Anda di halaman 1dari 17

I

KELOMPOK
SEJARAH PENGUMPULAN
DA N PE M BUKUA N
HA D ITS
Ahmad Muqoddas (201220062)
Ziadatul Hilmi (201220042)
Shevi Yani (201220064)
Sebelum kita masuk ke pembahasan mengenai sejarah

N HADITS
P ENG ERTIA
pengumpulan hadits. Ada baiknya bagi kita untuk mengetahui
terlebih dahulu pengetahuan dasar mengenai hadits itu sendiri
sebelum memulai membahas sejarah pengumpulannya. Merujuk
kepada kitab Taayysir Mustholahul Hadits karangan Dr. Mahmud
At-thohan. Dijabarkan di dalam kitab tersebut pengetahuan dasar
dari hadits.
Hadits dapat didefinisikan kepada 2 aspek:
Hadits dalam konteks bahasa berarti jadid (baru).
Hadits dalam segi istilah dapat diartikan: segala sesuatu
yang bersumber dari Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa
sallam baik dari perkataannya, atau perbuatannya, atau
kesepakatannnya.

Kitab Tayysir Mutholahul hadits hal. 17.


Dari penjelasan yang singkat ini kita dapat menegrti bahwasanya
segala sesuatu yang besumber dari Nabi Muhammad shallallahu
alaihi wa sallam dapat kita golongkan sebagai Hadits. Namun aspek
yang penting dalam hadits bukanlah saja teks hadits itu sendiri
namun ada beberapa aspek penting yang harus ada dalam suatu
hadits, ialah, isnad, sanad, dan matan. Aspek-aspek ini wajib
hukumnya ada dalam sautu hadits. Karena askpek-aspek tersebutlah
PENGERTIAN HADIT

yang membuat hadits dapat dibilang benar.


Maka inilah sedikit penjelesan mengenai aspek-aspek tersebut:
Isnad dalam segi istilah hadits berati: rantai periwayat hadits
S

yang bersambung hingga sumbernya (Rosulullah shallallahu alaihi


wa sallam)
Sanad dalam segi bahasa berati: tempat bersandar, karena
memang pada dasarnya, hadits tersebut disandarkan padanya.
Sanad dalam segi istilah bermakna: perawih
rantai bersambung kepada teks hadits yang
tersebut.
Para sahabat dalam menerima hadits dari Nabi SAW berpegang pada
kekuatan hapalannya, yakni menerimanya dengan jalan hapalan, bukan dengan

N HADITS
PENG HAPALA
menulis hadits dalam buku. Karena itu kebanyakan sahabat menerima hadits
melalui mendengar dengan hati-hati yang disabdakan Nabi. Kemudian
terekamlah lafadz dan makna itu dalam sanubari mereka.

HA NY A BE BE RA PA O RA NG S A HA BA Y A NG M E NC A TA HA D ITS Y A NG
D ID E NG A RNY A NA B T S A W DIANTARA T Y A NG PA LING
M E LA LUI MENGHA PA L
BANYAK I
ATAU . MERIWAYATKAN SAHABAT A D A LA H
HURAIRAH. MENURUT IBNU JAUZI, HADITS Y A N G DIRIWAYATKAN HADITS A BUOLEH ABU
HURAIRAH BERJUMLAH 5 . 374 BUAH HADITS. ADAPUN SAHABT Y A N G PALING
BANYAK HAPALANNYA S E S U D A H ABU HURAIRAH ADALAH:
1 ‘ A BD ULLA H BIN UM A R R. A . M E RIWA Y A TKA N 2 . 630 BUA H
. HA D ITS A N A S BIN MALIK MERIWAYATKAN 2. 276 BUAH
2 HADITS
. A ISYAH MERIWAYATKAN 2. 210 BUAH HADITS
3 ‘ A BD ULLA H IBNU A BBA S M E RIWA Y A TKA N 1 . 660 BUA H
. HA D ITS JABIR BIN ABDULLAH MERIWAYATKAN 1 . 5 4 0
4 BUAH HADITS
. ABU S A I D AL- KHUDRI MERIWAYATKAN 1 . 170 BUAH
5 HADITS.
Banyak akhbar yang menunjukkan bahwa para penulis lebih banyak terdapat di Mekkah
daripada di Madinah. Hal ini dibuktikan dengan adanya izin Rosulullah kepada para tawanan
dalam Perang Badar dari Mekkah yang mampu menulis untuk mengajarkan menulis dan
membaca kepada 10 anak Madinah sebagai tebusan diri mereka Diantara sahabat Rosulullah
SAW yang mempunyai catatan-catatan hadits Rasulullah SAW adalah Abdullah bin Amru bin
Ash yang menulis sahifah-sahifah yang dinamai As-Sadiqah. Sebagian sahabat menyatakan
keberatan terhadap pekerjaan yang dilakukan Abdullah. Dan mereka berkata kepadanya, “Kamu
selalu menulis apa yang kamu dengar dari Nabi, padahal beliau kadang-kadang dalam
PENULISAN HADIT

keadaan marah, lalubaliau menuturkan sesuatu yang tidak dijadikan syariat umum.” Mendengar
ucapan mereka, Abdullah bertanya kepada Rasulullah SAW. Mengenai hal trsebut, Rasulullah
kemudian bersabda :
S

‫ﺐ ﺘُﻛْ ُا‬ َ ‫ي ِ ﱠﺬﻟاﻮَ ﻓَﻲْ ﱢ‬


ْ ‫ﻨﻋ‬ ْ ‫ﺎﻣ ِه ِﺪ ِﻴَﺑ‬
َ َ‫ج َﺮﺧ‬
َ ‫ﻓﻦْ ِﻣ‬ ْ
‫ﻖﺣَ َ ﱠ‬
َ ‫ﻻ إِ ﻲ ِﻤ‬ ‫ﱞ‬

“Tulislah apa yang kamu dengar dariku, demi Tuhan yang jiwaku berada ditanganNya, tidak
keluar dari mulutku, selain kebenaran.”
Abu Hurairah menyatakan, “ Tidak ada dari seorang sahabat Nabi
yang lebih banyak (lebih mengetahui) hadits Rasulullah SAW
daripadaku, selain Abdullah bin Amru bin Ash. Dia menuliskan apa
PENULISAN HADIT

yang dia dengar, sedangkan aku tidak menulisnya.” Sebagian besar


ulama berpendapat bahwa larangan menulis hadits di-nasakh (di-
S

mansukh) dengan hadits yang memberi izin yang datang kemudian.


Ide pembukuan hadits-hadits nabawiy muncul pada masa Khilafah Umar bin
Abdul Aziz di kisaran tahun 99 H. Pada awalnya Khalifah Umar bin Abdul Aziz
khawatir akan kepunahan perawih hadits yang terpercaya, karena semakin
banyaknya para ulama dan perawi hadits yang wafat. Maka atas dasar
kemaslahatan agar hadits atau sunnah nabi tidaklah punah dan tercampur
dengan hadits dan sunnah yang palsu. Maka beliau memerintahkan seorang
PEMBUKUAN HADIT

gubernurnya dari Madinah yang seorang ulama juga, ia bernama Abu Bakar
Muhammad Amr bin Hazm (Ibnu Shihab Az-Zuhri).
S
Pada awal mulanya, hadits-hadits Rosulullah shallallahu alaihi wa sallam dilarang
oleh Nabi sendiri untuk ditulis, atau dikumpulkan, sebagai pencegahan agar tidak
tertukar dengan Al-Qur’an. Sejarah ini dapat kita buktikan kebenarannya lewat
hadist yang shahih dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh
Imam Muslim:
PENGUMPULAN HADIT

‫ ﻢﻠﺳ و ﻪﻴﻠﻋ ﷲ ﲆﺻ ﷲا لﻮﺳر لﺎﻗ‬:‫نآﺮﻘﻟا ﺮﻴﻏ ﻰﻨﻋ ﺐﺘﻛ ﻦﻣو نآﺮﻘﻟا ﻻا ﺄﯩﻴﺷ ﻰﻨﻋ اﻮﺒﺘﻜﺗ ﻻ‬
‫) ﻢﻠﺴﻣ هاور) ﻪﺤﻤﻴﻠﻓ‬
S

Artinya: Rosulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Jangan menulis sesuatu


mengenai saya kecuali Al-Qur’an, barangsiapa yang menulisnya agar
menghapusnya. (HR. Muslim)
Namun dibalik hadits yang melarang penulisan hadits tersebut, terdapat juga hadits
yang dapat menggugurkan hadits tersebut, ialah hadits yang membolehkan untuk
menuliskan hadits-hadits Nabi, dan Hadits inipun Shohih. Hadits itu berbunyi:
‫ ﻢﻠﺳ> و ﻪﻴﻠﻋ ﷲ> ﲆ>ﺻ> ﷲا> ل>ﻮﺳ>ر لﺎﻗ‬: ‫ة>ﺎ>ﺷ> ﻰﺑﻷ اﻮﺒﺘﻛأ‬
Artinya : Rosulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “tulislah (hadis) untuk Abi
Syah” .
Meskipun kedua hadits ini saling bertentangan dalam segi tekstual yang diambil dari
matan keduanya, namun menurut Muhammad Rasyid Ridha[2], namun keduanya dapat
disandingkan. Menurutnya maksud dari hadits yang melarang tersebut ialah, larang
untuk menyetarakan kedudukan hadits dengan Al-Qur’an bukan larangan untuk
AGAMA

menuliskannya.
Pada masa tabi’in perkembangan pesat terjadi dalam penyebraan hadits-hadits
Rasullah shallallahu alaihi wa sallam. Ketika Dinasti Bani Umayyah berkuasa akan
khilafah, luas kekuasan Islam terbentang hingga, Mesir, Persia, Irak, Afrika selatan,
PENYEBARAN HADIT

Samarkand, dan Spanyol, di samping Madinah, Mekkah, Basroh, Syam dan Khurosan.
Sejalan dengan perkembangan pesat wilayah kekuasaan Islam pada masa itu, tersebar
PADA M A S A TABI’

pula para sahabat-sahabat yang meriwayatkan hadits-hadits Rosulullah shallallahu


S

alaihi wa sallam ke negeri-negeri tersebut.


SEJARAH

IN
Karena tekhnik penyebarannya yang melalui lisan ke lisan, menjadikannya
celah yang begitu besar dalam perubahan redaksi suatu hadits, Saking hati-
hatinya para sahabat dalam meriwayatkan hadits, mereka sering sekali
menayakan langsung kepada Rosulullah shallallahu alaihi wa sallam mengenai
kebenaran suatu hadits yang mereka dapatkan dari saudaranya yang lain.
Karena memang ancaman yang Rosulullah shallallahu alaihi wa sallam
RO SULULLAH SAW

sanagtlah mengerikan bagi siapa yang menduplikasi hadits dengan mengatas


HADITS/ SUNNAH

namakan Rosulullah shallallahu alaihi wa sallam.


Dalam satu hadits Rosulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
PEMALSUAN

‫ ﻢﻠﺳ>و ﻪﻴﻠﻋ ﷲ ﲆﺻ ﷲ لﻮﺳر‬: ‫او َر (رﺎﻨﻟ>ا ﻦﻣ هﺪﻌﻘﻣ أﻮﺒﺘﻴﻠﻓ اﺪﻤﻌﺘﻣ ﻲﻠﻋ بﺬﻛ ﻦﻣ‬
َ ُ‫ه‬
‫لﺎﻗ‬ َ
‫ﺴ‬
ْ ِ‫ﻢﻠ‬ ٌ َ‫رﺎﺨﺒ ﻟاو‬
ُ ِ ‫ى‬
‫ﱡ‬
Artinya : “Barang siapa berdusta terhadap diriku secara sengaja, maka
ُ‫( ﻣ‬
dia pasti akan disediakan tempat kembalinya di neraka”.
Setelah para ulama pada masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz seperti
Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Malik, Imam Syafi’i dll. Berjuang dalam
pembukuan hadits yang sangat menguras waktu dan tenaga yang tidaklah
sedikit. Masih ada masalah dibalik itu semua, yaitu buku-buku mereka
belumlah disortir dari Hadits- hadits yang dianggap Hadits palsu. Maka pada
PENYELEKSIAN DAN

periode ini, banyak sekali ulama yang mengadakan gerakan penyeleksian,


penyaringan, dan pengklasifikasikan hadits, yakni memisahkan hadits yang
marfu’ dari hadits mauquf dan maqtu’.
SHAHIH PALSU
P ENY OR TIRAN

HADITS
D AN
Setelah para ulama sukses melakukan gerakan penyortiran dan penyeleksian hadits
shahih dan palsu hingga muncullah Kuttubusittah sebagai rujukan kaum muslimin dalam
bidang hadits. Tak berhenti sampai di sana saja, para ulama mulai melakukan gerakan
selanjutnya, yaitu, pemeliharaan, penerbitan, penambahan, dan penghimpunan.
Gerakan ini terbilang cukup lama dalam pelaksanaannya yaitu selama 2 setengah
MA SA PEMELIHARAAN,

abad. Mulai dari abad IV sampai pertengahan abad ke VII Hijriyah, tepatnya pada
I M,PUN A N

saat Dinasti Abbasiyah jatuh ke tangan Hulagu Khan pada tahun 656 H.
G HAN
PE N E R B I TAN ,
NAPEMBNAH
HA DI TS
DAN
PE
Ini adalah masa atau periode terakhir dari periode-periode pembukuan/pengumpulan
hadits-hadits. Pada periode ini para ulama berjibaku dalam mensistemasi hadits-hadits
berdasarkan kehendak penyusun, memperbaharui kitab-kitab mustkharij dengan cara
membagi-bagi hadits menurut kualitasnya. Agar mudah dipelajari oleh generasi-
generasi yang akan datang, hingga generasi kita saat ini. Dan bisa dibilang
Kutubussittah yang sampai pada kita hari ini ialah hasil keringat perjuangan dari para
MA SA PENSYARAHAN,
PE N G H I M PUN AN , DA N

ulama dari setiap periodenya


PE N T AK H R I J A N
HA DI T S
KESIMPULAN
Hadits pada dasarnya adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi
Muhammad shallallahu alaihi wa sallam baik dari perkataan, perbuatan, dan
persetujuan. Syarat suatu hadits ialah sanad, isnad, dan matan. Namun itu semua
belum menjamin hadits tersebut shahih.
Pada awal mulanya para sahabat enggan untuk menuliskan hadits karena adanya
hadits yang melarang kegiatan tersebut, namun dibalik hadits tersebut, ada
hadits lainnya yang membolehkan penulisannya. Pada zaman sahabat mulai
banyak tersebar Shahifah yang tersebar di para sahabat, di antaranya, Shahifah
Abu Bakar, Shahifah Ali bin Abi Thalib, Shahifah Abdullah bin Amr Al-Ash.
Lalu pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz atau pada awal mula abad ke-2
Hijriyyah, khalifah Umar bin Abdul Aziz memerintahkan salah seorang gubernurnya
untuk mengumpulkan dan membukukan hadits, karena beliau khawatir sunnah-
sunnah ini punah disebabkan semakin banyaknya perawi dan ulama hadits yang
wafat. Maka di tahun itu munculah para imam hadist terkemuka yang namanya
masih sering disebut hingga saat ini, di antaranya, Imam Bukhari, Imam Muslim dll.
.
Setelah masa pembukuan, bukan berarti hadits-hadits dalam buku tersebut sudah aman
dari hadits-hadits palsu, karena pada dasarnya setelah pembukuan tersebut belumlah
dilaksanakan penyortiran dan penyeleksian antara hadits shahih dan palsu. Maka pada
masa kekhalifahan Dinasti Abasyiyah muncullah gerakan penyortiran dan penyeleksian
hadits shahih dan palsu, sehingga pada zaman itu muncullah kitab rujukan umat Islam
dalam bidang Hadist, yaitu Kutubusittah.
Tak berhenti di situ para ulama pada Zaman Abasyiyyah memang terkenal dengan
ketamakan mereka akan ilmu, sampai setelah gerakan penyortiran itu sukses, mereka
melalukan gerakan selanjutnya yaitu, gerakan pemeliharaan, penerbitan,
penambahan, dan penghimpunan. Gerakan ini yang paling lama sampai menguras
waktu selama 2,5 abad mulai dari abad IV sampai pertengahan abad ke VII Hijriyah.
Tepatnya pada saat Dinasti Abbasiyah jatuh ke tangan Hulagu Khan pada tahun 656
H.
Dan fase terakhir dalam pengumpulan dan pembukuan hadits ialah, fase pensyarahan,
penghimpunan dan pentakhrijan. Di fase itu para ulama mulai mensistemasi hadits-
hadits berdasarkan kehendak penyusun, memperbaharui kitab-kitab mustkharij dengan
cara membagi-bagi hadits menurut kualitasnya. Agar mudah dipelajari oleh generasi-
generasi yang akan datang, hingga generasi kita saat ini.

Anda mungkin juga menyukai