hadist dari segi kuantitas ini bergantung kepada tiga hal, yaitu :
1. Jumlah rawi,
2. Keadaan (kualitas) rawi,
3. Keadaan matan
Ketiga hal tersebut menetukan tinggi-rendahnya suatu hadist. Bila dua buah hadismenentukan
keadaan rawi dan keadaan matan yang sama, maka hadist yangdiriwayatkan oleh dua orang rawi lebih
tinggi tingkatannya dari hadist yangdiriwayatkan oleh satu orang rawi; dan hadist yang diriwayatkan
oleh tiga orangrawi lebih tinggi tingkatannya daripada hadist yang diriwayatkan dua perawi, begitu
seterusnya.[1]
Jika dua buah hadist memiliki keadaan matan jumlah rawi yang sama, maka hadis yang
diriwayatkan oleh rawi yang kuat ingatannya, lebih tinggit ingkatannya daripada hadist yang
diriwayatkan oleh rawi yang lemah tingkatannya, dan hadist yang diriwayatkan oleh rawi yang jujur
lebih tinggi tingkatannya daripada hadist yang diriwayatkan oleh rawi pendusta.
Mutawatir menurut bahasa adalah, mutatabi yakni sesuatu yang datang berikut dengan kita atau
yang beriringan antara satu dengan lainnya tanpa ada jaraknya.Menurut istilah hadits mutawatir adalah
hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah orang yang menurut adat mustahil mereka bersepakat terlebih
dahulu untuk berdusta.
1. Periwayatan yang disampaikan oleh rawi-rawi tersebut harus berdasarkan tanggapan panca indra.
Dengan kata lain, hadits yang mereka sampaikan itu benar-benar hasil penglihatan atau pendengaran
sendiri.
2. Jumlah rowi-rowinya harus mencapai suatu ketentuan yang tidak memungkinkan mereka bersepakat
untuk berbohong. Ulama hadis berbeda pendapat tentang berapa jumlah bilangan rawinya untuk dapat
dikatakan sebagai hadis mutawatir. Ada yang mengatakan harus 4,5,10, 12 ,20, ada juga yang
mengatakan minimal 40 orang, ada yang 70 orang, dan yang terakhir berpendapat minimal 313 orang
laki-laki dan 2 orang perempuan, seperti jumlah pasukan muslim pada waktu Perang Badar.
3. Adanya keseimbangan jumlah antara rawi-rawi dalam thabaqoh pertama dengan jumlah rawi-rawi
dalam thobaqoh berikutnya.
Para ahli ushul membagi hadits mutawatir kepada dua bagian. Yakni mutawatir lafdzi dan mutawatir
ma’nawi.
Hadits mutawatir lafdzi adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak yang susunan redaksi
dan ma’nanya sesuai benar antara riwayat yang satu dengan yang lainnya. Contoh hadits mutawatir
lafdzi adalah:
َّ ض َي
َُّللاُ َع ْنه َ س ِعي ُد ْبنُ ُعبَ ْي ٍد عَنْ َعلِ ِّي ْب ِن َربِي َعةَ عَنْ ا ْل ُم ِغ
ِ ير ِة َر َ َح َّدثَنَا أَبُو نُ َع ْي ٍم َح َّدثَنَا
ب َعلَى أَ َح ٍد َمنْ َك َذ َبٍ س َك َك ِذَ سلَّ َم يَقُو ُل إِنَّ َك ِذبًا َعلَ َّي لَ ْي َّ صلَّى
َ َّللاُ َعلَ ْي ِه َو َ س ِم ْعتُ النَّبِ َّي َ قَا َل
َ ِسلَّ َم يَقُو ُل َمنْ ن
َ ي َّ صلَّى
َ َّللاُ َعلَ ْي ِه َو َ َعلَ َّي ُمتَ َع ِّم ًدا فَ ْليَتَبَ َّو ْأ َم ْق َع َدهُ ِمنْ النَّا ِر
َ س ِم ْعتُ النَّبِ َّي
ي َ َعلَ ْي ِه َ ِب بِ َما ن ُ َعلَ ْي ِه يُ َع َّذ
Artinya: ”Barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku, maka tempat tinggalnya adalah neraka”.
Hadis ini diriwayatkan oleh lebih dari enam puluh dua sahabat dengan teks yang sama, bahkan menurut
As-Syuyuti diriwayatkan lebih dari dua ratus sahabat.
Hadits mutawatir ma’nawi adalah hadits yang rawi-rawinya berlainan dalam menyusun redaksi
pemberitaanya, tetapi berita yang berlainan tersebut terdapat pesesuaian pada prinsipnya. Contoh hadits
ini adalah hadits yang menerangkan kesunnahan mengangkat tangan ketika berdoa. Hadits ini berjumlah
sekitar seratus hadits dengan redaksi yang berbeda-beda, tetapi mempunyai titik persamaan, yaitu
keadaan Nabi Muhammad mengangkat tangan saat berdo’a.
Hadits mutawatir itu memberikan faedah ilmu dhoruri, yakni keharusan untuk menerimanya dan
mengamalkan sesuai dengan yang diberitakan oleh hadits mutawatir tersebut hingga membawa pada
keyakinan qoth’I (pasti).
Ibnu Taymiyah mengatakan bahwa suatu hadits dianggap mutawtir oleh sebagian golongan
membawa keyakinan pada golongan tersebut, tetapi tidak bagi golongan lain yang tidak menganggap
bahwa hadits tersebut mutawatir. Barang siapa telah meyakini ke-mutawatir-an hadits diwajibkan untuk
mengamalkannya sesuai dengan tuntutannya. Sebaliknya bagi mereka yang belum mengetahui dan
meyakini kemutawatirannya, wajib baginya mempercayai dan mengamalkan hadits mutawatir yang
disepakati oleh para ulama’ sebagaimana kewajiban mereka mengikuti ketentuan-ketentuan hokum yang
disepakati oleh ahli ilmu.
Para perawi hadits mutawatir tidak perlu dipersoalkan, baik mengenai kesdilan maupun
kedhobitannya, sebab dengan adanya persyaratan yang begitu ketat, sebagaimana telah ditetapkan diatas,
menjadikan mereka tidak munkin sepakat melakukan dusta.[2]
2) Hadits Ahad
Kata ahad atau wahid berdasarkan segi bahasa berarti satu, maka khobar ahad atau khobar wahid
berarti suatu berita yang disampaikan oleh orang satu. Sedangkan hadits ahad menurut istilah adalah,
Hadits yang jumlah perowinya tidak sebanyak jumlah perowi hadits mutawatir, baik perowi itu satu,
dua, tiga, empat, lima dan seterusnya yang memberikan pengertian bahwa jumlah perawi tersebut tidak
mencapai jumlah perowi hadits mutawatir.
Para muhadditsin membagi atau memberi nama-nama tertentu bagi hadits ahad mengingat banyak
sedikitnya rawi-rawi yang berada pada tiap-tiap thabaqot, yaitu Hadits Masyhur, Hadits Aziz, dan Hadits
Ghorib.
a. Hadits Masyhur
Adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga rowi atau lebih dan tidak sampai pada batasan
mutawatir. Ibnu Hajar mendefinisikan hadits masyhur secara ringkas, yaitu hadits yang mempunyai
jalan terhingga, tetapi lebih dari dua jalan dan tidak sampai kepada batas hadits mutawatir. Hadits ini
dinamakan masyhur karena telah tersebar luas dikalangan masyarakat.
Hadis masyhur ini ada yang berstatus sahih, hasan dan dhaif. Yang dimaksud dengan hadis
masyhur sahih adalah hadis masyhur yang telah mencapai ketentuan-ketentuan hadis sahih baik pada
sanad maupun matannya. Sedangkan yang dimaksud dengan hadis masyhur hasan adalah apabila telah
mencapai ketentuan hadis hasan, begitu juga dikatakan dhoif jika tidak memenuhi ketentuan hadis sahih.
b. Hadits Aziz
Dinamakan Aziz karena kelangkaan hadits ini. Sedangkan pengertiannya adalah hadits yang
jumlah perowinya tidak kurang dari dua.
3. Hadits Ghorib
Adalah hadits yang diriwayatkan satu perowi saja. Hadits Ghorib terbagi menjadi dua: yaitu
ghorib mutlaq dan ghorib nisbi. Gorib mutlaq terjadi apabila penyendirian perawi hanya terdapat pada
satu thabaqat.Hadis ghorib nisbi terjadi apabila penyendiriannya mengenai sifat atau keadaan tertentu
dari seorang perawi.Penyendirian seorang rawi seperti ini bisa terjadi berkaitan dengan kesiqahan rawi
atau mengenai tempat tinggal atau kota tertentu.
KESIMPULAN
- Hadits Mutawatir adalah Hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah orang yang menurut adat mustahil
mereka bersepakat terlebih dahulu untuk berdusta.
- Hadits mutawatir lafdzi adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak yang susunan redaksi dan
ma’nanya sesuai benar antara riwayat yang satu dengan yang lainnya.
- Hadits mutawatir ma’nawi adalah hadits yang rawi-rawinya berlainan dalam menyusun redaksi
pemberitaanya, tetapi berita yang berlainan tersebut terdapat pesesuaian pada prinsipnya.
- Hadits Ahad adalah hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits mutawatir.
- Hadits Masyhur Adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga rowi atau lebih dan tidak sampai pada
batasan mutawatir.
- Hadits Aziz adalah hadits yang jumlah perowinya tidak kurang dari dua.
- Hadits Ghorib Adalah hadits yang diriwayatkan satu perowi saja.
Pembagian Hadits Berdasarkan kualitas (DITERIMA/DITOLAK)
1. Hadits Shahih
1) Sanadnya bersambung karena semua rawi dari hadits tersebut mendengar dari gurunya.
2) Semua rawi pada hadits tersebut dhobit, adapun sifat-sifat para rawi hadits tersebut menurut para
ulama aj-jarhu wa ta'dil sebagai berikut :
a) Abdullah bin yusuf = tsiqat muttaqin.
b) Malik bin Annas = imam hafidz
c) Ibnu Syihab Aj-Juhri = Ahli fiqih dan Hafidz
d) Muhammad bin Jubair = Tsiqat.
e) Jubair bin muth'imi = Shahabat.
3) Tidak syadz karena tidak ada pertentangan dengan hadits yang lebih kuat serta tidak cacat.
Hadits Shahih Lighoirihi adalah Hadits Hasan Lidzatihi yang diriwayatkan dari jalur lain yang
sama atau yang lebih kuat darinya, contohnya hadits yang derajatnya shahih lighoirihi sebagai
berikut;
Hasan secara bahasa adalah sifat yang menyerupai dari kalimat “al-husna” artinya indah, cantik. Akan tetapi secara
istilah yang dimaksud dengan Hadits Hasan menurut Ibnu Hajar Al-Atsqalani yaitu:
." ض ْبطُهُ َع ْن ِمثْلِ ِه إِلَى ُمنْتَ َهاهُ ِم ْن غَ ْي ِر ُش ُذ ْو ٍذ َوالَ ِعلَّ ٍة َّ ص َل َسنَ ُدهُ بِنَ ْق ِل ال َْع َد ِل الَّ ِذ ْي َخ ِ
َ ف َ ََّما ات
“Apa yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil, hafalannya yang kurang dari awal sampai akhir
sanad dengan tidak syad dan tidak pula cacat”
Hadits Hasan adalah Hadis yang sanadnya bersambung diriwayatkan oleh rawi yang adil tapi kurang kuat
hafalannya, terhindar dari syadz dan ‘illah.
Hadits Hasan Lighairihi, adalah Hadis Dha’if yang memiliki berbagai sanad yang saling menguatkan satu
dengan lainnya, asalakan sebab kedhaifannya “bukan” karena buruknya hafalannya, atau terputus sanadnya,
atau rawi yang majhul (tidak dikenal), fasik, atau pendusta.
Hadits Hasan dipopulerkan oleh Imam Tirmidzi (w. 279 H). Sebelumnya digolongkan kepada Hadis Dha’if
yang diterima.
Perkataan Imam Tirmidzi Hadits “Hasan Shahih”, artinya bahwa Hadits tersebut memiliki 2 Sanad, yang satu
berkualitas Shahih dan yang lain berstatus Hasan.
Perkataan Imam Abu Dawud (w. 275 H) Hadits Shalih mencakup Shahih dan Hasan.
Sumber Hadits Hasan banyak terdapat dalam kitab Sunan Empat, Musnad Ahmad, dll.
Hadis Shahih dan Hadis Hasan merupakan Hujjah dalam agama, baik dalam Ushul maupun Furu’.
Hadis Hasan Li Dzatih adalah hadis yang terwujud karena dirinya sendiri, karena matan dan
para rawinya memenuhi syarat hadis sahih dan dinukil oleh periwayat yang adil dan dhabith,
namun kedhabithannya tidak sempurna, meski tidak terdapat syadz dan ‘illat padanya.
ْج ْونِي َع ْن أَبِي بَ ْك ِر بْ ِن أَبِي ُم ْو َسي ْاَلَ ْش َع ِر ْي ِ ِ ِ ُّ حدثَنَا قُتَ ْيبةُ ح َّدثَنَا ج ْع َفر بن سلَْيما َن
َ الضبَعي َع ْن أَبِ ْي ع ْم َران ال َ ُ ُْ ُ َ َ َ َّ
ت ِظالَ ِل َ ْجن َِّة تَ ْح ِ
َ إِ َّن أَبْ َو: ال َر ُس ْو ُل اهلل ص م
َ اب ال َ َ ق: الع ُد ِّو يَ ُق ْو ُل ِ ْ ت أَبِي بِح
َ ض َرة َ ُ َس ِم ْع: ال َ َق
" الحديث..... ف ِ السي و
ْ ُ ُّ
“Telah menceritakan kepada kamu qutaibah, telah menceritakan kepada kamu ja’far bin sulaiman, dari
abu imron al-jauni dari abu bakar bin abi musa al-Asy’ari ia berkata: aku mendengar ayahku berkata
ketika musuh datang : Rasulullah Saw bersabda : sesungguhnya pintu-pintu syurga dibawah bayangan
pedang…”( HR. At-Tirmidzi, Bab Abwabu Fadhailil jihadi).
Derajat hadits tersebut adalah hasan, karena semua perawi dalam hadits tersebut tsiqoh kecuali ja’far bin
sulaiman adh-dhuba’i.
Hadits Hasan Lighoirihi adalah Hadits dhoif yang mempunyai jalur periwayatan yang banyak akan
tetapi sebab kedhoifannya itu bukan karena fasiq ataupun pembohong, contohnya hadits yang derajatnya
hasan lighoirihi sebagai berikut;
Hasan Li Ghairihi adalah hadits di bawah derajat hasan yang naik ke tingkatan hadits hasan,
karena hadits lain yang menguatkannya atau hadits Hasan Li Ghairih adalah hadits dhaif yang
karena dikuatkan oleh hadits yang lain, meningkat hasan.
اهلل بْ ِن َع ِام ِر بْ ِن َربِْي َعةَ َع ْن
ِ اهلل َعن َع ْب ِد
ْ
ِ سنَهُ ِمن طَ ِريْ ِق ُش ْعبةَ َعن َع
ِ اص ِم بْ ِن عُب ْي ِد
َ ْ َ
ِِ
ْ َّ َما َرَواهُ الت ِّْرمذي َو َح
ِ ِك ومال
ك ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ َ " أ ََرض ْيت م ْن نَ ْفس: ال َر ُس ْو ُل اهلل ص م َ َن اِ ْم َرأَةً ِم ْن بَنِي فَ َز َارةَ تَ َزوجت على نَ ْعلَْي ِن فَ َق
َّ أَبِْي ِه أ
از
َ َج
َ فَأ، نَ َع ْم: ت ْ َبِنَ ْعلَْي ِن ؟ قاَل
Apa yang diriwayatkan oleh imam at-tirmidzi dan ia menghasankan hadits dari jalur syu’bah dari ‘ashim
bin ubaidillah dari abdillah bin amir bin robi’ah dari ayahnya sesungguhnya seorang perempuan dari
keturunan “Pajarah" menikah dengan mahar sepasang sandal, lalu rasulullah saw bersabda: “Apakah
kamu ridho dengan jiwa dan hartamu dengan (mahar ) sepasang sandal?! Maka ia berkata: ya, maka aku
mengijinkannya”
Maka rawi yang bernama ‘ashim bin ubaidillah itu dhoif karena jelek hafalannya, kemudian imam at-
tirmidzi menghasankan hadits ini karena terdapat hadits dari selain jalur periwayatan ini.
3. Hadis Dho’if
Definisi Hadist Dho’if (secara bahasa: Dho’if berasal dari kata bahasa arab
bermakna lemah, yang berarti lawan dari kuat).
Sedang menurut istilah, Ibnu Shalah memberikan definisi
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian hadits dha’if adalah hadits yang lemah, yakni
para ulama masih memiliki dugaan yang lemah, apakah hadits itu berasal dari Rasulullah atau
bukan. Hadits dha’if itu juga bukan saja tidak memenuhi syarat-syarat hadits shahih tetapi juga
tidak memenuhi syarat-syarat hadits hasan.
Dengan demikian, kriteria hadis dho’if adalah dimana ada salah satu syarat dari hadits shahih
dan hadits hasan yang tidak terdapat padanya dengan kata lain tidak terpenuhi[15], yaitu sebagai
berikut:
a. Sanadnya tidak bersambung
b. Kurang adilnya perawi
c. Kurang dhobithnya perawi
d. Ada syadz atau masih menyelisihi dengan hadits yang diriwayatkan oleh orang yang lebih
tsiqah dibandingkan dengan dirinya
e. Ada illat atau ada penyebab samar dan tersenbunyi yang menyebabkan tercemarnya suatu
hadits shohih meski secara zohir terlihat bebas dari cacat.
“sesungguhnya cuaca yang sangat panas itu bagian dari uap neraka Jahannam”
2. Hadist munqathi’
Hadits munqati menurut bahasa artinya terputus. Menurut sebagian para ulama hadits, hadits
munqati’ ialah hadits yang dimana didalam sanadnya terdapat seseorang yang tidak disebutkan
namanya oleh rawi, misalnya perkataan seorang rawi, “dari seseorang laki-laki”. Jadi setiap hadits
yang sanadnya gugur satu orang perawi baik awal, ditengah ataupun diakhir disebut munqathi’.
Adapun contohnya sebagai berikut:
Berkata Ahmad bin Syu’ib; telah mengabarkan kepada kami.
Qutaibah bin Sa’id, telah ceritakan kepada kami. Abu ‘Awanah, telah
menceritakan kepada kami, Hisyam bin Urwah, dari Fatimah binti
Mundzir, dari Ummi Salamah , ummil Mu’minin, ia berkata; telah
bersabda Rasul Saw:
Pada hadis tersebut di atas Fatimah tidak mendengar hadis tersebut dari
Ummu Salamah, waktu Ummu salamah meninggal Fatimah ketika itu masih kecil dan tidak
bertemu dengannya.
3. Hadist Mu’dhal
Hadits mu’dhal menurut bahasa, berarti hadits yang sulit dipahami. Hadist mu’dhal yaitu hadis
dari sanadnya gugur dua atau lebih perawinya secara berturut turut. Hadits ini sama, bahkan lebih
rendah dari hadits munqathi’. Contohnya : “telah sampai kepadaku, dari Abu Hurairah, bahwa
Rasulullah Saw bersabda:
)للملةك طعامه وكسوته باملعروف (رواه مالك
Artinya:
“Budak itu harus diberi makanan dan pakayan secara baik”. (HR. Malik)
4. Hadits Muallaq
Hadits muallaq menurut bahasa berarti hadits yang tergantung. Dari segi istilah, hadits muallaq
adalah hadits yang gugur satu rawi atau lebih diawal sanad. Contoh: Bukhari berkata, kala Malik,
dari Zuhri,dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda:
التقاضلوابني األنبياء
Artinya:
“Jangan lah kamu melebihkan sbagian Nabi dan sebagian yang lain”. (HR. Bukhari)
Menurut kesimpulan diatas tadi dapat diambil kesimpulan bahwa hadits dha’if karena
gugurnya rawi artinya tidak adanya satu, dua, atau beberapa rawi, yang seharusnya ada dalam
suatu sanad, baik pada permulaan, pertengahan, maupun diakhir sanad hadits ini terbagi
menjadiempat, yaitu: hadits mursal (melepaskan), hadits muqati’(terputus), hadits mudal (yang sulit
dipahami), dan hadits muallaq (tergantung).
3. Hadis Munkar
Hadits munkar ialah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang dha’if yang berbeda dengan
riwayat rawi yang tsigah (terpercaya). Contoh:
.من اقام الصالة وايت الزكاة وحج وصام وقري الضيق ودخل اجلنة
Artinya:
“barang siapa mendirikan shalat, menunaikan zakat, melakukan haji, berpuasa, dan menjamu
tamu, maka dia masuk surga”.
4. Hadits Muallal
Muallal menurut istilah para ahli hadits ialah hadits yang didalamnya terdapat cacat yang
tersembunyi, yang kondosif berakibat cacatnya hadits itu, namun dari sisi lahirnya cacat tersebut
tidak tampak. Contoh:
البيعان باخليار مامل يتفرفا: قال رسولواهلل صلي اهلل عليه وسلم
Artinya:
“Rasulullah bersabda: penjual dan pembeli boleh berikhtiar, selama mereka masih belum berpisah”
5. Hadits Mudraj
Hadits mudraj adalah hadits yang dimasuki sisipan, yang senbenarnya bukan bagian hadits itu.
Contoh:
والزعيم الحميل لمن أمن بي واسلم وجاهدفي، انا زعيم:قال رسولوهللا صلي هللا عليه وسلم
)سبيل هللا يبيت في ريض الجنة (رواه النسائ
Artinya:
“Rasulullah Saw bersabda: saya itu adalah Zaim dan Zaim itu adalah penanggungjawab dari orang
yang beriman kepadaku, taat dan berjuang di jalan Allah, dia bertempat tinggal di dalam
surga.” (HR. Nasai)
6. Hadits Maqlub
Hadits maqlub ialah hadits yang terdapat didalamnya terdapat perubahan, baik dalam sanad
maupun matannya, baik yang disebabkan pergantian lafaz lain atau disebabkan susunan kata
yang terbalik, contoh:
إذا سجد احدكم فال يربك كمايربك البعري وليضع يديه قبل وكبته
Artinya:
“ Apabila salah seorang kamu sujud, jangan menderum seperti menderumnya seekor unta,
melinkan hendaknya meletakkan kedua tanggannya sebelum meletakan kedua lututnya,” (HR. Al-
Turmudji, dan mengatakaknnya hadits ini gharib)
7. Hadits Syaz
Hadits syaz adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang terpercaya, yang berbeda
dalam matan atau sanadnya dengan riwayat rawi yang relatif lebih terpercaya, serta tidak mungkin
dikompromikan antara keduanya. Contoh: hadits syaz dalam matan adalah hadits yang
diriwayatkan oleh muslim, dari Nubaisyah Al-Hudzali, dia berkata, Rasulullah bersabda:
ايام التشريق ايام اكل وشرب
Artinya:
“hari-hari tasyrik adalah hari-hari makan dan minum”
Jadi, kesimpulan bahwa hadits yang cacat rawi dan matan atau kedua-duanya digolongkan
hadits dha’if yang terbagi menjadi tujuh, yaitu: hadits maudu’ (palsu), hadits matruk (yang
ditinggalkan) atau hadits matruh (yang dibuang), hadits munkar(yang diingkari), hadits muallal
(terkena illat), hadits mudras (yang dimasuki sisipan), hadits maqlub (yang diputar balik), dan
hadits syaz (yang ganjil).
KESIMPULAN :
Hadits Dha’if, adalah Hadis yang tidak memenuhi persyratan Shahih dan Hasan.
Sebab kedha’ifan Hadits terkait 2 faktor:
1. Faktor ketidakbersambungan sanad.
Urutannya: Mu’dhal, munqathi’. Muallaq, mudallas, dan mursal.
2. Faktor selain ketidakbersambungan sanad. Urutannya : Maudhu’, Matruk, Mathruh, Mudraj, Maqlub,
Munkar, Mu’allal, Syadz, Mudhtarib, Mushahhaf.
Hadits Matruk adalah hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang dituduh berbohong, serta bertentangan dengan prinsip-
prinsip agama.
Hadits Matruh, adalah hadis dhaif yang turun statusnya dan lebih tinggi dari palsu.
Hadts Mudraj, adalah hadis yang mana rawi menyisipnya kalimatnya sendiri dalam hadis, atau merubah susunan
sanad.
Hadits Maqlub adalah hadis bila rawi merubah sesuatu dengan sesuatu yang lain, baik dlam matan maupaun sanad.
Hadits Munkar, adalah hadis lemah yang bertentangan dengan riawayat yang kuat.
Hadits Mu`llah adalah hadis yang terdapat cacat tersembunyi padahal secar lahir nampak bersih dari cacat.
Hadits Syadzz adalah hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang tsiqah tapai bertentangn dengan rawi yang lebih tsiqah
dari sisi kualitas maupun jumlahnya.
Hadits Mudhtharib adalah hadis yang diriwayatkan dengan berbagai aspek kontradiktif, dan tidak mungkin dilakukan
tarjih (memilih yang lebih kuat).
Hadits Mushahhaf, adalah hadis yang berubah susunan katanya dari redaksi asli baik lafadz maupun maknanya.
Hukum Hadits Dha’if boleh diamalkan secara mutlak, selama tidak ada hadis lain, selama tidak terlalu parah dha’ifnya,
seperti Matruk, Maudhu’. Pendapat Imam Ahmad.
Boleh diamalkan dalam fadhail amal (mendorong amal sunnah dan menjauhi makruh). Pendapat jumhur ulama.
Ibn Hajar (w. 896 H) memberikan syarat:
1. Tidak parah kedha’ifannnya, sperti rawi pendusta, dituduh pembohong, atau banyak salah kutip.
2. Memilki sandaran syara’.
3. Tidak meyakini sebagai hadits.
Wallahu bishshawab.