Anda di halaman 1dari 8

Hadist Ahad

ARTIKEL

Disusun guna memenuhi tugas

Mata Kuliah : Ulumul Hadist

Dosen Pengampu :

Oleh :

MUHAMMAD BAHRUDDIN (1195020089)

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI


Pengertian Hadits Ahad

Al-ahad jama’ dari ahad, menurut bahasa berarti al-wahid atau satu.
Dengan demikian, khabar wahid adalah suatu berita yang disampaikan oleh
satu orang. sedangkan yang dimaksud dengan hadis ahad menurut istilah,
banyak didefenisikan para ulama, antara lain sebagai berikut : “Khabar yang
jumlah perawinya tidak mencapai batasan jumlah perawi mutawatir, baik
perawi itu satu, dua, tiga, empat, lima, dan seterusnya yang tidak memberikan
bahwa jumlah perawi tersebut tidak sampai kepada jumlah perawi hadis
mutawatir.”

Ada juga ulama yang mendefinisikan hadis ahad secara singkat, yakni
hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat hadis mutawatir, hadis selain hadis
mutawatir, atau hadis yang sanadnya sah dan bersambung hingga sampai
kepada sumber-sumbernya (Nabi) tetapi kandungannya memberikan
pengertian zham dan tidakl sampai kepada qhat’i dan yaqin.

Dapat dijelaskan bahwa disamping jumlah perawi hadis ahad tidak


sampai kepada jumlah perawi hadis mutawatir, kandungannya pun bersifat
zhanny dan dan tidak bersifat qhat’i.

Abdul Wahab Khalaf menyebutkan bahwa hadis ahad adalah hadis


yang diriwayatkan oleh satu, dua orang atau sejumlah orang tetapi jumlah nya
tidak sampai kepada jumlah perawi hadis mutawatir. Keadaan perawi seperti
ini terjadi sejak perawi pertama sampai perawi terakhir.

Jumhur ulama sepakat bahwa beramal dari hadias ahad yang telah
memenuhi ketentuan maqbul hukumnya wajib. Abu Hanifah, Imam Al-Syafi’I
dan Imam Ahmad memakai hadis ahad bila syarat-syarat perawinya yang
sahih terpenuhi. Hanua saja Abu Hanifah menetapkan syarat tsiqqas dan adil
bagi perawinya serta amaliyahnya tidak menyalahi hadis yang menerangkan
proses pencucian sesuatu yang terkena jilatan anjing dengan tujuh kali
basuhan yang salah satunya harus dicampur dengan debu yang suci tidak
digunakan,sebab perawinya yakni Abu Hurairah, tidak mengamalkan .
Sedangkan Imam Malik menetapkan persyaratan bahwa perawi hadis ahad
tidak menyalahi amalan ahli madinah.

Sedangkan golongan Qodariyahan, Rhafidah dan sebagian ahli Zhahir


menetapkan bahwa beramal; dengan dasar hadis ahad hukumnya tidak wajib.
Al –juba’I dari golongan Mu’tazilah menetapkan tidak wajib beramal kecuali
berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh dua orang yang diterima dari dua
orang.

Untuk menjawab golongan yang tidak memakai hadi ahad sebagai dasar
beramal, Ibnu Al-Qayim mengatakan: “Ada tiga segi keterkaitan sunnah
dengan al-Qur’an. Pertama , kesesiuaian terhadap ketentuan-ketentuan yang
terdapat dalam al-Qur’an; Kedua, menjelaskan maksud al-Quran; dan Ketiga
menetapkan hukum yan tidak terdapat dalam al-Qur’an. Alternatif ketiga ini
merupakan ketentuan yang ditetapkan oleh Rasul yang wajib ditaati. Ada dari
itu ada yang menetapkan bahwa dasar beramal dengan hadis ahad adalah al-
Qur’an, sunnah, dan ijma.

Macam-macam Hadis Ahad

a. Hadis Masyhur

Masyhur menurut bahasa, ialah al-intisyar wa al-dzuyu sesuatu yang


sudah tersebar dan populer. Sedangkan menurut istilah terdapat beberapa
definisi, antara lain :

Menurut ulama ushul : Hadis yang diriwayatkan dari sahabat, tetapi


bilangannya tidak sampai pada bilangan mutawatir, kemudian baru
mutawatir setelah sahabat dan demikian pula setelah mereka.
Adapun juga mendifinisikan hadis mayshur secara ringkas, yaitu :
”Hadis yang mempunyai jalan yang terhingga, tetapi lebih dua jalan dan
tidak sampai kepada hadis yang mutawatir”. Hadis ini dinamakan masyhur
karena telah tersebar luas dikalangan masyarakat. Ada ulama yang
memasukkan hadis masyhur “segala hadis yang berat popular dalam
masyarakat, sekalipun tidak mempunyai sanad sama sekali, baik berstatus
sahih atau dha’if.”.

Contoh hadis Mashyur

َ ًَ َ ْ َ ْ ُ َْ
‫اعا َي ْنت ِز ُع ُه‬ ‫ ِإ َّن هللا ال يق ِبض ال ِعلم ان ِتز‬:‫قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬
َ َ َ َّ ‫الع َل َماء‬ ْ َ َ ْ ُ ْ َ ْ َ ِ ‫من الع‬
‫حتى إذا ل ْم ُي ْب ِق َع ِال ٌم َّاتخذ الناس‬ ِ ُ ‫ض‬ ِ ‫باد ول ِكن يق ِبض ال ِعلم ِبقب‬ ِ
ُّ َ َ َ ُّ َ َ ْ ْ َ ْ َ ْ َ َ َ ً ًَ
‫ضلوا‬ ‫ ف ُس ِئلوا فأفتوا ِبغي ِر ِعل ٍم فضلوا وأ‬، ‫رؤسا ُج َّهاال‬

Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak mengambil


ilmu dengan sekali pencabutan dari para hamba-Nya. Namun Dia
mengambil ilmu dengan mewafatkan para ulama. Sehingga, jika tidak
disisakan seorang ulama, manusia merujuk kepada orang-orang bodoh.
Mereka bertanya, maka mereka (orang-orang bodoh) itu berfatwa tanpa
ilmu. Maka mereka tersesat dan menyesatkan.(HR. Bukhari, Muslim,
Tirmizi, Ibnu Majah dan Ahmad).

Ulama Hanafiyah mengatakan bahwa hadis masyhur menghasilkan


ketenangan hati, dekat pada keyakinan dan wajib diamalkan, akan tetapi
bagi yang menolaknya tidak dikatakan kafir. Hadis masyhur ini ada yang
berstatus sahih, hasan dan dha’if. Yang dimaksud dengan hadis masyhur
sahih adalah hadis masyhur yang telah memenuhi ketentuan-ketentuan
hadis sahih, baik pada sanad maupun matanya, seperti hadis ibnu Umar.
Sedangkan yang dimaksud dengan hadis masyhur hasan adalah hadis
masyhur yang telah memenuhi ketentuan-ketentuan hadis hasan, baik
mengenai sanad maupun matannya.

b. Hadis Ghair Masyhur

Hadis Ghair Masyur ini oleh ulama ahli hadis digolongkan menjadi
Aziz dan Gharib.

1. Hadis Aziz

Hadis Aziz berasal dari azza – ya izzu yang berarti la


yakadu yujadu atau qalla wa nadar ( sedikit atau jarang
adanya) dan berasal dari azza ya azzu berarti qawiyu (kuat).

Hadis aziz menurut istilah, antara lain didefinisikan sebagai


berikut: “Hadis yang peawinya tidak kurang dari dua orang
da;lam semua tabaqat sanad”. Lebih lanjut dijelaskan oleh
Mahmud Al-Thahhan, bahwa sekalipun dalam sebagian
thabaqat terdapat perawinya tiga orang atau lebih, tidak ada
masalah, asalkan dari sekian thabaqat terdapat satu thabaqat
yang jumlah perawinya hanya dua orang.

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu hadis


dikatakan hadis aziz bukan saja diriwayatkan oleh dua orang
rawi pada setiap thabaqat , yakni dari thabaqat pertama
sampaithabaqat terakhir, selagi thabaqat didapati dua orang
perawi, tetap dapat dikategorikan sebagai hadis aziz.

Contohnya, Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan


Muslim dari Anas dan riwayat Bukhari dari Abu Hurairah
bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
َ َ َ َُ ُ َ ‫اَل‬
ِ‫ُي ْؤ ِم ُن أ َح ُدك ْم َح ّٰتى أك ْو َن أ َح َّب ِإل ْي ِه ِم ْن َو ِال ِد ِه َو َول ِد ِه‬
َ َّ َ
‫اس أ ْج َم ِع ْي َن‬
ِ ‫والن‬

Tidak beriman salah seorang diantara kamu sehingga aku


lebih dicintainya daripada orang tua, anaknya, dan manusia
semuanya.

Hadits ini diriwayatkan dari Anas oleh Qatadah dan ‘Abdul


Aziz bin Shuhaib. Diriwayatkan dari Qatadah oleh Syu’bah
dan Sa’id. Diriwayatkan dari ‘Abdul Aziz bin Shuhaib oleh
Isma’il bin ‘Ulliyah dan ‘Abdul Warits dan diriwayatkan dari
keduanya oleh banyak orang.

Hadis ahad yang shahih, hasan, dan dha’iftergantung


kepada terpenuhi atau tidaknya ketentuan-ketentuan yang
berkaitan tentang hadis shahih, hasan, dan dha’if.

2. Hadis Gharib

Gharib menurut bahasa berarti al-munfarid (menyendiri


atau al-ba’id an aqaribihi (jauh dari kerabatnya). Ibn Hajar
mendifinisikan hadis gharib sebagai berikut: “ hadis yang
dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri dalam
meriwayatkannya, dimana saja penyendirian dalam sand itu
terjadi.

Ada juga yang mengatakan bahwa hadis gharib adalsh


hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang menyendiri
dalam meriwayatkan tanpa ada orang lain yang
meriwayatkannya. Penyendirian perawi dalam meroiwayatkan
hadis itu bisa berkaitan dengsan personalianya, yakni bahwa
sifat atau keadaan perawi-perawi berbeda sifat dan keadaan
perawi-perawi laion yang juga meriwayatkan hadis itu.

Dilihat dari bentuk prnyendirian perawi, maka hadis ghorib


digolongkan menjadi dua, yaitu gharib mutlak dan gharib
nisbi. Dikategorikan sebagai gharib mutlak apabila
penyendirian itu mengenai personalianya, sekalipun
penyendiriannya tersebut hanya terdapat dalam satu thabaqat.
Penyendirian hadis mutlak ini harus berpangkal ditempat ashlu
sanad, yakni tabi’in, bukan sahabat.

Contoh hadis gharib mutlak antara lain adalah :

‫ات‬ َّ
‫ي‬ S ‫ال ب‬
‫الِن‬ ُ َ
‫م‬ ْ َ ‫إ َّن َما اأْل‬
‫ع‬
ِ ِّ ِ ِ

“Semua perbuatan tergantung niatnya.”

Umar bin al-Khatthab radhiyallahu ‘anhu menyendiri


dalam meriwayatkan hadits tersebut.

Menyendirinya perawi sahabat tersebut kadang berlanjut


hingga akhir sanad, kadang juga sejumlah perawi di bawahnya
meriwayatkan dari perawi sahabat yang menyendiri tersebut.4
Sedangkan hadis gharib nisbi adalah apabila penyendirian itu
mengenai sifat atau keadaan tertentu seorang rawi.
Penyendirian seorang rawiseperti ini, bisa terjadi berkaitan
dengan keadilan dan kedhabitan perawi atau mengenai tempat
tinggal atau kota tertentu
Contoh hadits gharib nisbi, Penyendirian tentang sifat
keadilan, kedhabitan, dan ketsiqqahan rawi.:

ْ َ ‫َ ْ ْ ٰ مْل‬ ْ ْ َ ٰ ْ َ ‫َ ْ َ ُ أْل‬ ْ ُ َ َ
ِ ‫كان َرسو ُل‬
‫ يقرأ ِفي ا ضحى وال ِفط ِر ِبق والقرا ِن ا ِجي ِد‬.‫ م‬.‫هللا ص‬

َ ْ َ ْ ُ َ َّ َْ
‫اعة َوانش َّق الق َمر‬ ‫َواقت َر َب ِت الس‬

Rasulullah Saw. pada hari Raya Qurban dan hari Raya Fitri
membaca surat Qaaf dan surat al-Qamar. (HR. Muslim)

Selain pembagian gharib seperti diatas, para ulama juga,


para ulama juga membagi dua golongan, yakni ghorib pada
sanad dan matan. Gharib pada sanad saja. Yang dimaksud
dengan gharib sanad dan matan adalah hadis yang hanya
diriwayatkan melalui satu jalur, seperti sabda Rasullullah
SAW. Sedangkan yang dimaksud dengan gharib pada sanad
saja adalah hadis yang populer dan diriwayatkannya dari
seorang sahabat yang lain yang tidak populer.

Bila suatu hadis telah diketahui sanadnya gharib, maka


matannya tidak perlu diteliti lagi, sebsb keghariban pada sanad
menjadikan hadis tersebut berstatus gharib. Apabila matannya
diketahui gharib, maka hadisnya pun menjadi gharib pula.

Anda mungkin juga menyukai