PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Shalat merupakan kewajiban hamba Allah Swt yang beriman. Bentuknya
adalah serangkaian gerakan dan do’a dengan menghadapkan wajahnya kepada
Yang Maha Pencipta. Shalat merupakan ibadah yang pertama kali diperhitungkan
dan pertama kali dihisab di hari akhir. Di dalam ibadah shalat ada dua macam
bentuk, yaitu: shalat wajib dan shalat sunat. Menurut haditst Bukhori, shalat wajib
adalah ibadah yang wajib dikerjakan oleh masing-masing orang muslim, apabila
dikerjakan mendapat pahala dan apabila tidak dikerjakan akan mendapatkan dosa.
Shalat wajib ini ada lima macam waktu, diantaranya: shalat Subuh dikerjakan
menjelang fajar, shalat Dzuhur dikerjakan pada saat matahari melebihi bayangan
kita, shalat Ashar dikerjakan ketika sore sebelum matahari berwarna merah, shalat
Maghrib dikerjakan ketika matahari sudah tenggelam, dan yang terakhir shalat
Isya’ dikerjakan setelah shalat Maghrib. Dijelaskan dalam haditst Bukhori, bahwa
shalat sunat adalah adalah ibadah shalat yang apabila dikerjakan mendapat pahala
dan apabila tidak tidak dikerjakan tidak berdosa. Shalat sunah ada banyak
macamnya, diantaranya: shalat dhuha, shalat witir, shalat sunnah fajar dan lain
sebagainya.
B. Rumusan Permasalahan
1. Bagaimanakah kualitas dan pemahaman hadits tentang shalat sunnah fajar?
1
masalah yang akan dibahas yaitu shalat sunnah fajar.
Penelitian ini bersifat kualitatif karena data yang dikaji bersifat
deskriptif berupa pernyataan verbal. Adapun langkah-langkahnya,
sebagai berikut:
Menentukan tema atau topik pembahasan yang akan dikaji.
Dalam hal ini, pemakalah membahas tentang s h a l a t s u n n a h
f a j a r , sehingga hadits-hadits yang dikaji adalah hadits-hadits
tentang s h a l a t s u n n a h f a j a r.
Menghimpun atau mengumpulkan data hadits-hadits yang
terkait dalam satu tema, baik secara lafal maupun secara makna
melalui kegiatan takhrijul al-hadits.
Melakukan kategorisasi dan klasifikasi berdasarkan kandungan
hadits dengan memperhatikan kemungkinan perbedaan
peristiwa wurud hadits (tanawwu‘) dan perbedaan periwayatan
hadits (lafal dan makna).
Melakukan kegiatan i’tibar dengan tujuan melacak
keberadaan syahid dan mutabi’ yang dilengkapi dengan skema
sanad. Melakukan penelitian sanad yang meliputi: penelitian
kualitas pribadi dan kapasitas intelektual para periwayat yang
menjadi sanad hadits bersangkutan, serta metode periwayatan
yang digunakan masing-masing periwayat.
Melakukan penelitian matan yang meliputi: kemungkinan
adanya ‘illat (cacat) dan terjadinya syaaz \ (kejanggalan).
Mempelajari term-term yang mengandung pengertian serupa
sehingga hadits tersebut bertemu pada satu muara tanpa ada
perbedaan dan kontradiksi, juga pemaksaan makna kepada
makna yang tidak tepat.
Membandingkan berbagai syarah hadits dari berbagai kitab-kitab
syarah dengan tidak meninggalkan syarah kosa kata, frase dan
klausa.
2
Melengkapi pembahasan dengan hadits-hadits atau ayat-ayat
pendukung dan data yang relevan.
Menyusun hasil penelitian menurut kerangka besar konsep
(grand concept) sebagai bentuk laporan hasil penelitian dan
sebuah karya penelitian atau syarah hadits.
2. Teknik Interpretasi
Untuk memahami makna dari ungkapan verbal, yaitu matan hadits
Nabi Saw., dibutuhkan teknik interpretasi sebagai cara kerja memahami
hadits Nabi Saw., khususnya dalam pengkajian hadits tematik.
Pendekatan tersebut adalah sebagai berikut: tekstual (gramatika literal),
intertekstual (mengaitkan dengan berbagai teks keagamaan),
kontekstual.
D. Takhrij Hadits
2. Klasifikasi
3
Terdapat dua hadits yang berkaitan dengan shalat sunnah fajar
yaitu:
ضعيِ د
ان ععسنهن ععسن ععلنييِ عر ن
ق ععععنن اسلعحععاَنر ن
ث ععععسن ق أعسنبعأ ععناَ إنسسعرانئيِنل ععععسن أعبنععيِ إنسسعععحاَ ع
مسند أحمد :٧٢٥عحددثععناَ ععسبند الدردزا ن
ضعيِ د
ان ععسنهن عقاَعل ععلنييِ عر ن
4
Musnad Ahmad 725: Telah menceritakan kepada kami
Abdurrazzaq telah memberitakan kepada kami Israil dari Abu Ishaq
dari Al Harits dari Ali, dia berkata:
دعوا الناس يرزق ال، "ل يبيع حاضر لباد: قال رسول ال صلى ال عليه وسلما:عن أبي هريرة قال
"بعضهم من بعض
5
أن رسسسول ال س صسسلى ال س عليسسه وسسسلم-رضسسي ال س عنهمسسا- حسسديث عبسسد ال س بسسن عمسسر
، فكسسان لسه مسال يبلسسغ ثمسن العبسد ققسووما العبسسد عليسه قيمسة عسدل،"من أعتق ششرركْا له فسي عبسسد:قال
Hadits ini ditakhrij dari Shahih Bukhari kitab al-Itqu bab izaa
I’taqa abdan baina itsnani auw ummatun baina syuraka’ (2/892)
nomor 2386, Shahih Muslim kitab al-Itqu (2/1139) nomor 1.
3. I’tibar sanad
حدثنا سريج ومؤمل قال حدثنا حماد بن سلمة عن قتسادة وثسابت البنساني عسن أنسس بسن
مالسسك قسسال "غل السسسعر علسسى عهسسد رسسسول الس صسسلى الس عليسسه وسسسلم فقسسالوا يسسا رسسسول الس لسسو
سعرت فقال إن ال هو الخالق القسابض الباسسط السرازق المسعر وإنسي لرجسسو أن ألقسى الس ول
6
b. Ibnu Majah
حدثنا محمد بن المثنى حدثنا حجاج حدثنا حماد بن سلمة عن قتسادة وحميسد وثسابت
عن أنس بن مالك قال غلالسعر على عهد رسول ال صلى ال عليه وسسلم فقسالوا يسا رسسسول
ال قد غل السعر فسعرلنا فقال إن ال هو المسعرالقابض الباسط الرازق إنسسي لرجسوأن ألقسسى
c. Tarmizi
حسسدثنا محمسسد بسسن بشسسار حسسدثنا الحجسساج بسسن منهسسال حسسدثنا حمسساد بسسن سسسلمةعن قتسسادة
وثابت وحميد عن أنس قال غل السعر على عهد رسول ال صلى ال عليه وسسلم فقسسالوا :
يا رسول ال سعر لنا فقسسال إن الس هسسو المسسعرالقابض الباسسط السسرزاق إنسي لرجسسو أن ألقسسى
ربي وليس أحد منكسم يطلبنسي بمظلمسة فسي دما ول مسال قسسال أبسو عيسسى هسذا حسديث حسسن
حدثنا عثمان بن أبي شيبة ثنا عفان ثنا حماد بن سلمة أخبرناثسابت عسن أنسس وقتسادة
وحميد عن أنس قال قال الناس :يا رسول ال غل السعر فسعر لنا فقال رسول ال صسسلى
الس عليسه وسسلم إن الس هسو المسسعرالقابض الباسسط السرازق وإنسي لرجسو أن ألقسى الس وليسس
e. Ad-Darimiy
7
أخبرنا عمسسرو بسن عسسون أخبرنسا حمساد بسن سسلمة عسسن حميسد وثسابت وقتسسادة عسسن أنسس
قال غل السعر على عهد النبي صلى ال عليه وسلم فقال الناس يا رسول ال غل السعر
فسعر لنا فقال رسول ال صلى ال عليه وسلم إن ال هو الخسالق القسسابض الباسسط السرازق
المسسعر وإنسسي أرجسسو أن ألقسسى ربسسي وليسس أحسسد منكسم يطلبنسسي بمظلمسسة ظلمتهسا إيسساه بسسدما ول
مال"
أنس بن مالك
حماد بن سلمة
8
BAB II
PEMBAHASAN
هوُ تحديِد حاَكم السوُق لباَئع المأكوُل فيِه قدراا للمبيِع بدرهم معلوُم
9
“Tas’ir adalah perintah wali (penguasa) kepada pelaku pasar agar mereka
tidak menjual barang dagangan mereka kecuali dengan harga tertentu.”6
التسعيِر أن يِسعر الماَم أو ناَئبه علىَّ الناَس سعراا ويِجبرهم علىَّ التباَيِع به
“Tas’ir adalah penetapan suatu harga oleh Imam (Khalifah) atau wakilnya
atas masyarakat dan Imam memaksa mereka untuk berjual beli pada harga itu.”7
هوُ أن يِأمر السلطاَن أو نوُابه أو كل من ولىَّ من أموُر المسلميِن أمراا أهل السوُق أل
يِبيِعوُا أمتعتهم إل بسعر كذا فيِنمع من الزيِاَدة عليِه أو النقصاَن لمصلحة
“Tas’ir adalah perintah penguasa atau para wakilnya atau siapa saja yang
mengatur urusan kaum muslimin kepada pelaku pasar agar mereka tidak menjual
barang dagangan mereka kecuali dengan harga tertentu dan dilarang ada
tambahan atau pengurangan dari harga itu karena alasan maslahat.”8
هوُ أن يِأمر السلطاَن أو نوُابه أو كل من ولىَّ من أموُر المسلميِن أمراا أهل السوُق أل
يِبيِعوُا السلع إل بسعر كذا فيِنمعوُا من الزيِاَدة عليِه حتىَّ ل يِغلوُا السعاَر أو النقصاَن عنه
أي يِنمعوُن من الزيِاَدة أوالنقص عن السعر لمصلحة الناَس،حتىَّ ل يِضاَربوُا غيِرهم
“Tas’ir adalah perintah penguasa atau para wakilnya atau siapa saja yang
mengatur urusan kaum muslimin kepada pelaku pasar agar mereka tidak menjual
barang dagangan mereka kecuali dengan harga tertentu, dan mereka dilarang
menambah atas harga itu agar mereka tidak melonjakkan harga, atau
mengurangi dari harga itu agar mereka tidak merugikan lainnya. Artinya, mereka
10
dilarang menambah atau mengurangi dari harga itu demi kemaslahatan
masyakarat.”9
Dari berbagai definisi tersebut, kita bisa mengambil gambaran umum bahwa
ruang lingkup tas’ir adalah kebijakan politik yang dilaksanakan oleh pemimpin
suatu kaum atau yang menempati posisi tersebut yang bertujuan untuk melindungi
kepentingan umum. Untuk itu dapat ditarik kesamaan dari definisi-definisi
tersebut sebagai berikut:
Kedua, pelaku pasar sebagai pihak yang menjadi sasaran kebijakan, dengan
menakar harga dengan adil tanpa menzalimi pelaku pasar.
يِراَجِ ٍأريِتيرهاَجِ ٍاَلمذيِرن ٍآرمنكوُاَ ٍرلِ ٍترأمككلكوُاَ ٍأرممروُاَلرككمم ٍبترميَتنرككمم ٍبماَجِلمبراَجِمطمل ٍمإلِ ٍأرمن ٍترككوُرن ٍمتراَجِررةة ٍرعمن ٍترترراَ ض
ض ٍمممنككمم
Ayat ini menerangkan hukum transaksi secara umum, lebih khusus kepada
transaksi perdagangan, bisnis jual beli. Dalam ayat ini juga Allah mengharamkan
orang beriman untuk memakan, memanfaatkan, menggunakan, (dan segala bentuk
transaksi lainnya) harta orang lain dengan jalan yang batil, yaitu yang tidak
11
dibenarkan oleh syari’at. Seseorang hanya boleh melakukan transaksi terhadap
harta orang lain dengan jalan perdagangan dengan asas saling ridha, saling ikhlas.
Adapun dalam hadits Rasulullah saw dijumpai beberapa hadits, yang dari
logika hadits itu dapat diinduksi bahwa penetapan harga itu dibolehkan. Faktor
dominan yang menjadi landasan hukum at-tas’ir, menurut kesepakatan ulama fiqh
adalah al-maslahah al-mursalah.
غل السعر علىَّ عهد رسوُل ا النععبيِ صععلىَّ اعع:عن أنس بن ماَلك رضيِ ا عنه قاَل
"إن ااا:فقاَل رسوُل ا النبيِ صلىَّ ا عليِععه وسععلم.َيِاَ رسوُل ا سلعر لنا: فقاَلوُا، عليِه وسلم
وليس أحد منكاام يطلبنااي، وإني لرجو أن ألقى ربي، الرزاق، الباسط، القابض،س ععر
هو المم س
"بمظلمة في دم ول مال
" دعوُا الناَس يِرزق ا بعضهم من بعض، "ل يِبيِع حاَضر لبلد
10 Hadits Riwayat al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmizi, Ibn Majah, Ahmad Ibn
Hanbal dan Ibn Hibban.
12
Dari hadits ini Rasulullah saw melarang orang kota yang tahu harga menjual
barang dagangan kepada orang dusun yang tidak tahu harga. Karena hal ini akan
dapat melonjakkan harga. Maka tas’ir dibolehkan agar tidak terjadi pelonjakan
harga.11
Para ulama fiqh menyatakan bahwa kenaikan harga yang terjadi di zaman
Rasulullah saw, itu bukanlah oleh tindakan sewenang-wenang dari para pedagang,
tetapi karena memang komoditi yang ada terbatas. Sesuai dengan hokum ekonomi
apabila stok terbatas, maka lumrah harga barang itu naik. Oleh sebab itu dalam
keadaan demikian Rasulullah saw, tidak mau campur tangan membatasi harga
komoditi di pasar itu, karena tindakan seperti ini bersifat zalim terhadap para
pedagang. Padahal, Rasulullah saw tidak akan mau dan tak akan pernah berbuat
zalim kepada sesama manusia, tidak terkecuali kepada pedagang dan pembeli.
Dengan demikian, menurut para pakar fiqh, apabila kenaikan harga itu bukan
karena ulah para pedagang, maka pihak pemerintah tidak boleh ikut campur dalam
masalah harga, karena perbuatan itu menzalimi para pedagang.
11 HR al-Bukhari, Muslim.
12 Ibnul Qayyim, Ibnul Qayyim, Ath-Thuruqul Hukmiyah, hlm. 291. Pendapat ini adalah
juga pendapat gurunya, Ibnu Taimiyah, dalam kitab Majmu’ul Fatawa, Juz 28 hlm. 76-77.
Lihat Yusuf Al-Qaradhawi, Daur Al-Qiyam wa Al-Akhlaq fi Al-Iqtishadi Al-Islami, hlm.
429.
13
Dengan regulasi tersebut diharapkan pemerintah harus mampu
mengendalikan harga pangan di pasaran, mengingat begitu banyak aktor yang
berpotensi untuk mengganggu stabilitas harga pangan ini. Misalnya para importir
pangan yang berharap harga komoditas pangan lokal tak terkendali sehingga
mereka berpeluang mendatangkan komoditas pangan impor dengan harga yang
lebih murah, kualitas tak terjamin namun berpotensi besar mematikan pertanian
lokal dengan komoditas pangan yang sama.
حدثنا سريج ومؤمل قسال حسدثنا حمسساد بسن سسلمة عسن قتسادة وثسابت البنساني عسن أنسس
بن مالك قال "غل السعر على عهد رسول ال صلى ال عليه وسلم فقالوا يا رسول الس لسسو
سعرت فقال إن ال هو الخالق القابض الباسط الرازق المسعر وإني لرجو أن ألقى الس ول
حسسدثنا محمسسد بسسن عثمسسان الدمشسسقي أن سسسليمان بسسن بلل حسسدثهم قسسال حسسدثني
العلء بسسن عبسسد الرحمسسن عسسن أبيسسه عسسن أبسسي هريسسرة أن رجل جسساء فقسسال يسسا رسسسول الس سسسعر
14
فقسسال بسسل أدعسسو ثسسم جسساءه رجسسل فقسسال يسسا رسسسول الس سسسعر فقسسال بسسل الس يخفسسض ويرفسسع وإنسسي
2. Hadits tentang larangan orang kota menjual ke orang dusun karena
orang dusun tidak mengetahui harga pasar.
حسسدثنا محمسسد بسسن عثمسسان الدمشسسقي أن سسسليمان بسسن بلل حسسدثهم قسسال حسسدثني
العلء بسسن عبسسد الرحمسسن عسسن أبيسسه عسسن أبسسي هريسسرة أن رجل جسساء فقسسال يسسا رسسسول الس سسسعر
فقسسال بسسل أدعسسو ثسسم جسساءه رجسسل فقسسال يسسا رسسسول الس سسسعر فقسسال بسسل الس يخفسسض ويرفسسع وإنسسي
حدثنا عبد الس بسن يوسسف أخبرنسا مالسك عسن نسافع عسن عبسد الس بسن عمسر رضسي
ال عنهما أن رسول ال صلى ال عليه وسلم قال" :من أعتق شركْا له فسسي عبسسد فكسسان لسه مسسال
يبلسسغ ثمسن العبسد قسوما العبسسد عليسه قيمسة عسدل فسأعطى شسركْاءه حصصسهم وعتسق عليسه العبسد وإل
15
Untuk mengetahui kualitas hadits yang diteliti, maka terlebih
dahulu harus dilaksanakan penelitian tentang kualitas sanad. Kualitas
sanad dapat diketahui setelah meneliti kepribadian perawi yang terlibat
dalam periwayatan hadits tersebut. Di samping itu, akan dilihat
persambungan sanad mulai dari mukharrij sampai ke-pada periwayat
tingkat sahabat yang menerima hadits dari Nabi.13
Adapun hadits yang akan diteliti dalam makalah ini adalah hadits
tentang sikap hukum tas’ir m elalui jalur Ahmad Bin Hanbal.
أنس بن مالك
حماد بن سلمة
سريج و مؤمل
13M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadits: Telaah Kritis dan Tinjauan
dengan Pendekatan Ilmu Sejarah (Jakarta: Bulan Bintang, 1988), h. 111; M. Syuhudi
Ismail, Metodologi Penelitian Hadits Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h. 64.
16
Nama lengkapnya: Aḥmad bin Muḥammad bin Ḥanbal bin Hilāl bin
Bagdad pada awal Rabiulawal 164 H dan wafat pada tahun 241 H.14
Yazīd bin Harūn, Ismā’īl bin ‘Ulayyah, Surāij bin Nu’mān. Nama
Tampaknya tidak ditemukan seorang pun dari ulama kritikus hadits yang
mencela beliau, bahkan pujian yang diberikan oleh kritikus hadits berperingkat
hadits dari Surāij bin Nu’mān dapat dipercaya dan itu berarti bahwa sanad antara
14Syihāb al-Dīn Aḥmad ‘Alī bin Ḥajar al-‘Asqalānī, Kitāb Tahżīb al-Tahżīb, Juz I (Beirut:
Dār al-Fikr, 1984), h. 62-65.
15Syihāb al-Dīn Aḥmad ‘Alī bin Ḥajar al-‘Asqalānī, Kitāb Tahżīb al-Tahżīb, h. 62-63.
16Syihāb al-Dīn Aḥmad ‘Alī bin Ḥajar al-‘Asqalānī, Kitāb Tahżīb al-Tahżīb, h. 64.
17Syihāb al-Dīn Aḥmad ‘Alī bin Ḥajar al-‘Asqalānī, Kitāb Tahżīb al-Tahżīb, h. 66.
18Syihāb al-Dīn Aḥmad ‘Alī bin Ḥajar al-‘Asqalānī, Kitāb Tahżīb al-Tahżīb, h. 65.
19Syihāb al-Dīn Aḥmad ‘Alī bin Ḥajar al-‘Asqalānī, Kitāb Tahżīb al-Tahżīb, h. 65.
17
b. Surāij
21 Muhammad bin Ahmad Bin Utsman Az-Zahabi, Kitāb Seir A’lām an-Nubalā’, juz 10-h.
219.
22 Muhammad bin Ahmad Bin Utsman Az-Zahabi, Kitāb Seir A’lām an-Nubalā’, juz 10-h.
220.
23 Muhammad bin Ahmad Bin Utsman Az-Zahabi, Kitāb Seir A’lām an-Nubalā’, juz 10-h.
220.
24 Muhammad bin Ahmad Bin Utsman Az-Zahabi, Kitāb Seir A’lām an-Nubalā’, juz 7-h.
445-453.
18
untuk menerima hadits yang sementara diteliti. Adapun murid-
murid beliau di antaranya: Ibnu Jurāij, Ibnu Mubārak, Yahyā Al-
Qattān, Surāij dll.25
Dari data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sanad antara Suraij dan
Hamad bin Salamah bersambung.
d. Qatādāh
25 Muhammad bin Ahmad Bin Utsman Az-Zahabi, Kitāb Seir A’lām an-Nubalā’, juz 7-h.
445-453.
26 Muhammad bin Ahmad Bin Utsman Az-Zahabi, Kitāb Seir A’lām an-Nubalā’, juz 7-h.
450-451
27. Muhammad bin Ahmad Bin Utsman Az-Zahabi, Kitāb Seir A’lām an-Nubalā’, h. 269-
270.
28. Muhammad bin Ahmad Bin Utsman Az-Zahabi, Kitāb Seir A’lām an-Nubalā’, h. 269-
271.
19
b. Said bin Musayyab: tidaklah datang kepadaku seorang
Iraqy yang lebih ahfaz dari Qatādah.29
Nama lengkap beliau adalah: Anas bin Mālik bin Nadr bin
Dhamdham bin Zeid bin Harām bin Jundub bin Amir bin
Ghanm bin Adiy bin Najjar, Abu Hamzah al- Anshari al-
Khazraji an-Najjāri al-Madani. Beliau adalah pembantu
Rasulullah Saw, orang dekatnya, muridnya, pengikut setianya,
dan termasuk sahabat yang paling terakhir wafat.30
bersambung. Hal tersebut dapat dilihat pada pertemuan antara para periwayat
mulai dari Ahmad bin Hanbal sampai kepada Anas bin Mālik. Di samping itu,
periwayat-periwayat hadits yang diteliti dari jalur Ahmad bin Hambal ini,
Berdasarkan hal tersebut, maka kualitas pribadi para periwayat hadits yang
sementara diteliti tidak diragukan, sehingga hadits tersebut dapat dinilai sahih.
29. Muhammad bin Ahmad Bin Utsman Az-Zahabi, Kitāb Seir A’lām an-Nubalā’, h. 270-
283.
30. Muhammad bin Ahmad Bin Utsman Az-Zahabi, Kitāb Seir A’lām an-Nubalā’, h. 396.
31. Muhammad bin Ahmad Bin Utsman Az-Zahabi, Kitāb Seir A’lām an-Nubalā’, h. 396.
20
a. Ahmad bin Hanbal
حدثنا سريج ومؤمل قال حدثنا حماد بن سلمة عن قتادة وثابت البناني عن أنس بن مالك قال "غل
السعر على عهد رسول ال صلى ال عليه وسلم فقالوا يا رسول ال لو سعرت فقال إن ال هو الخالق
القابض الباسط الرازق المسعر وإني لرجو أن ألقى ال ول يطلبني أحد بمظلمة ظلمتها إياه في دما ول
مال"
حدثنا محمد بن المثنى حدثنا حجاج حدثنا حماد بن سلمة عن قتسادة وحميسد وثسابت
عن أنس بن مالك قال غلالسعر على عهد رسول ال صلى ال عليه وسسلم فقسالوا يسا رسسسول
ال قد غل السعر فسعرلنا فقال إن ال هو المسعرالقابض الباسط الرازق إنسسي لرجسوأن ألقسسى
c. Tarmizi
حسسدثنا محمسسد بسسن بشسسار حسسدثنا الحجسساج بسسن منهسسال حسسدثنا حمسساد بسسن سسسلمةعن قتسسادة
وثابت وحميد عن أنس قال غل السعر على عهد رسول ال صلى ال عليه وسسلم فقسسالوا :
يا رسول ال سعر لنا فقسسال إن الس هسسو المسسعرالقابض الباسسط السسرزاق إنسي لرجسسو أن ألقسسى
ربي وليس أحد منكسم يطلبنسي بمظلمسة فسي دما ول مسال قسسال أبسو عيسسى هسذا حسديث حسسن
21
حدثنا عثمان بن أبي شيبة ثنا عفان ثنا حماد بن سلمة أخبرناثسابت عسن أنسس وقتسادة
يا رسول ال غل السعر فسعر لنا فقال رسول ال صسسلى: وحميد عن أنس قال قال الناس
الس عليسه وسسلم إن الس هسو المسسعرالقابض الباسسط السرازق وإنسي لرجسو أن ألقسى الس وليسس
e. Ad-Darimiy
أخبرنا عمرو بن عون أخبرنا حماد بن سلمة عن حميد وثسابت وقتسادة عسن أنسس قسال غل السعر علسى
عهد النبي صلى ال عليه وسسلم فقسسال النساس يسسا رسسسول الس غل السسعر فسسعر لنسا فقسال رسسسول الس صسسلى الس
عليسسه وسسسلم إن الس هسسو الخسسالق القسسابض الباسسسط السرازق المسسسعر وإنسسي أرجسسو أن ألقسسى ربسسي وليسسس أحسسد منكسسم
Dari lima redaksi hadits di atas, tampak ada perbedaan redaksi antara satu
sama lain. Meskipun demikian, makna yang dikandungnya sama yaitu bahwa
tentang keadaan dimana harga-harga melonjak pada zaman Rasulullah Saw,
kemudian orang-orang berdatangan kepada Rasulullah Saw untuk dibuatkan
aturan tentang pengaturan harga di pasaran, namun Rasulullah Saw menolak
untuk menentukan harga sebagaimana permintaan oran-orang pada waktu itu.
Ṣalāḥ al-Dīn bin Aḥmad al-Adlabī sebagaimana yang dikutip M. Syuhudi Ismail
yang menyatakan bahwa tolok ukur penelitian kualitas matan hadits itu ada empat,
hadits yang lebih kuat; tidak bertentangan dengan akal yang sehat, indra, dan
22
Dengan syarat-syarat tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa matan
E. Syarah Hadits
غل السعر علىَّ عهد رسوُل ا النععبيِ صععلىَّ اعع:عن أنس بن ماَلك رضيِ ا عنه قاَل
"إن ااا:فقاَل رسوُل ا النبيِ صلىَّ ا عليِععه وسععلم.َيِاَ رسوُل ا سلعر لنا: فقاَلوُا، عليِه وسلم
وليس أحد منكاام يطلبنااي، وإني لرجو أن ألقى ربي، الرزاق، الباسط، القابض،س ععر
هو المم س
"بمظلمة في دم ول مال
1. Macam-Macam Tas’ir:
Pertama, harga yang berlaku secara alami, tanpa campur tangan dan ulah
para pedagang. Dalam harga seperti ini, para pedagang bebas menjual barangnya
sesuai dengan harga yang wajar, dengan mempertimbangkan keuntungannya.
Pemerintah, dalam harga yang berlaku secara alami ini, tidak boleh campur
tangan, karena campur tangan pemerintah dalam kasus seperti ini boleh
membatasi hak para pedagang.
23
ekonomi masyarakat. Penetapan harga dari pemerintah ini disebut dengan at-tas’ir
al-jabari.
Menurut Abd. Karim Ustman, pakar fiqh dari Mesir, dalam perilaku
ekonomi, harga suatu komoditi akan stabil apabila stok barang tersedia banyak di
pasar, karena antara penyediaan barang dan dengan permintaan konsumen
terdapat keseimbangan. Akan tetapi, apabila barang yang tersedia sedikit,
sedangkan permintaan konsumen banyak, maka dalam hal ini akan terjadi
fluktuasi harga. Dalam keadaan yang disebutkan terakhir ini, menurutnya, pihak
pemerintah tidak boleh ikut campur dalam masalah harga itu. Cara yang boleh
menstabilkan harga itu adalah pemerintah berupaya menyediakan komoditi
dimaksud dan menyesuaikannya dengan permintaan pasar. Sebaliknya, apabila
stok barang cukup banyak di pasar, tetapi harga melonjak naik, maka pihak
pemerintah perlu melakukan pengawasan yang ketat. Apabila kenaikan harga ini
disebabkan ulah para pedagang, misalnya dengan melakukan penimbunan dengan
tujuan menjualnya setelah melonjaknya harga (ihtikar), maka kasus seperti ini
pemerintah berhak untuk menetapkan harga. Penetapan harga dalam fiqh disebut
dengan at-tas’ir al-jabari.
أن يِأمر السلطاَن أهل السوﻖ أن ل يِبيِعوا أمتعتهم إل بسعر معلوم لمصلحة
24
”Intruksi pihak penguasa kepada para pedagang agar mereka tidak
menjual barang dagangannya, kecuali sesuai dengan ketentuan harga yang telah
ditetapkan pemerintah dengan tujuan kemaslahatan bersama”
Kedua defenisi ini tidak membatasi komoditi apa saja yang harganya telah
ditentukan oleh pemerintah. Ada juga defenisi lain yang senada dengan defenisi-
defenisi di atas, hanya saja mereka membatasi komoditinya pada barang-barang
dagangan yang bersifat konsumtif. Misalnya, Ibn ‘Urfah al-Difki, pakar
fiqh Maliki, mendefenisikan at-tas’ir al-jabari dengan:
25
2. Pendapat ulama tentang hukum tas’ir:
Selain itu, karena harga suatu barang adalah hak pihak yang bertransaksi
maka kepadanya merekalah diserahkan fluktuasinya. Karenanya, imam atau
penguasa tidak layak untuk mencampuri haknya kecuali jika terkait dengan
keadaan bahaya terhadap masyarakat umum sebagaimana yang akan kami
jelaskan.
26
undang-undang yang tidak memuat kezhaliman terhadap pihak-pihak yang terkait,
dan undang-undang tersebut diperoleh dengan memperhatikan waktu dan
fluktuasi, serta situasi dan keadaan masyarakat.
Asy-Syaukani menyatakan, hadits ini dan hadits yang senada dijadikan dalil
bagi pengharaman pematokan harga dan bahwa ia (pematokan harga) merupakan
suatu kezaliman (yaitu penguasa memerintahkah para penghuni pasar agar tidak
menjual barang barang mereka kecuali dengan harga yang sekian, kemudian
melarang mereka untuk menambah ataupun mengurangi harga tersebut).
Alasannya bahwa manusia dikuasakan atas harta mereka sedangkan pematokan
harga adalah pemaksaan terhadap mereka. Padahal seorang imam diperintahkan
untuk memelihara kemashalatan umat Islam. Pertimbangannya kepada
kepentingan pembeli dengan menurunkan harga tidak lebih berhak dari
pertimbangan kepada kepentingan penjual dengan pemenuhan harga. Jika kedua
persoalan tersebut saling pertentangan, maka wajib memberikan peluang kepada
keduanya untuk berijtihad bagi diri mereka sedangkan mengharuskan pemilik
barang untuk menjual dengan harga yang tidak disetujukan.
27
Ibnu Taimiyah menguji pendapat-pendapat dari keempat mazhab itu, juga
pendapat beberapa ahli fiqih, sebelum memberikan pendapatnya tentang masalah
itu. Menurutnya “kontroversi antar para ulama berkisar dua poin: Pertama, jika
terjadi harga yang tinggi di pasaran dan seseorang berusaha menetapkan harga
yang lebih tinggi dari pada harga sebenarnya, perbuatan mereka itu menurut
mazhab Maliki harus dihentikan. Tetapi, bila para penjual mau menjual di bawah
harga semestinya, dua macam pendapat dilaporkan dari dua pihak. Menurut
Syafi’i dan penganut Ahmad bin Hanbal, seperti Abu Hafzal-Akbari, Qadi Abu
ya’la dan lainnya, mereka tetap menentang berbagai campur tangan terhadap
keadaan itu.
28
4. Menurut ekonomi modern
29
5. Diperbolehkannya Ta’sir
Menurut Ibnu Taimiyah yang dikutip oleh Yusuf Qardhawi: “Penentuan harga
mempunyai dua bentuk; ada yang boleh dan ada yang haram. Tas’ir ada yang zalim,
30
itulah yang diharamkan dan ada yang adil, itulah yang dibolehkan.” Penetapan 33
harga yang tak adil dan haram, berlaku atas naiknya harga akibat kompetisi
kekuatan pasar yang bebas, yang mengakibatkan terjadinya kekurangan suplai
atau menaikkan permintaan. Ibnu Taimiyah sering menyebut beberapa syarat dari
kompetisi yang sempurna. Misalnya, ia menyatakan, “Memaksa penduduk
menjual barang-barang dagangan tanpa ada dasar kewajiban untuk menjual,
merupakan tindakan yang tidak adil dan ketidakadilan itu dilarang.” Ini berarti,
penduduk memiliki kebebasan sepenuhnya untuk memasuki atau keluar dari
pasar. Qardhawi menyatakan bahwa jika penentuan harga dilakukan dengan memaksa
penjual menerima harga yang tidak mereka ridai, maka tindakan ini tidak dibenarkan
oleh agama. Namun, jika penentuan harga itu menimbulkan suatu keadilan bagi
seluruh masyarakat, seperti menetapkan Undang-undang untuk tidak menjual di atas
harga resmi, maka hal ini diperbolehkan dan wajib diterapkan.34
Sedangkan penetapan harga yang adil dan sah sebagaimana pada penjelasan
di atas yaitu penetapan harga diberlakukan apabila ada kedzaliman dalam
penentuan harga atau karena ada ketimpangan harga yang kiranya diperlukan
adanya tas’ir. Dan sah jika untuk kemashlahatan bersama. Menurut Qardhawi, jika
pedagang menahan suatu barang, sementara pembelimembutuhkannya dengan
maksud agar pembeli mau membelinya dengan harga dua kali lipat harga pertama.
Dalam kasus ini, para pedagang secara suka rela harus menerima penetapan harga
oleh pemerintah. Pihak yang berwenang wajib menetapkan harga itu. Dengan
demikian, penetapan harga wajib dilakukan agar pedagang menjual harga yang sesuai
demi tegaknya keadilan sebagaimana diminta oleh Allah. Sedang menurut Ibnu
Taimiyah, ”Harga ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran”. 35
Tak dapat dielakkan lagi bahwa penetapan harga sangat penting dan
dibutuhkan sekali pada saat terjadi monopoli, ketimpangan atau kedzaliman dalam
penentuan harga pada suatu pasar.
33 Dr. Yusuf Qardhawi. Norma Dan Etika Ekonomi Islam (Jakarta : Gema Insani, 1997)
h.257
34 Dr. Yusuf Qardhawi. Norma Dan Etika Ekonomi Islam (Jakarta : Gema Insani, 1997)
h.257
35 Ir.Adiwarman Karim, SE,MA.Ekonomi Mikro Islam h. 224
31
F. Analisis Pengembangan
Naiknya atau mahalnya harga barang terjadi karena sedikitnya barang (di
pasaran), atau sebagaimana yang dikatakan banyaknya permintaan sedikitnya
penawaran (persediaan) barang sehingga terjadi perebutan barang dagangan, maka
terjadilah kenaikan harga. Dan naiknya harga bisa disebabkan karena sedikitnya
persediaan barang di pasaran, atau karena rakusnya sebagian masyarakat untuk
mengumpulkan (menimbun) barang dan menjualnya di kemudian hari. Mereka
memborong semua barang di pasar, lalu mereka menimbunnya sehingga menjadi
sedikitlah barang di pasaran dan otomatis harga barang pun naik. Itulah yang
menjadikan harga barang naik.
Sejatinya jika dalam keadaan normal hukum pasar akan berlaku dengan baik
di pasaran, namun dewasa ini kita sering menemukan fenomena yang membuat
kita bertanya-tanya, mengapa menjelang bulan Ramadhan secara umum di
Indonesia kita selalu mendapati harga-harga melonjak tinggi, atau pada momen-
momen tertentu pada perayaan-perayaan keagamaan?. Untuk itu pemerintah
diharapkan turun tangan untuk mengendalikan harga (buka menentukan harga)
dengan cara-cara yang tidak melukai kebebasan bertransaksi di pasaran. Sehingga
yang penulis merasa perlu dikembangkan ke depan adalah cara pemerintah untuk
mengendalikan harga dipasaran tanpa melukai kebebasan untuk bersaing.
32
BAB III
KESIMPULAN
33