Anda di halaman 1dari 15

Makalah

Analisis Hadis Nabi SAW


Metode Pendidikan: Berbaur dan Bergurau (Hadits Bukhari No. 5664)
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Hadits Tarbawi
Dosen Pengampu: Muhammmad Bahauddin, M.Hum.

Oleh:
Muhammad Rikzal Fata (1810610093)

PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KUDUS
2020
A. PENDAHULUAN

Hadis adalah teks normatif kedua setelah Al-Quran yang mewartakan prinsip dan
doktrin ajaran Islam. Sebagai teks kedua setelah Al-Quran, hadis tidaklah sama dengan Al-
Qur’an, baik pada tingkat kepastian teks (qat’I al-wurud) maupun pada taraf kepastian
argument (qat’I al -dalalah). Pada tingkat kepastian teks, hadis dihadapkan pada fakta tidak
ada jaminan otentik yang secara eksplisit menjamin kepastian teks, sebagaimana yang
dimiliki oleh Al-Qur’an. Tidak adanya jaminan otentisitas teks ini memaksa disiplin ilmu
ini, melalui para pengkajinya, bersusah payah merumuskan secara swadaya (tanpa campur
tangan Tuhan) konsep yang diharapkan bisa menjamin akan otentisitasnya.

Padahal, sebagai sebuah teks normatif setelah Al-Qur’an, hadis memuat sejumlah
konsep, ajaran, doktrin, tuntunan hidup dan lain sebagainya, yang kesemuanya itu
terangkum dalam matan. Menyajikan redaksi matan yang bisa dipertanggungjawabkan
adalah tujuan kajian sanad sehingga sebuah teks bisa benar-benar dipertanggungjawabkan.

Tidak ada jaminan bahwa jika sanad suatu hadis sahih, maka demikian juga redaksi
matan-nya. Kesahihan matan tidak mesti berbanding lurus dengan kesahihan sanad. Banyak
hal yang penting dikaji secara mendalam terkait dengan redaksi matan hadis, sehingga
kajian hadis seharusnya tidak mencukupkan kajiannya hanya dengan mengkritik jalur
transmisi hadis, dan menomorduakan kritik atas teksmatan (redaksi) hadis. Penting juga
untuk diketahui bahwa sebelum hadis-hadis didokumentasikan dalam bentuk kitab-kitab
(abad ke-2, ke-3 H dan seterusnya), hadis telah terkontaminasi oleh pemalsuan karena
berbagai kepentingan, seperti politik, semangat beribadah yang berlebihan, fanatik aliran
dan lain sebagainya.1

1
Kholid Fuadi, “Kritik Matan Hadis dan Urgensinya.” Academia, diakses pada 13 Juni, 2019.
https://www.academia.edu/31065857/KRITIK_MATAN_HADIS_DAN_URGENSINYA
B. PEMBAHASAN
Pada makalah ini akan dibahas mengenai hadis Nabi Muhammad SAW tentang
metode pendidikan: berbaur dan bergurau yang terdapat dalam Shahih Bukhori No. 5664

ِ ٍ ِ ِ‫ال مَس‬
ُ‫س بْ َن َمال ك َرض َي اللَّهُ َعْن ه‬ َ ‫ن‬
ََ‫أ‬ ‫ت‬
ُ ‫ع‬ْ َ َ‫اح ق‬ َّ ‫آد ُم َح َّد َثنَا ُش ْعبَةُ َح َّد َثنَا أَبُ و‬
ِ َّ‫التي‬ َ ‫َح َّد َثنَا‬
ٍ‫صغِ ٍري يَا أَبَا ُعمرْي‬ ‫يِل‬ ‫َخ‬
ٍ ‫ول أِل‬
َ ‫ق‬ُ ‫ي‬ ‫ىَّت‬‫ح‬ ‫ا‬ ‫ن‬ُ‫ط‬ِ‫ول إِ ْن َكا َن النَّيِب صلَّى اللَّه علَي ِه وسلَّم لَيخال‬ ُ ‫َي ُق‬
َ َ َ َ َ َُ َ َ َ َْ ُ َ ُّ
‫َما َف َع َل النُّغَْي ُر‬
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Adam telah menceritakan kepada kami Syu'bah telah
menceritakan kepada kami Abu At Tayyah dia berkata; saya mendengar Anas bin Malik
radliallahu 'anhu berkata; "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam biasa bergaul dengan kami,
hingga beliau bersabda kepada saudaraku yang kecil: "Wahai Abu Umair, apa yang
dilakukan oleh Nughair (nama burung)?"

1. Kritik Historis/Sanad
Kritik sanad yaitu melakukan penelitian terhadap orang yang meriwayatkan
hadits. Dalam penelitian sanad, yang diteliti adalah kualitas pribadi dan kapasitas
intelektual para periwayat yang terlibat pada sanad.2
Berikut adalah urutan rawi dari hadist tersebut.
Anas bin Malik bin An Nadlir bin Dlamdlom
bin Zaid bin Haram

Yazid bin Humaid

Syu’bah bin Al Hajjaj bin Al Warad

Adam bin Abu Iyas

2
M. Syuhudi Ismail, Metodelogi Penelitan Hadits Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), 30.
Untuk melakukan kritik historis/sanad, harus terlebih dahulu mengetahui biografi
dan hubungan antar periwayat dari hadits tersebut, yaitu sebagai berikut.

Anas bin Malik

Nama Lengkap Anas bin Malik bin An Nadlir bin Dlamdlom bin Zaid bin
Haram
Kalangan Shahabat
Kuniyah Abu Hamzah
Negeri Hidup Bashrah
Tahun Lahir 10 tahun sebelum hijriyah
Tahun Wafat 91 H
Komentar  Ibnu Hajar al ‘Asqalani : Shahabat
Ulama’

Yazid bin Humaid

Nama Lengkap Yazid bin Humaid


Kalangan Tabi’in Kalangan Biasa
Kuniyah Abu At Tayyah
Negeri Hidup Bashrah
Tahun Lahir 5H
Tahun Wafat 128 H
Komentar  Ahmad bin Hambal : Tsiqah tsabat
Ulama’  Yahya bin Ma’in : Tsiqah
 Abu Zur’ah : Tsiqoh
 An Nasa’i : Tsiqah
 Ibnul Madini : Ma’ruf
 Abul Hatim : Shalih
 Ibnu Hibban : disebutkan dalam ats tsiqaat
 Ibnu Sa’d : Tsiqah
 Ibnu Hajar al ‘Asqalani : Tsiqah tsabat
 Adz Dzahabi : Tsiqah ahli ibadah
Syu’bah bin Al Hajjaj bin Al Warad

Nama Lengkap Syu’bah bin Al Hajjaj bin Al Warad

Kalangan Tabi’ut Tabi’in kalangan tua


Kuniyah Abu Bishtam
Negeri Hidup Bashrah
Tahun Lahir 85 H
Tahun Wafat 160 H
Komentar  Al ‘Ajli : Tsiqah tsabat
Ulama’  Ibnu Sa’d : Tsiqah ma’mun
 Abu Daud : tidak ada yang lebih baik haditsnya dari
padanya
 Ats Tsauri : Amirul mukminin fil hadits
 Ibnu Hajar al Atsqalani : Tsiqah hafidz
 Adz Dzahabi : Tsabat hujjah

Adam bin Abu Iyas

Nama Lengkap Adam bin Abu Iyas

Kalangan Tabi’ut Tabi’in kalangan biasa


Kuniyah Abu Al Hasan
Negeri Hidup Baghdad
Tahun Lahir 132 H / 749 M
Tahun Wafat 220 H
Komentar  Ibnu Hajar al ‘Asqalani : Tsiqah ahli ibadah
Ulama’  Abu Daud : Tsiqah
 An Nasa’I : la ba’sa bih
 Abu Hatim : Tsiqah terpercaya ahli ibadah, termasuk
hamba-hamba Allah yang terpercaya
 Al ‘Ajli : Tsiqah
 Ibnu Hibban : Tsiqah
2. Kritik Eidetis
a. Analisis Linguistik
Kajian linguistik atau bahasa adalah suatu pendekatan yang cenderung
mengandalkan bahasa dalam memahami hadits Nabi SAW. Dalam kajian linguistik
hadits tentang sumber pendidikan tersebut, peneliti menggunakan lafadz:

‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ ٍ ِ‫مَسِ عت أَنَسً بن مال‬


ُ ‫ك َر ِض َي اللَّهُ َعْن هُ َي ُق‬
َ ُّ ‫ول إِ ْن َك ا َن النَّيِب‬ َ َْ ُ ْ
‫صغِ ٍري يَا أَبَا عُ َمرْيٍ َما َف َع َل النُّغَْي ُر‬
َ ‫َخ يِل‬ َ ‫لَيُ َخالِطُنَا َحىَّت َي ُق‬
ٍ ‫ول أِل‬
‫ت‬ ِ
ُ ‫ مَس ْع‬merupakan susunan fi’il+fa’il, fa’ilnya berupa dlamir rafa’ mutaharrik
(dibaca hidup) yaitu dlamir ‫ت‬. ُ Lafadz ً‫ أَنَس‬dibaca nasab dengan alamat fathah
karena berupa isim mufrad, dan menjadi maf’ul bih dari lafadz ‫ت‬ ِ
ُ ‫مَس ْع‬. Lafadz ‫بْ َن‬
‫ك‬ ٍ ِ‫ مال‬dibaca nasab karena menjadi sifat dari ً‫أَنَس‬. Lafadz ‫ر ِض ي اللَّه َعْن ه‬
َ ُ ُ َ َ
merupakan ‫ائَي ة‬ ِ ‫( ُجمَْل ة دَُع‬kalimat do’a). Lafadz ‫ول‬ ُ ‫ َي ُق‬merupakan fi’il mudlori’
yang dibaca rafa’, karena tidak ada ‘amil yang menasabkan ataupun mejazmkan,
fa’ilnya kembali ke ‫ إِ ْن‬.‫س‬َ َ‫ أَن‬merukakan ‫( زائدة‬tambahan). ‫ َك ا َن‬merupakan fi’il
madly yang beramal ‫خَب ر‬ ُ ِ‫ َتْرفَ ُع الِْاسَْم َوَتْنص‬. Lafadz ُّ ‫ النَّيِب‬dibaca rafa’ dan
َ ْ‫ب ال‬
َ ‫ َك ا‬. Huruf lam pada lafadz ‫ لَيُ َخالِطُنَا‬merupakan lam ibtida’,
menjadi fa’ilnya ‫ن‬
yaitu digunakan untuk menguatkan kalam, lam ibtida’ merupakan perabot taukid.
Lafadz ‫ خُيَالِطُنَا‬merupakan khabarnya ‫ َك ا َن‬, tetapi yang menjadi khabar itu
jumlahnya lafadz ‫ خُيَالِطُنَا‬dan fa’il kembali kepada ُّ ‫ النَّيِب‬, maka yang dibaca nasab

adalah ‫ حمال‬nya jumlah. ‫ نَا‬menjadi khabarnya ‫ن‬ َ ‫ َك ا‬dibaca nasab dan menjadi
maf’ul bih. ‫َخ‬ ٍ ‫ أِل‬merupakan susunan jar majrur, dimana ‫ ل‬menjadi jar dan ‫أَخ‬
menjadi majrurnya. ‫ يِل‬juga merupakan susunan jar majrur, dimana ‫ ل‬menjadi jar

dan ya’ mutakallim menjadi majrurnya. ‫ري‬ ٍ ِ‫صغ‬


َ dibaca jar, karena menjadi sifat dari
lafadz ‫ يَا‬.‫ أَخ‬merupakan huruf nida’. ٍ‫ أَبَا عُ َمرْي‬menjadi munada, karena lafadz ‫أَبَا‬
di mudhofkan terhadap lafadz ‫ عُمرْي‬maka lafadz ٍ‫ أَبا عُمرْي‬merupakan munada yang
َ َ َ
wajib di baca nasab. ‫ ما‬istifham, menjadi maf’ul yang didahulukan. ‫ َفعل‬fi’il madli
َ ََ
tsulasi mujarrod yang mabni fathah. ‫ النُّغَْير‬menjadi fa’il, dibaca rafa’ dengan alamat
ُ
dlummah karena isim mufrod.

b. Analisis Tematis Komprehensif


Kajian tematik komprehensif yakni mempertimbangkan hadis-hadis lain yang
memiliki tema yang relevan dengan tema hadis yang bersangkutan, dalam rangka
mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif. Berikut hadis penguat Shahih
Bukhori no. 5664:
1) Musnad Ahmad no. 13557

ِ ُ ‫ال َكا َن رس‬


‫صلَّى‬َ ‫ول اللَّه‬ َُ َ َ‫س ق‬ ٍ َ‫ت َع ْن أَن‬ ٌ ِ‫اد َح َّدثَنَا ثَاب‬ٌ َّ‫َح َّدثَنَا َع َّفا ُن َح َّدثَنَا مَح‬
‫ب بِ ِه‬ُ ‫ص غريٌ َو َك ا َن لَ هُ نُغَْي ٌر َي ْل َع‬
ِ ‫اللَّه علَي ِه وس لَّم ي ْدخل علَينَ ا و َك ا َن يِل أَخ‬
َ ٌ َ َْ ُُ َ َ َ َ َْ ُ
ِ ِ ِ‫فَم ات نُغَ ره الَّ ِذي َك ا َن يْلعب ب‬
‫ات‬َ ‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم َذ‬ َ ُّ ‫يِب‬َّ
‫ن‬ ‫ال‬ ‫ل‬
َ ‫خ‬
َ ‫د‬
َ ‫ف‬
َ ‫ه‬ ُ ََ ُُ َ َ
‫ات نُغَ ُرهُ الَّ ِذي‬ َ ‫ال لَهُ َم ا َش أْ ُن أَيِب عُ َمرْيٍ َح ِزينً ا َف َق الُوا َم‬ َ ‫َي ْوٍم َف َرآهُ َح ِزينً ا َف َق‬
‫ال أَبَا عُ َمرْيٍ َما َف َع َل النُّغَْيُر‬ َ ‫ول اللَّ ِه َف َق‬
َ ‫ب بِِه يَا َر ُس‬ ُ ‫َكا َن َيْل َع‬
2) Musnad Ahmad no. 13444

‫يد بْ ُن َع ِام ٍر َح َّدثَنَا ُش ْعبَةُ َع ْن َقتَ َاد َة َع ْن‬ ُ ِ‫َح َّدثَنَا حُمَ َّم ُد بْ ُن بَ َّش ا ٍر َح َّدثَنَا َس ع‬
ِ ِ ِ ِ ُ ‫ال إِ ْن َك ا َن رس‬
ُ‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم لَيُاَل ط ُفنَ ا َكث ًريا َحىَّت إِنَّه‬ َ ‫ول اللَّه‬ َُ َ َ‫س ق‬ ٍ َ‫أَن‬
‫صغِ ٍري يَا أَبَا عُ َمرْيٍ َما َف َع َل النُّغَْي ُر‬
َ ‫َخ يِل‬ ٍ ‫ال أِل‬ َ َ‫ق‬
3) Musnad Ahmad no. 12847
‫س ب ِن مالِ ٍ‬ ‫ٍِ‬ ‫ِ‬
‫ال َك ا َن ابْ ٌن‬ ‫ك قَ َ‬ ‫َح َّدثَنَا َهاش ٌم َح َّدثَنَا ُس لَْي َما ُن َع ْن ثَ ابت َع ْن أَنَ ِ ْ َ‬
‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم يَ ا أَبَ ا‬ ‫ال رس ُ ِ‬
‫ول اللَّه َ‬
‫أِل َيِب طَْلح ةَ لَ ه نُغَ ر ي ْلع ِ ِ‬
‫ب ب ه َف َق َ َ ُ‬ ‫َ ُ ٌََ ُ‬
‫عُ َمرْيٍ َما َف َع َل النُّغَْي ُر‬
‫‪4) Musnad Ahmad no. 12604‬‬

‫ال لَ هُ أَبُو‬‫صغِ ًريا َكا َن يُ َق ُ‬ ‫س أ َّ أِل‬


‫َن ْابنًا ُِّم ُسلَْي ٍم َ‬ ‫َخَبَرنَا مُحَْي ٌد َع ْن أَنَ ٍ‬ ‫َح َّد َثنَا يَِز ُ‬
‫يد أ ْ‬
‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم إِ َذا َد َخ َل َعلَْي ِه‬ ‫عم ٍ و َكا َن لَه نُغَي ر و َك ا َن رس ُ ِ‬
‫ول اللَّه َ‬ ‫َُ‬ ‫ُ ٌْ َ‬ ‫ُ َ رْي َ‬
‫ال أَيِب عم ٍ قَالُوا ي ا رس َ ِ‬
‫ول اللَّه َم َ‬
‫ات نُغَْي ُرهُ‬ ‫َ َُ‬ ‫ال َم ا بَ ُ ُ َ رْي‬ ‫اح َكهُ َف َرآهُ َح ِزينً ا َف َق َ‬‫ض َ‬ ‫َ‬
‫ول يَا أَبَا عُ َمرْيٍ َما َف َع َل النُّغَْي ُر‬ ‫ال فَ َج َع َل َي ُق ُ‬‫قَ َ‬
‫‪5) Musnad Ahmad no. 12292‬‬

‫ك‬‫اح أَنَّه مَسِ ع أَنَس بن مالِ ٍ‬ ‫َح َّد َثنَا حُمَ َّم ُد بْ ُن َج ْع َف ٍر َح َّد َثنَا ُش ْعبَةُ َع ْن أَيِب َّ‬
‫التيَّ ِ ُ َ َ ْ َ َ‬
‫ول أِل ٍ‬
‫َخ‬ ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم خُيَالِطُنَ ا َحىَّت إِ ْن َك ا َن لََي ُق ُ‬ ‫ال َكا َن رس ُ ِ‬
‫ول اللَّه َ‬ ‫َُ‬ ‫قَ َ‬
‫ض ْحنَا لَ هُ‬‫الص اَل ةُ نَ َ‬
‫ت َّ‬ ‫ال َو َك ا َن إِ َذا َح َ‬
‫ض َر ْ‬ ‫يِل يَ ا أَبَ ا عُ َمرْيٍ َم ا َف َع َل النُّغَْي ُر قَ َ‬
‫اح َب ْع َد َما َكرِب َ قَ َ‬ ‫طَر َ ٍ‬
‫ال‬ ‫ال ُش ْعبَةُ مُثَّ إِ َّن أَبَا َّ‬
‫التيَّ ِ‬ ‫ص َّفنَا َخ ْل َفهُ قَ َ‬ ‫ف بِ َساط مُثَّ أ ََّمنَا َو َ‬ ‫َ‬
‫صلَّى َومَلْ َي ُق ْل َ‬
‫ص َّفنَا َخ ْل َفهُ َواَل أ ََّمنَا‬ ‫مُثَّ قَ َام فَ َ‬
‫‪6) Musnad Ahmad no. 11754‬‬

‫ول‬
‫ك َي ُق ُ‬ ‫ال مَسِ عت أَنَس بن مالِ ٍ‬ ‫َح َّدثَنَا َوكِي ٌع َح َّدثَنَا ُش ْعبَةُ َع ْن أَيِب َّ‬
‫اح قَ َ ْ ُ َ ْ َ َ‬ ‫التيَّ ِ‬
‫ص غِ ٍري يَا‬
‫َخ يِل َ‬ ‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم خُيَالِطُنَ ا َحىَّت َي ُق َ‬
‫ول أِل ٍ‬ ‫َك ا َن رس ُ ِ‬
‫ول اللَّه َ‬ ‫َُ‬
‫صلَّى‬ ‫ال ونُ ِ‬
‫ض َح بِ َسا ٌط لَنَا قَ َ‬ ‫أَبا عم ٍ ما َفعل النُّغَير طَائِر َكا َن ي ْلع ِِ‬
‫ال فَ َ‬ ‫ب به قَ َ َ‬ ‫ََ ُ‬ ‫َ ُ َ رْي َ َ َ ْ ُ ٌ‬
‫ِ‬
‫ص َّفنَا َخ ْل َفهُ‬
‫َعلَْيه َو َ‬
‫‪7) Musnad Ahmad no. 11694‬‬
‫ال لَ هُ أَبُو عُمرْيٍ‬
‫ُ‬ ‫ق‬
‫َ‬ ‫ي‬ ‫ن‬ ‫اب‬ ‫ة‬
‫َ‬ ‫ح‬ ‫ل‬
‫ْ‬ ‫ط‬
‫َ‬ ‫يِب‬
‫َ‬ ‫ال َك ا َن أِل‬
‫َ‬ ‫ق‬
‫َ‬ ‫ٍ‬
‫س‬ ‫ن‬
‫َ‬‫َ‬‫أ‬ ‫ن‬ ‫ع‬ ‫ح َّدثَنا حَي عن مُح ي ٍ‬
‫د‬
‫َ‬ ‫ُ‬ ‫ٌ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫َ َ ْىَي َ ْ َْ‬
‫ال يَا أَبَا عُمرْيٍ‬
‫ال َفَرآهُ َح ِزينًا َف َق َ‬
‫اح ُكهُ قَ َ‬ ‫و َكا َن النَّيِب صلَّى اللَّه علَي ِه وسلَّم يض ِ‬
‫َ‬ ‫ُ َْ َ َ َ َُ‬ ‫ُّ َ‬ ‫َ‬
‫َما َف َع َل النُّغَْي ُر‬
‫‪8) Shahih Bukhari no. 5735‬‬

‫اح َع ْن أَنَ ٍ‬ ‫ث َع ْن أَيِب َّ‬ ‫َّد ح َّد َثنَا عب ُد الْ وا ِر ِ‬


‫ال َك ا َن النَّيِب ُّ‬ ‫س قَ َ‬ ‫التيَّ ِ‬ ‫َْ َ‬ ‫َح َّد َثنَا ُم َس د ٌ َ‬
‫ال لَ هُ أَبُ و عُمرْيٍ‬ ‫ِ‬
‫َ‬ ‫َّاس ُخلًُق ا َو َك ا َن يِل أ ٌ‬
‫َخ يُ َق ُ‬ ‫َح َس َن الن ِ‬ ‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم أ ْ‬
‫َ‬
‫ال يَا أَبَا عُ َمرْيٍ َم ا َف َع َل النُّغَْي ُر نُغَ ٌر َك ا َن‬ ‫يم ا َو َك ا َن إِ َذا َج اءَ قَ َ‬ ‫ال أ ِ ِ‬
‫َحس بُهُ فَط ً‬ ‫قَ َ ْ‬
‫س‬ ‫ن‬ ‫ك‬
‫ْ‬ ‫ي‬ ‫ف‬
‫َ‬ ‫ه‬ ‫ت‬ ‫حَت‬ ‫ي‬ ‫اط الَّ ِ‬
‫ذ‬ ‫ي ْلعب بِِه َفرمَّبَا حضر الصَّاَل َة وهو يِف بيتِنَا َفيأْمر بِالْبِس ِ‬
‫ُ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫َ ُ َ َْ َ ُ ُ َ‬ ‫َ َ ُ ُ َ ََ‬
‫صلِّي بِنَا‬‫وم َخ ْل َفهُ َفيُ َ‬
‫وم َو َن ُق ُ‬ ‫ض ُح مُثَّ َي ُق ُ‬
‫َويُْن َ‬
‫‪9) Sunan Ibnu Majah no. 3730‬‬

‫ِ‬
‫س‬‫اح َع ْن أَنَ ٍ‬ ‫يع َع ْن ُش ْعبَةَ َع ْن أَيِب َّ‬
‫التيَّ ِ‬ ‫َح َّدثَنَا أَبُو بَ ْك ِر بْ ُن أَيِب َش ْيبَةَ َح َّدثَنَا َوك ٌ‬
‫صغِ ًريا يَا أَبَا‬
‫َخ يِل َو َكا َن َ‬ ‫ول أِل ٍ‬ ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم يَأْتِينَا َفَي ُق ُ‬
‫ال َكا َن النَّيِب ُّ َ‬ ‫قَ َ‬
‫عُمرْيٍ‬
‫َ‬
‫‪10) Sunan Ibnu Majah no. 3710‬‬

‫س‬ ‫ن‬
‫َ‬‫َ‬‫أ‬ ‫ت‬ ‫ع‬ ‫ال مَسِ‬
‫َ‬ ‫ق‬
‫َ‬ ‫اح‬‫ِ‬ ‫ي‬
‫َّ‬ ‫الت‬
‫َّ‬ ‫يع َع ْن ُش ْعبَةَ َع ْن أَيِب‬ ‫ح َّدثَنَا علِي بن حُم َّم ٍد ح َّدثَنَا وكِ‬
‫َ‬ ‫ُ‬ ‫ْ‬ ‫ٌ‬ ‫َ َ ُّ ْ ُ َ َ َ‬
‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم خُيَالِطُنَ ا َحىَّت َي ُق َ‬
‫ول‬ ‫ول َك ا َن رس ُ ِ‬
‫ول اللَّه َ‬ ‫َُ‬
‫بن مالِ ٍ‬
‫ك َي ُق ُ‬ ‫َْ َ‬
‫ب بِِه‬ ‫يع َي ْعيِن طَْيًرا َكا َن َي ْل َع ُ‬
‫َخ يِل صغِ ٍري يا أَبا عم ٍ ما َفعل النُّغَير قَ َ ِ‬
‫ال َوك ٌ‬ ‫َ َ َ ُ َ رْي َ َ َ ْ ُ‬ ‫أِل ٍ‬
‫‪11) Shahih Muslim no. 4003‬‬

‫ث َح َّد َثنَا أَبُ و‬‫الربِي ِع س لَيما ُن بن داود الْعتَ ِكي ح َّد َثنَا عب ُد الْ وا ِر ِ‬
‫َْ َ‬ ‫َح َّد َثنَا أَبُ و َّ ُ ْ َ ْ ُ َ ُ َ َ ُّ َ‬
‫ظ لَهُ َح َّدثَنَا‬ ‫وخ َواللَّ ْف ُ‬
‫ك ح و َح َّدثَنَا َشْيبَا ُن بْ ُن َف ُّر َ‬‫اح ح َّدثَنَا أَنَس بن مالِ ٍ‬
‫ُ ُْ َ‬ ‫التيَّ ِ َ‬‫َّ‬
‫ص لَّى‬ ‫ال َك ا َن رس ُ ِ‬ ‫س ب ِن مالِ ٍ‬ ‫عب ُد الْ وا ِر ِ‬
‫ول اللَّه َ‬ ‫َُ‬ ‫ك قَ َ‬ ‫اح َع ْن أَنَ ِ ْ َ‬ ‫ث َع ْن أَيِب َّ‬
‫التيَّ ِ‬ ‫َْ َ‬
‫ال لَ هُ أَبُ و عُ َمرْيٍ قَ َ‬ ‫ِ‬
‫ال‬ ‫َّاس ُخلًُق ا َو َك ا َن يِل أ ٌ‬
‫َخ يُ َق ُ‬ ‫اللَّهُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم أ ْ‬
‫َح َس َن الن ِ‬
‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ ‫ال فَ َكا َن إِذَا جاء رس ُ ِ‬
‫ول اللَّه َ‬ ‫َ ََُ‬ ‫يما قَ َ‬ ‫ً‬ ‫ط‬‫ال َكا َن فَ ِ‬ ‫َ‬ ‫ق‬
‫َ‬ ‫ه‬
‫ُ‬ ‫ب‬
‫ُ‬
‫أَح ِ‬
‫س‬ ‫ْ‬
‫ب بِِه‬ ‫ال أَبَا عُ َمرْيٍ َما َف َع َل النُّغَْي ُر قَ َ‬
‫ال فَ َكا َن َي ْل َع ُ‬ ‫َفَرآهُ قَ َ‬
‫‪12) Sunan Tirmidzi no. 1912‬‬

‫َّ ِ ِ ِ‬ ‫يِف‬ ‫َح َّدثَنَا َعْب ُد اللَّ ِه بْ ُن الْ َو َّ‬


‫يس َع ْن ُش ْعبَةَ‬ ‫اح الْ ُك و ُّ َح َّدثَنَا َعْب ُد الله بْ ُن إ ْدر َ‬ ‫ض ِ‬
‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم لَيُ َخالِطُنَ ا‬ ‫ال إِ َّن رس َ ِ‬
‫ول اللَّه َ‬ ‫س قَ َ َ ُ‬ ‫اح َع ْن أَنَ ٍ‬ ‫َع ْن أَيِب َّ‬
‫التيَّ ِ‬
‫ص غِ ٍري يَ ا أَبَ ا عُ َمرْيٍ َم ا َف َع َل النُّغَْي ُر َح َّدثَنَا َهن ٌ‬
‫َّاد‬ ‫َخ يِل َ‬ ‫ول أِل ٍ‬‫َحىَّت إِ ْن َك ا َن لََي ُق ُ‬
‫اح امْسُهُ يَِز ُ‬ ‫اح َع ْن أَنَ ٍ‬ ‫يع َع ْن ُش ْعبَةَ َع ْن أَيِب َّ‬ ‫ِ‬
‫يد‬ ‫التيَّ ِ‬
‫س حَنْ َوهُ َوأَبُو َّ‬ ‫التيَّ ِ‬ ‫َح َّد َثنَا َوك ٌ‬
‫يح‬ ‫يث حسن ِ‬ ‫ِ‬ ‫ال أَبو ِ‬ ‫بن مُح ي ٍد الضُّبعِ‬
‫صح ٌ‬ ‫يسى َه َذا َحد ٌ َ َ ٌ َ‬ ‫َ‬ ‫ع‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫ق‬
‫َ‬ ‫ي‬
‫ُّ‬ ‫َ‬ ‫ْ ُ َْ‬
‫‪13) Sunan Tirmidzi no. 305‬‬

‫اح الضُّبعِي قَال مَسِ‬ ‫يع َع ْن ُش ْعبَةَ َع ْن أَيِب‬ ‫َّاد ح َّد َثنَا وكِ‬
‫س‬ ‫َ‬ ‫ن‬
‫َ‬‫َ‬‫أ‬ ‫ت‬
‫ُ‬ ‫ع‬‫ْ‬ ‫ِّ‬ ‫َ‬ ‫ِ‬ ‫ي‬
‫َّ‬ ‫الت‬
‫َّ‬ ‫ٌ‬ ‫َح َّد َثنَا َهن ٌ َ َ‬
‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم خُيَالِطُنَ ا َحىَّت إِ ْن َك ا َن‬ ‫َ‬ ‫ه‬‫ول اللَّ ِ‬
‫ُ‬ ‫س‬
‫َُ‬‫ر‬ ‫ن‬‫َ‬ ‫ا‬ ‫ك‬‫َ‬ ‫ول‬
‫ُ‬ ‫ق‬
‫ُ‬ ‫ي‬ ‫بن مالِ ٍ‬
‫ك‬
‫َْ َ َ‬
‫َخ يِل صغِ ٍري يا أَبا عم ٍ م ا َفع ل النُّغَي ر قَ َ ِ‬ ‫ول أِل ٍ‬
‫ص لَّى‬ ‫ال َونُض َح بِ َس ا ٌط لَنَ ا فَ َ‬ ‫َ َ َ ُ َ رْي َ َ َ ْ ُ‬ ‫َي ُق ُ‬
‫س َح ِد ٌ‬
‫يث‬ ‫يث أَنَ ٍ‬ ‫ِ‬
‫يس ى َح د ُ‬ ‫ِ‬
‫ال أَبُ و ع َ‬ ‫اس قَ َ‬ ‫ال َويِف الْبَ اب َع ْن ابْ ِن َعبَّ ٍ‬ ‫َعلَْي ِه قَ َ‬
‫َص ح ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫حس ن ِ‬
‫اب النَّيِب ِّ‬ ‫يح َوالْ َع َم ُل َعلَى َه َذا عْن َد أَ ْكثَ ِر أ َْه ِل الْع ْل ِم م ْن أ ْ َ‬ ‫صح ٌ‬ ‫ٌََ َ‬
‫اط َوالطُّْن ُف َس ِة‬ ‫ص لَّى اللَّه علَي ِه وس لَّم ومن بع َدهم مَل ي روا بِالصَّاَل ِة علَى الْبِس ِ‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫ُ َ ْ َ َ َ َ َ ْ َْ ُ ْ ْ ََ ْ‬ ‫َ‬
‫يد بْ ُن مُحَْي ٍد‬
‫اح يَِز ُ‬ ‫اس ُم أَيِب َّ‬
‫التيَّ ِ‬ ‫بَأْ ًسا َوبِِه َي ُق ُ‬
‫ول أَمْح َ ُد َوإِ ْس َح ُق َو ْ‬
‫‪c. Analisis Konfirmatif‬‬
‫‪Kajian konfirmatif yaitu makna yang telah diperoleh untuk selanjutnya‬‬
‫‪dilakukan konfirmasi dengan petunjuk-petunjuk yang terdapat dalam Al-Qur’an‬‬
‫‪sebagai sumber ajaran tertinggi. Berikut ayat dalam Al-Qur’an yang memiliki‬‬
‫‪makna dengan hadis tersebut:‬‬
‫‪1) Q.S. Al-Kahfi ayat 77‬‬
‫ضِّي ُفومُهَا َف َو َج َدا فِ َيها‬ ٍ ٓ
ْ ‫فَٱنطَلَ َقا َحىَّت ٰى إِذَٓا أََتيَٓا أ َْه َل َق ْريَة‬
َ ُ‫ٱستَطْ َع َمٓا أ َْهلَ َها فَأ ََب ْو ۟ا أَن ي‬
‫َجًرا‬ ِ
ْ ‫ت َعلَْيه أ‬ َ ‫َّخ ْذ‬
َ ‫ت لَت‬
ِ َ َ‫ض فَأَقَامهۥ ۖ ق‬
َ ‫ال لَ ْو شْئ‬ ُ َ َّ ‫يد أَن يَن َق‬ ُ ‫ِج َد ًارا يُِر‬
Artinya: “Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada
penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi
penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya
mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr
menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau kamu mau, niscaya kamu
mengambil upah untuk itu".

Alasan mengambil ayat al-qur’an diatas karena kesamaan antara ayat ‫ِج َد ًارا‬

ُ‫ض فَأَقَ َامه‬ ُ ‫ يُِر‬dengan matan hadits ‫ما َف َع َل النُّغَْي ُر‬.


َّ ‫يد أَن يَن َق‬ َ Burung dan tembok
tersebut seolah-olah diberi sifat manusia, dimana burung diberi sifat fa’ala yang
mempunyai faidah disengaja dan tembok yang seperti menginginkan roboh.

d. Analisis Realitas Historis


Pada kajian ini mengarah pada asbabul wurud hadis. Asbab wurud al-hadits
adalah konteks historisitas, baik berupa peristiwa-peristiwa atau pertanyaan-
pertanyaan yang lainnya yang terjadi pada saat hadis tersebut disabdakan oleh Nabi
saw.3
Adapun asbabul wurud dari hadits ini adalah ketika anak laki-laki kecil dari
Ummu Sulaim yang biasa dipanggil dengan Abu 'Umair memiliki burung kecil.
rasulullah shallahu'alaihi wasallam jika menemuinya, beliau menghiburnya agar
bisa tertawa. Tatkala rasul melihatnya sedih, maka (rasulullah Shallahu'alaihi
wasallam) bertanya, "Apa yang terjadi padamu hai Abu 'Umair?". Para sahabat
menyela, wahai rasulullah, burung kecilnya mati!. (rasulullah shallahu'alaihi

3
Muhammad Ali, ‘’Asbab Wurud Al-Hadits’’ Tahdis 6, no. 2 (2015) : 87.
wasallam) bertanya, "Wahai Abu Umair, apa yang telah dilakukan burung kecilmu
itu."

e. Analisis Generalisasi
Analisis generalisasi yaitu menangkap makna universal yang tercakup dalam
hadist yang merupakan inti dari esensi hadits tersebut.

Berdasarkan hadits tersebut Rasulullah telah bersenda gurau terhadap


seorang anak kecil tentang an-nughair, yaitu nama burung kesayangannya
seandainya pergi atau mati dari dirinya. Itulah bentuk gurauan Rasulullah saw yang
menjadi pelajaran bagi kita sebagai seorang pendidik. Hal tersebut mengajarkan
agar tidak terlalu cinta dengan makhluk yang memang menjadi kesayangannya,
diguraukan dengan sesuatu yang memang belum terjadi, dan akan terjadi, sehingga
siap ketika waktunya datang.

Senda gurau atau humor ala Rasulullah saw adalah sesuatu yang benar
bukan dibuat buat atau bukan pembohongan yang besar. Kita dapat lihat dari hadits
tersebut bahwa gurauannya adalah bagaimana jika anak burung yang sedang
dimainkan oleh Abu Umair itu mati.

Burung merupakan suatu makhluk yang pasti juga akan mengalami


kematian. Inilah gurauan yang memang akan terwujud, bukan suatu kebohongan
sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan para pelawak.

Humor atau gurauan juga bukan suatu aib orang lain yang perlu disebarkan.
Karena itu bagian dari menyebarkan aib orang lain yang dilarang oleh agama.
Tetapi gurauan adalah sesuatu yang nyata, bukan aib orang lain, bukan pula
kebohongan tetapi suatu yang wajar yang membuat orang lain merasa bahwa itu
adalah gurauan yang mungkin terjadi.

Senda gurau ini sangat baik digunakan oleh para guru dan orang tua ketika
kejenuhan dan kebosanan telah menghinggap dalam diri peserta didik. Rasa jenuh
menurunkan tingkat konsentrasi mereka, karena itu, pendidik harus pandai
membawa proses pembelajaran menjadi menyenangkan dengan memberikan
gurauan kepada peserta didik.

3. Kritik Praksis
Kritik praksis yaitu kritik yang mengaitkan makna hadist yang diperoleh dari
proses generalisasi ke dalam realitas yang ada sekarang ini.
Pada intinya, salah satu metode yang dapat diterapkan oleh guru dalam
menyanyangi semua siswanya adalah dengan berbaur dan berbgurau dengan siswa
kita. Tetapi dengan gurauan yang mendidik dan membangun, agar siswa tidak bosan
dan pembelajaran menjadi menyenangkan.
C. KESIMPULAN

Senda gurau atau humor ala Rasulullah saw adalah sesuatu yang benar bukan
dibuat buat atau bukan pembohongan yang besar. Kita dapat lihat dari hadits tersebut
bahwa gurauannya adalah bagaimana jika anak burung yang sedang dimainkan oleh
Abu Umair itu mati.

Senda gurau ini sangat baik digunakan oleh para guru dan orang tua ketika
kejenuhan dan kebosanan telah menghinggap dalam diri peserta didik. Rasa jenuh
menurunkan tingkat konsentrasi mereka, karena itu, pendidik harus pandai membawa
proses pembelajaran menjadi menyenangkan dengan memberikan gurauan kepada
peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. “Asbab Wurud Al-Hadits’’ Tahdis 6, no. 2 (2015).

Fuadi, Kholid. “Kritik Matan Hadis dan Urgensinya.” Academia, diakses pada 13 Juni,
2019.
https://www.academia.edu/31065857/KRITIK_MATAN_HADIS_DAN_URGENSI
NYA
Ismail,M. Syuhudi. Metodelogi Penelitan Hadits Nabi . Jakarta: Bulan Bintang, 1992.

Anda mungkin juga menyukai