Anda di halaman 1dari 5

NAMA: NUR HIKMAH

NIM: A2101375

MATA KULIAH: ULUMUL HADIST

DOSEN PENGAMPU: NURUDDIN, S.Pd.I

JAWABAN

1. Al-Hadist disebut juga sunnah, adalah perkataan (sabda), perbuataan, ketetapan, dan
persetujuan, dari Nabi Muhammad yang dijadikan landasan Islam. Hadist dijadikan
sumber hukum islam selain Al-Quran, dalam hal ini kedudukan hadist merupakan
sumber hukum kedua setelah Al-Quran.

2. 1. sanad Hadits, kata sanad atau as-sanad menurut bahasa, dari sanada, yasnudu yang
berarti mutamad. Dikatakan demikian karena, karena Hadits itu bersandar kepadanya
dan dipegangi atas kebenarannya, secara teminologis, difinisi sanad ialah sisilah orang-
orang yang menghubungkan kepada matan Hadist.

2.Matan Hadist, kata matan atau al-matan mwnurut bahasa berarti ma shaluba wa
irtafa’amin al-aradhi. Secara temonologis, istilah matan memiliki beberapa deinisi yang
sangat sederhana misalnya, disebutkan bahwa matan ialah ujung atau tujuan sanad.

3. Rawi Hadist, kata rawi atau arawi, berarti orang yang meriwayatkan atau yang
memberitakan Hadist. Yang dimaksud dengan rawi ialah orang yang
merawikan/meriwayatkan, dan memindahkan Hadist.

4. Takhrij Hadist, pengertian menurut bahasa, kata ‘’takhrij’’ dari kata


kharaja,yakharruju,yang secara bahasa mempunyai bermacam-macam arti. Menurut
mahmud ath-tahhan,asal kata takhrij ialah;’’berkumpulnya dua hal yang bertentangan
dala, satu persoalan’’.

3. 3. Contoh Hadits Qouliyah (Ucapan)

‫ت )رواه اﻟﺒﺨﺎرى وﻣﺴﻠﻢ‬


ِ ‫ل ِﺑاﻟِّﻨَّﻴﺎ‬
ُ ‫ﻋَﻤا‬
ْ َ ‫ِإَّﻧَﻤﺎ ْاﻷ‬

“Segala amalan itu mengikuti niat (orang yang meniatkan)”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Seluruh ulama hadits telah sepakat dan ikut meriwayatkannya.

Hadits ini adalah hadits masyhur, ibn Hazm mengatakan bahwa itu hadits mutawatir.

Contoh Hadits Fi’liyah (Perbuatan)


Contoh-contoh hadits yang berupa perbuatan Nabi (fi’liyah) banyak kita temukan, diantaranya
seperti cara-cara nabi melakukan shalat (baik shalat wajib maupun shalat sunah), tata cara
mengerjakan ibadah haji, memutuskan sebuah perkara yang terjadi di para sahabat berdasarkan
saksi dan berdasarkan sumpah, dan adab-adab berpuasa. Semua hadits yang berkaitan dengan
hal-hal ini diterima dari nabi dengan perantaraan sunnah fi’liya (hadits dalam bentuk perbuatan),
lalu kemudian para sahabat menukilnya.

Contohnya hadits nabi untuk meneladani nabi dalam urusan shalat, Nabi saw bersabda :

‫ﻲ )رواه اﻟﺒﺨﺎرى وﻣﺴﻠﻢ ﻋﻦ ﻣﺎﻟﻚ‬


ْ ‫ﺻِّﻠ‬
َ ‫ﻲ ُا‬
ْ ‫ﺻُّﻠْﻮا َﻛَﻤﺎ َرَأْﻳُﺘُﻤْﻮِﻧ‬
َ

“Bershalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku bershalat”. (HR. Al-Bukhary dan Muslim
dari Malik ibn Huwairits)

Untuk Contoh Hadits Taqriri (Penetapan)

Untuk contoh hadits taqriri (penetapan) adalah sebagai berikut :

Diriwatkan oleh Al-Bukhari dan Imam Muslim bahwa sahabat Khalid bin Walid memakan dhab
(sejenis biawak) yang kemudian dihidangkan kepada Nabi saw, akan tetapi Nabi enggan untuk
memakannya. Lalu sebagian sahabat (Khalid) bertanya: “Apakah kita diharamkan makan dhab,
wahai Rasulullah?” Nabi saw menjawab :

ٌ ‫ﺣَﻠا‬
‫ل‬ َ ‫ ُﻛُﻠْﻮا َﻓِﺈَّﻧُﻪ‬،‫ض َﻗْﻮِﻣﻲ‬
ِ ‫ﺲ ِﻓﻰ َاْر‬
َ ‫ َوَﻟِﻜَّﻨُﻪ َﻟْﻴ‬،َ ‫ﻻ‬

“Tidak, hanya saja binatang ini tidak ada di negeriku (oleh karena itu aku tidak suka
memakannya). Makanlah, sesungguhnya dia (dhab) halal”. (HR. Al-Bukhary dan Muslim)

4.kedua seteleh al-Qur'an jika dilihat dari segi periwayatan berbeda dengan al-Qu'an, dimana
yang kedua setiap kali ayat turunnya ayat, Rasulullah saw. langsung memerintahkan penulis
wahyu untuk menulisnya, sementara untuk hadis Nabi saw., tidak demikian halnya. Periwayatan
hadis Nabi saw., dengan demikian lebih banyak berlangsung secara lisan dibandingkan dengan
tulisan, akibat dari ada larangan Rasulullah saw. secara umum kepada para sahabat untuk
menulis hadis hingga Khalifah 'Umar bin 'Abd al-'Azīz (salah seorang Khalifah Bani Umayyah)
melihat perlunya penulisan dan pembukuan hadis-hadis Nabi saw., dengan mempertimbangkan
berbagai faktor, berupa: adanya kekhawatiran akan hilangnya hadis ; munculnya hadis palsu
akibat pertentangan politik dan mazhab; berpencarnya para sahabat di beberapa kota, serta
banyaknya dianta sahabat yang meniggal dunia dalam peperangan. Hasil dari upaya
pembukuan hadis itu telah melahirkan standar kitab-kitab hadis sebagai rujukan dalam hal
pengamalan Sunnah Nabi saw., dalam kehidupan kaum muslimin, serta untuk kepentingan
penelitian dan pengkajian.
5. Tulislah (hadis itu!) Demi Allah, tidak keluar dari Rasul itu kecuali kebenaran, sabda Nabi
Muhammad SAW dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari. Perintah itu
disampaikan Rasulullah kepada sahabat Abdullah bin Amr bin As. Hadis ini dijadikan dasar
bolehnya penulisan hadis sejak zaman Nabi SAW masih hidup.

Namun, ahli hadis lainnya berpandangan, justru Rasulullah melarang para sahabat untuk
menulis hadis, karena khawatir bercampur dengan Alquran. Jangan kamu menuliskan apa-apa
yang datang dariku, siapa yang menuliskan sesuatu dariku selain Alquran, maka hapuslan,
sabda Nabi Muhammad SAW dalam hadis yang diriwayatkan Ahmad bin Hanbal.

Kedua hadis itu benar, ungkap ulama dari al-Azhar Kairo, Syekh Abdul Halim Mahmud. Larangan
menulis hadis yang disampikan Rasulullah itu bersifat umum, sedangkan diperbolehkannya
menulis sabdanya bersifat khusus. Hadis yang membolehkan, kata ahli hadis dari Suriah, Syekh
Muhammad Ajaj al-Khatib, justru lebih kuat.

Di zaman Khulafa ar-Rasyidun, banyak sahabat yang berminat untuk menulis hadis. Namun,
mereka tak melakukannya karena khawatir umat Islam akan lebih mencurahkan perhatiannya
kepada hadis, dibandingkan Alquran. Sehingga, Abu Bakar dan Umar terpaksa harus membakar
sekitar 500 hadis yang mereka kumpulkan.

Pengumpulan, penulisan, dan pembukuan Alquran mulai dilakukan secara besar-besaran pada
abad ke-2 Hijriah. Saat itu, dunia Islam dikuasai oleh Kekhalifahan Umayyah di bawah
kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Pemimpin yang dikenal jujur dan adil itu
memerintahkan pengumpulan, penulisan, dan pembukuan hadis.

Saat itu, satu per satu penghafal hadis meninggal dunia. Meluasnya daerah kekuasaan Islam
juga membuat para penghafal hadis terpencar-pencar ke berbagai wilayah. Di tengah kondisi itu,
upaya pemalsuan hadis demi memuluskan berbagai kepentingan merajalela.

Pada abad ke-3 H, para ulama mulai memilah hadis-hadis sahih dan menyusunnya ke dalam
berbagai topik. Abad ini disebut sejarah Islam sebagai era tadwin atau pembukuan hadis. Pada
masa ini, muncul ulama-ulama ahli hadis yang membukukan sabda Rasulullah SAW secara
sistematis.

Para ulama hadis yang muncul di abad pembukuan hadis itu, antara lain, Imam Bukhari
menyusun Sahih al-Bukhari; Imam Muslim menyusun Sahih Muslim; Abu Dawud menyusun kitab
Sunan Abi Dawud; Imam Abu Isa Muhammad at-Tirmizi menyusun kitab Sunan at-Tirmizi; Imam
an-Nasai menyusun kitab Sunan an-Nasai, dan Ibnu Majah atau Muhammad bin Yazid ar-Rabai
al-Qazwini menyusun Sunan Ibnu Majah. Keenam kitab hadis ini kemudian dikenal dengan
sebutan al-Kutub as-Sittah atau kitab hadis yang enam.

6. Malik, ayahya ib sa'ad Al- Qathan, Waki Ibn Al-Jarrah, Sufyan Ats-Tsauri, Ibnu Uyainah, Syubah
Ibnu Hajaj, Abdul ArhRahman ibn Madhi, Asy-Syafi'i

َ ‫ﺳَﻤﺎُﻧِّﺰَﻟِﺎَﻟْﻴِﻬْﻤَﻮَﻟَﻌَّﻠُﻬْﻤَﻴَﺘَﻔَّﻜُﺮْو‬
‫ن‬ ِ ‫ِﺑاْﻟَﺒِّﻴٰﻨِﺘَﻮاﻟُّﺰُﺑِۗﺮَوَاْﻧَﺰْﻟَﻨٓﺎِاَﻟْﻴَﻜاﻟِّﺬْﻛَﺮِﻟُﺘَﺒِّﻴَﻨِﻠﻠَّﻨﺎ‬7.
Artinya: “ (mereka Kami utus) dengan membawa keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-
kitab. Dan Kami turunkan Ad-Dzikr (Al-Qur'an) kepadamu, agar engkau menerangkan kepada
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan agar mereka memikirkan.” (QS. An-Nahl:
44).

Lalu dijelaskan juga dalam surat Al-Hasyr ayat 7 sebagai berikut:

ُ‫ﺨُﺬْوﻫ‬ ُ ‫ﺳْﻮُﻟَﻔ‬ُ ‫ﻏِﻨَﻴۤﺎِءِﻣْﻨُﻜْۗﻤَﻮَﻣٓﺎٰاٰﺗﯩُﻜُﻤاﻟَّﺮ‬ ْ ‫ﺴِﺒْﻴِۙﻠَﻜْﻴَﻠﺎَﻳُﻜْﻮَﻧُﺪْوَﻟًۢﺔَﺑْﻴَﻨاْﻟَﺎ‬


َّ ‫ﺴِﻜْﻴِﻨَﻮاْﺑِﻨاﻟ‬
ٰ ‫ﺳْﻮِﻟَﻮِﻟِﺬﯨﺎْﻟُﻘْﺮٰﺑﯩَﻮاْﻟَﻴٰﺘٰﻤﯩَﻮاْﻟَﻤ‬
ُ ‫ﻫِﻠاْﻟُﻘٰﺮﯨَﻔِﻠّٰﻠِﻬَﻮِﻟﻠَّﺮ‬
ْ ‫ﺳْﻮِﻟٖﻬِﻤْﻨَﺎ‬
ُ ‫َﻣٓﺎَاَﻓۤﺎَءاﻟّٰﻠُﻬَﻌٰﻠﯩَﺮ‬
ِۘ‫ﺸِﺪْﻳُﺪاْﻟِﻌَﻘﺎب‬َ ‫ناﻟّٰﻠَﻬ‬
َّ ‫َﻮَﻣﺎَﻧٰﻬﯩُﻜْﻤَﻌْﻨُﻬَﻔﺎْﻧَﺘُﻬْﻮۚاَواَّﺗُﻘﻮااﻟّٰﻠَۗﻬِﺎ‬

Artinya: “ Harta rampasan (fai') dari mereka yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (yang
berasal) dari penduduk beberapa negeri, adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak-anak
yatim, orang-orang miskin dan untuk orang-orang yang dalam perjalanan, agar harta itu jangan
hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul
kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan
bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya.” (QS. Al-Hasyr: 7).

Kedua ayat tersebutlah yang menjelaskan tentang kedudukan hadis sebagai sumber hukum
Islam yang kedua setelah Al-Quran

8. Hadis qudsi adalah hadis yang secara makna datang dari Allah, sementara redaksinya dari
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Sehingga hadis Qudsi adalah berita dari Allah kepada
Nabi-Nya melalui ilham atau mimpi, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
menyampaikan hal itu dengan ungkapan beliau sendiri. Untuk itu, al-Quran lebih utama
dibanding hadis qudsi, karena Allah juga menurunkan redaksinya.

9.Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa hadits mutawatir adalah hadits yang memiliki
sanad yang pada setiap tingkatannya terdiri atas perawi yang banyak, dengan jumlah yang
menurut hukum adat (kebiasaan) atau akal, tidak mungkin bersepakat untuk melakukan harta
terhadap hadits yang mereka ceritakan tersebut

َ ‫ﺳَّﻠ‬
‫ﻢ‬ َ ‫ﻋَﻠﻴِﻪ َو‬
َ ُ ‫ﺻَّﻠﻰ ﷲ‬
َ ِ ‫ﺳﻮل ﷲ‬
ُ ‫َر‬

‫ﻦ اﻟَّﻨﺎِر‬
َ ‫ﻰ ُﻣَﺘَﻌِّﻤّﺪا َﻓْﻠَﻴَﺘَﺒَﻮْأ َﻣْﻘَﻌَﺪُه ِﻣ‬
َّ ‫ﻋَﻠ‬
َ ‫ب‬
َ ‫َﻣﻦ َﻛﺬ‬

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda :

“Barang siapa yang berbohong atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia bersiap-siap
untuk menempati tempat dudknya di neraka.”

10. Khabar Ahad atau Hadits Ahad adalah hadits yang tidak mencapai derajat mutawatir. Hadits
Ahad jumlahnya jauh lebih banyak daripada jumlah hadits mutawatir.

Contoh Hadits Masyhur


ْ‫ﻋُﻪ ِﻣﻦ‬ ُ ‫ﻋﺎ َﻳْﻨَﺘِﺰ‬
ً ‫ﻢ اْﻧِﺘَﺰا‬
َ ‫ﺾ اْﻟِﻌْﻠ‬
ُ ‫ن اﻟَّﻠَﻪ َﻟﺎ َﻳْﻘِﺒ‬
َّ ‫ل ِإ‬
ُ ‫ﻢ َﻳُﻘﻮ‬
َ ‫ﺳَّﻠ‬
َ ‫ﻋَﻠْﻴِﻪ َو‬
َ ‫ﺻَّﻠﻰ اﻟَّﻠُﻪ‬
َ ‫ل اﻟَّﻠِﻪ‬َ ‫ﺳﻮ‬ ُ ‫ﺖ َر‬ ُ ‫ﺳِﻤْﻌ‬
َ ‫ل‬َ ‫ص َﻗا‬ ِ ‫ﻦ اْﻟَﻌﺎ‬ِ ‫ﻋْﻤِﺮو ْﺑ‬ َ ‫ﻦ‬
ِ ‫ﻋْﺒِﺪ اﻟَّﻠِﻪ ْﺑ‬
َ ‫ﻦ‬
ْ ‫ﻋ‬َ
‫ﺿُّﻠﻮا‬
َ ‫ﻀُّﻠﻮا َوَأ‬ َ ‫ﻢ َﻓ‬
ٍ ‫ﻋْﻠ‬ِ ‫ﺴِﺌُﻠﻮا َﻓَﺄْﻓَﺘْﻮا ِﺑَﻐْﻴِﺮ‬
ُ ‫ﺟَّﻬاًﻟﺎ َﻓ‬
ُ ‫ﺳﺎ‬ً ‫س ُرُءو‬ ُ ‫ﺨَﺬ اﻟَّﻨﺎ‬
َ ‫ﻋاِﻟًﻤﺎ اَّﺗ‬
َ ‫ﻖ‬
ِ ‫ﻢ ُﻳْﺒ‬ْ ‫ﺣَّﺘﻰ ِإَذا َﻟ‬َ ‫ﺾ اْﻟُﻌَﻠَﻤﺎِء‬
ِ ‫ﻢ ِﺑَﻘْﺒ‬َ ‫ﺾ اْﻟِﻌْﻠ‬
ُ ‫ﻦ َﻳْﻘِﺒ‬ْ ‫اْﻟِﻌَﺒﺎِد َوَﻟِﻜ‬

Hadits masyhur ini tercatat sudah diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr yang mana pada seluruh
tingkatan atau thabaqatnya sudah ada tiga orang rawi atau lebih sebagaimana dirinci dalam
setiap sanad.

Hadits ini berbicara tentang tidaklah Allah mencabut ilmu seorang hamba melainkan dengan
cara wafatnya para ulama’. Apabila tidak ada satu ulama’ pun yang tersisa, maka manusia akan
mengangkat pemimpin dari kalangan orang yang awam.

Jadi ketika ditanya apakah mereka berfatwa tanpa ilmu, maka semuanya saling sesat dan
menyesatkan. Hadits ini masyhur dan mungkin beberapa dari Anda sudah pernah mendengar
atau menemukannya.

Anda mungkin juga menyukai