Anda di halaman 1dari 18

‫السؤال و الجواب‬

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Qawaid Tafsir


Dosen Pengampu
Dr. Faizah Ali Syibromalisi, MA.

Disusun Oleh: Kelompok 5


Trisna Yudistira (11210340000123)
Shafira Tiara Sani (11210340000208)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
2023

I
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang


telah memberikan kita kesehatan jasmani dan rohani
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
kelompok dari mata kuliah Qawaid Tafsir. Sholawat dan
salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat.

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah


Qawaid Tafsir dengan judul “Al-Suaal Wa Al-Jawaab”.
Dan semoga makalah ini dapat menambah wawasan kita
terhadap pelajaran dasar mengenai Qaidah-qaidah Tafsir.

Dalam proses penulisan makalah ini, kami menyadari


banyaknya kesalahan dan kekurangan dalam materi
makalah maupun bentuk penulisan yang kurang padu.
Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan agar kami kedepannya dapat membuat makalah
yang lebih baik lagi dan lebih berkualitas.

Karena keterbatasaan pengetahuan maupun pengalaman


kami, mohon maaf bila ada banyak kekurangan dalam
makalah yang kami buat, atas perhatian serta saran dan
kritik dari Dosen Pengampu maupun pembaca, kami
ucapkan terima kasih.

Ciputat, 29 Maret 2023

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................... II


DAFTAR ISI ........................................................................................ III
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A.Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 1
C.Tujuan Penulisan ............................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................... 2
A. Al-Ashlu Fii Al-Jawab................................................................ 2
B. Kaidah-Kaidah dalam al-Suâl dan al-Jawâb dalam Al-Qur’an .... 5
C. Al-Jawab A'am .............................................................................. 7
D. Al-Jawab Anqosh .......................................................................... 8
E. Makna Suaal .................................................................................. 9
BAB III PENUTUP ............................................................................. 14
A. Kesimpulan .............................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 15

III
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Al-Suaal Wa Al-Jawaab merupakan salah satu
bahagian penting dalam kaedah penafsiran. Ia haruslah
sesuai dengan pertanyaan yang dilontarkan, Kadang-
kadang jawaban itu lebih umum daripada pertanyaannya
karena adanya kebutuhan yang tampak darinya. Kadang-
kadang jawaban itu kurang memenuhi dari yang
seharusnya karena adanya kebutuhan terhadap hal itu pula.
Adapun beberapa contoh dalam ayat-ayat Al-Qur’an
sebagai pembahasan dalam makalah ini adalah tambahan
ilmu mengenai Al-Suaal Wa Al-Jawaab.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu Al-Ashlu Fii Al-Jawab ?

2. Apa bedanya Al-Jawab A'am & Al-Jawab Anqosh


beserta contohnya ?

3. Apa yang dimaksud dengan Makna Suaal ?

C.Tujuan Penulisan

1. Mengetahui makna Al-Ashlu Fii Al-Jawab secara


keseluruhan.

2. Mengetahui perbedaan Al-Jawab A'am & Al-Jawab


Anqosh beserta contohnya

3. Mengetahui tujuan Makna Suaal?

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Al-Ashlu Fii Al-Jawab
Pada dasarnya setiap jawaban haruslah sesuai dengan
pertanyaan yang dilontarkan. Kadang-kadang jawaban itu
dialihkan dari yang dikehendaki oleh suatu pertanyaan untuk
memberikan peringatan bahwa inilah yang semestinya
ditanyakan. As-Sakaki1 menamainya dengan al-uslub al-hakiim.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Abul ’Aliyah bahwa dia
berkata, “Kami mendengar bahwa mereka berkata, ‘Wahai
Rasulullah, untuk apa hilal diciptakan?’ Maka Allah menurunkan
QS. al-Baqarah: 189.2 Sebagaimana firman Allah SWT:
ْ َ ْ َْ َْ َّ ُ َ َ َُ َْ
َ ‫ك َعن ْالأَهلَّة ُق ْل ه َي َم‬
‫اس َوالح ِجۗ َولي َس ال ِب ُّر ِبأن‬ ‫لن‬
ِ ِ ‫ل‬ ‫يت‬ ‫اق‬
ِ ‫و‬ ِ ِ ِ ِ ‫يسألون‬
ْ
ْ‫وت من‬ َ ُُْ ُ َ َٰ َ َّ َ َّ ْ َّ ََٰ َ َ ُ ُ ْ َ ُ ُ ْ َُْ
ِ ‫ورها ول ِكن ال ِبر م ِن اتقىۗ وأتوا البي‬ ِ ‫تأتوا البيوت ِمن ظه‬
َ ُ ْ ُ ْ ُ َّ َ َ َ َّ ُ َّ َ َ َ ْ َ
‫أبو ِابهاۚ واتقوا اَّلل لعلكم تف ِلحون‬

Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit.


Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi
manusia dan (bagi ibadat) haji; Dan bukanlah kebajikan
memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan
itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke
rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada
Allah agar kamu beruntung. (QS. al-Baqarah: 189).
Mereka bertanya tentang hilal, “Mengapa hilal itu tampak
kecil seperti benang, kemudian bertambah besar sedikit demi
sedikit sampai penuh, kemudian berangsur-angsur berkurang
hingga kembali seperti semula?” Maka jawaban yang diberikan
kepada mereka adalah dengan menjelaskan hikmah mengenai hal

1
Bisa jadi yang dimaksud adalah Yusuf bin Abi Bakr al-Sakaki (w 626 H)
pengarang kitab Miftah Al-ulum
2
al-Suyuti, Al-Itqan Fi Ulum al-Quran, Jilid 2, 371. Hal: 67-68

2
itu, untuk memberikan peringatan bahwa yang lebih penting dan
mendesak adalah menanyakan hal itu, bukan sebagaimana
pertanyaan yang mereka ajukan. Demikianlah yang dikatakan
oleh As-Sakaki dan para pengikutnya3.
Namun menurut al-Taftazânî pertanyaan ini tidak
menyimpang dari jawaban karena berdasarkan pada hadis sahih
yang diriwayatkan oleh imam al-Thabari dalam Tafsirnya
pertanyaan para sahabat adalah “wahai Rasulullah kenapa hilal
diciptakan”4
Adapun contoh lain yaitu ketika Firaun menanyakan
tentang hakikat Tuhan dan jenis Tuhan yaitu dengan pertanyaan
ma rabb al-‘alamin, akan tetapi Nabi Musa menjawab tentang
sifat Tuhan, karena pertanyaan tentang hakikat Tuhan adalah
salah, sebab Tuhan tidak memiliki jenis dan dzat Tuhan tidak
diketahui, tidak dapat diraba dan dibayangkan. Jadi, Nabi Musa
tidak menjawab pertanyaan Fir’aun tapi menjawab dengan
menjelaskan sifat Tuhan sebagai petunjuk untuk mengetahui
Nya.5
Lalu pada QS. asy-Syu’ara: 23-24 diterangkan

َ َ َْ ُ َ َ َ
‫) قال ِف ْرع ْون َو َما َر ُّب العال ِمين‬٢٣(
َ ْ ْ ُّ ْ ُ ْ ُ ْ َ ُ َ ْ َ َ َ ْ
َ ْ
َ َ َ َّ ُّ َ َ
‫ات والأر ِض وما بينهما ِان كنتم مو ِق ِنين‬ ِ ‫) قال رب السماو‬٢٤(
“Apakah Tuhan semesta alam itu?” Dia berkata, “Tuhan
langit, bumi, dan apa yang berada di antara keduanya” (QS.
asy-Syu’ara: 23-24).

3
Jalaluddin Al-Suyuti, Al-Itqan Fi Ulum al-Quran (mesir: al Haiah al-
Mishriyyah al-’Ammah lil kutub, 1974), Jilid 2, 369.
4
Al-Suyuti, Al-Itqan Fi Ulum al-Quran, Jilid 2, 370.

5
Khalid, M. Rusydi. "Kaidah-Kaidah Untuk Menafsirkan Al-Quran." Jurnal
al-Hikmah 13.1 (2012): 59-82. Hal: 69

3
kemudian Nabi Musa As menjawab bahwa Tuhan seluruh
alam adalah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi. Jawaban
ini menyimpang dari pertanyaan yang diajukan oleh Fir’aun
karena yang ia maksud adalah seperti apa Tuhan itu, sedangkan
untuk menjelaskan hal tersebut perlu menyebutkan bagian-bagian
yang menyusunnya dan Tuhan tidak tersusun dari bagian-bagian.6
Lalu dijelaskanya lagi didalam ayat selanjutnya:
َ ُ َ ْ َ ََ ُ َ ْ َ ْ َ َ َ
‫قال ِلمن حوله ألا تست ِمعون‬
25. Dia (Fir‘aun) berkata kepada orang-orang di
sekelilingnya, “Apakah kamu tidak mendengar (apa yang
dikatakannya)?”

َ َ ْ ُ ُ َ َ
‫قال َر ُّبك ْم َو َر ُّب َآب ِائك ُم الأَّ لِو ين‬

26. Dia (Musa) berkata, “(Dia) Tuhanmu dan juga


Tuhan nenek moyangmu terdahulu.”
ُ َّ ُ َ
ُ ْ َ َ ْ ُ َْ َ ْ َّ َ َ
‫قال ِإن َر ُسولك ُم ال ِذي أر ِسل ِإليكم لمجنون‬

27. Dia (Fir‘aun) berkata, “Sungguh, Rasulmu yang


diutus kepada kamu benar-benar orang gila.”
َ ُ َْ ْ ُْ ُ ْ َ ُ َ َْ َ َ ْ ْ ْ ْ َ
‫قال َر ُّب ال َمش ِر ِق َوال َمغ ِر ِب وما بينهما ِإن كنتم تع ِقلون‬

28. Dia (Musa) berkata, “(Dialah) Tuhan (yang


menguasai) timur dan barat dan apa yang ada di antara
keduanya; jika kamu mengerti.”(QS Al-Syu'ara' :23-28)
Oleh karena itu, dialihkanlah jawabannya kepada jawaban
yang benar dengan menjelaskan sifat yang menunjukkan pada
pengetahuan terhadap-Nya. Karena itulah, Fir’aun merasa heran
karena jawabannya tidak sesuai dengan pertanyaannya. Maka dia

6
Fakhruddin al-Razi, Tafsir al-Razi (Beirut: Darul Ihya Turas al-Arabi, 1420),
Jilid 24, 499.

4
berkata: َ‫“ أَ َال تَست َِمعُون‬tidakkah kalian mendengar?” (QS. asy-
Syu’ara: 25). Maksudnya, jawaban tidak sesuai dengan
pertanyaan. Maka Musa menjawabnya dengan: ‫َربُّ ُكم َو َربُّ آبَائِ ُك ُم‬
َ‫“اْل َ َّولِين‬Tuhan kalian dan Tuhan bapak-bapak kalian terdahulu”
(QS. asy-Syu’ara: 26).
Jawaban ini mengandung pembatalan terhadap ketuhanan
Fir’aun seperti yang mereka yakini berdasarkan nash. Walaupun
jawaban yang lalu mengandung makna yang demikian juga,
tetapi dengan sindiran maka Fir’aun bertambah mengejek. Ketika
Musa melihat mereka memahami dengan baik maka dia
memperkuat dengan jawaban ketiga dengan pertanyaan: ‫ن ُكنتُم‬
َ‫“ تَع ِقلُون‬jika kalian mampu menggunakan akal” (QS. asy-
Syu’ara: 28) yang mengisyaratkan bahwa jika Fir’aun benar-
benar faham maka ia akan tau bahwa tidak ada jawaban terhadap
pertanyaan yang ia ajukan karena ia meminta untuk
mendefinisikan hakikat dengan hakikat itu sendiri.7

B. Kaidah-Kaidah dalam al-Suâl dan al-Jawâb dalam Al-Qur’an


1. Jawaban pada dasarnya harus dikembalikan kepada pertanyaan
Jawaban pada dasarnya harus dikembalikan kepada
pertanyaan agar jawaban dan juga pertanyaannya sesuai.
Contohnya pada QS. Yusuf/12:90:
َ ۠ َ َ َّ َ ْ ُ َ
ُ ‫ك َل َا ْن َت ُي ْو ُس ُف َق َال ا َنا ُي ْو ُس ُف َو َٰه َذآْ اخ ْي َق ْد َمَّن ه‬
‫اَّلل‬ ‫﴿ قالوْٓا ء ِان‬
ِ ۗ
َْ ْ ُ ْ َ ْ َ ُ ْ ُ َ َ ‫َ َ ْ َ َّ ٗ َ ْ ََّّ َ َ ْ ْ َ َّ ه‬
﴾ ٩٠ ‫عليناۗ ِانه من يت ِق ويص ِبر ف ِان اَّلل لا ي ِضيع اجر المح ِس ِنين‬

)٩٠ : ‫( يوسف‬

90. Mereka berkata, “Apakah engkau benar-benar


Yusuf?” Dia (Yusuf) menjawab, “Aku Yusuf dan ini
saudaraku. Sungguh, Allah telah melimpahkan karunia-Nya
kepada kami. Sesungguhnya barangsiapa bertakwa dan

7
Al-Razi, Jilid 24, 499.

5
bersabar, maka Sungguh, Allah tidak menyia-nyiakan pahala
orang yang berbuat baik.” (Yusuf:90)
Kalimat ana pada ayat tersebut dikembalikan kepada
kalimat anta yang ada pada pertanyaan dalam ayat itu. Contoh
lainya seperti pada QS. Al ‘Imran/3:81:

َّ ُ َ ْ َّ َٰ ْ ْ ُ ُ ْ َ َٰ َ َ َ َّ َ َ ْ ُ ‫َ ْ َ َ َ ه‬
‫﴿ واِ ذ اخذ اَّلل ِميثاق الن ِب ّٖين لمآْ اتيتكم ِمن ِكت ٍب و ِحكم ٍة ثم‬
َ َ ٗ َّ ُ ْ َ َ َُّ ْ ُ َ ُ َ َ َ ُ َ
‫جا َۤءك ْم َر ُس ْول ُّمص ِدق ِلما َمعك ْم لتؤ ِمنن ِب ّٖه َولتنص ُرنهۗ قال‬
ُ ْ َ َ َ َ َْ ُ َ ْ ُ َٰ َٰ َ ُ ْ َ َ ُ َْ
‫َءاق َر ْرت ْم َواخذت ْم على ذ ِلك ْم ِاص ِر ْيۗ قال ْوْٓا اق َر ْرناۗ قال فاش َهد ْوا‬
َٰ َ ‫َ ََ۠ َ َ ُ ْ َ ه‬
ْ
)٨١ :‫ ﴾ ( ال عمران‬٨١ ‫وانا معكم ِمن الش ِه ِدين‬

81. Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian


dari para nabi, “Manakala Aku memberikan kitab dan hikmah
kepadamu lalu datang kepada kamu seorang Rasul yang
membenarkan apa yang ada pada kamu, niscaya kamu akan
sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya.”
Allah berfirman, “Apakah kamu setuju dan menerima
perjanjian dengan-Ku atas yang demikian itu?” Mereka
menjawab, “Kami setuju.” Allah berfirman, ”Kalau begitu
bersaksilah kamu (para nabi) dan Aku menjadi saksi bersama
kamu.” (Al 'Imran/3:81)
2. Jawaban pada dasarnya harus sepadan bentuknya dengan
pertanyaan
Jawaban pada dasarnya harus sepadan bentuknya dengan
pertanyaan, jika pertanyaanya adalah jumlah ismiyah maka
jawabannya juga harus jumlah ismiyah. Demikian juga pada
jawaban yang dikira-kirakan dan tidak ada pada tulisannya
(muqaddar). Ada pendapat dari Ibnu Malik bahwa pertanyaan
man qara’a? (siapa yang membaca) dengan jawaban “zaid” itu
merupakan fâ’il dari fi’l yang dibuang. Contohnya ada pada
QS. Yasin/36:78-79:

6
َ ‫يحي ْالع َظ‬
‫ام َو ِه َي َر ِم ْيم‬
ْ ُّ ْ َ َ َ ٗ َ ْ َ َ َ َّ ً َ َ َ َ َ َ َ َ
ِ ِ ‫﴿ وضرب لنا مثلا ون ِسي خلقهۗ قال من‬
ْ َ ْ َ ُ َ ُ َ َّ َ َ ََّ َ َ َ ْ َ ْ َّ َ ْ ْ ُ ْ ُ
﴾ ٧٩ ۙ‫ي انشاهآْ اول مر ٍةۗوهو ِبك ِل خل ٍق ع ِليم‬ ْٓ ‫ قل يح ِييها ال ِذ‬٧٨
َٰ
)٧٩-٧٨ :‫س‬ ۤ ‫(ي‬

78. Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami dan


melupakan asal kejadiannya; dia berkata, “Siapakah yang
dapat menghidupkan tulang-belulang, yang telah hancur
luluh?”
79. Katakanlah (Muhammad), “Yang akan
menghidupkannya ialah (Allah) yang menciptakannya
pertama kali. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala
makhluk, (Yasin: 78-79)8
C. Al-Jawab A'am
Dalam Al-Qur’an ada pula jawaban yang lebih
umum dari apa yang ditanyakan agar sesuai dengan
kondisi yang ada.9 contohnya seperti pada QS. al-An’am
63-64:

ً ْ ُ ً َ َ َٗ ُ َْ ْ ْ ُ ُ ْ ْ ُ ْ َ ُّ ْ َ ْ ُ
َْ
ۚ‫الب ِر َوال َبح ِر تدع ْونه تض ُّرعا َّوخف َية‬
َٰ
‫﴿ قل من ين ِجيكم ِمن ظلم ِت‬
ْ ُ َ ُ‫ه‬ ُ َ ُ ََ
‫ه‬ َٰ َ َٰ ْ َ ْ َ
‫اَّلل ُين ِج ْيك ْم ِمن َها‬ ‫ ق ِل‬٦٣ ‫الش ِك ِر ْي َن‬
‫لىِٕن انجىنا ِم ْن ه ِذ ّٖه لنك ْونَّن ِم َن‬
َ ْ ُ ْ ُ ْ ُ ْ َ َُّ َ ُ
)٦٤-٦٣ :6/‫ ﴾ ( الانعام‬٦٤ ‫َو ِم ْن ك ِل كر ٍب ثم انتم تش ِركون‬
ْ

8
Khalid, M. Rusydi. "Kaidah-Kaidah Untuk Menafsirkan Al-Quran." Jurnal al-
Hikmah 13.1 (2012): 59-82. Hal: 69
9
Mana’ al-Qattan, Mabahis fi Ulum al-Qur’an (Maktabah al-Ma’arif li al-
Nasyri wa al-Tauji’, 2000), 205.

7
63. Katakanlah (Muhammad), "Siapakah yang dapat
menyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut, ketika
kamu berdoa kepada-Nya dengan rendah hati dan dengan suara
yang lembut?" (Dengan mengatakan), "Sekiranya Dia
menyelamatkan kami dari (bencana) ini, tentulah kami menjadi
orang-orang yang bersyukur."
64. Katakanlah (Muhammad), "Allah yang
menyelamatkan kamu dari bencana itu dan dari segala macam
kesusahan, namun kemudian kamu (kembali) mempersekutukan-
Nya."
Allah ‫ ﷻ‬memerintahkan Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬untuk
bertanya kepada kafir mekah siapa yang dapat menyelamatkan
mereka dari bencana di laut ataupun daratan. Allah ‫ ﷻ‬kemudian
memerintahkan Nabi Muhammad untuk mengatakan jawaban
dari pertanyaan yang diajukan namun dengan jawaban yang lebih
panjang dari yang seharusnya. Jawaban yang diperlukan dari
jawaban cukup “Allah yang menyelamatkan kalian dari bencana
itu” namun disana jawabannya ditambahkan redaksi “dan dari
segala bencana”.10 Hal ini untuk mengingatkan bahwa Allah
Maha Kuasa.
D. Al-Jawab Anqosh
Terkadang pula, jawaban disampaikan lebih ringksas
daripada pertanyaan yang diajukan karena tuntutan kondisi,
seperti disebutkan dalam firman Allah:

ْ َ َ َ َ ْ ُ ْ َ َ َ ْ َّ َ َ َٰ َ ُ َ َٰ ْ ْ َ َ َٰ ْ ُ َ َ
‫َب ِين ٍتۙ قال ال ِذين لا يرجون ِلقاۤءنا ائ ِت‬ ‫﴿ واِ ذا تتلى علي ِهم اياتنا‬
َ ْ ْ ٗ َ َُ ْ َ ُ ْ ُ َ َ ْ ُ ُ
ْ َ َ َٰ َ َٰ ُ
‫ۤئ‬
ِ ‫ا‬ ‫ق‬ ‫ل‬‫ت‬ ‫ن‬
ِ ِ‫م‬ ‫ه‬‫ل‬‫د‬ِ ‫ب‬‫ا‬ ‫ن‬‫ا‬ ‫ي‬ ْ
ْٓ ِ ‫قل ما يكو‬
‫ل‬ ‫ن‬ ۗ‫ِبق ْرا ٍن غ ْي ِر هذآْ ا ْو َب ِدله‬

10
Al-Suyuti, Al-Itqan Fi Ulum al-Quran, Jilid 2, 371.

8
ُ َ َ
َ ‫اف ا ْن َع َص ْي ُت َرب ْي َع َذ‬
َ ٰٓ ْ َ َّ ُ ََّ ْ
ُ ‫َن ْفس ْيۚان اتبع الا ما‬
‫اب َي ْو ٍم‬ ِ ِ ‫خ‬ ‫ا‬ ‫ي‬
ْٓ ْ ‫ن‬ ‫ا‬
ِ ِ ۚ‫ي‬َّ‫ل‬ ‫ا‬ِ ‫ى‬ ‫ح‬ ‫و‬‫ي‬ ِ ِ ِ ِ
َ
)١٥ :10/‫ ﴾ ( يونس‬١٥ ‫ع ِظ ْي ٍم‬

15. Apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami


secara jelas, orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan
dengan Kami (di akhirat) berkata, “Datangkanlah kitab selain
Al-Qur’an ini atau gantilah!” Katakanlah (Nabi Muhammad),
“Tidaklah pantas bagiku menggantinya atas kemauanku sendiri.
Aku tidak mengikuti, kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.
Sesungguhnya aku takut akan azab hari yang dahsyat jika
mendurhakai Tuhanku.”(Yunus/10:15)
Kalimat “Katakanlah, “Tidak layak menggantinya atas
kemauanku sendiri.”.”(QS. Yunus: 15) adalah sebagai jawaban
dari: “buatlah Al-Qur’an selain ini atau gantilah dia” (QS.
Yunus: 15).
Dalam ayat ini ketika kaum kafir mengatakan untuk
mendatangkan Al-Qur’an selain yang ada dihadapan mereka atau
menggantinya Nabi hanya menjawab tentang pengubahan, dan
tidak menjawab tentang proses pembuatannya. Az-Zamakhsyari
berkata11, “Pengubahan itu dapat dilakukan oleh manusia, tetapi
tidak demikian dengan proses pembuatan. Maka hilangkanlah
penyebutannya untuk mengingatkan bahwa itu adalah pertanyaan
yang mustahil.” Pendapat lain menyatakan bahwa pengubahan itu
lebih mudah daripada pembuatan. Kemungkinan pengubahan itu
ditiadakan, terlebih lagi pembuatan.

E. Makna Suaal
Makna pertanyaan adalah untuk mencari pengetahuan atas
sesuatu yang belum diketahui dengan menggunakan lafadz
khusus untuk istifham.12 Dalam Al-Qur’an, terdapat istifham
berdasarkan makna aslinya yaitu untuk mencari pemahaman atau

11
Al-Suyuti, Jilid 2, 371.
12
Abdurrahman al akhdhari, Jauhar maknun (markaz al bashair) , 32

9
pengetahuan atas apa yang tidak diketahui seperti pada QS. Al-
A’raf/7:187:
َ َ َ ْ َ ْ َ َّ ْ ُ َ َٰ ُ َ ََّ َ َّ َ َ َُْ َْ
ْ ُ ْ
‫﴿ يسـلونك ع ِن الساع ِة ايان مرسىهاۗ قل ِانما ِعلمها ِعند ر ِبيۚ لا‬
َّ ْ ُ ْ ْ َ َ َْ َّ ‫يجل ْي َها ل َو ْقت َهآْ اَّلا ُه َو َث ُق َل ْت فى‬ َُ
‫الس َٰم َٰو ِت َوالا ْر ِضۗ لا تأ ِتيكم ِالا‬ ِ َۘ ِ ِ ِ ِ
ْ َ َٰ ‫ْ َ ه‬ ْ َ َّ ْ ُ َ ْ َ َ َ ََّ َ َ َ ْ ُ ْ َ ً َ ْ َ
َ‫اَّلل َولكَّن اك َثر‬ َ ُ ٌّ
ِ ِ ‫بغتةۗيسـلونك كانك ح ِفي عنهاۗ قل ِانما ِعلمها ِعند‬
َ َ ْ َ َّ
)١٨٧ :7/‫ ﴾ ( الاعراف‬١٨٧ ‫اس لا َيعل ُم ْون‬ ِ ‫الن‬

187. Mereka menanyakan kepadamu (Nabi Muhammad)


tentang kiamat, “Kapan terjadi?” Katakanlah, “Sesungguhnya
pengetahuan tentangnya hanya ada pada Tuhanku. Tidak ada
(seorang pun) yang dapat menjelaskan waktu terjadinya selain
Dia. (Kiamat) itu sangat berat (huru-haranya bagi makhluk
yang) di langit dan di bumi. Ia tidak akan datang kepadamu
kecuali secara tiba-tiba.” Mereka bertanya kepadamu seakan-
akan engkau mengetahuinya. Katakanlah (Nabi Muhammad),
“Sesungguhnya pengetahuan tentangnya hanya ada pada Allah,
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Al-A'raf/7:187)
Tapi pertanyaan ini terkadang keluar dari makna aslinyaa
seperti dan mempunyai makna yang lain yang bisa diketahui
dengan melihat konteks pada ayat. Beberapa contoh dari
pertanyaan yang keluar dari makna aslinya seperti:
1. Meniadakan :
َّ
ْ‫﴿ َبل َّات َب َع الذيْ َن َظ َل ُم ْوْٓا َا ْه َوا َۤء ُه ْم ب َغ ْير ع ْلم َف َم ْن َّي ْهد ْي َمن‬
ِ ٍۗ ِ ِ ِ ِ ِ
‫َ َ َّ ه ُ َ َ َ ُ ْ ْ ه‬
)٢٩ :30/‫ ﴾ ( الروم‬٢٩ ‫ص ِر ْي َن‬ ِ ‫اضل اَّللۗوما لهم ِمن‬
‫ن‬

29. Tetapi orang-orang yang zalim, mengikuti


keinginannya tanpa ilmu pengetahuan; maka siapakah
yang dapat memberi petunjuk kepada orang yang telah

10
disesatkan Allah. Dan tidak ada seorang penolong pun bagi
mereka. (Al-Rum/30:29)
Term faman yahdî man adhallallah merupakan istifham
nafyi sehingga maknanyaa adalah “tidak ada yang memberi
petunjuk kepada orang yang telah Allah sesatkan”
2. Takjub
َ ْ ُ ْ َ ْ ُ َْ َ ْ ُ َ َُْ َ ْ َ ْ َ َ ْ
ْ
َ َّ َ ْ ُ ُ َ َ
‫﴿ ۞ اتأمرون الناس ِبال ِب ِر وتنسون انفسكم وانتم تتلون‬
َ ْ ُ ْ َ َ َ َ َ َٰ ْ
)٤٤ :2/‫ ﴾ ( البقرة‬٤٤ ‫ال ِكتبۗ افلا تع ِقلون‬

44. Mengapa kamu menyuruh orang lain untuk


(mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan
dirimu sendiri, padahal kamu membaca kitab suci
(Taurat)? Tidakkah kamu mengerti? (Al-Baqarah/2:44)
3. Mengharap
َ
َّ َ َ ‫ه‬ ََ ْ ْ ٗ َ َ ُ‫ه‬ ْ
‫ۗوت َرى الظ ِل ِم ْين لما‬ ‫ن َبع ِد ّٖه‬ ْۢ ‫اَّلل فما له ِم ْن َّوِلي ِم‬ ‫﴿ َو َم ْن ُّيض ِل ِل‬
ٍ
ْ َ َٰ ْ َ َ ْ ُ ْ ُ َ َْ َُ َ
ْ َ َ
( ﴾ ٤٤ ۚ‫راوا العذاب يقولون هل ِالى مر ٍد ِمن س ِبي ٍل‬ َ َ

)٤٤ :42/‫الشورى‬
44. Dan barangsiapa dibiarkan sesat oleh Allah, maka
tidak ada baginya pelindung setelah itu. Kamu akan
melihat orang-orang zalim ketika mereka melihat azab
berkata, “Adakah kiranya jalan untuk kembali (ke
dunia)?” (Asy-Syura/42:44)

4. menetapkan
َ ْ َ َ َ ْ َْ ََ
)١ :94/‫ ﴾ ( الشرح‬١ ۙ‫﴿ ال ْم نش َرح لك صد َرك‬

1. Bukankah Kami telah melapangkan dadamu


(Muhammad)? (Asy-Syarh/94:1)

11
5. Menghinakan
‫َ َ َ َ ْ َ ْ ََّّ ُ ْ َ َ َّ ُ ُ ً َ َٰ َ َّ ْ َ َ َ ه‬
ُ‫اَّلل‬ ‫﴿ واِ ذا راوك ِان يت ِخذونك ِالا هزواۗ اهذا ال ِذي بعث‬
ًْ ُ َ
)٤١ :25/‫ ﴾ ( الفرقان‬٤١ ‫رسولا‬

41. Dan apabila mereka melihat engkau (Muhammad),


mereka hanyalah menjadikan engkau sebagai ejekan
(dengan mengatakan), “Inikah orangnya yang diutus
Allah sebagai Rasul? (Al-Furqan/25:41)

6. menganggap lama
َ َ َ ْ َّ ُ َ ُ ْ َّ َ َ ََّ ْ ُ ُ َْ ْ َ ُْ َ َ
‫﴿ ا ْم ح ِسبت ْم ان تدخلوا الجنة َولما َيأ ِتك ْم َّمثل ال ِذين خل ْوا‬
َْ َُ ‫َ ُْ ُْ َ ه‬ ْ
ُ َّ َّ َ ُ َ َ ْ ُ ُ ْ َّ َ ْ ُ ْ َ ْ
‫ِمن قب ِلكمۗ مستهم البأساۤء والضراۤء وزل ِزلوا حتى يقول‬
‫َّ ُ ْ ُ َ َّ ْ َ َٰ َ ُ ْ َ َ ٗ َ َٰ َ ْ ُ ه َ َ َّ َ ْ َ ه‬
‫اَّلل‬
ِ ‫اَّللۗ ال ْٓا ِان نصر‬ِ ‫الرسول وال ِذين امنوا معه متى نصر‬
َ
)٢١٤ :2/‫ ﴾ ( البقرة‬٢١٤ ‫ق ِر ْيب‬

214. Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk


surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti
(yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu.
Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan dan diguncang
(dengan berbagai cobaan), sehingga Rasul dan orang-
orang yang beriman bersamanya berkata, “Kapankah
datang pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya
pertolongan Allah itu dekat. (Al-Baqarah/2:214)
7. menganggap jauh

ُ َ ْ َ ْ َ َ
( ﴾ ١٣ ۙ‫الذك َٰرى َوقد جا َۤءه ْم َر ُس ْول ُّم ِب ْين‬ ُ ‫﴿ انهى ل ُه‬
‫م‬
ِ

)١٣ :٤٤/‫الدخان‬

12
13. Bagaimana mereka dapat menerima peringatan,
padahal (sebelumnya pun) seorang Rasul telah datang
memberi penjelasan kepada mereka, (Ad-Dukhan/44:13)
8. meremehkan
َ َٰ َ ْ َ ُ َٰ َ
ْ‫ك َتأ ُم ُر َك ا ْن َّن ْت ُر َك َما َي ْع ُب ُد ا َبا ُۤؤ َنآْ او‬ َ ْ َ ُ َٰ ُ َ
‫﴿ قال ْوا يشعي ُب اصلوت‬
ُ ْ َّ ُ ْ َ ْ َ ْ َ َ َ َّ ُ ٰۤ َ َ َ َ ْ َ ْ َ َ ْ َّ ْ َ
( ﴾ ٨٧ ‫ۗانك لانت الح ِليم الر ِشيد‬ ِ ‫ان نفعل ِف ْٓي امو ِالنا ما نشؤا‬

)٨٧ :11/‫هود‬

87. Mereka berkata, “Wahai Syuaib! Apakah agamamu


yang menyuruhmu agar kami meninggalkan apa yang
disembah nenek moyang kami atau melarang kami
mengelola harta kami menurut cara yang kami
kehendaki? Sesungguhnya engkau benar-benar orang
yang sangat penyantun dan pandai.” (Hud/11:87)
9. ancaman

َ َ ُّ َ َ َ َ َ ْ َ َ َ ْ َ َ
)6 :89/‫ ﴾ ( الفجر‬6 ‫اد‬
ٍ ‫﴿ الم تر كيف فعل ربك ِبع‬

6. Tidakkah engkau (Muhammad) memperhatikan


bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap (kaum) ‘Ad?
(Al-Fajr/89:6)

13
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada dasarnya setiap jawaban haruslah sesuai dengan
pertanyaan yang dilontarkan. Kadang-kadang jawaban itu dialihkan
dari yang dikehendaki oleh suatu pertanyaan untuk memberikan
peringatan bahwa inilah yang semestinya ditanyakan. Dalam Al-
Qur’an ada pula jawaban yang lebih umum dari apa yang ditanyakan
agar sesuai dengan kondisi yang ada. Terkadang pula, jawaban
disampaikan lebih ringksas daripada pertanyaan yang diajukan
karena tuntutan kondisi. Makna pertanyaan adalah untuk mencari
pengetahuan atas sesuatu yang belum diketahui dengan
menggunakan lafadz khusus untuk istifham. Dalam Al-Qur’an,
terdapat istifham berdasarkan makna aslinya yaitu untuk mencari
pemahaman atau pengetahuan atas apa yang tidak diketahui

14
DAFTAR PUSTAKA
Khalid, M. Rusydi. "Kaidah-Kaidah Untuk Menafsirkan Al-
Quran." Jurnal al-Hikmah 13.1 (2012): 59-82. Hal: 69
Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir. (pustaka
belajar), 326.
Al-Qattan, mana. Mabahis fi Ulum al-Qur’an. Maktabah al-
Ma’arif li al-Nasyri wa al-Tauji’, 2000.
Razi, Fakhruddin al-. Tafsir al-Razi. Beirut: Darul Ihya Turas al-
Arabi, 1420.
Suyuti, jalaluddin al-. Al-Itqan Fi Ulum al-Quran. 4 vol. mesir: al
Haiah al-Mishriyyah al-’Ammah lil kutub, 1974.

15

Anda mungkin juga menyukai