghormatan dalam Islam Perspektif Hadits”, Skripsi (Makassar:
Fak. Uṣuluddīn, 2011 H.), h. 3.
4
tidak terlarang jika penghormatan tersebut sesuai dengan „urf (kebiasaan) pada
daerah tersebut.
Sebuah tradisi atau adat kebiasaan adalah sesuatu yang lumrah dalam
ke generasi, agar tradisi tersebut tidak punah, yang berbeda antara satu wilayah
Bugis-Makassar.
hubungan harmonis antar sesama manusia. Hal tersebut bisa ditandai dengan
kebiasaan orang Bugis ketika melewati orang yang lebih tua, menunduk setengah
badan sambil mengatakan tabe‟ yang dalam bahasa Indonesia berarti permisi,
kemudian mengucapakan iye‟ atau iya dengan nada yang lembut dan sopan,
selain itu diajarkan pula untuk menghargai yang tua dan menyayangi yang muda.
Sikap mappatabe‟ sangat biasa saja, namun hal ini sangat penting dalam
tata krama masyarakat di daerah Sulawesi Selatan khususnya pada Suku Bugis.
pernah bertemu atau tidak saling kenal. Apabila ada yang melewati orang lain
yang sedang duduk sejajar tanpa sikap tabe‟ maka yang bersangkutan akan
Meskipun tradisi ini sangat dijunjung tinggi bagi para pewarisnya. Akan
(seperti posisi rukuk ketika salat) sambil menjulurkan tangan kanan ke bawah.
Maka, seorang Muslim harus teliti dalam segala hal, karena Islam adalah agama
…
Terjemahnya:
“ …Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu dan telah
Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu dan telah Aku ridhai Islam sebagai
agamamu…”8
7
Imām Tirmiżī, al-jāmi‟ al-ṣahīh wa huwa sunan at-tirmiżī, Juz: IV (t. Cer; Semarang:
Thoha Putera), h. 172.
8
Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Quran al-Karim dan Terjemahnya, h. 107.
6
Ini merupakan nikmat Allah swt. terbesar yang diberikan kepada umat ini,
tatkala Allah swt. menyempurnakan agama Islam. Sehingga umat ini tidak
memerlukan agama yang lain dan tidak pula Nabi lain selain
Nabi Muḥammad saw. Oleh karena itu, Allah swt. mengutus Rasulullah saw.
kepada seluruh manusia dan jin sehingga tidak ada yang halal, kecuali yang beliau
halalkan; tidak ada yang haram, kecuali yang diharamkannya; dan tidak ada
tinjauan terhadap sebuah kaidah fikih. Maka judul penelitian ini adalah “Hukum
penelitian ini, maka fokus dari penelitian ini adalah pengaplikasian Mappatabe‟
al-„ādah muḥakkamah.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian masalah di atas, maka rumusan masalah pada
9
„Abdullāh bin Muḥammād Alu Syaikh, Lubābut Tafsīr Min Ibni Kaṡīr, terj. M. „Abdul
Ghoffar E.M, Tafsir Ibnu Katsir, Juz 3 (Cet. IX; Jakarta: Pustaka Imām Syāfi‟ī, 2016 M.), h. 22.
7
al-„ādah muḥakkamah?
D. Pengertian Judul
1. Tradisi
2. Mappatabe‟
sikap anak saat lewat di depan orang tua dengan membungkukkan badan
3. Kaidah
4. Al-„ādah muḥakkamah
10
Tim Penyusun, Kamus Bahasa Indonesia (t. Cet; Jakarta: Pusat Bahasa, 2008 M.),
h. 1543.
11
Tim Penyusun, Kamus Bahasa Indonesia, h. 615.
12
Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar al-Sidawi, Pengantar Tentang Kaidah Fiqih (t. Cet;
t.t.p.: t.p., 1437 H./2015 M.) h. 8.
8
E. Kajian Pustaka
referensi penelitian yang persis sama dengan judul ini. Namun terdapat beberapa
rujukan yang berkaitan atau memiliki kemiripan, sehingga dapat dijadikan sebagai
referensi, yang terdiri dari penelitian lapangan terdahulu (field research) dan
lingkungan.
13
Mursyid A. Jamaluddin, “Tradisi Mappatabe‟ dalam Masyarakat Bugis di Kecamatan
Pulau Sembilan Kabupaten Sinjai”, Skripsi (Makassar: Fak. Dakwah dan Komunikasi UIN
Alauddian, 2016 M.), h. 74.
9
pembahasannya adalah
2. Pada umumnya, yang melaksanakan tradisi ini adalah orang tua, adapun
keutamaan.14
14
Ahmad Qurtubi, “Penghormatan dalam Islam Perspektif Hadits”, Skripsi (Jakarta:
Fak. Ushuluddin Jur. Tafsir Hadits Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2011), h. 72.
10
ke duniawiannya.15
Dr. Muḥammad Ṣadqī bin Ahmad bin Muḥammad Al Būrnū. Kitab ini
bin Muḥammad bin Mājid al-Dausarī. Kitab ini menjelaskan tentang Qawā‟id
al-Wahhab al-Bāhsīn. Kitab ini membahas tentang makna dari kaidah al-„Ādah
Muḥakkamah serta pentingnya, rukun dan syarat kaidah, sebab munculnya „urf
perencanaan agar lebih terarah dan selesai sesuai dengan tujuan dan manfaat yang
diharapkan.
1. Tujuan Penelitian
istinbāt hukum.
15
Ahmad Qurtubi, “Penghormatan dalam Islam Perspektif Hadits”, h.73.
11
2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Teoritis
2). Sebagai suatu karya ilmiah, skripsi ini diharapkan dapat mengambil
keagamaan.
3). Skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan untuk para peneliti
b. Kegunaan Praktis
1). Diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan dan bahan referensi
TINJAUAN TEORITIS
A. Al-Qawā’id al-Fiqhiyyah
Islam adalah suatu hal yang sangat penting dalam memahami maksud-maksud
diperlukan bagi para ahli usul (uṣūliyyūn) maupun para fuqahā dalam
16
Ijtihād adalah usaha para ulama untuk mencapai putusan hukum mengenai kasus yang
penyelesaiannya belum ada dalam al-Qur‟an. Lihat: Tim Penyusun, Kamus Bahasa Indonesia
(t. Cet; Jakarta: Pusat Bahasa, 2008 M.), h. 539.
17
Al-Rāgib al-Aṣfahānī, al-Mufradāt fī Garīb al-Qur‟ān (t. Cet; Mesir: Musṭafa al-Bābī
al-Halābi, 1961 M.), h. 409.
18
Tim Penyusun, Kamus Bahasa Indonesia (t. Cet; Jakarta: Pusat Bahasa, 2008 M.), h. 615.
12
13
a. Bersifat ḥissī (konkrit, bisa dilihat) seperti dasar atau fondasi rumah.
yaitu:
Adapun fiqhiyyah, berasal dari kata fiqh ) )فِ ْقوyang ditambah ya )ُ(
َ
nisbah, gunanya untuk menentukan jenis. Secara etimologi, kata fikih berasal
19
Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur‟an al-Karim dan Terjemahnya, (t. Cet;
Surabaya: HALIM, 1434 H./2013 M), h. 20.
20
Al-Taftāzānī, al-Tahwīḥ „alā al-Tauḍīḥ, Juz I (t. Cet; Mesir: Maṭba‟ah Syan al-
Hurriyyah, t.th.), h. 20.
21
Al-Jurjānī, Kitābu al-Ta‟rīfāt, (t. Cet; Beirut: Maktabah Lebanon, 1985 M.), h.77.
14
dari kata fiqhan ( (فِ ْقيًاyang merupakan masdar dari kata faqiha )َ (فَقِوyang berarti
Fikih dalam al-Qur‟an dan Sunnah lebih dekat kepada ilmu. Allah swt.
22
Toha Andiko, Ilmu Qawa‟id Fiqhiyyah (Cet. I; Yogyakarta: Teras, 2011 M.), h. 3.
23
Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur‟an al-Karim dan Terjemahnya, h. 232.
24
Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur‟an al-Karim dan Terjemahnya, h. 135.
15
“Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan
perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak
pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka
dapat menjaga dirinya”.25
)ّْين(رَواهُ البُ َخا ِري ِ ْ َم ْن يُِرِد اهللُ بِِو َخْي را يُ َفق
َ ّْهوُ ِف الد
26
ً
Artinya:
Dari ayat dan hadis di atas, maka fikih yang dimaksudkan adalah
merupakan hasil ijtihād para ulama, melalui kajian terhadap dalil-dalil hukum,
baik yang disebutkan secara langsung maupun tidak langsung dalam al-Qur‟an
dan sunnah.28
25
Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur‟an al-Karim dan Terjemahnya, h.206.
26
Abū Abdillāh Muḥammad bin Ismā‟īl al-Bukhārī, al-Jāmi‟ al-Ṣahīh, Juz I (Cet. I;
Qahirah: al-Salafiyyah, 1400 H.), h. 42.
27
Muḥammad Abū Zahrah, Uṣūl al-Fiqh (t. Cet; Mesir: Dār al-Fikr al-„Arabī, t.th.), h. 6.
28
Toha Andiko, Ilmu Qawa‟id Fiqhiyyah, h. 5.
16
Artinya:
Artinya:
yang bersifat umum untuk memahami permasalahan fikih yang masuk ke dalam
pembahasannya.32
a. Periode kelahiran
makna yang luas. Inilah keutamaan yang dimiliki oleh Rasulullah saw. yakni
35
ًاْلَ ّْق َم َقاًّل
ْ ب ِ دعوه فَِإ َّن لِص
ِ اح َ ُ َُ
Artinya:
32
Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf, Kaidah-kaidah Praktis Memahami Fiqih
Islam (Cet. 6; Gresik: Yayasan al-Furqan al- Islami, 2016 M.), h. 2.
33
Ali Aḥmad al-Nadawi, al-Qawā‟id al-Fiqhiyyah, h. 89.
34
Ferdiansyah Aryanto, “al-Jawami‟ al-Kalim”, Blog Ferdiansyah Aryanto.
http://pusatbukusunnah.com/blog/al-jawamiul-kaliim/ (23 April 2018).
35
Ibnu Ḥajar al-Asqalānī, Fatḥ al-Bārī bisyarḥi Ṣahīh al-Bukhārī, Juz V (Cet. I; Riyad: t.p,
1421 H./2001 M.), h. 75.
18
namun memiliki makna yang luas, para sahabat maupun tābi‟īn36 mencoba
38
اط َع اْلُُق ْو ِق ِعْن َد الش ُُّرْوط
ِ م َق
َ
Artinya:
39
ُك ُّل َش ْي ٍء ِ ِْف الْ ُق ْرأ َِن أ َْو أ َْو فَ ُه َو ُِمَيَّ ٌر َوُك ُّل َش ْي ِء(فَِا ْن ََلْ ََِت ُد ْوا) فَ ُه َو األ ََّو ُل فَ ْاأل ََّو ُل
Artinya:
zaman.
36
Tābi‟īn adalah penganut ajaran Rasulullah saw. yang merupakan generasi kedua dari
jemaah muslimin setelah generasi para sahabat yang hidup sezaman dengan Rasulullah saw.
Lihat: Tim Penyusun, Kamus Bahasa Indonesia, h. 1405.
37
Toha Andiko, Ilmu Qawa‟id Fiqhiyyah, h. 8.
38
Badruddīn al-„Ainī, „Umdatu al-Qārī Syarḥ Ṣahīh al-Bukhārī, Juz XIII (Cet. I; Beirut:
Dārul Kutub al-„Ilmiyyah, 1421 H./2001 M.), h. 425.
39
Abd al-Razzāq, Muṣannaf, Juz IV (Cet. I; Beirut: Majelis al-„Ilmi, 1391 H./1972 M.),
h. 395.
19
40
َم ْن َشَر َط َعلَى نَ ْف ِس ِو طَ ِاء ًعا َغْي َر َمك ُْرهٍ فَ ُه َو َعلَْي ِو
Artinya:
bahwa:
1). Al-qawā‟id al-fiqhiyah telah ada dan tertanam dalam pemikiran ulama
dan belum menjadi cabang ilmu sendiri, namun kaidah yang mengalir
2). Āṡār atau ungkapan-ungkapan ulama salaf dapat dijadikan batu loncatan
ijtihād. Hal ini merupakan akibat dari tersisanya warisan fikih yang sangat
40
Toha Andiko, Ilmu Qawa‟id Fiqhiyyah, h. 9.
41
Syafruddin Halimy Kamaluddin, “Sejarah Perumusan dan Perkembangan Qawa‟id
Fiqhiyyah”, al-Muqāranah V, no. 1 (2014), h. 85.
42
Taqlīd adalah keyakinan atau kepercayaan kepada suatu paham (pendapat) ahli hukum
tanpa mengetahui dasar atau alasannya, peniruan. Lihat: Tim Penyusun, Kamus Bahasa
Indonesia, h. 1418.
20
Oleh karena itu, pekerjaan yang tersisa pada periode ini adalah upaya takhrīj,
dan dapat dipastikan bahwa kaidah tersebut dapat diwariskan sebagai salah
satu khazanah ilmu Islam yang berharga. Abū Ṭāhir al-Dabbās, seorang
fuqahā45 yang hidup pada abad ketiga dan keempat hijriah adalah orang
Usaha ini kemudian diteruskan oleh Abū Hasan al-Karakhī (w. 340 H.)
Ibn Umar al-Dīn al-Dabūsī al-Ḥanafī (w. 430H.), telah menyusun Kitab
43
Abdul Mun‟im Saleh, Hukum Manusia Sebagai Hukum Tuhan (t. Cet; Yogjakarta:
Pustaka Pelajar, 2009 M.), h. 186.
44
Abdul Mun‟im Saleh, Hukum Manusia Sebagai Hukum Tuhan, h. 191.
45
Fuqahā dalah ahli hukum Islam. Lihat: Tim Penyusun, Kamus Bahasa Indonesia, h. 420.
21
oleh ulama dari abad ke abad yang berakhir dengan tampilnya Majallah
c. Periode Penyempurnaan
Misalnya kaidah:
47
ك الْغَ ِْْي بََِل اِ ْذنِِو
ِ ف ِِف ِم ْل ٍ ِ
َ ًََّل ََيُ ْوُز ًّلَ َحد أَ ْن يَت
ْ َ صَّر
Artinya:
Zain al-„Ābidīn Ibrāhīm Ibn Nujaim al- Miṣrī yang memuat 25 kaidah dalam
bernama Muḥammad Saīd al-Khadimī (w. 1154 H.) telah menyusun sebuah
kitab uṣūl fiqh yang diberi nama Majma„ al-ḥaqāiq. Kemudian meneruskan
kitab ini, sebanyak 154 kitab yang disusun mengikuti urutan susunan huruf
46
Fathurrahman Azhari, Qawa‟id Fiqhiyyah Muamalah, h. 34.
47
Abd al-Karīm Zaidān, al-Madkhūl Liddirāsāti al-Syarī‟ah al-Islāmiyyah (t. Cet;
Iskandaria: Dār Umar Bin al-Khaṭṭāb, 1388 H/ 1969 M.), h. 104.
48
Fathurrahman Azhari, Qawa‟id Fiqhiyyah Muamalah, h. 39.
22
al-Ḥaqāiq.49
49
Fathurrahman Azhari, Qawa‟id Fiqhiyyah Muamalah, h. 39.
50
Taqī al-Dīn Abū al-Abbās bin Abd al-Salām bin Taimiyah al-Harrānī, Majmu‟
al-Fatāwā, Juz XXIX (t. Cet; Riyad: Mathba‟ah Riyad, 1381 H), h. 167.
51
Ade Dedi Rohayana, Ilmu Qawa‟id Fiqhiyyah (t. Cet; Jakarta: Media Pratama, 2008 M.),
h. 31-32.
23
Tabel I
52
Ade Dedi Rohayana, h. 31-32.
24
53
Toha Andiko, Ilmu Qawa‟id Fiqhiyyah, h. 22.
54
Mujtahid adalah ahli hukum Islam yang menafsirkan al-Qur‟an dan hadis menurut
pendapatnya sendiri. Lihat: Tim Penyusun, Kamus Bahasa Indonesia, h. 977.
55
Toha Andiko, Ilmu Qawa‟id Fiqhiyyah, h. 22.
56
Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur‟an al-Karim dan Terjemahnya, h. 7.
25
salat lima waktu yang harus dikerjakan pada waktunya. Ketika seorang
57
Fathurrahman Azhari, Qawa‟id Fiqhiyyah Muamalah, h. 22.
26
Qā‟idah fiqhiyyah
)الضََّرُر يَُز ُال (الض َُّرْوَرةُ تُبِْي ُح امل ْحظُْوَرات
َ
58
Fathurrahman Azhari, Qawa‟id Fiqhiyyah Muamalah, h. 23-24.
27
Verifikasi al-qā‟idah
al-fiqhiyyah
“Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang
batil...”.59
transaksi dan perbuatan memakan harta orang lain dengan cara yang tidak
)اجو ِ
َ (رَواهُ ابْ ُن َم
َ ضَرَر َوًَّل ضَر َار
َ ًَّل
60
59
Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur‟an al-Karim dan Terjemahnya, h. 29.
60
Abū Abdillāh Muḥammad bin Yazīd al-Quzwainī, Sunan Ibnu Mājah (Cet. I; Riyad:
Maktabah al-Ma‟ārif , 1417 H.), h. 400.
28
Artinya:
Hadis ini merupakan sebuah kaidah umum tentang berbagai hal, mulai
dari masalah makanan, pergaulan, muamalah dan lainnya. Jika hal ini
mengakibatkan bahaya bagi diri sendiri maupun orang lain maka diharamkan.
Sunnah. Misalnya,
Artinya:
61
Muḥammad Ṣidq bin Aḥmad bin Muḥammad al-Burnū, al-Wajīz fī Īḍāhi Qawā‟id
al-Fiqh al-Kulliyyah (Cet. V; Beirut: al-Resalah Publisher, 1422 H./2002 M.), h. 166.
62
Abū Bakr Aḥmad bin al-Ḥusain bin „Alī al-Baiḥaqī, Sunan al-Kubrā, Juz II (Cet. III;
Beirut: Dār Kutub al-Ilmiyyah, 1424 H./2003 M. h. 468.
29
Didasarkan atas sebuah qiyās atau ta‟līl (melihat sebab dari sebuah hukum)
atau sifat hukum syariat secara umum serta maqāṣid al- syarī‟ah (maksud
dan tujuan dari sebuah hukum) atau yang lainnya.63 Hal ini perlu dirincikan
1. Jika teks kaidah diambil dari naṣ al-Quran dan Sunnah, maka kaidah
2. Jika teks kaidah tidak langsung diambil dari naṣ, namun disusun
tersebut.64
hampir seluruh bab fikih Islam yaitu ٍع ُد ان ُكهَِّّْحُ ان ُكث َْر
ِ انقَ ٌَا. Jumlah kaidah yang
63
Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf, Kaidah-kaidah Praktis Memahami Fiqih
Islam, h. 3-5.
64
Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf, Kaidah-kaidah Praktis Memahami Fiqih
Islam, h. 5-6.
30
1. Landasan kaidah
Terjemahnya:
b. Dari Sunnah
65
Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur‟an al-Karim dan Terjemahnya, h. 176.
66
Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur‟an al-Karim dan Terjemahnya, h 27.
67
Abū „Abdillāh Muḥammad bin Ismā‟īl al-Bukhārī, Ṣahīh al-Bukhārī, Juz VII (t. Cet;
Beirut: Dār Ibnu Kaṡir, 1987 H.), h. 2052.
31
Artinya:
Artinya:
َم ْن:ال
َ ني الثَلث فَ َق َّ صلَّى اهللُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم الْ َم ِدينََِ َوُى ْم يُ ْسلِ ُفو َن ِِف الث َّْما ِر
ِ ْ َالسنَت ِ
ُّ ِقَد َم الن
َ َِّب
)(رَواهُ البُ َخا ِري ٍ ٍِ ٍ ٍ ِ ٍ ِ َ ََسل
َ َج ٍل َم ْعلُومَ ف ِف شيء ففى َكْي ٍل َم ْعلُوم َوَوْزن َم ْعلُوم إ َل أ ْأ
69
Artinya:
(menjual barang yang tidak ada). Pada saat itu, manusia saling bermuamalah
dengan jual beli ini dan Rasulullah saw. menyetujuinya, maka diaturlah tata
cara pertukaran agar tidak terjadi perselisihan. Inilah yang dimaksud dengan
„urf dalam pentuk perbuatan. Penjualan salaf dibolehkan dengan dalil iqrār
(penyetujuan) dari Rasulullah saw. yang dilandasi dengan „urf yang ada.
68
Abū Bakar Aḥmad bin Ḥusain bin Alī bin Abdillāh al-Baihaqī, Juz VI, h. 159.
69
Abū „Abdillāh Muḥammad bin Ismā‟īl al-Bukhārī, al-Jāmi‟ al-Ṣahīh, Juz II (Cet. 1;
Qahirah: al-Salafiyyah wa Maktabatuhā, 1403 H.), h. 124.
32
2. Makna Kaidah
Al-„ādah (ُ )ان َعا َدجsecara bahasa berasal dari kata ان َعٌْ ُدdan ُاً َدج
َ ان ًُ َع
dapat diterima tabiat, tetapi juga harus sejalan dengan akal manusia.
70
Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf, Kaidah-kaidah Praktis Memahami Fiqih
Islam, h. 104.
71
Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf, Kaidah-kaidah Praktis Memahami Fiqih
Islam, h. 104-105.
33
juga membedakannya, bahwa adat lebih umum dari „urf. Adat lebih umum
dan berlaku selamanya, sedangkan „urf berlaku lebih khusus dan terbatas.
Adat berlaku secara umum, sedangkan „urf berlaku khusus pada suatu
daerah.72
ketentraman hati yang dinilai baik oleh akal. Maka dari itu, „urf adalah
adat yang ma‟rūf (baik). Sehingga „urf dan adat adalah dua kata dengan
„Urf dan Adat jika ditinjau dari umum dan khususnya ada dua
macam yaitu:
Yaitu „urf yang berlaku di seluruh negeri muslim, sejak zaman dahulu
sampai sekarang. Para ulama sepakat bahwa „urf umum dapat dijadikan
72
Khālid bin Ibrāhīm, Syaraḥ Manẓumah al-Qawā‟id al-Fiqhiyyah, Juz I (t. Cet; t.t.p: t.p,
t.th), h. 53.
73
Muḥammad Ṣidq bin Aḥmad bin Muḥammad al-Burnū, al-Wajīz fī Īḍāhi Qawā‟id
al-Fiqh al-Kulliyyah, h. 276.
34
dari menginjakkan kaki pada masyarakat umumnya adalah masuk dan bukan
dan tidak berlaku pada daerah lainnya. „Urf ini diperselisihkan oleh ulama.
sebuah negeri terdapat „urf tertentu maka akad dan muamalah yang terjadi
padanya akan mengikuti „urf tersebut. Misalnya, jika dalam suatu daerah,
tanahnya telah terjual dari harga tanah yang ditanggung berdua antara penjual
dan pembeli. Maka inilah yang berlaku, tidak boleh bagi penjual maupun
Sedangkan „urf bila ditinjau dari sisi ucapan dan perbuatan terbagi dua
macam, yaitu:
bersama dengan makna tertentu bukan makna lainnya. „Urf jika berlaku
umum di seluruh negeri muslim ataupun beberapa daerah saja maka bisa
74
Muḥammad Ṣidq bin Aḥmad bin Muḥammad al-Burnū, al-Wajīz fī Īḍāhi Qawā‟id
al-Fiqh al-Kulliyyah, h. 277.
75
Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf, Kaidah-kaidah Praktis Memahami Fiqih
Islam, h. 109.
35
saya hari ini tidak akan makan daging”. Kemudian dia makan ikan, maka
masyarakat tertentu. Ini juga bisa dijadikan sandaran hukum meskipun tidak
sekuat „urf qauli. Misalnya, dalam masyarakat tertentu, orang bekerja dalam
sepekan libur pada hari jum‟at. Kemudian seorang datang melamar pekerjaan
menjadi tukang jaga toko dan bersepakat untuk dibayar setiap bulan sebesar
Rp. 500.000,- maka pekerja tersebut berhak libur setiap hari jum‟at dan tetap
5. Syarat ‘Urf
berikut:
daerah tertentu saja. „Urf yang berlaku pada orang tertentu saja, maka tidak
Sebuah „urf jika dihubungkan dengan naṣ al-Qur‟an dan Sunnah ada
beberapa kemungkinan:
76
Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf, Kaidah-kaidah Praktis Memahami Fiqih
Islam, h. 110.
36
„Urf seperti ini berlaku dan harus dikerjakan karena Allah swt.
Terjemahnya:
akan mendapatkan “bunga” (baca: riba) maka tidak boleh bagi si pemilik
77
Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Qur‟an al-Karim dan Terjemahnya, h. 559.
37
Dalil yang sifatnya umum dan sebuah „urf bertentangan dengan dalil
pada sebagian masalah saja. „Urf ini bisa digunakan jika sifatnya umum
di semua negeri muslim. Misalnya: Rasulullah saw. melarang jual beli yang
belum diketahui barangnya, namun ada „urf yang berlaku di seluruh negeri
diperbolehkan.
c). Jika sebuah naṣ didasarkan pada „urf yang berlaku pada zaman turunnya
Misalnya: Jual beli gandum dengan gandum yang lain harus sama
maka bolehkah jual beli gandum satu kilo dengan satu kilo? Meskipun hal ini
namun sebagian ahlul ilmi seperti Imām Abū Yusuf dan Syaikhul Islām Ibnu
d). Jika sebuah „urf bertentangan dengan sebuah hukum yang dibangun oleh
ulama mujtahid sebelumnya atas dasar „urf yang berlaku pada zaman mereka.
3). „Urf sudah berlaku sejak lama, bukan sebuah „urf baru terjadi
daging adalah daging kambing dan sapi. Lima tahun kemudian „urf
daging termasuk daging ikan. Lalu orang tersebut memakan daging ikan,
dalam sebuah masalah) maka „urf tersebut tidak berlaku. Misal: Jika
pekerja masuk kantor setiap hari termasuk di hari libur dan pekerja
78Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf, Kaidah-kaidah Praktis Memahami Fiqih
Islam, h. 110-114.
39
a. Kaidah pertama:
ب الْ َع َم ُل ِِبَا
79 ِ ُ اِ ْستِ ْع َم
ِ ال الن
ُ َّاس ُح َّجٌِ ََي
Artinya:
Makna kaidah:
Kaidah ini semakna dengan kaidah umum, yaitu bahwa apa yang
maka dapat dijadikan sebagai sebuah sandaran amal yang wajib digunakan.
Adapun masalah, apakah sebuah amal perbuatan yang sudah menjadi adat
kebiasaan ini berlaku semuanya atau hanya adat umum saja dan bukan adat
Contoh penerapan kaidah: Jika ada seseorang yang minta tolong pada
orang lain untuk menjualkan tanah miliknya. Lalu setelah tanah itu terjual,
yang diminta tolong tersebut minta bagian upah atau presentase dari apa yang
dia usahakan, maka hal ini dikembalikan kepada „urf yang berlaku. Apabila
b. Kaidah kedua:
79
Muḥammad Ṣidqī bin Aḥmad bin Muḥammad al-Burnū, al-Wajīz fī Īḍāhi Qawā‟id
al-Fiqh al-Kulliyyah, h. 292.
80
Muḥammad Ṣidqī bin Aḥmad bin Muḥammad al-Burnū, al-Wajīz fī Īḍāhi Qawā‟id
al-Fiqh al-Kulliyyah, h. 295.
40
Artinya:
ت
ْ َت أ َْو َغلَب َ إََِّّنَا تُ ْعتَبَ ُر
ْ الع َادةُ إِ َذا إِطََّرَد
81
Artinya:
Makna kaidah:
Dalam tiga ungkapan diatas, terdapat tiga lafaz, yaitu: اِطِّ َرادatau
ُيطَّ َردyaitu sebuah adat yang berlaku menyeluruh untuk semua kalangan
dan pada semua kejadian. Sedangkan lafaz : ُ ان َغهَثَحadalah sebuah adat yang
masyarakat.
Makna dari ketiga lafaz ini memiliki kemiripan, yaitu: sebuah adat
kebiasaan dapat dijadikan sebagai sebuah sandaran hukum jika berlaku secara
adat kebiasaan tersebut dilakukan oleh sebagian kecil dari mereka atau jarang
c. Kaidah ketiga
Artinya:
manusia dibawa pada makna yang berlaku pada zaman itu dan bukan pada
83
)(رَواهُ الت ّْْرِم ِذي...
َ َِّت ِ ِ
ْ …فَ َعلَْي ُك ْم ب ُسن
Artinya:
Sunnah yang dimaksud adalah jalan dan cara hidup yang ditempuh oleh
Rasulullah saw. secara umum dan inilah makna sunnah pada zaman
berdosa. Maka, tidak boleh membawa makna hadis pada makna kedua karena
ia adalah istilah yang menjadi „urf di antara para fuqahā belakangan hari.
d. Kaidah keempat
Artinya:
83
Muḥammad bin „Īsā bin Saurah bin Mūsā bin al-Ḍaḥḥak al-Sulami al-Tirmiżī, al-Jāmi‟
al-Ṣahīh, Juz IV (Cet. II; t.t.p.: t.p, 1398 H/1978 M.), h. 44.
84
Muḥammad Ṣidqī bin Aḥmad bin Muḥammad al-Burnū, al-Wajīz fī Īḍāhi Qawā‟id
al-Fiqh al-Kulliyyah, h. 299.
42
maknanya yang hakiki. Dan makna hakiki adalah makna asal untuk sebuah
lafaz. Namun, terkadang makna hakiki harus ditinggalkan karena „urf atau
adat kebiasaan yang berlaku menggunakan lafaz tersebut untuk makna lain.
Misal: Jika seseorang berkata, “Wallāhi, saya tidak akan angkat kaki
dari sini!” Secara bahasa, kata “angkat kaki” adalah orang yang mengangkat
kaki, baik untuk berjalan ataupun diam di tempat. Namun, secara „urf kata ini
tempat walaupun sebenarnya bisa dilakukan tanpa angkat kaki, maka dia telah
melanggar sumpahnya.
e. Kaidah kelima
Artinya:
“Sebuah isyarat yang bisa difahami bagi seseorang yang yang bisu
seperti keterangan dengan kata-kata.”
Makna kaidah: Bagi orang yang bisu, maka isyarat yang dapat
dalam menetapkan sebuah hukum. Hal ini disebabkan karena seorang yang
bisu tidak dapat melakukan semua kebutuhannya seperti jual beli, nikah
85
Muḥammad Ṣidqī bin Aḥmad bin Muḥammad al-Burnū, al-Wajīz fī Īḍāhi Qawā‟id
al-Fiqh al-Kulliyyah, h. 302.
43
dan lain lain kecuali dengan tiga cara yaitu: ada seseorang yang mewakilinya,
dengan tulisan dan dengan isyarat. Jika dengan wakil dan tulisan, maka hal
ini tidak mungkin dilakukan pada semua kesempatan dan akan memberatkan.
Oleh karena itu, diperbolehkan baginya untuk menggunakan isyarat yang bisa
difahami.
f. Kaidah keenam
Artinya:
ّْ ني بِالن ِ
َّص ُ ْ ِني بِالعُ ْرف َكالت َّْعي
ُ ْ ِالت َّْعي
87
Artinya:
hukumnya seperti sebuah syarat yang harus dipenuhi atau seperti kata yang
ṣarīh. Dengan catatan, jika „urf ini tidak bertentangan dengan sebuah taṣrīḥ
1) Jika ada dua orang yang melakukan akad, maka konsekuensi dari akad
86
Muḥammad Ṣidqī bin Aḥmad bin Muḥammad al-Burnū, al-Wajīz fī Īḍāhi Qawā‟id
al-Fiqh al-Kulliyyah, h. 306.
87
Muḥammad Ṣidqī bin Aḥmad bin Muḥammad al-Burnū, al-Wajīz fī Īḍāhi Qawā‟id
al-Fiqh al-Kulliyyah, h. 306.
44
pada daerah penjual mendapat garansi mesin selama satu tahun, maka
dalam akad.
2) Nafkah yang boleh dituntut oleh seorang istri atas suaminya adalah yang
3) Seorang tamu boleh memakan makanan yang tersaji di meja ruang tamu,
tanpa dipersilahkan oleh tuan rumah, jika adat yang berlaku seperti itu.
g. Kaidah ketujuh
88 ِ
األزمان بتغْي ِ
ُِّ األحكام ًّل يُْن َك ُر تغيّ ُر
Artinya:
1) Hukum yang tetap, tidak berubah dengan perubahan tempat dan zaman.
terperinci. Misal, tata cara salat, puasa, zakat, hukum warisan bahwa
anak laki-laki mendapatkan dua bagian anak wanita, hukum aurat bahwa
laki-laki dari lutut sampai pusar dan bagi wanita adalah seluruh tubuh
kecuali wajah dan telapak tangan menurut sebagian mazhab para ulama
dan sebagainya tanpa terkecuali, maka hukum-hukum ini tetap dan tidak
88
Muḥammad Ṣidqī bin Aḥmad bin Muḥammad al-Burnū, al-Wajīz fī Īḍāhi Qawā‟id
al-Fiqh al-Kulliyyah, h. 310.
45
dasar „urf dan adat yang berlaku pada zaman tertentu, jika „urf dan adat
tersebut berubah dengan perubahan waktu dan tempat maka hukum akan
berubah. Misal:
a) Larangan Rasulullah saw. untuk ziarah kubur di awal masa Islam, kemudian
beliau membolehkannya.
c) Tata cara belajar ilmu syar‟ī dengan didirikannya sekolah yang menggunakan
C. Tradisi Mappatabe’
Walaupun terkadang mengucapakan kata tabe‟, namun hal ini tidak diharuskan.
89
Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf, Kaidah-kaidah Praktis Memahami Fiqih
Islam, h. 114-123.
90
Abdul Karīm Zaidān, al-Wajīz fī Syarḥi al-Qawā‟id al-Fiqhiyyah fi al-Syarī‟ah
al-Islāmiyah, Terj. Muhyiddin Mas Rida, Al-Wajiz 100 Kaidah Fikih Dalam Kehidupan
Sehari-hari, (t. Cet; Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2015 M.), h. 164.
46
memiliki 2 arti:
a. Tradisi adalah adat kebiasaan turun temurun (dari nenek moyang) yang masih
b. Tradisi adalah penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada
Bugis-Makassar sebagai bentuk sopan santun kepada orang yang lebih dituakan.
Pola berarti corak, model, atau cara kerja, sedangkan asuh berarti
dengan budaya tabe‟, yaitu sopan mendidik anak. Sehingga mencetak anak
91
Ahmad Saransi, Tradisi Masyarakat Islam di Sulawesi Selatan (Cet. I; Makassar:
Bidang Agama Biro KAAP Setda Propinsi Sulawesi Selatan, 2003 M.), h. iv.
92
Tim Penyusun, Kamus Bahasa Indonesia, h. 1543.
47
mengaktualkan sikap tabe‟ dalam menghormati orang yang lebih tua demi
nilai etika dan budaya yang harus diingat. Sebab, tabe‟ merupakan sejenis
menjadi sebuah karakter yang sarat dengan muatan pendidikan yang memiliki
makna anjuran untuk berbuat baik, bertata krama melalui ucapan maupun
mengucapkan salam atau menyapa dengan sopan, sikap tabe‟ juga merupakan
pinggang dan tidak usil mengganggu orang lain. Tabe‟ berakar sangat kuat
93
Rahim R, Nilai-nilai Utama Kebudayaan Bugis (t. Cet; Ujung Pandang: Hasanuddin
University Press, 1985 M.), h. 155.
94
Mursyid A. Jamaluddin, “Tradisi Mappatabe‟ dalam Masyarakat Bugis di Kecamatan
Pulau Sembilan Kabupaten Sinjai”, Skripsi (Makassar: Fak. Dakwah dan Komunikasi UIN
Alauddian, 2016 M.), h. 31-32.
95
Mattulada, Demokrasi dalam Perspektif Budaya Bugis-Makassar. Dalam Najib, dkk
(Ed.) Demokrasi dalam Perspektif Budaya Nusantara LKPSM (t. Cet; Yogyakarta:Bandung, t.th.),
h.21-90.
48
sebagai etika dalam tradisi seperti pelajaran dalam hidup yang didasarkan
permisi, yakni kata sapaan yang sifatnya lebih halus umumnya diucapkan
sahabat, orang tua. Mengucapkan tabe‟ sambil menatap dengan ramah kepada
kanan.97
ramah dan menghargai orang yang lebih tua serta menyayangi yang muda.
masyarakat Bugis.98
96
Mursyid A. Jamaluddin, “Tradisi Mappatabe‟ dalam Masyarakat Bugis di Kecamatan
Pulau Sembilan Kabupaten Sinjai”, h. 32.
97
Mursyid A. Jamaluddin, “Tradisi Mappatabe‟ dalam Masyarakat Bugis di Kecamatan
Pulau Sembilan Kabupaten Sinjai”, h. 32.
98
Mursyid A. Jamaluddin, “Tradisi Mappatabe‟ dalam Masyarakat Bugis di Kecamatan
Pulau Sembilan Kabupaten Sinjai”, h. 32.
49
Adapun nilai-nilai luhur yang terkandung dalam budaya tabe dikenal dengan
namun memiliki makna yang mendalam agar saling menghormati dan tidak
seseorang dapat dilihat dari akhlaknya. . Saling menghormati dan menghargai satu
sama lain termasuk akhlak. Allah SWT berfirman dalam QS. al-Baqarah/2: 83:
99
Rahim, Nilai-nilai Utama Kebudayaan Bugis, h. 21.
100
Mursyid A. Jamaluddin, “Tradisi Mappatabe‟ dalam Masyarakat Bugis di Kecamatan
Pulau Sembilan Kabupaten Sinjai”, h. 33.
101
Mursyid A. Jamaluddin, “Tradisi Mappatabe‟ dalam Masyarakat Bugis di Kecamatan
Pulau Sembilan Kabupaten Sinjai”, h. 33.
50
Terjemahnya:
Ayat di atas berisi perintah untuk berbicara dengan baik, sopan dan santun
kepada sesama. Sehingga mappatabe‟ dalam bentuk ucapan ini sangat sesuai
dengan ayat di atas bahkan dianjuarkan. Salah satu akhlak yang baik menurut
suku Bugis adalah mappatabe‟ yang dilakukan sebagai bentuk penghormatan dan
memuliakan orang yang lebih tua. Orang yang tidak mempraktikkan tradisi ini
pada saat melewati orang yang lebih tua akan dianggap sebagai orang yang
Secara bahasa Inḥinā‟ berasal dari bahasa arab yaitu inḥanā yang
2. Dalil Inḥinā’
102
Kementrian Agama Republik Indonesia, al-Quran al-Karim dan Terjemahnya, h.12
103
Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir (Cet. XIV; Surabaya: Pustaka Progressif,
1997 M.), h. 305.
51
Artinya:
“Tidak Boleh”. Lalu sahabat ra. bertanya lagi, apakah boleh menjabat
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Tirmiżī (2/121), Ibnu Mājah (3702),
al-Baihaqī (7/100), Aḥmad bin Ḥanbal (3/198). Dari Hanẓalah bin „Abdillāh
al-Sudūsī beliau berkata: Dari Anaṣ bin Mālik. Hadis ini menerangkan
seorang sahabat ada yang bertanya ُ أََّ ْن َحنِ ِْ نَوapakah kami harus
104
Abū Abdillāh Muḥammad bin Yazīd al-Quzwainī, Sunan Ibnu Mājah, h. 613.
105
Abū al-„Ulā Muḥammad al-Mubārakfūrī, Tuḥfatul Aḥważī, Juz VII (t. Cet; t.p.: Dār
al-Fikr, t.th.), h. 513-514.
52
menjawab “ قَا َل َالTidak” karena hal tersebut merupakan rukuk seperti halnya
sujud kepada Allah swt.106 Hadis ini sering dijadikan hujjah (dalil) agar
sunan al-Tirmiżi, pada Bab Mā Jāa fī al-Muṣāfaḥah.108 Dan juga dinilai hasan
110
ِِ َّالَل ِْْننَاءُ ِعْن َد امل ََلقَاةِ فَ َمك ُْرْوهٌ ََْت ِرْْيًا َك َما ِِف فَتَ َاوى اْلَنَ ِفي
ِ و أ ََّما
َ
ُ
106
Abū Al-„Ulā Muḥammad al-Mubārakfūrī, Tuḥfatul Aḥważī, h. 514.
107
Ahmad Qurtubi, “Penghormatan Dalam Perspektif Hadis”, Skripsi (Jakarta:
Fak. Uṣūluddīn UIN Syarif Hidayatullah, 2011 M.), h. 49.
108
Muḥammad bin „Īsā bin Saurah bin Mūsā bin al-Ḍaḥḥak al-Sulami al-Tirmiżī, al-Jāmi‟
al-Ṣahīh, Juz IV (t. Cet; Semarang: Thoha Putera, t.th.), h. 172.
109
Muḥammad Nāṣiruddīn al-Albānī, al-Ḥadīs al-Saḥīḥah: wa Syaiun min fiqhiha
wa Fawāidihā, Juz II (t. Cet; Riyad: Maktabah al-Ma‟ārif, 1415 H./1995 M.), h. 298.
110
Abū al-„Ulā Muḥammad al-Mubarakfuri, Tuḥfatul Aḥważī, h. 514.
53
Artinya:
Artinya:
111
Al-Munāwī, Faiḍul Qaḍīr Syarḥ al-Jami‟ al-Ṣagīr, Juz VI (Cet. II; Beirut: Dār
al-Ma‟rifah, 1391 H./1972 M.), h. 402.
54
112
اًّل ِْْننَ ِاء ِعْن َد اللّْ َق ِاء َِبِيءَةَ ال ُك ْوِع
ِ ِِ ِمن البِ َد ِع املحَّرم:ال ابن َع ََّل ُن الشَّافِعِي
َ َُ َ ُ ْ َ َق
Artinya:
tingkat kemakruhan:
Artinya:
َن َّ صافَ َحُِ ال َكافَِر َوذَ َكَر أَبُ ْو َزَك ِريَّا الن ََّوِوي ُم َعانَ َقَِ ال َق ِادِم ِم َن
َّ الس َف ِر ُم ْستَ َحبٌَِّ َوأ َ َو تَكَْرهُ ُم
114
بّّ الصالِ ِح ُم ْستَ َح
َّ الر ُج ِل َّ َن تَ ْقبِْي َل يَ ِد
َّ اًّل ِْْننَاءَ َمك ُْرْوهٌ َوأ
ِ
Artinya:
112
Ibnu „Allan, Dalīlu al-Fālihīn li Ṭuruqi Riyāḍu al-Ṣālihīn, Juz VI (t. Cet; Libanon:
Dārul Kitab, t.th), h. 27.
113
Abū Zakariyyā Al-Nawawī, al-Majmū‟, Juz IV (t. Cet; t.t.p.: al-Mamlakah
al-„Arabiyah, t.th.), h. 476.
114
Ibnu Mufliḥ al-Maqdīsī, al-„Ādāb al-Syar‟iyah, Juz II (t. Cet; t.t.p.: t.p., t.th.), h. 249.
55
kehidupan sehari-hari.
terhormat lalu pada jarak masih jauh dia sudah membungkukkan badannya
dan berjalan dengan berjongkok, hal inilah yang dimaksudkan rukuk ataupun
sujud yang dimaksud para ulama tidak boleh dilakukan terhadap manusia.
c. Haram, menurut Ibnu Ṣalāh. Tunduk atau sujud kepada manusia adalah
adalah syariat sebelumnya dan tidak berlaku pada syariat ini.116 Telah berkata
para ulama: Bahwa sujud disini adalah sujud penghormatan bukan sujud
ibadah dan beginilah cara mereka mengucapkan salam dengan bertakbir yaitu
115
Departemen Wakaf dan Urusan Islam Kuwait, al-Mausū‟ah al-Fiqhiyyah
al-Kuwaitiyyah, Juz VI (Cet. 2; Kuwait: Daulah al-Kuwaiti, 1406 H./1986 M.), h. 322.
116
Ibnu „Allan, Dalīlu al-Fālihīn li Ṭuruqi Riyāḍu al-Ṣālihīn, h. 27-28.
56
menundukkan badan, akan tetapi Allah swt. telah menghapus syariat tersebut
penghormatan.117
Nabi Adam as. tentang sujudnya para malaikat, di dalam tafsir Jalālain
dikatakan:
118
اًّل ِْْننَ ِاء
ِ ِاج ِدين{ سجو ُد ََِتيَّ ِِ ب
ِ
ْ ُ ُ َ ْ } فَ َقعُ ْوا لَوُ َس
Artinya:
ِ ِِ ِِ ِ ِ ِ وأ ََّما
ُ صلَّى اهللُ َعلَْيو َو َسلَّ َم"أَن
َّه ْم ّْ ِ فَيَ ْن َهى َعْنوُ َك َما ِِف الت ّْْرمذي َع ِن الن:ِّاًّل ْْننَاءُ عْن َد التَّحي
َ َِّب َ
ِ ِ ِ
َالس ُج ْوَد ًَّل ََيُ ْوُز ف ْعلَوُ اًَّّل هلل
ُّ ع َو َ الرُك ْو َّ َو أل:"َ ًّل:ال
ُّ َن َ ََخاهُ يَْن َح َِن لَوُ؟ ق َّ َسأَلُوهُ َع ِن
َ الر ُج ِل يَْل َقى أ
ِ َّ َِّحيَّ ِِ ِِف َغ ِْي َش ِري عتِنَا َكما ِِف ق ِ عَّز و ج َّل و اِ ْن َكا َن ى َذا علَى وج ِو الت
ُ(و َخُّرْوا لَو
َ ف َ صِ يُ ْو ُس ْ َ َْ ْ ْ َْ َ َ َ َ َ َ
.َالس ُج ْوِد اًَِّّلاهلل
ُّ صلُ ُح ِ
ْ َاي م ْن قَ ْب ِل) َو ِِف َش ِريْ َعتنَا ًَّل ي
ِ ت ى َذا تَأْ ِويل رْؤي
َ َ ُ ُْ
ِ
َ َال يَا اَب َ َُس َّج ًدا َو ق
ِ ِ ِ ص ِ ِواملَر ُاد بِا ُّلرُك ْوِع النَّاق
ُّ اًّل ِْْننَاء الَّذي ًَّل يَْب لُ َغ َح َّد
الرُك ْوِع
119
117
Ibnu al-„Arabī, Ahkāmu al-Qur‟ān, Juz V (t. Cet; t.t.p.: t.p., t.th.), h. 92.
118
Jalāluddīn al-Maḥalī dan Jalāluddīn al-Suyūṭī, Tafsir Jalālain (t. Cet; t.t.p.: Dār al-Fikr,
1981 M./1401 H.), h. 213.
119
Taqī al-Dīn Abu al-ʿAbbās Aḥmad bin ʿAbd al-Ḥalīm ibn ʿAbd al-Salām ibn Taimiyah
al-Ḥarrānī, Majmū‟ al-Fatāwā, Juz I (t. Cet; t.t.p.: al-Mamlakah al-Haramain, t.th), h. 277.
57
Artinya:
E. Kerangka Konseptual
hukum
(y)
METODOLOGI PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
al-„ādah muhakkamah.
2. Lokasi Penelitian
B. Pendekatan Penelitian
Pendekatan normatif adalah studi Islam yang memandang masalah dari sudut
legal formal atau normatif yaitu berhubungan dengan halal dan haram, boleh atau
tidak dan sejenisnya. Dengan demikian, pendekatan ini mempunyai cakupan yang
sangat luas. Sebab, seluruh pendekatan yang digunakan oleh ahli usul fiqh
(Usuliyyah), ahli hukum Islam (fuqaha), ahli tafsir (mufassirin) yang berusaha
menggali aspek legal formal dan ajaran Islam dari sumbernya termasuk dalam
120
Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam (t. Cet; Jogjakarta: academica, 2010 M.),
h. 190.
59
dijelaskan perilaku sosial antara individu dengan individu lainnya ataupun dengan
kelompok.
Oleh karena itu, penelitian akan dilakukan dalam satu wilayah tertentu saja
C. Sumber Data
Sumber data dan teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah:
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diambil dari lapangan. Adapun cara
masyarakat seperti orang tua, remaja dan tokoh adat. Wawancara ini dilakukan
secara langsung agar mendapat informasi yang lebih akurat untuk mendukung
penelitian ini.
2. Data Sekunder
data primer yang diambil dari studi kepustakaan maupun dokumentasi yang
terkait dengan penelitian ini. Data sekunder juga dapat diambil dari pemerintahan
setempat, seperti data kantor desa yang akan mendukung penelitian ini, data
60
61
1. Library Research
literatur lain yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Data diambil dari
penelusuran bahan bacaan, seperti buku, jurnal, skripsi dan tesis yang berkaitan
dengan tradisi mappatabe‟. Hal tersebut dapat dilakukan melalui beberapa tahap
sebagai berikut:
ditulis apa adanya dengan mengacu pada pedoman transliteri yang berlaku.
2. Field Research
Yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengamati objek yang akan diteliti.
121
Cik Hasan Bisri, Penelitian Kitab Fiqih (Cet. I; Bogor: Kencana, 2013 M.), h. 2.
62
sebagai berikut:
a. Observasi
dan pencatatan.122
b. Wawancara
secara langsung kepada informan dan jawaban informan dicatat atau direkam
1) Bahwa apa yang dinyatakan oleh subjek kepada pewawancara adalah benar
c. Dokumentasi
dan observasi.
122
Kartono, Pengertian Observasi (t. Cet; Bandung: Alfabeta, t. th.), h. 142.
123
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif (t. Cet; Bandung: Alfabeta, t.th),
h. 138.
63
E. Penentuan Informan
1. Informan
mengetahui dan mengetahui seluk beluk dari praktik tradisi ini, serta
ini adalah berdasarkan pada asas subjek yang menguasai praktik tradisi,
yang tepat, dalam pemberian informasi yang tepat dan akurat mengenai
a. Tokoh adat
b. Tokoh agama
F. Instrumen Penelitian
Peneliti merupakan instrument inti dalam penelitian ini. Adapun alat yang
1. Alat tulis menulis, seperti buku, pulpen sebagai alat untuk mencatat
di lapangan dan merekam suara dari informan pada saat penelitian atau
penelitian.
sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau pembanding
terhadap data itu.124 Tringulasi yang digunakan pada penelitian ini adalah
tringulasi sumber data, yang dilakukan dari data wawancara dan observasi, serta
dokumentasi yang berupa rekaman dan gambar. Pengambilan data diambil dari
berbagai sumber dan dianggap valid jika jawaban sumber data sesuai dengan
124
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (t. Cet; Bandung: Remaja Rosdakarya,
2009 M.), h. 330.
BAB IV
TRADISI MAPPATABE‟
DALAM KERANGKA KAIDAH AL-‘ĀDAH MUḤAKKAMAH
1. Kabupaten Bone
di pesisir Timur Provinsi Sulawesi Selatan dan berjarak sekitar 174 km dari
kota Makassar. Luas wilayahnya sekitar 4.559 km2 atau 9,78 persen dari
luas Provinsi Sulawesi Selatan. Wilayah yang besar ini terbagi menjadi 27
125
Pemerintah Kabupaten Bone, “Geografi dan Iklim”, Websute Resmi Pemerintah
Kabupaten Bone, https://bone.go.id/2013/04/26/geografi-dan-iklim/ (19 Mei 2018).
66
67
hujan Monsoon dan tipe hujan lokal. Tipe hujan Monsoon memiliki
curah hujan tertinggi saat bertiup angin monsun Asia yaitu bulan
Januari dan Februari. Tipe ini mencakup wilayah Kabupaten Bone bagian
barat. Tipe kedua memiliki kriteria pola hujan terbalik dengan pola monsoon,
yaitu curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Mei-Juni. Tipe ini mencakup
wilayah Barat dan sebagian lagi mengikuti wilayah timur. Jumlah curah
201,25 mm. Curah hujan tertinggi terjadi di bulan Juni yaitu 638 mm dengan
km dari arah selatan ke utara. Bagian barat dan selatan terdapat pegunungan
dan perbukitan yang celahnya terdapat aliran sungai. Pada tahun 2014,
b. Keagamaan126
Agama Islam yang taat, kehidupan mereka selalu diwarnai oleh keadaan yang
Watampone juga ada Gereja dalam arti pemeluk agama lain cukup leluasa
dengan lainnya. Di samping itu peran pemuka agama teruatama para alim
126
Pemerintah Kabupaten Bone, “Agama, Adat, Budaya, Pendidikan dan Kesehatan
di Kabupaten Bone”, Website Resmi Pemerintah Kabupaten Bone,
https://bone.go.id/2013/04/25/agama-adat-budaya-pendidikan-dan-kesehatan-di-kabupaten-bone/
(19 Mei 2018).
69
dengan jumlah tempat peribadatan untuk agama Islam yaitu total 1.223
Masjid dan 305 Mushola. Untuk jumlah Jemaah haji di Kabupaten Bone
a. Letak Geografis
di antara 2 desa yaitu desa Polewali dan desa Laccibunge. Berdasarkan sistem
Kabupaten Bone 2016, desa ini terbagi atas 4 dusun, yaitu: dusun Parigi, dusun
sumber daya manusia yang masih digunakan dalam desa ini. Potensi desa
Tabel II
Desa ini bukanlah termasuk desa yang sangat padat, hal ini
menanam berbagai jenis tumbuhan seperti sayur, pohon tebu, bunga dan
sebagai petani dan peternak. Sehingga tidak heran jika setiap rumah
Hal unik lainnya adalah ketika acara pernikahan, jamuan yang dihidangkan
untuk tamu adalah daging sapi, beda halnya di kota Makassar ini. Hal ini
Tabel III
Data Penduduk
No. Data Penduduk Keterangan
1. Berdasarkan Jenis 710 Laki-laki
Kelamin 738 Perempuan
Total 1,448 orang
2. Jumlah Kepala Rumah 300 Laki-laki
Tangga berdasarkan Jenis 43 Perempuan
Kelamin Total 343 Kepala Rumah Tangga
3. Status Kepemilikan 253 Rumah Milik Sendiri
Rumah 90 Numpang
4. Status Kepemilikan Sawah 173 Milik Sendiri
Kepala Keluarga
5. Kepemilikan Hewan 207 Sapi/Kerbau
Ternak berdasarkan 2 Kambing
Kepala Keluarga 6 Itik
192 Ayam
6. Kepemilikan Kendaraan 19 Mobil
berdasarkan Kepala 234 Motor
Keluarga 45 Mobil & Motor
1 Motor & Sepeda
7. Penduduk Berdasarkan 120 Petani
Pekerjaan 139 Pedagang/Wirawasta/Sopir
(Usia 10 tahun ke atas) 48 PNS/TNI//POLRI
141 Karyawan Perusahaan/Swasta
47 Tenaga Kontrak/Sukarela
14 Buruh/Tenaga Lepas
25 Pensiunan
11 Aparat Pemerintah Non PNS
539 Tidak Bekerja
Total 1,084
Sumber Data: Buku Saku Sistem Database Desa 2016
72
Tabel IV
yaitu umur 60> sebanyak 132 terdiri dari 62 laki-laki dan 70 perempuan.
kematian.
73
tanda rendah hati, tanda penghormatan kepada sesama serta tanda kemuliaan
yang dipraktekkan dengan gerakan badan dan tangan. Tradisi ini lahir dari
kelompok.
127
Andi Hasbah (57 tahun), Guru SMA Negeri 11 Bone, Wawancara, Pitumpidange,
15 Mei 2018 M.
128
Fatmawati (45 tahun), Penjahit, Wawancara, Pitumpidange, 14 Mei 2018 M.
74
kaum saja. Sehingga tradisi ini sangat mudah didapatkan dalam kehidupan
Pitumpidange merupakan suku asli Bugis. Maka hal ini sudah menjadi
disebabkan karena orang tua yang yang tidak mengajarkannya atau tidak
ini, ada yang mempraktikkannya, ada juga yang tidak. Adapun orang yang
mengerti, maka sudah tentu kalau dia akan mempraktikkannya. Adapun ibu
ini, beliau mappatabe‟ dimana pun bahkan ketika di pasar, ketika akan
lewat, pasti mappatabe‟, baik kepada orang yang dikenal ataupun tidak.
129
Andi Nuraeni (55 tahun), Tokoh Adat, Wawancara, Pitumpidange, 14 Mei 2018 M.
130
Andi Muhammad Amran (46 tahun), Kepala Desa Pitumpidange, Wawancara,
Pitumpidange, 16 Mei 2018 M.
75
Berbagai macam faktor dapat mengakibatkan hal ini, seperti anak yang tidak
mendapatkan didikan dari orang tua, adanya pendatang dan menetap di desa
namun kepada siapa saja baik yang dikenal maupun tidak. Mappatabe‟
dilakukan. Setiap saat dan kapan saja dapat dilakukan. Ketika meminta
131
Fatmawati (45 tahun), Penjahit, Wawancara, Pitumpidange, 14 Mei 2018 M.
132
Masnia (37 tahun), Ibu Rumah Tangga, Wawancara, Pitumpidange, 14 Mei 2018 M.
76
sesuatu, tidak langsung menyuruh orang lain, namun ada sikap tabe‟
terlebih dahulu ataupun ketika lewat dihadapan orang lain. Terlebih lagi
“Ini kan tidak ada tempatnya, kuncinya disini, asal lebih tua dari
kita, maka kita harus mappatabe‟, yang jelas pada saat kita
ketemu-ketemu apalagi kalau ada orang yang lebih tua dari kita mau
lewat, seperti itu tidak ada tempat tertentu bahwa dilakukan ini
tradisi, tidak ada. Misalnya pesta adat, tidak ada disini. Kapan dan
dimana dikondisikan mami, tapi bukan misalnya orang duduk-duduk
saja. Misalnya, memberikan informasi seperti kita ini dengan saya
„tabe‟ ta desa‟ seperti itu gambarannya”.133
Tradisi ini tidak berlaku dari anak ke orang tua saja namun orangtua
ke anak juga, walaupun hal ini tidak diwajibkan. Seorang anak mulai
ia mulai dapat berbicara ataupun jalan (sekitar umur 1 tahun). Seorang anak
Sehingga, ketika anak tumbuh dewasa dan tidak bersikap tabe‟ maka
orangtua akan merasa malu, terpukul dan langsung menegurnya baik secara
“Kalau saya, saya akan menegur, menegur supaya anak saya tahu
sopan santun sedikit lah, setidaknya mappatabe‟ kalau mau lewat
133
Andi Muhammad Amran (46 tahun), Kepala Desa Pitumpidange, Wawancara,
Pitumpidange, 16 Mei 2018 M.
134
Hapsawati (42 tahun), Guru TK, Wawancara, Pitumpidange, 14 Mei 2018 M.
77
“Saya anu nanti, tapi nanti lewat pi orang baru saya kasi tau, nak itu
kelakuanta jelek, tidak baik, jangan begitu, itu salah jangan diulangi.
Saya kasi tau begitu tidak mungkin langsung kucubit di situ,
tidak”.136
mappatabe‟ ini secara jelas dan pasti kecuali dengan berbagai kemungkinan
saja. Hal ini dikarenakan tradisi ini sudah ada sejak dahulu kala dan terus
“Tidak, kalau dulu itu katanya, misalnya dulu kan orang terlalu
meninggikan derajat seperti bangsawan. Disitu kayaknya mulai dia
mengajarkan kepada anak-anak mappatabe‟ karena kalau orang dulu
kan takut semua pada kerajaan begitu mungkin asal-usulnya karena
itu yang paling saya lihat rata-rata, yang paling kencang itu tradisi
yang keturunan darah nigrat dulu mulainya akhirnya memasyarakat
mi kalau menghargai sesama dengan mappatabe”.137
3. Bentuk-bentuk Mappatabe‟
permohonan maaf dan bantuan kepada orang lain. Seperti, ketika ada orang
yang berdiri di depan pintu kemudian seseorang akan lewat, maka orang
tersebut akan mengucapkan tabe‟ ketika akan melewati orang yang berdiri
135
Fatmawati (45 tahun), Penjahit, Wawancara, Pitumpidange, 14 Mei 2018 M.
136
Andi Hasbah (57 tahun), Guru SMA Negeri 11 Bone, Wawancara, Pitumpidange,
15 Mei 2018 M.
137
Hapsawati (42 tahun), Guru TK, Wawancara, Pitumpidange, 14 Mei 2018 M.
78
membukkukkan badan.
menunduk sedikit dan tidak sampai rukuk. Tergantung dari orang yang
mempraktikkannya.
Lain halnya yang dikatakan oleh ibu Andi Lilis Sri Alam yang
“Ya, kalau yang saya ajarkan pada anak-anak saya tidak. Saya tidak
mengajarkan untuk membukkukkan badan, ya sekedar mengatakan
tabe‟ saya mau lewat dulu! Kalau orangtua kita kan mengajarkan
seperti itu menundukkan sedikit badan. Kalau tangan tetap ya ada
sedikit gerakan tangan tapi tetap tidak membungkukkan badan”.139
Tradisi mappatabe‟ termasuk dalam „urf khās (khusus) yaitu „urf yang
berlaku pada daerah tertentu dan tidak menyeluruh di setiap wilayah muslim.
Tabel V
PENUTUP
A. Kesimpulan
ditarik adalah:
hukum-hukum secara umum. Salah satu dari kaidah fiqh ini adalah kaidah
menetapkan hukum syariat apabila tidak terdapat naṣ atau lafaz ṣarīh
c. „Urf sudah berlaku sejak lama, bukan sebuah „urf baru terjadi
Jika „urf pada suatu masyarakat sesuai dengan syarat tersebut maka
„urf tersebut dapat dijadikan sebagai sandaran hukum atau dipraktikkan dalam
kehidupan sehari-hari.
80
2. Mappatabe‟ menurut masyarakat Bugis Bone terkhusus desa Pitumpidange
adalah sebuah bentuk kesopanan, tata krama, bentuk permisi, tanda rendah
sosial yang tidak bisa hidup sendiri sehingga rasa saling menghormati sangat
Mappatabe‟ dalam bentuk ucapan adalah hal yang dapat dijadikan sebagai
maka hal ini juga diperbolehkan selama tidak dijadikan sebagai ibadah.
B. Saran Penelitian
nilai tabe‟ dan tetap mengajarkannya kepada generasi selanjutnya dan lebih
81
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur‟an al-Karim
Al-„Ainī, Badruddīn. Umdatu al-Qārī Syarḥ Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, Juz XIII. Cet. I;
Beirut: Dārul Kutub al-Ilmiyyah, 1421 H./2001 M.
Al-Asqalānī, Ibnu Ḥājar. Fatḥ al-Bāri‟ bisyarḥi Ṣahīh al-Bukhārī, Juz V. Cet. I;
Riyad: t.p, 1421 H./2001 M.
Al-Baihaqī, Abū Bakr Aḥmad bin al-Ḥusain bin „Alī. Sunan al-Kubrā, Juz VI.
Cet. I; Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah, 1352 H.
_______Sunan al-Kubrā, Juz II. Cet. III; Beirut: Dār Kutub al-Ilmiyyah,
1424 H./2003 M.
_______. al-Jāmi‟ al-Ṣahīh, Juz IV. Cet. II; t.t.p.: t.p, 1398 H/1978 M.
_______. Ṣaḥīh al-Bukhārī, Juz VII. Beirut: Dār Ibnu Kaṡīr, 1987 H.
82
83
Allan, Ibnu. Dalīlu al-Fālihīn li Ṭuruqi Riyāḍu al-Ṣālihīn, Juz VI. t. Cet; Libanon:
Dārul Kitab, t.th.
Al-Maqdīsī, Ibnu Mufliḥ. al-„Ādāb al-Syar‟iyah, Juz II. t. Cet; t.t.p.: t.p., t.th.
Al-Mubārakfūrī, Abū al-„Ulā Muḥammad. Tuḥfatul Aḥważī, Juz VII. t. Cet; t.t.p.:
Dār al-Fikr, t.th.
Al-Munāwī. Faiḍul Qādir Syarḥ al-Jamī‟ al-Ṣagīr, Juz VI. Cet. II; Beirut:
Dār al-Ma‟rifah, 1391 H./1972 M.
Al-Sidawi, Abū Ubaidah Yusuf bin Mukhtar. Pengantar kaidah fikih. t. Cet;
t.t.p.,t.p., 1437 H./2005 M.
Al-Sijistānī, Abū Dāwud Sulaimān bin al-Asy‟aṡ. Sunan Abī Dāwud, Juz IV.
t. Cet; t.t.p.: Dār al-Fikr, t.th
Al-Tirmiżī , Muḥammad bin „Īsā bin Saurah bin Mūsā bin al-Ḍaḥḥak al-Sulami.
al-Jāmi‟ al-Ṣahīh, Juz 4. t. Cet; Semarang: Thoha Putera, t.th.
Bisri, Cik Hasan. Penelitian Kitab Fiqih. Cet. I; Bogor: Kencana, 2013 M.
Rohayana, Ade Dedi. Ilmu Qawa‟id Fiqhiyyah. Jakarta: Media Pratama, 2008 M.
Yusuf, Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu. Kaidah-kaidah Praktis Memahami
Fiqih Islam. Cet.6; Jawa Timur: Yayasan Al-Furqan al-Islami, 2016 M.
Zahrah, Muḥammad Abū. Uṣūl al-Fiqh. T. Cet; Mesir: Dār al-Fikr al-„Arabī, t.th.
Zuriah, Nurul. Metodologi Penelitian Sosial Dan Pendidikan. Cet. III; Jakarta:
Pt Bumi Aksara, 2009 M.
L
A
M
P
I
R
A
N
-
L
A
M
P
I
R
A
N
INSTRUMEN WAWANCARA
5. Apakah tradisi ini berlaku dari anak keorang tua saja atau sebaliknya juga?
6. Apa yang Anda lakukan jika melihat anak anda lewat di depan orang lain
8. Menurut Anda, apakah tradisi ini wajib untuk diwariskan dari generasi
kegenerasi? Mengapa?
12. Ketika melakukan tabe‟ dihadapan orang lain berapa derajatkah posisi
membungkukkan badannya?
DAFTAR NAMA INFORMAN
Inpres 12/79
Pitumpidange
(Pensiun)
11 Bone
Wawancara dengan ibu Andi Kartini (51 tahun), Pitumpidange, 15 Mei 2018
Wawancara dengan ibu Andi Lilis Sri Alam (43 tahun), Pitumpidange, 15 Mei
2018
Wawancara dengan ibu Hj. Andi Rosmini (65 tahun), Pitumpidange, 15 Mei 2018
Wawancara dengan ibu Andi Nuraeni (55 tahun), Pitumpidange, 14 Mei 2018
1 Libureng yang sekarang telah berganti nama menjadi SMA Negeri 11 Bone
yang bertempat di desa Pitumpidange dan akhirnya lulus pada tahun 2014. Selama
kecil sampai SMA penulis terus bersama dengan orang tua beda dengan saudara
yang lain dari kecil sudah pergi jauh untuk menimbah ilmu.
Kota Makassar yakni Sekolah Tinggi Ilmu Islam dan Bahasa Arab, penulis
STIBA Makassar.
Sehingga penulis banyak belajar dari kehidupan asrama atau pesantren, walaupun
banyak orang yang berfikiran negatif karena penulis tidak mempunyai dasar
bahasa Arab sedikit pun, kehidupan di pesantren belum dirasakan pula kemudian
bahasa Arab. Namun, semua ini hilang ketika penulis bercita-cita untuk menjadi
penghafal Al-Qur‟an dan penulis sangat yakin bahwa salah satu kunci agar
cepat dalam menghafal adalah dengan belajar Bahasa Arab. Tekad ini mulai
kampus ini.