Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada awalnya Rasulullah SAW melarang sahabat untuk menulis hadits, karena dikhawatirkan bercampur
penulisannya dalam Al- Qur’an. Perintah untuk menuliskan hadis yang pertama kali oleh khalifah Umar
bin Abdul Aziz. Beliau menulis surat kepada gubernur di madinah yaitu Abu Bakar bin Muhammad bin
Amr Hazm Al-alsory untuk membukukan hadis. Sedangkan ulama’ yang pertama kali mengumpulkan
hadis adalah Arroby bin Sobiy dan Said bin Abi Arobah, akan tetapi pengumpulan hadis tersebut masih
acak (tercampur antara yang shahih dan yang dhaif).

Sebagian orang bingung melihat jumlah pembagian hadis yang banyak dan beragam. Tetapi kebingungan
itu menjadi hilang setelah melihat pembagian hadis yang ternyata dilihat dari berbagai tinjauan dan
berbagai segi pandangan,bukan hanya dari satu segi pandangan saja. Hadis memiliki beberapa cabang dan
masing-masing memiliki pembahasan yang unik dan tersendiri, dalam makalah akan dikemukakan
pembagian hadis dari kuantitas perawi. Sedangkan tinjauan mengenai kualitas akan dibahas oleh makalah
yang dibawakan kelompok lain.
Untuk mengungkapkan tinjauan pembagian hadis dari segi kuantitas jumlah para perawi para penulis
hadis pada umumnya menggunakan beberapa redaksi yang berbeda.
Sedangkan mereka melihat pembagian hadis dari segi bagaimana proses penyampaian hadis dan sebagian
lagi memilih dari segi kuantitas atau jumlah perawi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksut dengan Hadist Muttawatir?
2. Apa saja syarat-syarat Hadist Muttatir?
3. Bagaimana hukum mengamalkan Hadis Muttawatir?
4. Bagaimana klasifikasi Hadist Ahad?
5. Apa pengertian dari Hadist Masyhur,Ahad,dan Gharib?
6. Bagaimana hukum mengamalkan hadist Masyhur,Ahad,dan Gharib?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian Hadist Muttawatir.
2. Untuk mengetahui syarat-syarat Hadis Muttawatir.
3. Untuk mengetahui hukum mengamalkan Hadis Muttawatir.
4. Untuk mengetahui klasifikasi dalam Hadis Ahad.
5. Untuk mengetahui apa itu Hadis Masyhur, Ahad,dan Gharib.
6. Untuk mengetahui hukum mengamalkan Hadist Masyhur, Ahad, dan Gharib.

BAB II
PEMBAHASAN

Para ulama’ hadist berbeda pendapat tentang pembagian hadist ditinjau dari aspek kuantitas atau jumlah
perawi yang menjadi sumber berita. Diantara mereka ada yang mengelompokkan menjadi tiga bagian
yakni hadist muttawatir, masyhur, dan ahad. Ada juga yang membaginya menjadi dua,yakni hadis
mutawatir dan ahad. Ulama’ golongan pertama, menjadikan hadis masyhur berdiri sendiri tidak termasuk
hadis ahad, sedangkan ulama’ golongan kedua di ikuti oleh sebagian besar ulama ushul dan ulama kalam.
Menurut mereka hadist masyhur bukan merupakan hadis yang berdiri sendiri, akan tetapi hanya
merupakan bagian dari hadist ahad. Mereka membagi menjadi dua bagian, yaitu hadis mutawatir dan
hadis ahad.[1]
1. Hadist Muttawatir
a. Pengertian Hadis Muttawatir
Secara bahasa (etimologi) kata “mutawatir” berarti mutatabi, yakni berturut- turut, beruntun, susul-
menyusul. Maksudnya beriring-iringan atau berturut-turut antara satu dengan yang lain.
Secara istilah hadis mutawatir adalah
ِ ‫س َر َواهُ َع َد ٌد َج ٌّم َي ِجبُ فِى ْالعا َ َد ِة ِاحاَلَةُ اِجْ تِما َ ِع ِه ْم َوتَ َوا طُ ِؤ ِه ْم عَل َى ْال َك ِذ‬
‫ب‬ ٍ ْ‫ه َُو َخبَ ٌر ع َْن َمحْ سُو‬
“Suatu hadits hasil tanggapan dari pancaindra, yang diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi, yang
menurut adat kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat dusta”.
Buku “Taisir fi Mustalahi Alhadis” Mahmud Tahhan mendifinisikan Mutawatir adalah:
ُ‫ب ع َْن ِم ْثلِ ِه اِل َى ُم ْنتَهاَه‬
ِ ‫ما َ َر َواهُ َج ْم ٌع َكثِ ْي ٌر تُ ِح ْي ُل ْال َعا َدةُ تَ َواطُ َؤهُ ْم َعلَى ْال َك ِذ‬
“Hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah orang banyak yang menurut kebiasaan mustahil sepakat dalam
kebohongan mulai dari awal sanad hingga akhir sanad”.[2]
b. Syarat-syarat Hadis Muttawatir
Berdasarkan definisinya ada 4 kriteria hadis muttawatir yaitu sebagai berikut:
1. Jumlah periwayatnya harus mencapai suatu ketentuan yang tidak memungkinkan mereka bersepakat
berbohong. Para ulama’ berbeda-beda pendapat tentang batasan yang diperlukan untuk tidak
memungkinkan bersepakat berdusta:
a. Abu tayyib menentukan sekurang-kurangnya empat orang,pendapat tersebut diqiyaskan dengan
banyaknya saksi yang diperlukan hakim untuk tidak memberi vonis kepada terdakwa.
b. Ashabu Ash-Shafii menentukan minimal lima orang,pendapat tersebut mengiyaskannya dengan
jumlah para Nabi yang mendapat gelar Ulul Azmi.
c. Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani dan Imam Nawawi dalam kitab Tadribu Rawi sekurang-kurangnya
10 orang Rijal yang thiqah disetiap tingkatan sanad.(ini pendapat yang paling rajih menurut ahli hadis).
d. Sebagian ulama’ menetapkan sekurang-kurangnya dua puluh orang.
2. Adanya keseimbangan antara perawi pada thabaqat pertama dan thabaqat berikutnya. Keseimbangan
jumlah perwi pada setiap thabaqat merupakan salah satu persyaratan.
3. Berdasarkan tangkapan panca indra. Artinya, harus benar-benar dari hasil pendengaran atau
penglihatan sendiri. Oleh karena itu, apabila berita itu merupakan hasil renungan, pemikiran, atau
rangkuman dari suatu peristiwa lain, atau hasil istinbath dari dalil yang lain, maka tidak dapat dikatakan
hadis mutawatir.
4. Periwayat yang jumlahnya banyak ini menurut kebiasaan tidak mungkin sepakat berbohong.[3]
c. Macam-macam Hadits Muttawatir
Menurut jumhur ulama’ ada 3 macam jenis hadis muttawatir,yaitu:
1. Hadis Muttawatir lafzhi, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh banyak perawi dengan redaksi (lafal)
dan makna yang sama. Contoh :
‫ي ُمتَ َع ِّمدًا فَ ْليَتَبَو َّْأ َم ْق َع َدهُ ِمنَ النّا ِر‬ َ ‫َمن ك ََّذ‬
َّ َ‫ب َعل‬ ْ :‫ى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َّ ‫صل‬ َ َ‫ق‬
َ ِ‫ال َرسُوْ ُل هللا‬
“Barang siapa sengaja berdusta kepadaku maka hendaklah bersiap-siap menempati tempatnya di
neraka”
Menurut Abu Bakar Al-Bazzar, hadis tersebut diriwayatkan oleh empat puluh sahabat dengan susunan
redaksi dan makna yang sama dan terakhir diriwayatkan oleh hampir semua imam-imam al-kutubu as-
sittah diantaranya:
a. Bukhari dari Abdul Walid dari Shu’bah dari jamiu bin shidad dari Amir bin Abdullah dari Abdullah
bin Zubair dari Zubair dari Nabi SAW.
b. Abu Dawud dari Amru bin Aun dan Musaddad keduanya dapat hadis dari Khalid
c. Al-makna dari Bayan bin Bishrin dari Wabirah bin Abdurrahman dari Amir bin Abdullah dari
Abdullah bin Zubair dari Zubair dari Nabi SAW.
d. Ibnu Majah dari Abu Bakar bin Abi Shaibah dan Muhammad bin Basyar
e. dari Ghandur Muhammad bin Jakfar dari Jamiu bin Syidad dari Amir bin Abdullah
f. dari Abdullah bin Zubair dari Nabi SAW. [4]
2. Hadits Muttawatir Ma’nawi, yaitu hadits yang berasal dari berbagai hadis yang diriwayatkan dengan
lafad yang berbeda-beda, tetapi jika disimpulkan mempunyai makna yang sama tetapi lafadnya tidak.
Contoh :
‫س قا َ َل‬ٍ َ‫ت ع َْن أَ ن‬
ٍ ِ‫قا َ َل ُم ْسلِ ُم َح َّد ثَنا َ أَ بُوْ بَ ْك ِر ْب ِن أَبِ ْي َش ْيبَةٌ َح َّد ثَنا َ يَحْ َي ْب ِن أَ بِ ْي بُ َكي ٍْر ع َْن ثا َ ب‬
ْ ‫في ال ُّد عا َ ِء َحتَّى يُ َرى بَيا َ ضُ إِب‬
‫ْطي ِه‬ ِ ‫صلّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَرْ فَ ُع يَ َد ْي ِه‬َ ِ‫َر أَيْت َرسُوْ ُل هللا‬
Hadis riwayat Imam Muslim dari Abu Bakar bin Abi Syaibah dari Yahya bin Abi Bakar dari Shu’bah dari
Thabit dari Anas R.A.berkata: “Aku telah melihat Rasulullah SAW mengangkat kedua tangannya dalam
doa hingga putih-putih kulit ketiak beliau tampak”. Hadis yang semacam ini tidak kurang dari tiga puluh
buah dengan redaksi yang berbeda-beda.
3. Hadis Muttawatir ‘Amaly, yaitu hadis muttawatir yang menyangkut perbuatan Rasulullah SAW, yang
disaksikan dan ditiru tanpa perbedaan oleh orang banyak, untuk kemudian juga dicontoh dan diperbuat
tanpa perbedaan oleh orang banyak pada generasi berikutnya. Segala macam amal ibadah yang
dipraktekkan secara sama oleh umat Islam atau disepakati oleh para ulama’, termasuk dalam kelompok
hadis Muttawatir ‘Amali. Seperti shalat jenazah,shalat ied,dan kadar zakat. Contoh:
‫صلَّى هللاُ عليه وسلم فَ َعلَهُ أَوْ أَ َم َر بِ ِه‬
َ ‫لضرُوْ َر ِة َوت ََوا تِ ُر بَ ْينَ ْال ُم ْسلِم ْينَ أَ َّن النَّبِ ْي‬
َ ِ‫ما ُعلِ َم ِمنَ ال ِّد ْينَ با‬
َ ِ‫أَوْ َغي َْر َذل‬
‫ك‬
“Sesuatu yang diketahui dengan mudah bahwa ia dari agama dan telah mutawatir antara kaum muslimin
bahwa Nabi Muhammad mengerjakannya atau menyeluruhnya atau selain itu”. [5]
d. Hukum dan Kedudukan Hadis Muttawatir
Para ulama’ menegaskan bahwa hadis mutawatir membuahkan “ilmu qat’i” (pengetahuan yang pasti),
yakni pengetahuan yang pasti bahwa perkataan, perbuatan, dan persetujuan berasal dari Rasulullah SAW.
Para ulama juga bisa menegaskan bahwa hadis mutawatir membuahkan “ilmu daruri” (pengetahuan yang
sangat memaksa untuk diyakini kebenarannya), yakni pengetahuan yang tidak dapat dipungkiri bahwa
perkataan, perbuatan, atau ketetapan yang disampaikan oleh hadis itu benar-benar berasal dari Rasulullah
SAW. Oleh karena itu,kedudukan Hadis Mutawatir sebagai sumber ajaran islam tinggi sekali. Menolak
Hadis Mutawtir sebagai sumber ajaran Islam berarti sama halnya dengan menolak kedudukan Nabi
Muhammad SAW sebagai utusan Allah. Hukum mengamalkan hadis mutawatir adalah mubah (boleh),
dan bisa dijadikan hujjah bagi umat islam, dan mempelajarinya adalah wajib hukumnya.[6]
2. Hadits Ahad
a. Pengertian Hadits Ahad
Menurut bahasa berasal dari kata Ahad adalah jamak dari waahid atau yang artinya satu. Menurut istilah
seperti yang dituliskan oleh Mahmud Tahhan dalam bukunya “Taisiru fi Mustalahi Alhadis” adalah:
‫هُ َو ما َ الَ يَحْ ت َِويْ عَل َى ُشرُوْ طُ التَّ َوتُ ِر‬
“Hadis yang tidak memenuhi syarat hadis muttawtir”. Maksutnya adalah hadis yang para perawinya tidak
mencapai jumlah rawi hadis muttawatir atau dengan kata lain hadis ahad adalah hadis yang tidak
mencapai derajat muttawatir.
b. Klasifikasi Hadits Ahad
Hadits Ahad dibagi menjadi 3 bagian yaitu, hadist masyhur, hadist aziz, dan hadist gharib:
1) Hadits Masyhur
Dalam bahasa, kata masyhur berasal dari kata sahara-yasharu-syuhrotan wamashurun yang artinya tenar,
terkenal, dan menampakkan. Sedangkan menurut istilah adalah :
ِ َ‫ما َ َر َواهُ الثَّاَلَثَةُ فَأَا ْك َس َر َولَ ْم ي‬
‫صلْ د ََر َجةَ التَ َواتُ ِر‬
“Hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih, serta belum mencapai derajat mutawatir “.
Hadis Masyhur ada yang berstatus Shahih, Hasan, Dhaif. Hadits Masyhur yang berstatus shahih adalah
yang memenuhi syarat-syarat Hadits Shahih baik sanad maupun matannya. Seperti Hadits Ibnu Umar.
ْ‫اِ َذا َجا َء ُك ُم ْال ُج ْم َعةُ فَ ْليَ ْف ِسل‬
“Barang siapa yang hendak pergi melaksanakan Shalat Jum’at hendaklah ia mandi”
Sedangkan Hadits Masyhur yang berstatus Hasan adalah Hadits yang memenuhi ketentuan-ketentuan
Hadis Hasan, baik mengenai sanad atau matan. Seperti hadis Nabi yang berbunyi :
ِ َ‫ض َر َر َوال‬
‫ض َرار‬ َ َ‫ال‬
“Tidak memberikan bahaya atau membalas dengan bahaya yang setimpal” Adapun Hadits Masyhur yang
Dhaif adalah hadis yang tidak memenuhi syarat –syarat Hadis Shahih dan Hasan, baik pada sanad
maupun matannya . Seperti Hadits:
ً‫ضةٌ َعلَى ُك ِّل ُم ْسلِ ٍم َو ْال ُم ْسلِ َمة‬
َ ‫طَلَبُ ْال ِع ْل ِم فَ ِر ْي‬
“Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan”.
Dalam istilah, Hadits Masyhur terbagi menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut:
a. Masyhur Istilahi
ِ ‫َما َر َواهُ ثَالَ ثَةٌ فَأ َ ْكثَ َر فِ ْي ُك ِّل طَبَقَ ٍة ِم ْن طَبَقَا‬
‫ت ال َّسنَ ِد َمالَ ْم يَ ْبلُ ْغ َح َّد التَّ َواتُ ِر‬
“Hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang lebih pada setiap tingkatan (thabaqat) pada beberapa tingkatan
sanad, tetapi tidak mencapai kriteria mutawatir”. [7]
Contoh hadis Masyhur ishthilahi:
‫ ْال ُم ِسل ُم َم ْن َسلِ َم ْا ْل ُم ْسلِ ُموْ نَ ِم ْن لِ َسا نِ ِه َويَ ِد ِه‬:‫قا َ َل َرسُوْ ُل هللاِ صلى هللا عليه وسلم‬
(‫)رواه البخارى ومسلم‬
Keterangan:
Hadits ini dinamakan hadis Masyhur karena diriwayatkan oleh tiga orang Rijalul Alhadis atau lebih dan
belum sampai derajat mutawatir, adapun sanadnya adalah sebagai berikut:
1) Tabaqah pertama (sahabat) tiga orang (Jabir,Abu musa, dan Abdullah bin Umar).
2) Tabaqah kedua (tabiin kabir) empat orang (Abu Zubair, Abu Burdah bin Abi Musa , Abi al-Khair, dan
as-Sha’bi).
3) Tabaqah ketiga (tabiin shagir) lima orang (Ibnu Juraih, Abu Burdah bin Abdullah, Yazid, Isma’il, dan
Abi Safar).
4) Tabaqah keempat (atba’ tabiin kabir) empat orang (Abu Ashim, Yahya,Ibn al-Haris dan Shu’bah).
5) Tabaqah kelima (atba’ tabiin saghir) empat orang ( Hasan, Abdullah bin Humaid, Said, Ibn Wahab,
dan Adam bin Abbas).
6) Tabaqah selanjutnya Abu Thahir, Bukhari, dan Muslim.[8]

b. Masyhur Ghayr Ishthilahi


‫ما َ ا ْشتُ ِه َر َعلَى اَألَ ْل ِسنَ ِة ِم ْن َغي ِْر ُشرُوْ ِط تُ ْعتَبَر‬
“Hadits yang populer pada ungkapan lisan (para ulama), tanpa ada persyaratan yang definitif”
Hadits masyhur ghayr ishthilahi adalah hadis yang populer atau terkenal di kalangan golongan atau
kelompok orang tertentu, sekalipun jumlah periwayat dalam sanad tidak mencapai 3 orang atau lebih.
Popularitas Hadits Masyhur disini tidak dilihat dari jumlah para perawi sebagaimana Masyhur ishthilahi
diatas tetapi tekanannya lebih kepada popularitas hadis itu sendiri ini di kalangan kelompok orang atau
ualama dalam bidamg ilmu tertentu. Mungkin Hadits Masyhur ghayr isthilahi hanya memiliki satu sanad
saja atau lebih atau bisa tidak bersanad, mungkin hadits Mutawatir atau Ahad, berkualitas Shahih, Hasan,
Dhaif, atau mungkin maudhu’, yang penting populer dikalangan ulama. Misalnya hadis tertentu populer
(masyhur) di kalangan ulama tertentu,tidak populer di kalangan ulama lain. Hadis tertentu populer
dikalangan ulama hadis saja,dan seterusnya. Adapun macam-macam Mansyur Ghairu Ishthilahi:
1). Masyhur khusus dikalangan ahli hadis seperti:
‫س قَا َل َح َّد ثَنا َ زَائِ َدةُ ع َْن التَّ ْي ِم ِّي ع َْن أَبِ ْي ِمجْ لَ ٍز ع َْن أَنَس‬
َ ُ‫َاريْ َح َّد ثَنَا أَحْ َم ُد بْنُ يُون‬
ِ ‫ال ْالبُخ‬
َ َ‫ق‬
َ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َش ْهرًا يَ ْد ُعوْ َعلَى ِر ْع ٍل َوزَ ْك َوان‬ َ ‫ال قَنَتَ الَّنبِ ُّي‬
َ َ‫ك ق‬ٍ ِ‫ب ِْن ماَل‬
2). Masyhur dikalangan ahli hadis, ulama, dan orang umum, seperti:
‫ال ُم ْسلِ ُم َم ْن َسلِ َم ال ُم ْسلِ ُموْ نَ ِم ْن لِ َسنِ ِه َويَ ِد ِه‬: ‫ما َ َر َواهُ ْا ْلبُخَ ِريْ َو ُم ْسلِ ِم قَا َل رسول هللا‬
3).Masyhur di kalangan fuqaha seperti:
‫ب ْب ِن ِدثا َ ٍر ع َْن‬
ِ ِّ‫ص ٍل ع َْن ُمحاَر‬
ِ ‫َح َّد ثَنا َ َكثِ ْي ُر بْنُ ُعبَ ْي ُد َح َّد ثَناَا ُم َح َّم َم ُد بْنُ خا َ لِ ٍد ع َْن ُم َعرِّفش ْب ِن َوا‬
َ َ‫لى هللاِ تَ َعلَى اّطّل‬
‫ق‬ َ ِ‫اِب ِْن ُع َم َر ع َْن النَّبِ ْي صلى هللا عليه وسلم قا َ َل أَ ْبغَضُ ْال َحلَ ُل إ‬
4). Masyhur dikalangan ushaliyyin seperti:
ْ
‫ح ع َْن ُعبَيْد ْب ِن‬ ِ َ ‫ َح َّد ثَنا َ اأَل وْ َزا ِع ْي ع َْن َعطَا ِء بْنُ أَبِ ْي َربا‬: ‫َّاس َح َّد ثَنا َ ال َّر بِ ْي ُع بْنُ ُسلَي َمانُ َح َّد ثَنَا أَبُوْ بُ بْنُ س ُِو ْي َد قال‬
ِ ‫قا َ َل ْال َح ِك ُم َح َّد ثَنا َ أَبُوْ ء ْال َعب‬
‫طا َء َو النِّسْياَنَ َوما َ ا ْستَ ْك َرهُوْ ا‬ ْ ‫ تَ َجا َو َز هللاُ ع َْن أُ ّمتِ ْي ْال َخ‬: ‫قا َ َل رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬: ‫س رضي هللا عنهما قال‬ ٍ َّ ‫ُع َمي ِْر ع َْن اِبْنُ عَبا‬
‫َعلَ ْي ِه‬
5). Masyhur di kalangan ahli nahwu dan tidak ada sanadnya sama sekali seperti:
‫ف هللاُ لَ ْم يَع‬ َ ‫نَ َع ْم ْال َع ْب ُد‬
ْ ‫ص ِهيْبٌ لَوْ لَ ْم يَ َخ‬
6). Masyhur di kalangan umum seperti:
‫س ب ِْن َسه ِْل ب ِْن َس ْع ٍد ال َّس َع ِديُّ ع َْن أَبِ ْي ِه ع َْن َج ِّد ِه قال قال رسول هلل صلى هللا‬
ِ ‫ب ْال َم َدنِ ُّي َح َّدثَنَا َع ْب ُد ُمهَ ْي ِم ِن بْنُ َعبَّا‬
ٍ ‫ال الترمذي َح َّد ثَنا َ أَبُوْ ُمصْ َع‬
َ َ‫ق‬
‫عليه وسلم ْال َئ دَاةُ ِمنَ هللاِ َو ْال َع َجلَةُ ِمنَ ال َشيْطا َ ِن‬
Hukum Hadits Masyhur baik ishthilahi atau ghayr ishthilahi tidak seluruhnya dinyatakan shahih atau
tidak shahih, tetapi tergantung kepada hasil penelitian atau pemerkiraan para ulama. Sebagian hadis
masyhur ada yang shahih, sebagian hasan dan dhaif,bahkan da yang maudhu’. Namun memang diakui
,bahwa keshahihannya. Hadis masyhur ishtilahi lebih kuat daripada keshahihan hadis aziz dan gharib
yang hadits riwayatkan satu atau dua orang perawi saja. [9]
2). Hadits ‘Aziz
a. Pengertian hadis Aziz
Hadits Aziz menurut bahasa berarti hadis yang mulia atau hadis yang kuat atau Hadits yang jarang karena
memang Hadits Aziz itu jarang ada. Para Ulama memberikan definisi sebagai berikut:
ِ ‫ما َ َر َواهُ اِ ْثنَا ِن فِ ْي َج ِمي ِْع طَبَقَا‬
‫ت الَّسنَ ِد‬
“Hadis yang hanya diriwayatkan oleh dua orang rijalu Al-hadis salah satu dari semua tingkatan sanad”.
Contoh hadis ‘Aziz:
‫آلخرُوْ نَ ال َساّبِقُوْ نَ يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة‬
ِ ‫َنحْ نُ ْا‬: ‫قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬
“Rasulullah SAW bersabda: “Kita adalah orang yang paling akhir (di dunia) dan yang paling dulu di hari
kiamat”.
Hadits ini dinamakan Hadis Aziz karena ditingkat sahabat hanya dua orang yaitu Hudzaifah bin al-
Yaman dan Abu hurairah, walaupun tabaqah setelah diriwayatkan oleh rijalu Alhadis yang jumlahnya
banyak.[10]
b. Hukum mengamalkan hadis Aziz
Hukum Hadits Aziz adakalanya Shahih, Hasan, Dhaif tergantung persyaratan yang terpenuhi, apakah
memnuhi seluruh kriteria persyaratan hadis sahih atau tidak. Jika memenuhi sebagian atau seluruh
persyaratan berarti berkualitas shahih dan jika tidak memenuhi sebagian atau seluruh persyaratannya
maka tergolong hadis hasan atau dhaif. Adapun kitab-kitab yang khusus menghimpun hadis-hadis Aziz
belum didapatkan mungkin karena kelangkaannya.
3). Hadis Gharib
1) Pengertian Hadis Gharib
Menurut bahasa berarti hadis yang terpisah atau menyendiri dari yang lain. Sedangkan menurut istilah
adalah:
‫ض ٍع َوقَ َع التَّفَرُّ ُد بِ ِه ِمنَ ال َّسنَ ِد‬ ِّ َ‫ض بِ ِر َوايَتِ ِه ش َْخصٌ فِ ْي أ‬
ِ ْ‫ي َمو‬ َ ‫ما َ نَفَ َر‬
“Hadits yang dalam sanadnya, terdapat seorang sendirian, dalam meriwayatkannya, pada salah satu dari
semua tingkatan sanad”. Ditinjau dari segi bentuk penyendirian Rawi tersebut, Hadits Gharib terbagi
menjadi dua macam, yaitu Gharib mutlak dan gharib nisbi.
1) Hadits Gharib Mutlak
‫ت ْالغ ََرابَةُ فِ ْي أَصْ ِل َسنَ ِد ِه َوأَصْ ِل الَّسنَ ِد ه َُو طَ َرفُهُ الَّ ِذيْ فِ ْي ِه‬
ِ َ‫ه َُو ما َ كا َ ن‬
Hadits Gharib Mutlaq yaitu hadis yang gharabahnya (perawi satu orang) terletak pada pokok sanad.
Pokok sanad adalah ujung sanad, yaitu seorang sahabat. Ujung sanad disebut pokok atau asal sanad
karena sahabat yang menjadi referensi utama dalam periwayatan hadis sekalipun banyak jalan dan
tingkatan dalam sanad. Contoh hadis Nabi Muhammad SAW:
ِ َ ‫إِنَّما َ األَ ْعما َ ُل باِالنِّيا‬
ٍ ‫ت َوإِنَّما َ لِ ُكلِّ ا ْم ِر‬
‫ئ ماَن ََوى‬
Hadis diatas hanya sahabat Umar bin khatab saja yang meriwayatkannya dari nabi Muhammad SAW,dari
Umar diriwayatkan oleh Alqamah bin Waqqash Al-Laitsi, kemudian diriwayatkan oleh muhammad bin
ibrahim, kemudian Yahya bin Sa’id Al-khudri. Dengan demikian, Hadis diatas gharib mutlaq karena
hanya Umar bin Al- khatab saja dikalangan sahabat yang meriwayatkan hadis tersebut.[11]
2) Hadis Gharib Nisbi
Hadis Nisbi adalah hadis yang hanya diriwayatkan oleh satu orang rijalul Alhadis pada salah satu
tingkatan sanad selain tingkatan sanad yang pertama. Hadis Gharib Nisbi ada 3 bentuk yaitu:
a) Sendiriannya seorang thiqah
Yaitu hadis yang sanadnya satu atau lebih dari satu. Namun pada salah satu tingkatan sanad selain
tingkatan sanad yang pertama,hanya ada satu Rijal yang thiqah. Definisi lain adalah hadis yang sanadnya
banyak, tetapi yang thiqah hanya satu. Namun, definisi ini lemah. Contoh:
) ‫ت السَّا عَة أَ َّن ع َْن أَبِ ْي َواقِد‬
ِ ‫ب (ق~ َو ْقتَ َرب‬ ْ ِ‫ي صلى هللا عليه وسلم كا َ نَ يَ ْق َرأُ فِ ْي اأَل ضْ َحى َوالف‬
ِ ‫ط َر‬ َّ ِ‫الَّنب‬
“Dari Abu Waqid bahwa Nabi Muhammad SAW membaca surat Qaf dan iqtarobat As- Sa’ah pada saat
Idul Adha dan Idul Fitri”.

b) Sendiriannya periwayat tertentu dari syekh tertentu.


Yaitu hadis yang sanadnya satu atau lebih dari satu, namun ada periwayat tertentu yang hanya sendirian
menerima hadis dari syekh tertentu. Periwayatan hadis ini dibatasi dengan perawi hadis tertentu,misalnya
hadis dari Sufyan bin Uyaynah dari Wa’il bin Dawud dari putranya Bakar bin Wa’il dari Az-Zuhri dari
Anas :
َ ‫ي صلى هللا عليه وسلم أَ َولَ ْم َعلَ َى‬
ٍ ‫صفِيٌّةٌ بِ َس ِو ْي‬
‫ق َوتَ ْم ٍر‬ َّ ِ‫أَ َّن الَنٌب‬
“Bahwa Nabi Muhammad mengadakan walimahnya syafiyah dengan bubur sawiq dan tamar (kurma)”.
Hadis diatas diriwayatkan oleh Abu Dawud,At-Tirmidzi, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah. Tidak ada yang
meriwayatkannya dari Bakar selain Wa’il dan tidak ada yang meriwayatkannya dari Wa’il, kecuali Ibnu
Unayynah.[12]
c) Sendirinya Periwayat Suatu Kota Tertentu.
Yaitu hadis yang diriwayatkan oleh satu sanad atau lebih,namun hanya disuatu kota tertentu, sedangkan
dikota lain tidak ada satupun Rijalul Al-hadis yang meriwayatkannya. Sehingga ada muhaddis yang
mengatakan “Fulan haf Alhadis sendirian dari penduduk makkah”, dan yang lain.
‫صفَ ِة ُوضُوْ ِء رسول هللا صلى هللا عليه وسلم َو َم َس َح َر ْأ َسهُ بِما َ َء‬ ِ ‫ما َ َر َواهُ ُم ْسلِ ٌم ِم ْن َح ِد ْي‬
ِ ‫ث َع ْب ُد هللاِ ْب ِن زَ ْي ٍد فِ ْي‬
‫ار ُكهُ ْم فِ ْيهَا أَ َح ٌد‬
ِ ‫َريْبٌ تَفَ َّر َد بِها َ أَ ْهل َمصْ ِر َولَ ْم يُ َش‬
ِ ‫ال َحا ِك ُم هَ ِذ ِه سند غ‬: ‫ال‬ َ َ‫َغي َْر فَضْ ِل يَ َد ْي ِه ق‬
Hadis riwayat Muslim dari Abdullah bin Zaid tentang sifat wudunya Rasulullah dan mengusap rambut
kepalanya dengan air yang bukan sisa tangan beliau, namun Imam Al-hakim mengomentari hadis ini
Gharib karena hanya penduduk mesir yang meriwayatkan hadis ini dan tidak dari kota lain
meriwayatkannya.
2) Kedudukan Dan Hukum Mengamalkan Hadis Ahad
Para ahli hadis berbeda pendapat tentang kedudukan Hadits Ahad. Pendapat tersebut antara lain:
a. Segolongan Ulama’,seperti Al-Qasayani, sebagian Ulama’ Dhahiriyah dan ibnu Dawud , mengatakan
bahwa kita tidak wajib beramal dengan hadis ahad.
b. Jumhur Ulama’ ushul menetapkan bahwa hadis ahad memberi faedah dhan. Oleh karena itu,hadis
ahad wajib diamalkan sesudah diakui kesahihannya.
c. Sebagian Ulama’ menetapkan bahwa hadis ahad diamalkan dalam segala bidang.
d. Sebagian muhaqiqin menetapkan bahwa hadis ahad hanya wajib diamalkan dalam urusan amliyah
(furu’), ibadah, kaffarat,dan hudud,namun tidak digunakan dalam urusan aqa’id(Aqidah).
e. Imam syafi’i bersepakat bahwa hadis ahad tidak dapat menghapuskan suatu hukum dari hukum-
hukum Al-qur’an.
f. Ahlu zhahir (pengikut Daud Ibnu Ali Al-zahiri) tidak memperbolehkan mentakhsiskan umum ayat-
ayat Al-qur’an dengan hadis Ahad.[13]

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hadits dilihat dari segi kuantitas perawimya dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu Hadits Mutawatir
dan Hadis Ahad. Hadis mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah orang rijalu Alhadis
yang menurut kebiasaan, tidak mungkin sepakat dalam kebohongan, mulai dari awal sanad hingga akhir
sanad.
Hadis Mutawatir ada 2 yaitu, Mutawatir Lafdhi dan Muttawatir Maknawi. Hadis Ahad adalah
Hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah rijalu Alhadis yang tidak memenuhi syarat Hadits Mutawatir,
sedangkan Hadits Ahad itu sendiri dibagi menjadi 3 yaitu, Hadis Masyhur, Aziz, Gharib. Hadis Mansyur
adalah hadis yang diriwayatkan oleh 3 orang Rijal atau lebih pada salah satu tingkatan sanad,dan belum
mencapai derajat Mutawatir. Sedangkan Hadis Aziz adalah hadis yang diriwayatkan oleh dua orang pada
salah satu tingkatan sanad. Hadis Gharib adalah hadis yang diriwayatkan oleh satu orang rijalu Alhadis
pada salah satu tingkatan sanad.

B. Saran
Untuk selanjutnya setelah menguraikan pembagian hadis dilihat dari segi kuantitas rawi, penulis
berharap agar penulis lain membahas mengenai kriteria dan kehujjahan dari Hadits Shahih, Hasan, dan
Dhaif.

DAFTAR PUSTAKA

https//hanumsyafa.word.com.Diunduh tanggal 24 februari 2017 pukul : 20:54 wib


Tim Penyusun Buku Ajar MGMPK Provinsi Jawa Timur.Buku Ajar Hadis Madrasah Aliyah Progam
Keagamaan. (Surabaya: Tim MGMPK.2012)
https//mohammadjuliantoro.woodpress.com. Diunduh tanggal 25 februari 2017 pukul: 22:00 wib
Dr.H.Abdul Majid Khon,M.Ag. Ulumul Hadis.(Jakarta: Amzah, 2012)
‘Ajaj Al-Khatib Muhammad,Usul Al-Hadith (Jakarta: GNP.2007)
Al-Nawawi,I.Dasar-Dasar Ilmu Hadis (Jakarta:Pustaka Firdaus.2001)
Ismail,M.S.Pengantar Ilmu Hadis.(Bandung: Angkasa.1994)
Mudzakir,M.Ulumul Hadis.(Bandung:CV Pustaka Setia.1998)

Anda mungkin juga menyukai