Anda di halaman 1dari 33

LARANGAN MENIMBUN

BAHAN KEBUTUHAN POKOK

Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Hadis Tah}li>li>
Semester 2

Oleh:
Abdul Rahman Zain
NIM 80100316011

Dosen Pemandu:
Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag.
Prof. Dr. Hj. Rosmania Hamid, M.Ag.

PROGRAM PASCASARJANA (S3)


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAKASSAR
2017
1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hadis nabi sebagai sumber hukum kedua dalam ajaran Islam setelah

Alquran. Selain itu, hadis nabi juga merupakan sumber kerahmatan, sumber

keteladanan, dan/atau sumber ilmu pengetahuan. Sebab, ototitas hadis yang

bersumber dari Nabi Muhammad saw. mendapat pengakuan ilahiah. Beliau

merupakan manifestasi Alquran yang bersifat praktis. Antara Alquran dan hadis

nabi, dinilai berasal dari sumber yang sama. Perbedaan keduanya hanya pada

bentuk dan tingkat otensititasnya, bukan pada subtansinya.1

Selanjutnya, hadis nabi berfungsi sebagai baya>n taki>d/baya>n al-

taqri>r dan baya>n al-tafsi>r/baya>n al-tafs}i>l terhadap ayat-ayat Alquran.

Selain itu, hadis nabi juga berfungsi sebagai baya>n al-tasyri> yang berarti

memberikan penjelasan hukum secara mandiri atas apa yang tidak disebutkan

secara global dan/atau dijelaskan secara terperinci di dalam al-Quran.2

Dalam memahami hadis nabi, diperlukan interpretasi tekstual, intertekstual

dan kontekstual. Interpretasi tekstual merupakan pemahaman terhadap matan

hadis berdasarkan teksnya semata. Ada tiga hal yang dipertimbangkan dalam

memahami hadis nabi dari segi teksnya. Pertama, keragaman teknik periwayatan.

Kedua, keragaman bentuk dan gaya bahasa. Ketiga, keragaman aspek kandungan.3

Interpetasi intertekstual merupakan pemahaman teks berdasarkan adanya

teks lain, baik teks di dalam satu teks ataupun di luar teks karena adanya

hubungan yang terkait. Ada tiga hal yang dipertimbangkan dalam memahami

1
Arifuddin Ahmad, Metodologi Pemahaman Hadis (Cet. II; Makassar: Alaudddin
Univerty Press, 2013), h. 1.
2
Arifuddin Ahmad, Metodologi Pemahaman Hadis, h. 104-106.
3
Arifuddin Ahmad, Metodologi Pemahaman Hadis, h. 19-20.
2

hadis nabi dari segi interteksnya. Pertama, keserasian dan keragaman lafal. Kedua,

tanawwu fi> al-h}adi>s\. Ketiga, hadis sebagai baya>n terhadap Alquran.4

Interpretasi kontekstual merupakan pemahaman terhadap matan hadis

dengan memperhatikan asba>b wuru>d al-h}adi>s\ dan konteks kekinian. Ada

beberapa hal yang diperhatikan dari segi konteksnya, yaitu otoritas dan kedudukan

Nabi Muhammad saw., perbedaan sosial budaya sahabat nabi, bentuk peristiwa

hadis, tempat dan waktu peristiwa hadis, serta perkembangan peradaban masa

kini.5

Berdasarkan penjelasan di atas, maka berikut ini dipaparkan hadis tentang

larangan menimbun bahan kebutuhan pokok dengan syarah hadis metode


tah}i>li>. Redaksi hadisnya yaitu: . Artinya, barang
siapa yang menimbun maka ia berdosa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka pokok permasalahan dalam

makalah ini adalah bagaimana hadis tentang larangan menimbun bahan kebutuhan

pokok. Agar pembahasan ini lebih terfokus, dijabarkan dua rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana Nabi saw. menyabdakan larangan menimbun bahan kebutuhan

pokok?

2. Bagaimana analisis pemaknaan hadis larangan menimbun bahan kebutuhan

pokok?

4
Arifuddin Ahmad, Metodologi Pemahaman Hadis, h. 89-105.
5
Arifuddin Ahmad, Metodologi Pemahaman Hadis, h. 117-165.
3

II. PEMBAHASAN

A. Takhri>j al-H{adi>s\

Untuk mendapatkan hadis tentang larangan menimbun bahan kebutuhan

pokok, terlebih dahulu dilakukan takhri>j al-h}adi>s\.6 Dalam makalah ini yaitu

kajian hadis tah}li>li>, kegiatan takhri>j al-h}adi>s\ digunakan untuk

menentukan keragaman lafal hadis.7 Keragaman lafal hadis diambil dari kitab

Muwat}ta} Ma>lik, S{ah}i>h} al-Bukha>ri> dan Muslim, serta lima kitab Sunan

Abu> Daud, al-Tirmizi>, al-Nasa>i>, Ibnu Ma>jah, dan al-Da>rimi>.

Pemakaian metode takhri>j al-h}adi>s\ dalam makalah ini menggunakan

metode secara tematik. Dan kitab yang digunakan adalah kitab Kanzu al-

Umma>l fi Sunan al-Aqwa>l wal al-Afa>l karya Ali ibn H{isamuddin al-

Hindi> (w. 975 H). Penelusuran secara tematik ditemukan dalam pembahasan

Kita>b al-Buyu> min Qism al-Aqwa>l, Ba>b al-S|a>lis\ fi> al-Ih}tika>r wa al-

Tasi>r. Dari penelusuran kitab tersebut didapatkan petunjuk sebagai berikut:


8:
.""."
" -9716

" -9718
.""."

" -9719
.""."

6
Takhri>j al-h}adi>s\ merupakan langkah awal dalam metodologi penelitian hadis.
Penggunaan kegiatan takhri>j al-h}adi>s\ untuk menelusuri hadis-hadis dari berbagai kitab
sumbernya, agar diketahui asal-usul dan seluruh riwayat serta perawi bagi suatu hadis yang diteliti.
Lihat M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Cet. II; Jakarta: Bulan Bintang,
2007), h. 39.
7
Hal ini didasarkan pada ketentuan dalam kontrak kuliah hadis tahlili. Menurut penulis,
keragaman lafal ini diambil satu hal dari klasifikasi hadis secara tematik.
Ali> ibn H{isa>m al-Di>n al-Hindi>, Kanz al-Umma>l fi> Sunan al-Aqwa>l wa al-
8

Afa>l, Juz IV (Cet. V; Baru>t: Muassasah al-Risa>lah, 1985), h. 97-98. Makalah ini hanya
dicantumkan data hadis yang terkait dengan al-ih}tika>r.
4

.""."

"-9723
9
."". -9731
Berdasarkan data takhri>j al-h}adi>s\ di atas, hadis tentang al-ih{tika>r

diperoleh empat klasifikasi hadis secara tematik. Sebab, antara





dengan dikelompokkan satu klasifikasi.
Berikut klasifikasi hadis yang bersumber dari empat (tiga) perawi pertama, yaitu

Umar ibn al-Khat}t}a>b, Ibnu Umar (Mamar ibn Abdullah), Abu> Hurairah, dan

Mamar ibn Abdullah.

Pertama, hadis riwayat Ibnu Ma>jah berasal dari Umar ibn al-Khat}t}a>b.





( :



10 .)


Artinya:
Nas}r ibn Ali> al-Jahd}ami> telah menceritakan kepada kami, Abu>
Ah}mad telah menceritakan kepada kami, Isra>i>l telah menceritakan
kepada kami, dari Ali> ibn Sa>lim ibn S|auba>n, dari Ali> ibn Zaid ibn
Juda>n, dari Sai>d ibn al-Sayyab, dari Umar ibn al-Khat}t}a>b ia
berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda, Orang yang mencari nafkah itu
diberi rezeki dan orang yang menimbung itu dilaknat. HR Ibnu Ma>jah

Kedua, hadis riwayat Ahmad dan Ibnu Ma>jah berasal dari Umar ibn al-

Khat}t}a>b.

a. Hadis riwayat Ahmad berasal dari Umar ibn al-Khat}t}a>b

Ali> ibn H{isa>m al-Di>n al-Hindi>, Kanz al-Umma>l fi> Sunan al-Aqwa>l wa al-
9

Afa>l, Juz IV, h. 99-101.


10
Muh}ammad ibn Yazi>d al-Qazuwaini>, Sunan Ibnu Ma>jah, Juz II (Bairu>t: Da>r al-
Fikr, t.th.), h. 728. Selain Ibnu Ma>jah, hadis ini juga diriwayatkan Ish}a>q ibn Rahawaih, al-
H{a>kim, al-Da>rami>, Abd. al-Razza>q, dan Abu> Yala> dari Umar ibn al-Khat}t}a>b.
Namun, dalam sanad ini terdapat perawi Ali> ibn Sa>lim. Perawi ini disebut namanya dalam
kitab al-D{uafa> oleh al-Uqaili>. Lihat Ibnu H{ajar al-Asqala>ni>, al-Dira>yah fi> Takhri>j
Ah}a>di>s\ al-Hida>yah, Juz II (Bairu>t: Da>r al-Marifah, t.th.), h. 234. Menurut al-Alba>ni>,
hadis d}ai>f.
5



- - :
: : :
: . :


:
: :
:
" :

:
"



. :
11
. :
Artinya:
Abu> Sai>d budak Bani> Ha>syim telah menceritakan kepada kami, al-
Hais\am ibn Ra>fi al-T{a>t}ari> orang Bas}rah telah menceritakan kepada
kami, Abu Yah}ya> seorang lelaki penduduk Mekah telah menceritakan
kepadaku, dari Farru>kh hamba sahaya Us\ma>n, bahwa Umar pada saat
menjadi amirulmukminin, ia keluar menuju mesjid kemudian melihat
makanan berserakan, lalu ia bertanya, Makanan apa ini? Mereka
menjawab, Makanan yang didatangkan kepada kami. Maka ia berkata,
Semoga Allah memberkati makanan ini dan orang yang
mendatangkannya. Kemudian ada yang berkata, Wahai Amirulmukminin,
makanan itu telah ditimbun. Umar bertanya, Siapa yang telah
menimbunnya? Mereka menjawab, Farru>kh hamba sahaya Us\ma>n
dan Fulan hamba sahaya Umar. Maka Umar mengutus utusan untuk
memanggil keduanya, kemudian dia berkata, Apa yang mendorong kalian
berdua untuk menimbun makanan kaum muslimin? Keduanya menjawab,
Wahai Amirulmukminin, kami membeli dengan harta kami dan menjual.
Maka Umar menjawab, aku mendengar Rasulllah saw. bersabda, Barang
siapa menimbun harta kaum muslimin maka Allah akan menimpakan
kepadanya kebangkrutan atau penyakit kusta. Maka Farru>kh ketika itu
berkata, Wahai Amirulmukminin, aku berjanji kepada Allah dan kepadamu
untuk tidak akan mengulangi menimbun makanan selama. Adapun hamba
sahaya Umar berkata, Hanya saja kami membeli dengan harta kami dan

11
Abu> Abdullah Ahmad ibn Muhamad, Musnad Ahmad ibn Hanbal, Juz I (Cet. I;
Bairu>t: Muassasah al-Risa>lah, 2001), h. 284. Menurut Syuaib al-Arnau>t}, sanadnya d}ai>f.
Sebab, Abu>Yah}ya al-Makki> dan Farru>kh maula Usma>n dianggap jaha>lah (tidak dikenal
dari segi ke-s\iqah-annya). Perawi lain yaitu al-Hais\am ibn Ra>fi, biografinya dalam kitab al-
Ka>syif karya al-Z|ahabi>, dinilai s}adu>q tetapi ditolak hadisnya tentang al-h{ukrah
(penimbunan barang). Lihat Syamsuddin al-Z|ahabi>, al-Ka>syif fi> Marifah man lahu
Riwa>yah fi> al-Kutub al-Sittah, Juz II [Maktabah Syamilah], h. 344.
6

menjual. Abu> Yah}ya berkata, Maka sungguh aku melihat hamba sahaya
Umar terkena penyakit kusta. HR Ahmad

b. Hadis riwayat Ibnu Ma>jah berasal dari Umar ibn al-Khat}t}a>b



. . .




( :
12 . )
Artinya:
Yah}ya> ibn H}aki>m telah menceritakan kepada kami, Abu> Bakr al-
H{anafi> telah menceritakan kepada kami, al-Hais\am ibn Ra>fitelah
menceritakan kepada kami, Abu> Yah}ya> al-Makki> telah menceritakan
kepadaku, dari Farru>kh mantan budak Us\ma>n ibn Affa>n, dari Umar
ibn al-Khat}t}a>b ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, Barang
siapa yang menimbun makanan atas kaum muslimin, maka Allah akan
menghukumnya dengan penyakit dan kerugian. HR Ibnu Ma>jah

Ketiga, hadis riwayat Ah}mad berasal dari Abu> Hurairah.




" :
:
.

13

Artinya:
Suraij telah menceritakan kepada kami, Abu> Masyar telah menceritakan
kepada kami, dari Muh}ammad ibn Amru> ibn Alqamah, dari Abi>
Salamah, dari Abu> Hurairah ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda,
Barang siapa menimbun dengan maksud menaikkan harga atas kaum
muslimin maka ia telah berdosa. HR Ah}mad

12
Muh}ammad ibn Yazi>d al-Qazuwaini>, Sunan Ibnu Ma>jah, Juz II, h. 729. Menurut
al-Alba>ni>, (hadisnya) d}ai>f. Sementara Ibnu H{ajar al-Asqala>ni dalam kitabnya
menyebutkan sanad Ibnu Ma>jah dinilai h}asan. Lihat Ibnu H{ajar, Fath} al-Ba>ri>, Juz IV
(Bairu>t: Da>r al-Marifah, t.th.), h. 348. Berikut keterangan lainnya:

.


.


.
.



.


13
Abu> Abdullah Ahmad ibn Muhamad, Musnad Ahmad ibn Hanbal, Juz XIV, h. 625.
Menurut Syuaib al-Arnau>t}, kualitas hadis h}asan ligairih. Namun, sanad hadis ini d}ai>f,
karena perawinya Abu> Masyar dinilai d}ai>f.
7

Keempat, hadis riwayat Ahmad, Muslim, Abu> Da>wud, dan al-Tirmiz\i>


berasal dari Ibnu Umar (Mamar ibn Abdullah).14 Selain perawi pertama (ala>)
keliru, hadis ini juga diriwayatkan Ibnu Ma>jah dan al-Da>rimi>.15
a. Hadis riwayat Muslim berasal dari Mamar ibn Abdullah




- -
16

.
Artinya:
Sai>d ibn Amru al-Asyas\i> telah menceritakan kepada kami, H{a>tim
ibn Isma>i>l telah menceritakan kepada kami, dari Muh}ammad ibn
Ajla>n, dari Muh}ammad ibn Amru ibn At}a>, dari Sai>d ibn al-
Musayyab, dari Mamar ibn Abdullah, dari Rasulullah saw. bersabda,
Tidaklah seseorang menimbun barang, kecuali telah berbuat salah. HR
Muslim

b. Hadis riwayat Abu> Da>wud berasal dari Mamar





--
.
.
.

17 .
Artinya:
Wahb ibn Baqiah telah menceritakan kepada kami, Kha>lid telah
mengabarkan kepada kami, dari Amru ibn Yah}ya>, dari Muh}ammad ibn
Amru ibn At}a>, dari Sai>d ibn al-Sai>d, dari Mamar ibn Abi>

Data takhri>j dalam kitab Kanz alUmma>l menunjukkan hadis berasal dari Abdullah
14

ibn Umar. Namun, setelah ditelusuri dalam kitab sumbernya hadis tersebut berasal dari Mamar
ibn Abdullah.
15
Penambahan dua sumber kitab ini karena sumber data dalam makalah ini diambil dari
kitab Muwat}ta} Ma>lik, S{ah}i>h} al-Bukha>ri> dan Muslim, serta lima kitab Sunan Abu>
Daud, al-Tirmizi>, al-Nasa>i>, Ibnu Ma>jah, dan al-Da>rimi>.
16
Abu> al-H{usain Muslim ibn al-Hajja>j, S{ah}i>h} Muslim, Juz V (Bairu>t: Da>r al-
Jail, t.th.), h. 56.
17
Sulaima>n ibn al-Asyas\, Sunan Abi> Da>wud, Juz III (Bairu>t: Da>r al-Kita>b al-
Arabiah, t.th.), h. 285.
8

Mamar salah satu dari Bani> Adi> ibn Kab ia berkata bahwa Rasulullah
saw. bersabda, Tidaklah seseorang menimbun barang, kecuali telah berbuat
salah. Kemudian aku berkata kepada Sai>d, sesungguhnya engkau
menimbun. Ia berkata, dan Mamar pernah menimbun. Abu> Da>wud
berkata, dan aku bertanya kepada Ahmad, apakah h}ukrah itu? Ia
menjawab, sesuatu yang padanya terdapat kehidupan manusia. Abu>
Da>wud berkata bahwa al-Auza>i> menyatakan al-muh}takir adalah orang
yang datang ke pasar untuk membeli apa yang dibutuhkan orang-orang dan
menyimpannya. HR Abu> Da>wud.

c. Hadis riwayat al-Tirmiz\i> berasal dari Mamar






:

. !

.



18
.
Artinya:
Ish}aq ibn Mans}u>r telah menceritakan kepada kami, Yazi>d ibn Ha>ru>n
telah mengabarkan kepada kami, Muh}ammad ibn Ish}aq telah
mengabarkan kepada kami, dari Muh}ammad ibn Ibra>him, dari Sai>d ibn
Musayyab, dari Mamar ibn Abdullah ibn Nad}lah ia berkata, aku
mendengar Rasulullah saw. bersabda, Tidaklah seseorang menimbun
kecuali ia telah berbuat salah. Aku bertanya kepada Sai>d, Wahai Abu>
Muhammad, sesungguhnya engkau menimbun. Ia mengatakan, sedangkan
Mamar telah telah menimbun.
Abu> I<sa> berkata, sesungguhnya telah diriwayatkan dari Sai>d ibn al-
Musayyab bahwa ia pernah menimbun minyak, biji gandum, atau yang
serupa dengan itu. Abu> Isa> berkata, dalam hal ini ada hadis serupa dari
Umar, Ali>, Abu> Uma>mah dan Ibnu Umar. Dan hadis Mamar adalah
hadis hasan sahih. Hadis ini menjadi pedoman amal menurut ulama, mereka
memakruhkan penimbunan makanan tetapi sebagian mereka membolehkan
penimbunan selain makanan. Dan Ibnu al-Maba>rak mengatakan bahwa
tidak mengapa menimbun kapas, kulit yang disamak atau serupa dengan itu.
HR al-Tirmiz\i>

d. Hadis tiga riwayat Ah}mad ibn H{anabal berasal dari Mamar

Muh}ammad ibn I<sa> al-Tirmiz\i>, Sunan al-Tirmiz\i>, Juz III (Bairu>t: Da>r
18

Ih}ya> al-Tura>s\ al-Arabi>, t.th.), h. 567.


9


:
:

.
" :

19

Artinya:
Yazi>d Suraij telah menceritakan kepada kami bahwa ia berkata,
Muh}ammad ibn Ish}aq telah menceritakan kepada kami, dari Muh}ammad
ibn Ibra>hi>m al-Taimi>, dari Sai>d ibn al-Musayyab, dari Mamar ibn
Abdullah ibn Nad}lah al-Qurasyi> bahwa ia berkata, saya mendengar
Rasulullah saw. bersabda, Tidak ada yang menimbun kecuali orang yang
salah. HR Ahmad



:

. ":


20

Artinya:
Muh}ammad ibn Jafar telah menceritakan kepada kami, Syubah telah
menceritakan kepada kami, dari Muh}ammad ibn Ish}a>q, dari
Muh}ammad ibn Ibra>him, dari Sai>d ibn al-Musayyab, dari Mamar
lelaki dari Quraisy bahwa ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, Tidak ada
yang menimbun kecuali orang yang salah. HR Ahmad

:

":
:

.

"
21

Artinya:
Yah}ya ibn Sai>d al-Umawi> telah menceritakan kepada kami bahwa ia
berkata, Yah}ya> ibn Sai>d telah menceritakan kepada kami, dari Sai>d
al-Musayyab, dari Mamar al-Adawi> bahwa ia berkata, Rasulullah saw.
bersabda, Tidak ada yang menimbun kecuali orang yang salah. Dan
Sai>d ibn al-Musayyab menimbun minyak. HR Ah}mad.

19
Abu> Abdullah Ahmad ibn Muhamad, Musnad Ahmad ibn Hanbal, Juz XXV, h. 37.
20
Abu> Abdullah Ahmad ibn Muhamad, Musnad Ahmad ibn Hanbal, Juz XXV, h. 39.
21
Abu> Abdullah Ahmad ibn Muhamad, Musnad Ahmad ibn Hanbal, Juz XXV, h. 40.
10

e. Hadis riwayat Ibnu Ma>jah dan al-Da>rimi> berasal dari Mamar22





.




.)
(:



23
Artinya:
Abu> Bakr ibn Abi> Syaibah telah menceritakan kepada kami, Yazi>d ibn
Ha>ru>n telah menceritakan kepada kami, dari Muh}ammad ibn Ishaq, dari
Muh}ammad ibn Ibara>him, dari Sai>d ibn al-Musayyab, dari Mamar ibn
Abdullah ibn Nad}lah ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, Tidak
ada yang menimbun kecuali orang yang salah. HR Ibnu Ma>jah.







.

:

24
Artinya:
Ah}mad ibn Kha>lid telah menceritakan kepada kami, Muh}ammad ibn
Ish}aq telah menceritakan kepada kami, dari Muh}ammad ibn Ibra>hi>m,
dari Sai>d ibn al-Musayyab, dari Mamar ibn Abdullah ibn Na>fi ibn
Nad}lah al-Adawi> bahwa ia berkata, saya mendengar Rasulullah saw.
bersabda, Tidak menimbun kecuali ia akan berdosa. Beliau mengucapkan
hingga dua kali HR al-Da>rimi>.

Adapun hadis riwayat Muslim berasal dari Mamar ibn Abdullah di bawah

ini, dikelompokkan dalam klasifikasi matan hadis sebelumnya,




. Sebab, kandungan matannya sama.
- -





- -
.
- -

22
Kedua riwayat hadis ini tidak disebutkan dalam data takhri>j kitab Kanz al-Umma>l.
Namun, ditemukan dalam takhri>j secara komputer melalui program maktabah syamilah.
23
Muh}ammad ibn Yazi>d al-Qazuwaini>, Sunan Ibnu Ma>jah, Juz II, h. 782.
Abdullah ibn bd. al-Rah}ma>n, Sunan al-Da>rami>, Juz II (Cet. I; Bairu>t: Da>r al-
24

Kita>b al-Arabiah, 1407 H), h. 323. Menurut H{usain Sali>m Asad, perawi dalam sanad ini
tergolong s\iqah meskipun Muh}ammad ibn Ish}a>q dianggap mudallis. Namun, secara
keseluruhan hadis ini dinilai sahih.
11






25
.
Artinya:
Abdullah ibn Maslamah ibn Qanab telah menceritakan kepada kami,
Sulaima>n yaitu Ibnu Bila>l telah menceritakan kepada kami, dari Yah}ya>
yaitu Ibnu Sai>d bahwa ia berkata, Sai>d ibn al-Musayyab telah
menceritakan bahwa Mamar berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda,
Barang siapa menimbun barang maka ia berdosa. Kemudian dikatakan
kepada Sai>d bahwa engkau menimbun. Sai>d berkata bahwa Mamar
yang menceritakan hadis ini telah menimbun. HR Muslim.

B. Redaksi Hadis

Berdasarkan hasil takhri>j al-h}adi>s\ sebelumnya yang menunjukkan

empat klasifikasi hadis, maka redaksi hadis yang dijadikan sebagai pembahasan

hadis tentang larangan menimbun bahan kebutuhan pokok secara tah}li>lli>,

yaitu hadis riwayat Muslim yang berasal dari Mamar ibn Abdullah.

- -



-
-
. - -


.
Artinya:
Abdullah ibn Maslamah ibn Qanab telah menceritakan kepada kami,
Sulaima>n, yaitu Ibnu Bila>l, telah menceritakan kepada kami, dari
Yah}ya>, yaitu Ibnu Sai>d, ia berkata bahwa Sai>d ibn al-Musayyab
pernah menceritakan bahwa Mamar berkata, Rasulullah saw. bersabda,
Barang siapa yang menimbun maka ia termasuk pendosa. Kemudian
dikatakan kepada Sai>d bahwa engkau telah melakukan ih}tika>r. Sai>d .
HR Muslim.

C. Kritik Sanad dan Matan

25
Abu> al-H{usain Muslim ibn al-Hajja>j, S{ah}i>h} Muslim, Juz V, h. 56.
12

Kritik sanad dan matan dilakukan untuk mengetahui kesahihan suatu

hadis. Kegiatan ini dilakukan untuk memastikan hadis yang dibahas berkualitas

sahih. Berikut uraian kritik sanad dan matan:

1. Kritik Sanad

Penilaian terhadap rija>l al-h}adi>s\ dimulai dari mukharri>j hingga

sanad terakhir dan dilakukan secara berturut-turut. Berikut susunan nama perawi:
Susunan Lambang Penilaian
Nama Perawi
Perawi/Sanad Periwayatan Ulama
Perawi
Mamar (w. 41 H) Sanad V Qa>la S{ah}abi>
I
Sai>d ibn al-Musayyab Perawi anna Ah}ad al-
Sanad IV
(w. 93/94 H) II Qa>la Ulama
Yah}ya> ibn Sai>d Perawi Ka>na
Sanad III S|iqah S|abt
(w. 143 H) III yuh}addis\u
Sulaima>n ibn Bila>l Perawi
Sanad II an Qa>la S|iqah
(w. 177 H) IV
Abdullah ibn Maslamah Perawi H{addas\ana S|iqah
Sanad I
(w. 221 H) V > A<bid
Al-
Muslim ibn al-H{ajja>j Perawi Mukharri H{addas\ana
Muh}addis\
(204-261H) VI @j >
al-H{a>fiz}
Berdasarkan skema di atas, dengan memperhatikan data berupa tahun
wafat, lambang periwayatan dan penilaian ulama, maka dapat dikatakan bahwa

sanad hadis riwayat Muslim dikategorikan sahih. Dengan demikian, kritik matan

dapat dilanjutkan.

2. Kritik Matan

Ada dua hal dalam kritik matan, yaitu terhindar dari syuz\u>z\ dan illah.

Berikut penelitian lafal-lafal matan dan penelitian kandungan matan sebagai bukti

bahwa hadis yang diteliti terhindar dari dari syuz\u>z\ dan illah.

a. Penelitian Lafal-Lafal Matan




1
13







2



3



4



5
26 /
/


6
/


/


Berdasarkan lafal-lafal matan hadis di atas, terdapat dua perbedaan lafal.

Pertama, antara lafal dan


. Kedua, antara lafal
. Disimpulkan bahwa meskipun terdapat perbedaan lafal tetapi
dan

maknanya tetap sama. Dengan demikian, dikatakan bahwa matan hadis di atas

mengalami periwayatan secara lafz}i>.

b. Penelitian Kandungan Matan Hadis

Matan hadis mengandung petunjuk larangan menimbun bahan kebutuhan

pokok. Kandungan petunjuk ini diambil dari judul hadis di dalam kitab Muslim

( ) .27 Kandungan matan hadis ini tidak


menyalahi petunjuk Alquran yaitu diharamkan memakan harta orang lain secara

batil. Sebagaimana tergambar dalam ayat Q.S. al-Nisa>/4: 29. Sebab, ih}tika>r

merupakan salah satu bentuk kebatilan dalam muamalah.

Lafal
26

didapatkan empat riwayat hadis Mamar ibn Abdullah dalam kitab Abu>
Abdullah Ahmad Ibnu Muhamad, al-Musnad, Juz XII (Cet. I; Kairo: Da>r al-H}adi>s\,1995), h.
301-302.
27
Abu> al-H{usain Muslim Ibnu al-Hajja>j, S{ah}i>h} Muslim, Juz V, h. 56.
14

Berdasarkan argumen-argumen sebelumnya maka matan hadis riwayat

Muslim dinyatakan terhindar dari syuz\u>z\ dan illah. Itu berarti bahwa matan

hadis tersebut berkualitas sahih, sehingga dapat menjadi hujah.


15

D. Syarah Mufrada>t

Kata berarti barang siapa yang.28 Ia merupakan isim syarat mabni

yang mengikat antara dua kalimat. Kalimat pertama menjadi syarat bagi kalimat

kedua. Dalam hadis


, kalimat pertamanya adalah

sedangkan kalimat keduanya adalah .

Kata berarti menahan/menimbun.29 Kata ini adalah kalimat
pertama dalam isim syarat mabni . Klausa
diartikan barang
siapa yang menimbun.

Lafal
berarti maka.30 Ia merupakan ,
yaitu kata penghubung atau pemisah antara dua kalimat dalam isim syarat mabni.

diartikan maka ia. Dengan demikian, frase merupakan kata


Frase


penghubung kalimat pertama yaitu dengan kalimat berikutnya yaitu
.

berasal dari kata
Kata




yang salah satu maknanya adalah ,31

berarti berbuat dosa/kesalahan.32 Hal ini sesuai dengan firman Allah swt. QS

Yu>suf/12: 97.


Terjemahnya:

28
A.W. Munawir, Kamus al-Muwawwir Arab-Indonesia Terlengkap (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997), h. 1361.
29
A.W. Munawir, Kamus al-Muwawwir Arab-Indonesia Terlengkap, h. 285.
30
A.W. Munawir, Kamus al-Muwawwir Arab-Indonesia Terlengkap, h. 1029.
Ah}mad Mukhta>r, Mujam al-Lugah al-Arabiya al-Mua>s}irah (Cet. I; A<lam al-
31

Kutub, 2008), h. 659.


32
A.W. Munawir, Kamus al-Muwawwir Arab-Indonesia Terlengkap, h. 452.
16

Mereka berkata, Wahai ayah kami! Mohonkanlah ampun untuk kami atas
dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang yang bersalah
(berdosa).33

Hadis Nabi saw.


dimaknakan dalam dua


kamus, Ta>j al-Aru>s dan Lisa>n al-Arab, yaitu

.34
Artinya, membeli sesuatu dan menahannya supaya langka sehingga

naik (harganya). Dengan demikian, maksud dari ih}tika>r yaitu melangkan

barang komuditi sehingga harganya naik.

E. Biografi Perawi Pertama Hadis

Mamar ibn Abdullah ibn Abi> Mamar, sahabat Nabi saw. yang wafat

tahun 41 H. Dia masuk Islam sebelum hijrah, tetapi sahabat ini terlambat berhijrah

ke Madinah, karena sebelumnya dia singgah bersama beberapa orang sahabat

lainnya di Habasyah dan mereka menetap beberapa bulan lamanya di sana.35

Guru-guru Mamar di samping Nabi saw. adalah antara lain khulafa al-

ra>syidi>n, Zaid ibn S|a>bit, Zaid ibn Aslam, dan selainnya. Sedangkan murid-

muridnya adalah Abdullah ibn Umar, Said ibn al-Musayyab, dan segolongan

tabiin lainnya. Dia adalah perawi hadis yang s\iqah, mutqin, adl sabt, dan hujjah.

Ibn Abd. al-Bar berkata, Dia termasuk tokoh dari Bai Adwi. Menurut Ibnu

Hajar al-Asqala>ni>, Dia pernah mencukur rambut Rasulullah saw..

F. Asaba>b al-Wuru>d

Departement Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, Edisi Tahun 2002 (Semarang:
33

Toha Putra, 2002), h. 332.


Muh}ammad al-H{usaini>, Ta>j al-Aru>s min Jawa>hir al-Qa>mu>s, Juz XI
34

[Maktabah Sya>milah], h. 72. Muh}ammad al-Mas}ri>, Lisa>n al-Arab, Juz IV (Cet. I; Bairu>t:
Da>r S{a>dir, t.th.), h. 208.
35
Ibnu H{ajar al-Asqala>ni>, al-Is}a>bah fi> Tamyi>z al-S{ah}a>bah, Juz VI (Cet. I;
Bairu>t: Da>r al-Jail, t.th.), h. 188.
17

Penulis telah berusaha untuk mengetahui lebih jauh tentang asba>b al-

wuru>d dari hadis tentang larangan menimbun bahan kebutuhan pokok. Namun,

penulis tidak atau belum menemukan. Jadi, hadis tersebut dikemukakan oleh nabi

saw. tanpa didahului sebab tertentu. Hal ini sangat mungkin terjadi, karena ada

hadis yang tidak mempunyai sebab secara khusus dan ada hadis yang mempunyai

sebab secara khusus.

G. Lafal-Lafal Hadis dengan Hadis Lainnya

Berdasarkan takhri>j al-h}adi>s\ sebelumnya, hadis riwayat Mamar ibn

terdapat dua matan hadis yang redaksinya berbeda yaitu:



dan

. Kedua hadis ini, jika diperhadapkan
dengan hadis lainnya maka dapat dikategorikan beberapa kelompok hadis.

Pertama, hadis riwayat Abu> Hurairah dengan redaksi hadis sebagai barikut:

.



Kedua, hadis riwayat Umar ibn al-Khat}t}a>b dengan redaksi hadis sebagai

barikut:


.




.




Ketiga, hadis riwayat Ibnu Umar dengan redaksi hadis sebagai barikut:






.
Keempat, hadis Umar ibn al-Khat}t}a>b yang setema dengan hadis tentang

larangan menimbun bahan kebutuhan pokok, yaitu:


18

H. Syarah Hadis

1. Pengertian Ih}tika>r

Ih}tika>r secara bahasa berarti:



36


Artinya:
Ih}tika>r secara bahasa adalah menahan sesuatu untuk menunggu harga
naik

Ih}tika>r juga berarti


, yaitu mengumpulkan (barang-
barang) dan menahan. Adapun pengertian ih}tika>r dalam tinjauan fikih adalah

penahanan atau penimbunan atas suatu barang dagangan dengan tujuan untuk

dijual kembali pada saat harga naik.37 Yusuf al-Qard}a>wi> menjelaskan:


38

:
Artinya:
Ih}tika>r adalah menahan barang dagangan dari peredaran sampai harganya
naik.

Dua pengertian di atas dapat dikatakan mempunyai pengertian yang sama,

yaitu upaya dari seseorang menimbun barang pada saat barang itu harganya murah

untuk menunggu harga akan naik. Misalnya, pedagang gula pasir di awal

Ramadan tidak mau menjual barang dagangannya, karena mengetahui bahwa pada

minggu terakhir Ramadan masyarakat membutuhkan gula untuk menghadapi

lebaran. Dengan menipisnya stok gula di pasar, harga gula pasti akan naik. Ketika

36
Ibn Abidin, Rad al-Mukhta>r ala> al-Da>r al-Mukhta>r Syarh} Tanwi>r al-Abs}a>r,
Juz IX (Bairu>t: Da>r al-Kutub al-Ilmiah, 1994), h. 27.
37
Rosalinda, Fikih Ekonomi Syariah (Cet. I; Jakarta: Rajawali Pers, 2016), h. 351.
38
Yusuf al-Qard}a>wi>, Daur Qiya>m wa al-Akhla>k fi> al-Iqtis}a>d al-Isla>mi>
(Kairo: Maktabah Wahbah, t.th.), h. 293.
19

itulah para pedangan gula menjual gulanya, sehingga pedagang tersebut

mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda.

Dalam hal indikator ih{tika>r, ulama berpendapat bahwa yang dimaksud

dengan ih}tika>r adalah yang memiliki kriteria sebagai berikut:

a. Bahwa barang yang timbun adalah kelebihan dari kebutuhannya, berikut

tanggungan untuk persediaan setahun penuh. Sebab, seseorang boleh

menimbun untuk persediaan nafkah diri dan keluarganya dalam tenggang

waktu selama satu tahun.


b. Bahwa orang tersebut menunggu saat-saat memuncaknya harga barang agar
dapat menjualnya dengan harga yang tinggi karena orang sangat membutuhkan
barang tersebut.
c. Bahwa penimbunan dilakukan terhadap barang yang sangat dibutuhkan
masyarakat. Jika barang-barang yang ada di tangan para pedagang tidak
dibutuhkan manusia, maka hal itu tidak dianggap sebagai penimbunan. Sebab,
tidak mengakibatkan kesulitan manusia.39
2. Hukum Ih}tika>r
Para ahli fikih menyatakan hukum ih{tika>r adalah perbuatan terlarang.
Sebab, kata dalam redaksi hadis berarti orang yang melakukan
kesalahan (dosa). Nabi saw. menyebutkan sebagai perbuatan salah atau
mendatangkan dosa. Beliau menggolongkan sebagai perbuatan salah, karena
membawa dampak kepada orang banyak.40 Hal ini mengisyaratkan bahwa
perbuatan yang salah yaitu menyimpan dari peraturan jual beli atau perdagangan
dalam sistem ekonomi Islam yang berdasarkan Alquran dan hadis.41 Dengan
demikian, perbuatan ih{tika>r termasuk perbuatan yang diharamkan.

39
Rosalinda, Fikih Ekonomi Syariah, h. 358.
40
Ambo Asse, Hadis Nabi Saw. tentang Ekonomi dan Bisnis (Cet. I; Makassar: Alauddin
University Press, 2014), h.166.
41
Ilfi Nur Diana, Hadis-Hadis Ekonomi (Cet. I; Malang: UIN Malang Press, 2008), h. 68.
20

Ayat Alquran yang dapat dijadikan sebagai pelarangan perbuatan


ih}tika>r, meskipun tidak menunjukkan secara langsung. Misalnya, QS al-
Baqarah/2: 279.



Terjemahnya:
Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan)42

Meskipun ayat di atas menjelaskan tentang hukum riba, tetapi ayat ini
dapat pula menjelaskan bahwa setiap perbuatan aniaya, termasuk perbuatan
ih}tika>r, diharamkan oleh agama. Demikian pula, QS al-Mut}affifi>n/83: 1.


Terjemahnya:
Celakalah bagi orang-orang yang berbuat curang.43

Penafsiran ayat di atas dijelaskan dua ayat berikutnya, yaitu kecurangan

menakar dan menimbang dalam berdagang. Meskipun demikian, dalam ayat ini

salah satu bentuk kecurangan lainnya dalam berdagang yaitu perbuatan ih}tika>r.

Sedangkan bentuk kecelakaan pelaku curang dalam perbuatan ih}tika>r adalah

ditimpakannya kutukan, penyakit kusta dan perdagangannya akan bangkrut,

sebagaimana dinyakatan dalam hadis.

Perbuatan ih{tika>r bertentangan dengan ayat lain menyebutkan bahwa

salah satu tujuan harta adalah harta itu beredar dan bisa dinikmati oleh seluruh

masyarakat. Sebagaimana dalam QS al-H{asyr/59: 7.



Terjemahnya:
Agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di
antara kamu44

Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, Edisi 2002, h. 59.


42

Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, Edisi 2002, h. 878.


43

Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, Edisi 2002, h. 797.


44
21

Perbuatan ih{tika>r merupakan perbuatan yang hanya dinikmati oleh

kelompok tertentu, sehingga masyarakat tidak bisa menikmatinya atau hanya bisa

mendapatkan dengan harga yang tinggi, dan menimbulkan mafsadah, sehingga hal

ini bertentangan dengan tujuan harta itu sendiri.

Berdasarkan Alquran dan hadis Nabi saw., para ulama sepakat mengatakan

bahwa perbuatan ih}tika>r tergolong perbuatan yang dilarang (haram). Demikian

pula, perbuatan ih}tika>r harus dicegah oleh pemerintah dengan segala cara. Hal

ini sesuai dengan kaidah fikih yang mengatakan:


45




Artinya:
Hak orang lain terpelihara menurut syariat

Rasulullah saw. melarang menimbun barang-barang dengan maksud

menaikkan harga. Abu> Hurairah meriwayatkan bahwa Rasululah saw. bersabda:

.



Artinya:
Barang siapa menimbun dengan maksud menaikkan harga atas kaum
muslimin maka ia telah berdosa. HR Ah}mad

Dalam hadis di atas, dijelaskan tentang menimbun barang ketika terjadi

kelangkaan barang di pasaran dengan tujuan menaikkan harga. Pedagang

melakukan ih}tika>r dengan seenaknya menaikkan harga barang karena telah

terjadi krisis di pasar. Ini merupakan bentuk rekayasa pedagang untuk

mendapatkan keuntungan yang melimpah dengan cara yang tidak baik.

Ihtika>r dilakukan oleh banyak pedagang dengan beragam cara. Salah

satunya adalah menghambat penjual lain masuk pasar sehingga ia menjadi aktor

tunggal pengendalian harga di pasar.

45
Al-Sya>t}ibi>, al-Muwa>faqa>t, Juz II (Cet. I; Da>r Ibnu Affa>n, 1997), h. 545.
22

Hadis lain yang melarang keras praktik ih{tika>r dengan maksud merusak

harga pasar.

: :
46 .





Artinya:
Sejelek-jelek hamba yang muh}takir yaitu merasa sedih saat harga rendah
dan merasa senang dengan harga yang tinggi

Hadis ini memberikan ilustrasi ihwal pedagang yang melakukan ih}tika>r.

Pedagang yang melakukan ihtikar tentu merasa sedih saat harga rendah, dan tentu

pula merasa senang saat harga tinggi. Pedagang yang melakukan ihtikar

sebenarnya tidak pernah memikirkan nasib orang lain. Yang hanya di benaknya

adalah keserakahan untuk menumpuk harta.47


Menimbun barang untuk menaikkan harga merupakan salah satu perilaku
bisnis yang tercela. Misalnya, menyembunyikan gandum dan barang-barang
lainnya untuk menaikkan harga dengan sengaja. Penjualan seperti ini pernah
dilakukan oleh pedagang-pedagang di Madinah untuk menaikkan harga barang-
barang keperluan sehari-sehari untuk memperoleh keuntungan yang besar.48
Rasulullah saw. melarang menyembunyikan takaran gandum dan beliau
menjelaskan bahwa orang yang menyembunyikan takaran gandum termasuk
orang yang berkelakuan buruk karena merasa sedih dengan harga yang rendah dan
merasa senang dengan harga yang tinggi.49
Kalau kenaikan harga tanpa direkayasa oleh sekelompok orang. Misalnya,
terjadi murni karena jumlah barang sedikit akibat gagal panen dan musibah

Abu> Bakr Ah}mad al-Baihaqi>, Syuab al-I<ma>n, Juz VII (Cet. I; Bairu>t: Da>r al-
46

Kutub al-Ilmiah, 1410 H), h. 525.


47
Najamuddin Muhammad, Cara Dagang Ala Rasulullah untuk Para Entreprenuer (Cet.
III; Yogjakarta: DIVA Press Anggota (IKAPI), 2003), h. 122.
48
A. Darussalam, Etika Bisnis dalam Perspektif Hadis (Cet. I; Makassar: Aluddin
University Press, 2001), h. 133.
49
A. Darussalam, Etika Bisnis dalam Perspektif Hadis, h. 134.
23

lainnya, atau jumlah permintaan yang tinggi pada musim-musim tertentu oleh para
konsumen, tentu keuntungan dari penjualan dengan harga tinggi sesuai dengan
harga pasar pada waktu itu adalah halal. Dan laba yang besar tersebut merupakan
rezeki dari Allah untuk para pedagang.50
Suatu ketika harga bahan-bahan makanan melambung tinggi di masa
Rasulullah saw., beberapa sahabat mengadu kepada Rasulullah saw. meminta
beliau untuk mematok harga, lalu Nabi saw. bersabda:








51
.

Artinya:
Sungguh! Hanya Allah yang menetapkan harga, Dia Yang menahan, Dia
Yang menghamparkan dan Dia Yang memberi rezeki. Sesungguhnya aku
berharap dapat menemui Allah (di akhirat) tanpa seorang pun menuntut
balasan kezaliman yang aku lakukan terhadap jiwa dan harta (karena
menzalimi pedagang dengan menetapkan harga yang tentunya mengurangi
laba untuk mereka). HR Abu> Dawud

Sebagaimana Rasulullah saw. tidak mau menzalimi para pedagang dengan

menurunkan laba yang seharusnya mereka dapatkan dari kenaikan harga, maka

beliau juga tidak mau para pedagang menzalimi khalayak ramai dengan cara

ih{tika>r sehingga harga barang-barang kebutuhan pokok naik tinggi.

Penyimpanan bahan makanan untuk kebutuhan setahun atau menabung

untuk kebutuhan hari esok, tidak termasuk perbuatan ih{tika>r. Jika jumlah yang

disimpan kurang dari nisab zakat, yaitu 20 Dinar (kurang lebih 85 gr) emas dan

300 s}a> (kurang lebih 617 kg) makanan pokok, maka para ulama sepakat

hukumnya boleh, karena harta di bawah nisab zakat dianggap sedikit.52

Bila mencapai nisab maka wajib dikeluarkan zakatnya. Namun, jika harta

yang disimpan telah dibayarkan zakatnya, maka harta tersebut boleh disimpan

50
Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat Kontemporer (Cet. XII; Bogor: Berkat Mulia
Insani, 2016), h. 194.
51
Sulaima>n al-Sijista>ni>, Sunan Abi> Da>wud, Juz III, h. 286.
52
Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat Kontemporer, h. 195.
24

seberapa pun jumlahnya, jika tidak merusak harga pasar dan tidak ada niat untuk

mencari keuntungan dari kelangkaan barang. Hal ini didasarkan dalil-dalil sebagai

berikut:53

a. Nabi Yusuf as. menganjurkan untuk menyimpan bahan makanan pokok untuk

kebutuhan selama tujuh tahun demi menghadapi kemarau.

b. Riwayat Umar ibn al-Khat}t}a>b






54 .

Artinya:
Nabi saw. pernah menjual sebidang kebun kurma beliau yang berada di
perkebunan Bani> Nad}ir dan beliau menyisakan kurma untuk kebutuhan
satu tahun untuk diri dan keluarganya (HR al-Bukha>ri)

c. Kisah Saad ibn Abi> Waqqa>s} yang ingin berwasiat lebih dari sepertiga

hartanya, maka Nabi saw. melarangnya. Hal ini dipahami bahwa Saad ibn

Abi> Waqqa>s} adalah seorang kaya yang menyimpan hartanya melebihi

kebutuhannya, sekalipun ia telah berwasiat sepertiga dari hartanya tetapi

penerima warisnya masih dianggap kaya dengan harta warisan yang diterima.

Jika menyimpan harta terlarang tertulah Nabi saw. akan menyuruh Saad ibn

Abi> Waqqa>s} untuk berwasiat lebih sebagai balasan atas tindakan yang tidak

baik.

Hukum bolehnya menyimpan uang dan barang untuk kebutuhan hari esok
diterapkan pada masa-masa normal. Namun, pada musim paceklik dimana rakyat

banyak kekurangan bahan pangan maka status orang yang menyimpan bahan

makanan pokok dalam jumlah yang besar sekalipun untuk kebutuhannya dianggap

53
Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat Kontemporer, h. 195-196.
Muh}ammad ibn Isma>i>l, S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, Juz VIII (Cet. I; Da>r T{auq al-
54

Najah, 1422 H), h. 63.


25

ih{tika>r serta pihak berwenang boleh memaksanya untuk menjual barang yang

disimpan.55

Jika seorang pedagang membeli barang saat murah, lalu disimpan hingga

harga naik dan dijual pada saat itu sesuai dengan harga pasar, tindakan ini tidak

termasuk perbuatan ih{tika>r. Dengan catatan, tindakan ini tidak merugikan

orang banyak dan tidak merusak harga, karena barang tetap dijual di pasar oleh

pedagang lain.56
Terkait dengan harga jual yang lebih tinggi daripada harga saat dibeli
adalah logis. Sebab, sebanding dengan bertambahnya biaya operasional
penyimpanan barang hingga saat barang dijual. Dan ini merupakan salah satu
siasat dagang yang dibolehkan. Hal ini sesuai dengan prinsip, keuntungan (gunm)
atas modal sah didapatkan jika pemilik modal telah menghadapi risiko (gurm).
Imam Ma>lik ditanya tentang orang yang menyimpan barang, yang
tindakannya tidak mengganggu harga pasar. Ia menjawab, Apa yang
dilakukannya boleh selama tidak merusak pasar.
Dalam Taklimat al-Majmu> juga dijelaskan, Ih{tika>r yang diharamkan
adalah membeli barang pada saat harga naik dan ditimbun agar harganya lebih
tinggi lagi, adapun jika membeli barang pada saat harga murah (musim panen)
lalu ditahan hingga harga naik dan dijual saat itu, maka tidaklah diharamkan.
Diriwayatkan bahwa Abu> Zinad mempertanyakan perbuatan Sai>d al-
Musayyab (w. 94 H) menyimpan bahan pokok, padahal dia yang meriwayatkan
hadis larangan ih{tika>r. Ibnu al-Musayyab menjawab:

55
Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat Kontemporer, h. 197-198.
56
Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat Kontemporer, h. 198.
26







57



Artinya:
Ini bukanlah ih{tika>r. Yang dimaksud Nabi dengan ih{tika>r adalah
membeli barang pada saat harga tinggi dan tindakan ini tentu akan
menambah harga menjadi lebih tinggi lagi. Adapun membeli barang pada
saat harga murah lalu disimpan hingga harganya naik dan dia jual saat
masyarakat ramai membutuhkan, maka perbuatan ini adalah suatu kebaikan.
Riwayat al-Baihaqi>

Ibnu al-Musayyib menganggap tindakan tersebut sebagai sebuah kebaikan.


Sebab, tindakan pedagang menyimpan hingga menjualnya pada saat orang banyak
membutuhkan termasuk dalam rangka mempertahankan keberadaan barang setiap
muslim. Jika hal ini tidak dilakukan maka barang akan sangat langka di luar
musim panen dan harga tinggi. Sebaliknya, di musim panen bila tidak ada
tindakan penyimpanan sementara ini tentu tidak sesuai dengan ajaran Islam yang
melarang perbuatan mubazir.
3. Objek Ih}tika>r

Para ulama berbeda pendapat dalam memahami objek yang ditimbun.


Kelompok pertama mendefinisikan ih}tika>r sebagai penimbunan yang hanya

terbatas pada bahan makanan pokok. Kelompok kedua mendefinisikan ih}tika>r

secara umum yaitu menimbun segala barang-barang keperluan manusia baik

primer maupun sekunder.58

Pendapat yang menyatakan bahwa ih{tika>r berlaku seluruh produk yang

dibutuhkan masyarakat, dengan tiga alasan sebagai berikut:

57
Al-Baihaqi>, Sunan al-Sugra>, Juz V (Cet. II; Riya>d}: Maktaabah al-Rusyd, 2001), h.
264.
58
Rosalinda, Fikih Ekonomi Syariah, h. 359.
27

a. Sebagian hadis-hadis yang menjelaskan larangan ih{tika>r berlaku mutlak,

sehingga apapun jenis barang yang menjadi objek kebutuhan orang banyak,

haram ditimbun.

b. Kata makanan yang disebutkan sebagian hadis yang melarang ih}tika>r tidak

dapat dipahami bahwa selain makanan pokok boleh ditimbun. Sebab,

penyebutan makanan hanya memberi contoh sebagai salah satu objek yang

dilarang.59 Demikian pula, dalam ilmu ushul fikih ini dinamakan dengan

mafhu>m laqab dan mafhu>m laqab tunjukan maknanya tidaklah kuat. Oleh

karena itu, objek ih{tika>r bersifat mutlak tanpa pembatasan.60

c. Yang menjadi illat (motivasi hukum) dalam larangan melakukan ih{tika>r

adalah kemudaratan yang menimpa orang banyak. Oleh karena itu,

kemudaratan yang menimpa orang banyak tidak hanya terbatas pada makanan,

pakaian, dan hewan, tetapi mencakup seluruh produk yang dibutuhkan orang.61

Pendapat yang menyatakan bahwa objek ih}tika>r adalah pada makanan

saja. Sebab, sebagian hadis yang melarang ih}tika>r disebutkan bahwa objeknya

adalah makanan pokok. Demikian pula, riwayat Ibnu Musayyab menyebutkan

bahwa yang dilakukan Sai>d ibn Musayyab dan Mamar adalah penahanan atas

barang berupa minyak, bukan penahanan atas barang-barang yang menjadi

kebutuhan pokok.62

4. Sanksi Pelaku Ih}tika>r dan Kewenangan Pemerintah

Pada dasarnya Islam tidak mengekang kebebasan para pedagang mencari

laba. Namun, jika usaha pencarian laba merugikan orang banyak dengan cara

59
Oni Sahrini dan Adiwarman, Maqashid Bisnis & Keuangan Islam (Cet. I; Jakarta:
RajaGrafinda Persada, 2005), h. 111-112.
60
Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat Kontemporer, h. 200.
61
Rosalinda, Fikih Ekonomi Syariah, h. 359.
62
Rosalinda, Fikih Ekonomi Syariah, , h. 360-361.
28

ih}tika>r maka ulama sepakat bahwa pihak yang berwenang berhak memaksa

pelaku ih{tika>r menjual barang yang ditimbun dengan harga yang dipatok oleh

pihak berwenang, sehingga tidak merugikan orang banyak. Bila pelaku tidak

melakukannya ia boleh dipenjara hingga mau menjual barangnya.63

Dalam keadaan terjadi ih}tika>r, pemerintah wajib melakukan tindakan

tasi>r (penetapan harta). Pelaku ih}tika>r wajib menjual barang dagangannya

dengan harga normal. Mereka tidak boleh menjual barang dagangannya kecuali

dengan harga pasar. Dalam kaitannya dengan kewenangan pemerintah untuk

menjadi regulator aktivitas ekonomi masyakat, para ulama mendasarkan

pendapatnya pada kaidah fikih:






Artinya:
Tindakan seorang penguasa terhadap rakyatnya senantiasa mengacu kepada
kemaslahatan

Hukuman dan sanksi yang dapat dikenakan bagi para spekulan, produsen

dan pedagang nakal dalam permainan harga, adalah berupa hukuman tegas untuk

ketegori tindak pidana takzir, yaitu keputusan dan vonis hukuman yang

diserahkan sepenuhnya kepada hakim dan pemerintah untuk memberi pelajaran

yang setimpal agar para pelaku pelanggaran jera. Hukuman ini dilakukan secara

gradual, yakni dari yang paling ringan berupa teguran dan peringatan sampai

pencabutan izin usaha, kurungan dan denda menurut kemaslahatan serta harus

dilakukan setimpal sesuai kadar kesalahan dan tingkat kemudaratan yang

ditimbulkannya.64

I. Kesimpulan Pelajaran

63
Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat Kontemporer, h. 201.
64
Lihat Rosalinda, Fikih Ekonomi Syariah, h. 362-363.
29

Dalam Islam orang yang menimbun barang, terutama makanan pokok

untuk dijual dengan harga tinggi pada waktu orang lain sangat membutuhkannya

adalah perbuatan dosa. Namun, kalau menimbun barang demi kemaslahatan

penduduk dalam rangka menyiapkan musim paceklik atau menjaga ketersediaan

barang maka tidak termasuk perbuatan dosa.


30

III. KESIMPULAN

Berdasarkan rumusan masalah dan pembahasan di atas maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Hadis tentang larangan menimbun bahan kebutuhan pokok bentuknya berupa

sabda atau perkataan. Nabi saw. menyabdakan hadis ini melalui sahabat

Mamar ibn Abdullah. Selain itu, ada juga sabda nabi melalui sahabat Umar

ibn al-Khat}t}a> dan Abu> Hurairah.

2. Analisis pemaknaan hadis sehingga menyebabkan larangan menimbun bahan

kebutuhan pokok yaitu:

a. Membeli barang ketika harga mahal;

b. Menyimpang barang tersebut sehingga kurang persediaannya di pasar;

c. Kurangnya persediaan barang membuat permintaan naik dan harga juga

naik;

d. Penimbun menjual barang yang ditahannya ketika harga telah melonjak;

e. Penimbunan barang menyebabkan rusaknya mekanisme pasar.


31

DAFTAR PUSTAKA

bd. al-Rah}ma>n, Abdullah ibn. Sunan al-Da>rami>, Juz II. Cet. I; Bairu>t:
Da>r al-Kita>b al-Arabiah, 1407 H.
A. Darussalam. Etika Bisnis dalam Perspektif Hadis. Cet. I; Makassar: Aluddin
University Press, 2001.
Ahmad, Arifuddin. Metodologi Pemahaman Hadis. Cet. II; Makassar: Alaudddin
Univerty Press, 2013.
Asse, Ambo. Hadis Nabi Saw. tentang Ekonomi dan Bisnis. Cet. I; Makassar:
Alauddin University Press, 2014.
Al-Asqala>ni>, Ibnu H{ajar. Al-Dira>yah fi> Takhri>j Ah}a>di>s\ al-
Hida>yah, Juz II. Bairu>t: Da>r al-Marifah, t.th..
___________. Al-Is}a>bah fi> Tamyi>z al-S{ah}a>bah, Juz VI. Cet. I; Bairu>t:
Da>r al-Jail, t.th..
___________. Fath} al-Ba>ri>, Juz IV. Bairu>t: Da>r al-Marifah, t.th.
Al-Baihaqi>, Abu> Bakr Ah}mad. Syuab al-I<ma>n, Juz VII. Cet. I; Bairu>t:
Da>r al-Kutub al-Ilmiah, 1410 H.
___________. Sunan al-Sugra>, Juz V. Cet. II; Riya>d}: Maktaabah al-Rusyd,
2001.
Departement Agama RI. Al-Quran dan Terjemahnya, Edisi Tahun 2002.
Semarang: Toha Putra, 2002.
Diana, Ilfi Nur. Hadis-Hadis Ekonomi. Cet. I; Malang: UIN Malang Press, 2008.
Al-H{usaini>, Muh}ammad. Ta>j al-Aru>s min Jawa>hir al-Qa>mu>s, Juz XI.
[Maktabah Sya>milah].
Al-Hindi>, Ali> ibn H{isa>m al-Di>n. Kanz al-Umma>l fi> Sunan al-Aqwa>l
wa al-Afa>l, Juz IV. Cet. V; Baru>t: Muassasah al-Risa>lah, 1985.
Ibn Isma>i>l, Muh}ammad. S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, Juz VIII. Cet. I; Da>r
T{auq al-Najah, 1422 H.
Ibnu Abidin. Rad al-Mukhta>r ala> al-Da>r al-Mukhta>r Syarh} Tanwi>r al-
Abs}a>r, Juz IX. Bairu>t: Da>r al-Kutub al-Ilmiah, 1994.
Ibnu al-Asyas\, Sulaima>n. Sunan Abi> Da>wud, Juz III. Bairu>t: Da>r al-
Kita>b al-Arabiah, t.th..
Ibnu al-Hajja>j, Abu> al-H{usain Muslim.S{ah}i>h} Muslim, Juz V. Bairu>t:
Da>r al-Jail, t.th..
Ibnu Muhamad, Abu> Abdullah Ahmad. Al-Musnad, Juz XII (Cet. I; Kairo: Da>r
al-H}adi>s\,1995), h. 301-302.
Ibnu Muhamad, Abu> Abdullah Ahmad. Musnad Ahmad ibn Hanbal, Juz I, XIV,
XXV. Cet. I; Bairu>t: Muassasah al-Risa>lah, 2001.
Ismail, M. Syuhudi. Metodologi Penelitian Hadis Nabi. Cet. II; Jakarta: Bulan
Bintang, 2007.
32

Al-Mas}ri>, Muh}ammad. Lisa>n al-Arab, Juz IV. Cet. I; Bairu>t: Da>r


S{a>dir, t.th..
Muhammad, Najamuddin. Cara Dagang Ala Rasulullah untuk Para
Entreprenuer. Cet. III; Yogjakarta: DIVA Press Anggota (IKAPI), 2003.
Mukhta>r, Ah}mad. Mujam al-Lugah al-Arabiya al-Mua>s}irah. Cet. I;
A<lam al-Kutub, 2008.
Munawir, A.W. Kamus al-Muwawwir Arab-Indonesia Terlengkap. Surabaya:
Pustaka Progressif, 1997.
Oni Sahrini dan Adiwarman. Maqashid Bisnis & Keuangan Islam. Cet. I; Jakarta:
RajaGrafinda Persada, 2005.
Al-Qard}a>wi>, Yusuf. Daur Qiya>m wa al-Akhla>k fi> al-Iqtis}a>d al-
Isla>mi>. Kairo: Maktabah Wahbah, t.th..
Al-Qazuwaini>, Muh}ammad ibn Yazi>d. Sunan Ibnu Ma>jah, Juz II. Bairu>t:
Da>r al-Fikr, t.th.), h. 728.
Rosalinda. Fikih Ekonomi Syariah. Cet. I; Jakarta: Rajawali Pers, 2016.
Al-Sya>t}ibi>. Al-Muwa>faqa>t, Juz II. Cet. I; Da>r Ibnu Affa>n, 1997.
Tarmizi, Erwandi. Harta Haram Muamalat Kontemporer. Cet. XII; Bogor: Berkat
Mulia Insani, 2016.
Al-Tirmiz\i>, Muh}ammad ibn I<sa>. Sunan al-Tirmiz\i>, Juz III. Bairu>t: Da>r
Ih}ya> al-Tura>s\ al-Arabi>, t.th..
Al-Z|ahabi>, Syamsuddi>n. Al-Ka>syif fi> Marifah man lahu Riwa>yah fi> al-
Kutub al-Sittah, Juz II [Maktabah Syamilah].

Anda mungkin juga menyukai