Anda di halaman 1dari 10

Etnomathematics Learning Berbasis Intuitif thingking pada permainan Matchpolly

dalam menurunkan kecemasan matematika di era globalisasi


Oleh : Siti Ghoyatul Muna, Tadris Matematika IAIN Kudus,
ghoyatulmua67@gmail.com

Pembelajaran matematika menjadi salah satu pembelajaran yang dapat melatih


dan mengembangkan kemampuan berpikir matematis yakni berfikir secara sistematis,
logis, kritis dan kreatif. Sebagaimana dalam Permendiknas No 22 Tahun 2006 bahwa
matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi
modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan kemampuan
berpikir manusia (Depdiknas, 2006). Adapun Depdiknas (2006, p.140) telah
menetapkan tujuan pembelajaran matematika untuk satuan pendidikan dasar dan
menengah adalah agar siswa memiliki kemampuan (1) Memahami konsep matematika,
menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma,
secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah, (2) Menggunakan
penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3)
Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang
model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yangdiperoleh, (4)
Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau masalah, dan (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan
masalah.
Pembelajaran matematika yang dilaksanakan di sekolah saat ini masih belum
menunjukkan tercapainya tujuan pembelajaran matematika secara maksimal.
Berdasarkan hasil survei TIMSS dan PISA menunjukkan bahwa kemampuan siswa
Indonesia dalam pembelajaran matematika masih sangat jauh dari rata-rata
internasional. Sementara itu studi tiga (3) tahunan PISA, yang diselenggarakan oleh
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) sebuah badan PBB
yang berkedudukan di Paris, bertujuan untuk mengetahui literasi matematika peserta
didik.Fokus studi PISA adalah kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi dan
memahami serta menggunakan dasar-dasar matematika yang diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari. Studi yang dilakukan mulai tahun 2000 menempatkan Indonesia
pada posisi 39 dari 41 negara, tahun 2003 pada posisi 38 dari 40 negara, tahun 2006
pada posisi 50 dari 57 negara, tahun 2009 pada posisi 61 dari 65 negara, tahun 2012
pada posisi 64 dari 65 negara, dan yang terakhir tahun 2015 pada posisi 62 dari 70
negara (PISA, 2015).
Hal tersebut terjadi karena kurangnya minata siswa untuk belajar dan
mengambangkan matematika dimana mereka berangggapan jika berbicara mengenai
pembelajaran matematika di sekolah tidak terlepas dari masalah atau problem yang
terdapat di dalamnya. Selain itu matematika sering dikeluhkan sebagai bidang studi
yang sulit dan membosankan siswa karena diajarkan dengan metode yang monoton,
dimana guru menerangkan materi sementara siswanya hanya mencatat, sehingga nilai
matematika siswa rendah dibanding nilai pelajaran lain. Salah satu faktor rendahnya
hasil belajar siswa, bukan semata-mata karena materi yang sulit, namun terlebih
disebabkan oleh proses pembelajaran yang dilaksanakan.
Apalagi Indonesia memasuki era globalisasi dimana perkembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi sangat pesat terutama dalam bidang informasi, begitu
cepatnya sehingga informasi yang terjadi di dunia dapat kita ketahui dengan cepat yang
mengakibatkan tidak ada batas waktu dan tempat tinggal di negara manapun. Bahkan
saat ini Indonesia sudah memasuki era industri 4.0 yaitu berbasis cyber atau komputer
dimana mengalami perkembangan di berbagai bidang termasuk pendidikan. Namun
dengan perkembangan teknologi tersebut banyak pihak yang tidak pandai
memanfaatkan teknologi dan cenderung menyalahgunakan teknologi di berbagai bidang
umumnya para remaja dan siswa sekolah mereka lebih aktif dalam sosial media dari
pada pembelajaran disekolah hal ini terbukti banyak siswa yang tidak memeperdulikan
penjelasan dari guru namun asik main dengan gadged mereka. Selai itu banyak
penyimpangan sosial terjadi dikarenakan penyalahgunaan teknologi seperti narkoba,
seks bebas, gaya hedonisme, westernisasi bahkan cenderung menimbulkan lunturnya
rasa patriotisme dan nasionalisme atau cinta tanah serta berbagai dampak yang lain.
Adapun dari kasus tersebut perkembangan teknologi juga dapat menjadi
boomerang bagi bangsa Indonesia. Maka dari itu dibutuhkan pendidikan yang tepat
karena pendidkan memiliki peran penting untuk mengubah pribadi suatu individu
namun ironisnya banyak siswa malas untuk belajar maupun berpartisipasi dalam
pembeljaran di sekolah mereka menganggap bahwa pembelajaran di sekolah itu
membosankan. Selain itu remaja di era globalisasi memiliki pola fikir serba instan
sehingga apabila terdapat kesulitan dalam pembelajaran terutama matematika akan
menjadi momok yang menakutkan sehingga menimbulkan kecemasan matematika.
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang paling ditakuti dan dibenci siswa
karena pembelajarannya yang monoton serta kurangnya kemampuan siswa untuk
menyerap materi matematika.

Kecemasan matematika menurut Fiore (1999) yaitu kebingungan,


ketidakmampuan, ketidakbertenagaan, dan keadaan kacau secara mental yang dialami
orang ketika berhadapan dalam permasalahan dan pemecahan masalah matematika.
Tobias menjelaskan bahwa kecemasan matematika merupakan ketegangan dan
kecemasan yang dialami seseorang dalam memanipulasi bilangan atau angka serta
pemecahan masalah yang berkaitan dengan matematika dalam kehidupan sehari-hari
dan situasi akademik (Wahyudin, 2010). Jadi, kecemasan matematika yaitu perasaan
takut dan cemas yang melanda seseorang ketika mengikuti kelas matematika,
menyelesaikan masalah matematika, dan mendiskusikannya. Menurut Erdogan, etal.
(2011), kecemasan matematika yang dialami peserta didik tergolong ke dalam state
anxiety, karena kecemasan matematika tersebut muncul pada situasi tertentu, sebagai
contoh ketika menghadapi pembelajaran atau ujian matematika.
Kecenderungan pembelajaran matematika saat ini adalah pembelajaran yang
memusat pada keterlibatan siswa secara aktif. Tetapi kenyataan di lapangan
menunjukkan bahwa pembelajaran matematika yang dilakukan di sekolah-sekolah
masih berjalan secara konvensional. Banyak guru matematika yang mendominasi
pelajaran sehingga aktivitas siswa cenderung kurang. Hal ini tentu saja berdampak pada
pencapaian hasil belajar siswa. Yuwono (2001) menyebutkan bahwa pengajaran
matematika secara konvensional mengakibatkan siswa hanya bekerja secara prosedural
dan memahami matematika tanpa penalaran. Selain itu salah satu keluhan yang banyak
terdengar dalam dunia pendidikan matematika adalah kurangnya keterkaitan antara
pembelajaran matematika di sekolah dengan dunia nyata dan kehidupan sehari-hari
siswa. Untuk itu, dalam meningkatkan pembelajaran yang memberikan nuansa
menyenangkan bagi siswa, serta dapat mengakrabkan matematika dengan siswa.
Sehingga alur pembelajaran matematika perlu dialihkan dengan membiasakan
peserta didik belajar aktif, kreatif, dan menyenangkan sehingga diharapkan kecemasan
matematika dapat diturunkan dan berakibat pada kemampuan literasi matematika yang
meningkat. Alternatif pembelajaran yang dapat dipakai untuk menyelesaikan masalah
tersebut yaitu pembelajaran inovatif dengan menerapkan pembelajaran bernuansa
etnomatematika yang dikemas dalam pembelajaran probing-prompting. Pada
pembelajaran probing-prompting, guru menyajikan pertanyaan-pertanyaan yang
menuntun peserta didik mengaitkan pengetahuan dan pengalamannya sehingga peserta
didik dapat mengonstruksi konsep, prinsip, dan aturan menjadi pengetahuan baru.
Melalui pembelajaran tersebut peserta didik terbiasa untuk berinteraksi dan
mendapatkan pertanyaan yang membantunya untuk menemukan konsep matematika
yang dipahami. Pembelajaran probingprompting bernuansa etnomatematika yaitu
pembelajaran yang mengangkat keunggulan budaya daerah yang ada di Indonesia
sebagai referensi dalam mengajarkan materi pecahan yang dikemas dalam pembelajaran
probing-prompting.

Pembelajaran etnomatematika atau etnomatematics learning juga dapat


memunculkan kecerdasan intuitif, dimana menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa
Indonesia), intuitif adalah bersifat (secara) intuisi, berdasarkan bisikan (gerak) hati.
Selanjutnya arti kata intuisi sendiri adalah daya atau kemampuan mengetahui atau
memahami sesuatu tanpa dipikirkan atau dipelajari, bisikan hati, gerak hati. Fischbein
mendefinisikan intuisi sebagai immediate knowledge (pengetahuan langsung) yang
disetujui secara langsung tanpa pembenaran. Sejalan dengan itu Piaget memandang
intuisi sebagai kognisi yang diterima langsung tanpa membutuhkan justifikasi atau
menginterpretasi secara eksplisit. Sehingga intuisi dihasilkan tanpa mencurahkan
banyak usaha dan tidak perlu banyak mencurahkan pikiran karena sebagian besar terjadi
dibawah sadar dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa intuisi berlawanan dengan
analitik, karena analitik membutuhkan konfirmasi logis (pembuktian) sedangkan intuisi
merupakan kognisi segera tentang suatu konsep yang tidak disertai pembuktian ketat.
Apabila dikaitkan dengan pemahaman matematika maka proses tersebut bisa
dimanfaatkan oleh pendidik melalui rangsangan berupa pemberian soal yang dilakukan
secara berulang untuk melihat apakah hal tersebut terjadi kembali sehingga bisa
digeneralisasikan untuk mendapatkan solusi yang berperan dalam peningkatan kualitas
ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh siswa. Kecerdasan intuisi matematika pada siswa
jika dilatih terus menerus akan mengarah pada pemecahan masalah pada matematika.
Adapun matematika adalah ilmu dasar yang melandasi banyak cabang ilmu
pengetahuan lainnya. Sebagai ilmu dasar, pembelajaran matematika di tingkat dasar,
menengah, dan atas seringkali merupakan pembelajaran yang abstrak dan proses tidak
mengarah kepada pembelajaran pemecahan masalah (problem solving) sehingga
kemampuan berpikir kritis, logis, dan analitis dari seseorang yang mempelajari
matematika kurang tergali secara baik. Matematika dapat dibuat menjadi suatu rekreasi
melalui berbagai macam permainan. Tanpa mengurangi pemahaman akan konsep dasar
matematika, pembelajaran matematika akan lebih menarik dipelajari melalui permainan
ini. Proses pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika melalui permainan ini
dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir kritis, logis, dan analitis.
Bahakan matematika selalu identik dengan masalah pencacahan dan perhitungan
yang mempunyai hasil akhir yang bernilai pasti. Akan tetapi, matematika sebenarnya
adalah sebuah ilmu yang menggabungkan logika dalam berpikir, berimajinasi,
menganalisis, serta kemampuan menghitung. Hal ini terlihat dari begitu banyaknya
cabang ilmu matematika yang menggabungkan seluruh kemampuan tersebut, misalnya
statistika, matematika diskrit, matematika kombinatorik, aljabar, teori bilangan,
matematika rekreasi, dan lain-lain. Salah satu cabang matematika yang menarik adalah
matematika rekreasi. Matematika rekreasi seringkali digunakan oleh matematikawan
untuk bermain-main karena rasa penasarannya yang ingin mengerjakan. Selain itu,
matematika rekreasi juga digunakan untuk mengasah logika dalam kesenangan tetapi
tetap serius, mengetahui indahnya matematika dalam hidup, mengeksplorasi keajaiban
matematika, melacak kebenaran hasil matematika, serta melatih ketelitian.
Dengan demikian pembelajaran etnomatematika dapat diakselerasikan dengan
matematika rekreasi melaui permainan salah satunya media permainan monopoli.
Shirley (2014) berpandangan etno menggambarkan semua hal yang membentuk
identitas budaya suatu kelompok, yaitu bahasa, kode, nilai-nilai, jargon, keyakinan,
makanan dan pakaian, kebiasaan, dan sifat-sifat fisik. Sedangkan matematika mencakup
pandangan yang luas mengenai aritmetika, mengklasifikasikan, mengurutkan,
menyimpulkan, dan modeling. Etnomatematika berfungsi untuk mengekspresikan
hubungan antara budaya dan matematika. Dengan demikian, etnomatematika adalah
suatu ilmu yang digunakan untuk memahami bagaimana matematika diadaptasi dari
sebuah budayau. Dengan mengenal budaya setempat siswa akan lebih mencintai bangsa
Indonesia serta budaya dan tradisi yang ada di Indonesia disamping itu dapat belajar
matematika dengan membiasakan peserta didik belajar aktif, kreatif, dan menyenangkan
sehingga diharapkan kecemasan matematika dapat diturunkan dan berakibat pada
kemampuan literasi matematika yang meningkat.
Alternatif pembelajaran yang dapat dipakai untuk menyelesaikan masalah
tersebut yaitu pembelajaran inovatif. Media mathpolly juga selaras reoorientasi denagan
kecerdasan intusi dan sesuai drngan era revolusi industri 4.0 yang sarat dengan aspek
pemanfaatan teknologi digital sehingga ramah lingkungan dan pengembangan
kompetensi yang meliputi kemampuan berpikir kritis, kreativitas dan kemampuan yang
inovatif, kemampuan dan keterampilan berkomunikasi yang baik, kemampuan
kerjasama, serta kepercayaan diri yang tinggi. Pemanfaatan mathpolly dapat
dikolaborasikan dengan teknologi augmented reality yaitu teknologi yang
menggabungkan benda maya dua dimensi dan ataupun tiga dimensi ke dalam sebuah
lingkungan nyata tiga dimensi lalu memproyeksikan benda-benda maya tersebut dalam
waktu nyata.
Mathcpolly atau mathematic culture monopolly merupakan media pembelajaran
etnomatematika sederhana dimana menggunakan berbagai budaya yang ada di
Indonesia kemudian diakseleresasikan dengan prinsip matematika seperti geometri,
aritmatika sosial dan lain sebagainya. Dimana berbentuk permainan monopoli pada
umumnya namun tidak berisi gambar berbagai negara di dunia melainkan terdiri dari
berbagai macam gambar peninggalan sejarah maupun budaya dan tradisi yang ada di
kota-kota Indonesia. Seperti gambar candi prambanan yang ada di Yogyakarta siswa
akan disuruh untuk mencari bidang geometri apa saja yang ada di candi tersebut
misalnya bidang datar, bangun ruang, kesimetrisan selain itu juga terdapat budaya lain
seperti budaya batik di Madura maka siswa akan mencari unsur-unsur matematika yang
terkandung dalam batik tersebut.
Mathcpolly berisi gambar atau pesan singkat mengenai sikap ramah lingkungan
sehingga sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan dimana pembangunan ini
harus memperhatikan pemanfaatan lingkungan hidup dan kelestarian lingkungnnya
seperti penghijauan, penanaman pohon, buang sampah pada tempatnya, dan lain
sebagainya yang menjadi pengganti dari kesempatan, dana umum, bayar pajak,
perusahaan air, parkir dan perusahaan listrik dimana terdapat dalam permainan
monopoli pada umumnya. Adapun di dalam Mathpolly atau mathematic culture
monopolly dana umum diubah menjadi penghijauan sedangkan bayar pajak diubah
menjadi polusi udara selanjutnya kesempatan diubah menjadi lingkungan bersih selain
itu perusahan air dan listrik diubah menjadi energi air dan listrik. Penggantian hal
tersebut dikarenakan keduanya saling memliki keterkaitan sebagai contoh dana umum
diubah menjadi penghijauan karena kita masih bisa memperbaiki lingkungan dengan
upaya atau dana kita sendiri yakni reboisasi sedangkan kesempatan diubah menjadi
lingkungan bersih dengan tujuan masih banyak kesempatan bagi kita menjadikan
lingkungan kotor kita menjadi bersih. Dengan memainkan mathcpolly akan melatih
kecerdasan intuitif atau intuitif thingking sehingan dapat menurunkan kecemasan
matematika karena siswa akan senang, aktif, dan kreatif selain itu dapat meningkatkan
pengetahuan siswa mengenai gemometri.
Lampiran 1
LEMBAR PERNYATAAN ORISINILITAS GELAR GAGASAN 2019

Judul Artikel : Etnomathematics Learning Berbasis Intuitif thingking pada


permainan Matchpolly dalam menurunkan kecemasan matematika di era
globalisasi.
Nama Penulis : Siti Ghoyatul Muna
NIM : 1810610112
Nama Universitas : IAIN Kudus
Kami yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa artikel dengan judul diatas
benar merupakan karya orisinil yang dibuat oleh penulis dan belum pernah di
publikasikan dan/atau dilombakan di luar kegiatan “Gelar Gagasan Mahasiswa 2019”
yang diselenggarakan oleh Ikatan Himpunan Mahasiswa Matematika (IKAHIMATIKA)
Indonesia Wilayah IV 2019. Demikian pernyataan ini kami buat dengan sebenarnya,
dan apabila terbukti terdapat pelanggaran didalamnya, maka kai siap untuk
didiskualifikasi dari kompetisi ini sebagai bentuk pertanggungjawaban kami.

Kudus, 19 Mei 2019

NIM.1810610112
Lampiran 2

Bukti Pembayaran
Lampiran 3

Gambar Mathcpolly

Anda mungkin juga menyukai