Anda di halaman 1dari 30

Hadits dari Aspek 

Kuantitas

I. PENDAHULUAN

Dalam penentuan suatu hadis itu dilihat dari kualitas dan kuantitas rawi, telaah ini dilakukan
ulama dalam upaya menelusuri secara akurat sanad yang ada pada setiap hadis yang
dikumpulkannya. Dengan penelitian kedua aspek inilah, upaya pembuktian shahih tidaknya
suatu hadis lebih dapat dipertimbangkan ketika orang membicarakan hadis yang tidak
mutawatir, maka saat itulah telaah hadis dilihat dari kuantitas rawi sangat diperlukan.

Pembagian hadis dilihat dari sudut bilangan perawi dapat digolongkankan menjadi
dua bagian yang besar yaitu mutawatir dan ahad. Hadis mutawatir terbagi menjadi mutawatir
lafzi dan mutawatir manawi. Kedua-dua bagian ini menjadi nas hukum dalam bidang akidah
dan syariah, hadis ahad pula terbagi menjadi tiga bagian yaitu masybur, aziz dan gharib.

Pada kesempatan ini kita akan mencoba untuk menelusuri tentang hadis-hadis ditinjau dari
segi kuantitas rawinya. Baik yang mutawatir, ahad, gharib, dan aziz.

II. PEMBAHASAN

1) Hadits Mutawatir

a) Definisi hadits mutawatir

Mutawatir menurut bahasa adalah, mutatabi yakni sesuatu yang datang berikut dengan
kita atau yang beriringan antara satu dengan lainnya tanpa ada jaraknya.[1]

Sedangkan hadits mutawatir menurut istilah terdapat beberapa formulasi definisi, antara
lain sebagai berikut:

Hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah orang yang menurut adat mustahil mereka
bersepakat terlebih dahulu untuk berdusta.

Sementara itu Nur ad-Din Atar mendefinisikan :

Hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak yang terhindar dari kesepakatan mereka
untuk berdusta (sejak awal sanad) sampai akhir sanad dengan didasarkan panca indra.
Habsy As-Sidiqie dalam bukunya Ilmu Musthalah al hadits mendefinisikan hadits
mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan berdasarkan pengamatan panca indra orang
banyak yang menurut adat kebiasaan mustahil untuk berbuat dusta.

b) Syarat- syarat hadits mutawatir

1. pewartaan yang disampaikan oleh rawi-rawi tersebut harus berdasarkan tanggapan panca
indra. Yakni warta yang mereka sampaikan itu benar-benar hasil penglihatan atau
pendengaran sendiri.

2. jumlah rowi-rowinya harus mencapai suatu ketentuan yang tidak memungkinkan mereka
bersepakat untuk berbohong.[2]

Ulama hadis berbeda pendapat tentang berapa jumlah bilangan rawinya untuk
dapat dikatakan sebagai hadis mutawatir. Ada yang mengatakan harus empat rawi[3],
sebagian lagi ada yang mengatakan bahwa jumlahnya minimal lima orang, seperti
tertera dalam ayat-ayat yang menerangkan mengenai mula’anah[4]. Ada yang minimal
sepuluh orang, sebab di bawah sepuluh masih dianggap satuan atau mufrad, belum
dinamakan jama’, ada yang minimal dua belas orang[5], ada yang dua puluh orang[6],
ada juga yang mengatakan minimal empat puluh orang[7], ada yang tujuh puluh
orang[8], dan yang terakhir berpendapat minimal tiga ratus tiga belas orang laki-laki
dan dua orang perempuan, seperti jumlah pasukan muslim pada waktu Perang Badar.

Kemudian menurut as-Syuyuti bahwa hadis yang layak disebut mutawatir yaitu
paling rendah diriwayatkan oleh sepuluh orang.

3. Adanya keseimbangan jumlah antara rawi-rawi dalam thabaqoh pertama dengan jumlah
rawi-rawi dalam thobaqoh berikutnya. Oleh karena itu, kalau suatu hadits diriwayatkan
oleh sepuluh sahabat umpamanya, kemudian diterima oleh lima orang tabi’I dan
seterusnya hanya diriwayatkan oleh dua orang tabi’it-tabi’in, bukan hadits mutawatir.
Sebab jumlah rawi-rawinya tidak seimbang antara thabaqoh pertama, kedua dan ketiga.

c) Pembagian hadits mutawatir

Para ahli ushul membagi hadits mutawatir kepada dua bagian. Yakni mutawatir lafdzi
dan mutawatir ma’nawi.
Hadits mutawatir lafdzi adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak yang
susunan redaksi dan ma’nanya sesuai benar antara riwayat yang satu dengan yang lainnya.
Contoh hadits mutawatir lafdzi adalah:

‫سلَّ َم‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ‫س ِمعْتُ النَّبِ َّي‬ ِ ‫س ِعي ُد بْنُ ُعبَ ْي ٍد عَنْ َعلِ ِّي ْب ِن َربِي َعةَ عَنْ ا ْل ُم ِغي َر ِة َر‬
َ ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ قَا َل‬ َ ‫َح َّدثَنَا أَبُو نُ َع ْي ٍم َح َّدثَنَا‬
َّ‫سل َم‬ َ ‫هَّللا‬
َ ‫صلى ُ َعل ْي ِه َو‬ َّ َّ
َ ‫س ِمعْتُ النبِ َّي‬ َّ ْ ْ ْ َ َ َ َ
َ ِ‫ب َعلى أ َح ٍد َمنْ َكذ َب َعل َّي ُمتَ َع ِّمدًا فليَتَبَ َّوأ َمق َع َدهُ ِمنْ النار‬ َ ٍ ‫س َك َك ِذ‬َ ‫يَقُو ُل إِنَّ َك ِذبًا َعلَ َّي لَ ْي‬
‫يح َعلَ ْي ِه‬َ ‫ب بِ َما ِن‬ ُ ‫يح َعلَ ْي ِه يُ َع َّذ‬
َ ِ‫يَقُو ُل َمنْ ن‬

artinya”Barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku, maka tempat tinggalnya
adalah neraka”.

Hadis ini diriwayatkan oleh lebih dari enam puluh dua sahabat dengan teks yang sama,
bahkan menurut As-Syuyuti diriwayatkan lebih dari dua ratus sahabat.

Hadits mutawatir ma’nawi adalah hadits yang rawi-rawinya berlainan dalam


menyusun redaksi pemberitaanya, tetapi berita yang berlainan tersebut terdapat pesesuaian
pada prinsipnya. Contoh hadits ini adalah hadits yang menerangkan kesunnahan mengangkat
tangan ketika berdoa. Hadits ini berjumlah sekitar seratus hadits dengan redaksi yang
berbeda-beda, tetapi mempunyai titik persamaan, yaitu keadaan Nabi Muhammad
mengangkat tangan saat berdo’a.

d) Faedah hadits mutawatir

Hadits mutawatir itu memberikan faedah ilmu dhoruri, yakni keharusan untuk
menerimanya dan mengamalkan sesuai dengan yang diberitakan oleh hadits mutawatir
tersebut hingga membawa pada keyakinan qoth’I (pasti).[9]

Ibnu Taymiyah mengatakan bahwa suatu hadits dianggap mutawtir oleh sebagian
golongan membawa keyakinan pada golongan tersebut, tetapi tidak bagi golongan lain yang
tidak menganggap bahwa hadits tersebut mutawatir. Barang siapa telah meyakini ke-
mutawatir-an hadits diwajibkan untuk mengamalkannya sesuai dengan tuntutannya.
Sebaliknya bagi mereka yang belum mengetahui dan meyakini kemutawatirannya, wajib
baginya mempercayai dan mengamalkan hadits mutawatir yang disepakati oleh para ulama’
sebagaimana kewajiban mereka mengikuti ketentuan-ketentuan hokum yang disepakati oleh
ahli ilmu.[10]
Para perawi hadits mutawatir tidak perlu dipersoalkan, baik mengenai kesdilan maupun
kedhobitannya, sebab dengan adanya persyaratan yang begitu ketat, sebagaimana telah
ditetapkan diatas, menjadikan mereka tidak munkin sepakat melakukan dusta.

2) Hadits Ahad

a) Definisi hadits ahad

Kata ahad atau wahid berdasarkan segi bahasa berarti satu, maka khobar ahad atau
khobar wahid berarti suatu berita yang disampaikan oleh orang satu.

Adapun yang dimaksud hadits ahad menurut istilah, banyak didefinisikan oleh para
ulama’, antara lain:

Hadits ahad adalah khobar yang jumlah perowinya tidak sebanyak jumlah perowi hadits
mutawatir, baik perowi itu satu, dua, tiga, empat, lima dan seterusnya yang memberikan
pengertian bahwa jumlah perawi tersebut tidak mencapai jumlah perowi hadits mutawatir.

Ada juga ulama’ yang mendefinisikan hadits ahad secara singkat yaitu: hadits yang
tidak memenuhi syarat-syarat hadits mutawatir.

Muhammad Abu Zarhah mendefinisikan hadis ahad yaitu tiap-tiap khobar yang yang
diriwayatkan oleh satu,dua orang atau lebih yang diterima oleh Rosulullah dan tidak
memenuhi persyaratan hadits mutawatir.

Abdul Wahab Khallaf mendefinisikan hadits ahad adalah hadits yang diriwayatkan oleh
satu, dua, atau sejumlah orang tetapi jumlahnya tersebut tidak mencapai jumlah perawi hadits
mutawatir. Keadaan perawi seperti ini terjadi sejak perawi pertama sampai perawi terakhir.
[11]

b) Pembagian hadits ahad

Para muhadditsin membagi atau memberi nama-nama tertentu bagi hadits ahad
mengingat banyak sedikitnya rawi-rawi yang berada pada tiap-tiap thabaqot, yaitu Hadits
Masyhur, Hadits Aziz, dan Hadits Ghorib.

a. Hadits Masyhur
Adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga rowi atau lebih dan tidak sampai pada
batasan mutawatir[12]. Ibnu Hajar mendefinisikan hadits masyhur secara ringkas, yaitu hadits
yang mempunyai jalan terhingga, tetapi lebih dari dua jalan dan tidak sampai kepada batas
hadits mutawatir.[13]

Hadits ini dinamakan masyhur karena telah tersebar luas dikalangan masyarakat. Ada
ulama’ yang memasukkan seluruh hadits yang popular dalam masyarakat, sekali pun tidak
mempunyai sanad, baik berstatus shohih atau dhi’if ke dalam hadits masyhur. Ulama’
Hanafiah mengatakan bahwa hadits masyhur menghasilkan ketenangan hati, kedekatan pada
keyakinan dan kwajiban untuk diamalkan, tetapi bagi yang menolaknya tidak dikatakan kafir.

Contoh hadits masyhur:

‫ش ْعبِ ِّي عَنْ َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن‬ َّ ‫س َما ِعي َل ْب ِن أَبِي َخالِ ٍد عَنْ ال‬ َّ ‫ش ْعبَةُ عَنْ َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن أَبِي ال‬
ْ ِ‫سفَ ِر َوإ‬ ٍ ‫َح َّدثَنَا آ َد ُم بْنُ أَبِي إِيَا‬
ُ ‫س قَا َل َح َّدثَنَا‬
‫اج ُر َمنْ ه ََج َر‬ ِ ‫سانِ ِه َويَ ِد ِه َوا ْل ُم َه‬ ْ ‫سلِ َم ا ْل ُم‬
َ ِ‫سلِ ُمونَ ِمنْ ل‬ َ ْ‫سلِ ُم َمن‬ ْ ‫سلَّ َم قَا َل ا ْل ُم‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬َ ‫ض َي هَّللا ُ َع ْن ُه َماعَنْ النَّبِ ِّي‬
ِ ‫َع ْم ٍرو َر‬
‫َما نَ َهى هَّللا ُ َع ْن ُه‬

Hadis tersebut sejak tingkatan pertama (sahabat) sampai ketingkat imam-imam yang
membukukan hadis (dalam hal ini adalah Bukhari, Muslim dan Tirmidzi) diriwayatkan tidak
kurang dari tiga rawi dalam setiap tingkatan.

Hadis masyhur ini ada yang berstatus sahih, hasan dan dhaif. Yang dimaksud dengan
hadis masyhur sahih adalah hadis masyhur yang telah mencapai ketentuan-ketentuan hadis
sahih baik pada sanad maupun matannya, seperti hadis dari Ibnu Umar:

‫اذ ا جاءكم الجمعمة فليفسل‬

Sedangkan yang dimaksud dengan hadis masyhur hasan adalah apabila telah
mencapai ketentuan hadis hasan, begitu juga dikatakan dhoif jika tidak memenuhi ketentuan
hadis sahih.

b. Hadits Aziz

Dinamakan Aziz karena kelangkaan hadits ini. Sedangkan pengertiannya adalah hadits
yang jumlah perowinya tidak kurang dari dua.

Contoh:
‫سلَّ َم ح و‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ ٍ َ‫ب عَنْ أَن‬
َ ‫س عَنْ النَّبِ ِّي‬ ٍ ‫ص َه ْي‬ ُ ‫وب بْنُ إِ ْب َرا ِهي َم قَا َل َح َّدثَنَا ابْنُ ُعلَيَّةَ عَنْ َع ْب ِد ا ْل َع ِزي ِز ْب ِن‬
ُ ُ‫َح َّدثَنَا يَ ْعق‬
َ َ َ َ َّ
َّ ‫سل َم اَل يُؤْ ِمنُ أ َح ُد ُك ْم َحتَّى أ ُكونَ أ َح‬
ْ‫ب إِل ْي ِه ِمن‬ َ
َ ‫صلى ُ َعل ْي ِه َو‬‫هَّللا‬ َّ َّ َ
َ ‫س قا َل قا َل النبِ ُّي‬ َ َ َ
ٍ َ‫ش ْعبَة عَنْ قتَا َدةَ عَنْ أن‬ ُ ُ ‫َح َّدثَنَا آ َد ُم قَا َل َح َّدثنَا‬
َ
.]14[ َ‫س أَ ْج َم ِعين‬ ِ ‫َوالِ ِد ِه َو َولَ ِد ِه َوالنَّا‬

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim dari dua sahabat yakni Anas
dan Abi Hurairoh. Hadis aziz juga ada yang sahih, hasan dan dhaif tergantung pada terpenuhi
atau tidaknya ketentuan –ketentuan yang berkaitan dengan sahih, hasan dan dhoif.[15]

3. Hadits Ghorib

Adalah hadits yang diriwayatkan satu perowi saja. Hadits Ghorib terbagi menjadi dua:
yaitu ghorib mutlaq dan ghorib nisbi.

Gorib mutlaq terjadi apabila penyendirian perawi hanya terdapat pada satu thabaqat. Contoh :

‫سلَ ْي َمانُ بْنُ أَ ْح َم َد اللَّ ْخ ِم ُّى َح َّدثَنَا َي ْحيَى بْنُ َع ْب ِد ا ْلبَاقِى األَ َذنِ ُّى‬
ُ ‫أَ ْخبَ َرنَا َعلِ ُّى بْنُ أَ ْح َم َد أَ ْخبَ َرنَا َعلِ ُّى بْنُ أَ ْح َم َد ْب ِن َع ْبدَانَ أَ ْنبَأَنَا‬
‫س ْفيَانَ عَنْ َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن ِدينَا ٍر َع ِن ا ْب ِن ُع َم َر َع ِن النَّبِ ِّى – صلى هللا عليه وسلم‬ ُ ْ‫ض ْم َرةُ عَن‬ َ ‫س َح َّدثَنَا‬ ِ ‫َح َّدثَنَا أَبُو ُع َم ْي ِر بْنُ النَّ َّحا‬
]16[.‫َب‬ ُ ‫ب الَ يُبَا ُع َوالَ يُوه‬ ِ ‫س‬ َ َّ‫ ا ْل َوالَ ُء لُ ْح َمةٌ َكلُ ْح َم ِة الن‬: ‫– قَا َل‬

Artinya: “kekerabatan dengan jalan memerdekakan, sama dengan kekerabatan


dengan nasab, tidak boleh dijual dan tidak boleh dihibahkan”.

Hadis ini diterima dari Nabi oleh Ibnu Umar dan dari Ibnu Umar hanya Abdullah bin
Dinar saja yang meriwayatkanya. Sedangkan Abdulallah bin Dinar adalah seorang tabiin
hafid, kuat ingatannya dan dapat dipercaya.

Hadis ghorib nisbi terjadi apabila penyendiriannya mengenai sifat atau keadaan
tertentu dari seorang perawi. Penyendirian seorang rawi seperti ini bisa terjadi berkaitan
dengan kesiqahan rawi atau mengenai tempat tinggal atau kota tertentu.

Contoh dari hadis ghorib nisbi berkenaan dengan kota atau tempat tinggal tertentu:

َ ‫ض َرةَ عَنْ أَبِي‬


‫س ِعي ٍد قَا َل‬ ْ َ‫س ُّي َح َّدثَنَا َه َّما ٌم عَنْ قَتَا َدةَ عَنْ أَبِي ن‬
ِ ِ‫َح َّدثَنَا أَبُو ا ْل َولِي ِد الطَّيَال‬

ِ ‫أُ ِم ْرنَا أَنْ نَ ْق َرأَ بِفَاتِ َح ِة ا ْل ِكتَا‬


َّ َ‫ب َو َما تَي‬
]17[.‫س َر‬

Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Daud dengan sanad Abu Al-Walid, Hamman, Qatadah, Abu
Nadrah dan Said. Semua rawi ini berasal dari Basrah dan tidak ada yang meriwayatkannya
dari kota-kota lain.[18]
III. KESIMPULAN

Ø Hadits Mutawatir adalah Hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah orang yang menurut
adat mustahil mereka bersepakat terlebih dahulu untuk berdusta.

Ø Hadits mutawatir lafdzi adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak yang
susunan redaksi dan ma’nanya sesuai benar antara riwayat yang satu dengan yang
lainnya.

Ø Hadits mutawatir ma’nawi adalah hadits yang rawi-rawinya berlainan dalam menyusun
redaksi pemberitaanya, tetapi berita yang berlainan tersebut terdapat pesesuaian pada
prinsipnya.

Ø Hadits Ahad adalah hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits mutawatir.

Ø Hadits Masyhur Adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga rowi atau lebih dan tidak
sampai pada batasan mutawatir.

Ø Hadits Aziz adalah hadits yang jumlah perowinya tidak kurang dari dua.

Ø Hadits Ghorib Adalah hadits yang diriwayatkan satu perowi saja.

*Penulis: Misbahus Surur (Mahasiswa STAI Ma’had Aly Al-Hikam Malang).

[1] Mudasir, Ilmu Hadis, Pustaka Setia, hlm:113

[2] Fathur Rahman.1974. Ikhtisar Musthathalah al Hadits. Al Ma’arif: Bandung.hlm.79

[3] Hal ini berdasarkan firman Allah:”Mengapa mereka(menuduh itu) tidak mendatangkan
empat orang saksi atas berita bohong itu?”.S.An-Nur:13

[4] Seperti S.An-Nur 6-9:”Dan orang-orang yang menuduh isterinya(berzina), padahal


mereka tidak mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu
ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia termasuk orang-orang
yang benar. Dan sumpah yang kelima bahwa laknat Allah atasnya jika dia termasuk orang –
orang yang berdusta. Isterinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas
nama Allah sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang dusta, dan
(sumpah) yang kelima bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang
yang benar”.

[5] Berdasarkan S.Al-Maidah 11:”Dan telah Kami angkat di antara mereka dua belas orang
pemimpin”.
[6] Berdasarkan S.Al-Anfal 65 :”Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya
mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh”.

[7] Berdasarkan S.Al-Anfal 64 :”Hai Nabi, cukuplah Allah dan orang-orang mukmin yang
mengikutimu(menjadi penolongmu)”. Pada waktu ayat terakhir turun, jumlah mereka
mencapai empat puluh orang laki-laki disebabkan Umar telah masuk Islam.

[8] Berdasarkan S.aL-A’raf 155 :”Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya
untuk(memohonkan taubat kepada Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan”.

[9] Fathur Rahman.1974. Ikhtisar Musthathalah al Hadits. Al Ma’arif: Bandung.hlm.84.

[10] Mudasir, Ilmu Hadis, Pustaka Setia, hlm:123

[11] Mudasir, Ilmu Hadis, Pustaka Setia, hlm:126

[12] . Dr. Umar Hasyim, Qowaid Usul al-Hadits,hlm:58.

[13] DR. Muhammad Ijaz al Khotibi. 1989. Ushulul Hadits. Darul Fikr. Hlm. 302.

[14] Shohih Bokhori. Hlm.24

[15] Mudasir, Ilmu Hadis, Pustaka Setia, hlm:134

[16] Baihaqi. Sunan al Qubra. Hlm. 1254

[17] Sunan Abu Dawud. Hlm. 478

[18]Ibid. hlm.136

Pembagian Hadits Secara Umum Berdasarkan Kualitas dan Kuantitas Rawi Presentation
Transcript

 
 PEMBAGIAN HADITS SECARA UMUM BERDASARKAN KUALITAS DAN
KUANTITAS RAWI • Pembagian Hadits berdasarkan Kuantitas Rawi Hadits ditinjau
dari segi sedikit banyaknya rawi yang menjadi sumber berita terbagi pada dua macam,
yaitu hadits mutawatir dan hadits ahad. 1. Hadits mutawatir Mutawatir, menurut
bahasa, adalah isim fa’il musytaq dari Attawatur artinya At-tatabu’ (berturut-turut).
Adapun hadits mutawatir menurut istilah ulama hadits adalah : Khabar yang
didasarkan pada pancaindra yang dikabarkan oleh sejumlah orang yang mustahil
menurut adat mereka bersepakat untuk mengkabarkan berita itu dengan dusta.
 Syarat-syarat Hadits Mutawatir Pewartaan yang disampaikan oleh rawi-rawi
tersebut harus       berdasarkan tanggapan panca indera, yakni warta yang
mereka sampaikan itu harus benar-benar hasil pendengaran atau penglihatan sendiri.
Jumlah rawinya harus mencapai kuantitas tertentu sehingga tidak mungkin mereka
sepakat untuk berdusta. Dengan demikian, jumlahnya adalah relatif, tidak ada batas
tertentu. Menurut Abu Ath-thayib jumlah perawinya empat orang, Ashhab As-Syafi’I
menyatakan lima orang, dan ulama lain menyatakan mencapai 20 atau 40 orang.
Adanya keseimbangan jumlah antara para rawi dalam Thabaqah pertama dengan
jumlah rawi dalam Thabaqah berikutnya. Klasifikasi Hadits Mutawattir Hadits
Mutawattir Lafdzi Hadits Mutawtiir Ma‟nawi Hadits Mutawatir 'Amali
 2. Hadits Ahad Hadits ahad adalah hadits yang jumlah rawinya tidak sampai pada
jumlah mutawatir, tidak memenuhi syarat mutawatir, dan tidak pula sampai pada
derajat mutawatir. Hal ini dinyatakan dalam kaidah ilmu hadits berikut ini : Hadits
yang tidak mencapai derajat mutawatir Klasifikasi Hadits Ahad Hadits Masyhur
Hadits „Aziz Hadits Gharib Kedudukan hadits Ahad dan Pendapat Ulama
tentang Hadits Ahad    Golongan Ulama, seperti Al-Qasayani, sebagian ulama
Dhahiriyah dan Ibnu Dawud, mengatakan bahwa kita tidak wajib beramal dengan
hadits ahad. Jumhur ulama ushul menetapkan bahwa hadits ahad memberi faedah
dhan. Oleh karena itu, hadits ahad wajib diamalkan sesudah diakui kesahihannya.
Sebagian ulama menetapkan bahwa hadits ahad diamalkan dalam segala bidang.
 * 1. Hadis Sahih Sahih menurut lughat adalah lawan dari “saqim”, artinya sehat lawan
sakit, haq lawan batil. Menurut ahli hadis, hadis sahih adalah hadis yang sanadnya
bersambung, dikutif oleh orang yang adil cermat dari orang yang sama, sampai
berakhir pada rasulullah SAW., atau sahabat atau tabiin, bukan hadis yang syad
(kontroversi) dan terkena ‟illat yang menyebabkan cacat dalam penerimaannya.
Dalam definisi lain, hadis sahih adalah: “Hadis yang dinukilkan (diriwayatkan) oleh
rawi-rawi yang adil, sempurna ingatannya, sanadnya bersambung-sambung, ber‟iilat,
dan tidak janggal.” * Syarat-Syarat Hadis Sahih Rawinya bersifat adil Rawinya
bersifat dhabit Sanadnya bersambung Tidak ber‟illat Tidak Syadz (janggal)
 Klasifikasi Hadis Sahih Sahih li dzatih Sahih li ghairih Martabat Hadis Sahih
Hadis sahih yang paling tinggi derajatnya adalah hadis yang bersanad ashahul
asanid, kemudian berturut-turut sebagai berikut: Hadis yang disepakati Bukhari
Muslim Hadis yang disepakati imam Bukhari sendiri Hadis yang diriwayatkan
Imam Muslim sendiri Karya-Karya yang Hanya Memuat Hadis Sahih 1. Shahih
Bukhari 2. Shahih Muslim 3. Mustadrak al-Hakim 4. Shahih Ibnu Hibban 5. Shahih
Ibnu Khuzaimah 
 Hadis Hasan a. Pengertian Hadis Hasan Hasan, menurut lughat adalah sifat
musybahah dari Al-Husna, artinya bagus. Menurut Ibnu Hajar, hadis hasan adalah.
Khabar ahad yang dinukil oleh orang yang adil, kurang sempurna hapalannya,
bersambung sanadnya, tidak cacat dan tidak syadz. b. Klasifikasi Hadis Hasan Hadis
hasan terbagi atas : hasan lidzatih adalah hadis yang memenuhi syarat-syarat hadis
hasan hasan ligairih adalah hadis dhaif yang bukan dikarenakan rawinya pelupa,
banyak salah dan orang fasik, yang mempunyai mutabi‟ dan syahid. c. Kedudukan
Hadis Sahih dan Hasan dalam Berhujjah d. Kitab-kitab yang Mengandung Hadis
Hasan Fami‟ At-Tirmidzi, dikenal dengan sunan At-Tirmidzi, merupakan sumber
untuk mengetahui hadis hasan. Sunan Abu Dawud Sunan Ad-daruquthi
 Hadis Dhaif Dhaif menurut lughat adalah lemah, lawan dari qawi (yang kuat).
Adapun menurut Muhaditsin hadis dhaif adalah semua hadis yang tidak trkumpul
padanya sifat-sifat bagi hadis yang diterima dan menurut kebanyakan pendapat ulama,
hadis dhaif adalah yang tidak terkumpul padanya sifat hadis sahih dan hasan. 
“Hadits yang tidak sampai pada derajat Hasan.” Klasifikasi Hadis Dhaif Para ulama
Muhaditsin mengemukakan sebab-sebab tertolaknya hadis dari dua jurusan, yakni dari
jurusan sanad dan jurusan matan. Sebab-sebab tertolaknya hadis dari jurusan sanad
adalah: Terwujudnya cacat-cacat pada rawinya, baik tentang keadilan maupun ke
dhabitannya Ketidakbersambungannya sanad, dikarenakan adalah seorang rawi atau
lebih, yang digugurkan atau saling tidak bertemu satu sama lain.
 Adapun cacat pada keadilan dan ke dhabitan rawi itu ada sepuluh macam, yaitu
sebagai berikut: Dusta Tertuduh dusta Fasik Banyak salah Lengah dalam
menghapal Menyalahi riwayat orang kepercayaan Banyak waham
(purbasangka) Tidak diketahui identitasnya Pennganut bid‟ah Tidah baik
hafalannya. Klasifikasi Hadis Dhaif Berdasarkan Cacat pada Keadilan dan Ke
Dhabitannya Rawi Hadis Maudhu Hadis Munkar Hadis Syadz
      Klasifikasi hadis Berdasarkan gugurnya Rawi Hadis Mu‟allaq Hadis
Mu‟dhal Hadis Mursal Hadis Mudallas
 KLASIFIKASI BERDASARKAN KUANTITAS RAWI Hadits Marfu’ Hadits
Marfu‟ adalah perkataan, perbuatan, atau taqrir yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW., baik sanad hadits tersebut bersambungsambung atau terputus-
putus, baik yang menyandarkan hadits itu sahabat maupun lainnya. Marfu‟ artinya
yang diangkat, yang dimajukan, yang diambil, yang dirangkaikan, yang disampaikan.
Hadits Mauquf Hadits Mauquf adalah hadits yang disandarkan kepada sahabat, baik
berupa perkataan, perbuatan, atau taqrir. Contohnya:  “Konon Ibnu Umar r.a
berkata: Bila kau berada di waktu sore jangan menunggu datangnya pagi hari, dan bila
kau berada di waktu pagi jangan menunggu datangnya sore hari. Ambillah dari waktu
sehatmu persediaan untuk waktu sakitmu dan dari waktu hidupmu untuk persediaan
matimu.” (HR. Bukhari)
 Hadits Maqthu’ Hadits Maqthu adalah hadits yang disandarkan kepada tabi’in atau
orang sebawahnya, baik perkataan atau perbuatan. Dari segi bahasa, berarti hadits
yang terputus. Contohnya ialah perkataan Haram bin Jubair, seorang tabi’in besar,
ujarnya: “Orang mukmin itu bila telah mengenal tuhanya azza wajalla, niscaya
iamencintainya dan bila ia mencintainya Allah menerimanya.”
 SEKIAN KASIH DAN TERIM

Kuantitas hadis disini yaitu dari segi jumlah orang yang meriwayatkan suatu hadis atau dari
segi jumlah sanadnya. Jumhur (mayoritas) ulama membagi hadis secara garis besar menjadi
dua macam, yaitu hadis mutawatir dan hadis ahad , disamping pembagian lain yang diikuti
oleh sebagian para ulama, yaitu pembagian menjadi tiga macam yaitu: hadis mutawatir ,
hadis masyhur (hadis mustafidh) dan hadis ahad .

A. Hadis Mutawatir
1. Pengertian Hadis Mutawatir
Dari segi bahasa, mutawatir, berarti sesuatu yang dating secara beriringan tanpa diselangai
antara satu sama lain. Adapun dari segi istilah yaitu Hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah
rawi yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta dari sejumlah rawi yang semisal mereka
dan seterusnya sampai akhir sanad. Dan sanadnya mereka adalah pancaindra. Berdasarkan
definisinya ada 4 kriteria hadis mutawati, yaitu sebagai berikut :
a. Diriwayatkan Sejumlah Orang Banyak
Para perawi hadis mutawatir syaratnya harus berjumlah banyak. Para ulama berbeda pendapat
tentang jumlah banyak pada para perawi hadis tersebut dan tidak ada pembatasan yang tetap.
Di antara mereka berpendapat 4 orang, 5 orang, 10 orang, 40 orang, 70 orang bahkan ada
yang berpendapat 300 orang lebih. Namun, pendapat yang terpilih minimal 10 orang seperti
pendapat Al-Ishthikhari.
b. Adanya Jumlah Banyak Pada Seluruh Tingkatan Sanad
Jumlah banyak orang pada setiap tingkatan (thabaqat) sanad dari awal sampai akhir sanad.
Jika jumlah banyak tersebut hanya pada sebagian sanad saja maka tidak dinamakan
mutawatir , tatapi dinamakan ahad atau wahid.
c. Mustahil Bersepakat Bohong
Di antara alas an pengingkar sunnah dalam penolakan mutawatir adalah pencapaian jumlah
banyak tidak menjamin dihukumi mutawatir karena dimungkinkan adanya kesepakatan
berbohong. Hal ini karena mereka menganalogikan dengan realita dunia modern dan
kejujurannya yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, apalagi jika ditunggangi masalah
politik dan lain-lain. Demikian halnya belum dikatakan mutawatir karena sekalipun sudah
mencapai jumlah banyak tetapi masih memungkinkan untuk berkosensus berbohong.
d. Sandaran Berita Itu Pada Pancaindra
Maksud sandaran pancaindra adalah berita itu didengar dengan telinga atau dilihat dengan
mata dan disentuh dengan kulit, tidak disandarkan pada logika atau akal seperti tentang sifat
barunya alam, berdasarkan kaedah logika; Setiap yang baru itu berubah (Kullu hadis in
mutghayyirun). Alam berubah (al-alamu mutaghayyirun). Jika demikian, Alam adalah baru
(al-alamu hadis un). Baru artinya sesuatu yang diciptakan bukan wujud dengan sendirinya.
Jika berita hadis itu logis, maka tidak mutawatir . Sandaran berita pada pancaindra misalnya
ungkapan periwayatan:
: Kami mendengar [dari Rasulullah bersabda begini]
: Kami sentuh atau kami melihat [Rasulullah melakukan begini dan seterusnya].
2. Pembagian Hadis Mutawatir

Sebagian jumhur ulama menyebutkan Hadis Mutawatir ada 3 yaitu :


a. Hadis Mutawatir Lafdhi
Hadis mutawatir lafdhi adalah mutawatir dengan susunan redaksi yang persis sama. Dengan
demikian garis besar serta perincian maknanya tentu sama pula, juga dipandang sebagai hadis
mutawatir lafdhi, hadis mutawatir dengan susunan sedikit berbeda, karena sebagian
digunakan kata-kata muradifnya (kata-kata yang berbeda tetapi jelas sama makna atau
maksudnya). Sehingga garis besar dan perincian makna hadis itu tetap sama.
Contoh hadis mutawatir lafdhi yang artinya:
“ Rasulullah SA W, bersabda: “Siapa yang sengaja berdusta terhadapku, maka hendaklah dia
menduduki tempat duduknya dalam neraka” (Hadis Riwayat Bukhari). “ Hadis tersebut
menurut keterangan Abu Bakar al-Bazzar, diriwayatkan oleh empat puluh orang sahabat,
bahkan menurut keterangan ulama lain, ada enam puluh orang sahabat, Rasul yang
meriwayatkan hadis itu dengan redaksi yang sama.
b. Hadis Mutawatir Maknawi
Hadis mutawatir maknawi adalah hadis mutawatir dengan makna umum yang sama,
walaupun berbeda redaksinya dan berbeda perincian maknanya. Dengan kata lain, hadis-
hadis yang banyak itu, kendati berbeda redaksi dan perincian maknanya, menyatu kepada
makna umum yang sama. Jumlah hadis-hadis yang termasuk hadis mutawatir maknawi jauh
lebih banyak dari hadis-hadis yang termasuk hadis mutawatir lafdhi.
Contoh hadis mutawatir maknawi yang artinya:
“ Rasulullah SAW pada waktu berdoa tidak mengangkat kedua tangannya begitu tinggi
sehingga terlihat kedua ketiaknya yang putih, kecuali pada waktu berdoa memohon hujan
(Hadis Riwayat Mutafaq' Alaihi). ”
c. Hadis Mutawatir ‘Amali
Hadis mutawatir ‘amali adalah hadis mutawatir yang menyangkut perbuatan Rasulullah
SAW, yang disaksikan dan ditiru tanpa perbedaan oleh orang banyak, untuk kemudian juga
dicontoh dan diperbuat tanpa perbedaan oleh orang banyak pada generasi-generasi
berikutnya. Contoh : Hadis-hadis Nabi tentang waktu shalat, tentang jumlah rakaat shalat
wajib, adanya shalat Id, adanya shalat jenazah, dan sebagainya.
Segala macam amal ibadah yang dipraktekkan secara sama oleh umat Islam atau disepakati
oleh para ulama, termasuk dalam kelompok hadis mutawatir ‘amali. Seperti hadis mutawatir
maknawi, jumlah hadis mutawatir ‘amali cukup banyak. Diantaranya, shalat janazah, shalat
‘ied, dan kadar zakat harta.
3. Kedudukan Hadis Mutawatir
Seperti telah disinggung, hadis-hadis yang termasuk kelompok hadis mutawatir adalah hadis-
hadis yang pasti (qath'i atau maqth'u) berasal dari Rasulullah SAW. Para ulama menegaskan
bahwa hadis mutawatir membuahkan “ilmu qath'i” (pengetahuan yang pasti), yakni
pengetahuan yang pasti bahwa perkataan, perbuatan atau persetujuan berasal dari Rasulullah
SAW. Para ulama juga biasa menegaskan bahwa hadis mutawatir membuahkan “ilmu
dharuri” (pengetahuan yang sangat mendesak untuk diyakini atau dipastikan kebenarannya),
yakni pengetahuan yang tidak dapat tidak harus diterima bahwa perkataan, perbuatan, atau
persetujuan yang disampaikan oleh hadis itu benar-benar perkataan, perbuatan, atau
persetujuan Rasulullah SAW.
Taraf kepastian bahwa hadis mutawatir itu sungguh-sungguh berasal dari Rasulullah SAW,
adalah penuh dengan kata lain kepastiannya itu mencapai seratus persen.
Oleh karena itu, kedudukan hadis mutawatir sebagai sumber ajaran Islam tinggi sekali.
Menolak hadis mutawatir sebagai sumber ajaran Islam sama halnya dengan menolak
kedudukan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah. Kedudukan hadis mutawatir
sebagai sumber ajaran Islam lebih tinggi dari kedudukan hadis ahad

Hadits Kuantitas
Pembagian Hadist Ditinjau Dari Aspek Kuantitas Sanad

“Mutawatir dan Ahad”


1.Pengertian, Syarat-yarat, Pembagian, dan Contoh Hadist Mutawatir.

a. Definisi

Mutawatir secara etimology berasal dari kata tawatara yang berarti beruntun, atau
mutatabi, yakni beriring-iringan antara satu dengan lainnya tanpa ada jarak[1]. Sedangkan secara
terminology mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh banyak orang yang menurut akal dan
kebiasaan mustahil sepakat untuk berdusta[2]. Mulai dari perawi yang pertama hingga terakhir
memiliki kesamaan sifat, artinya sama-sama tsiqoh. Sementara menurut Nur-Addin hadist mutawatir
adalah hadist yang di riwayatkan oleh orang banyak yang terhindar dari kesepakatan mereka untuk
berdusta sejak awal sanad sampai akhir sanad dengan didasarkan pada panca indra.[3]

Konsep mutawatir ini baru secara difinitif dikemukakan oleh al-Baghdadi, meskipun al-Syafii,
ulama sebelumnya sudah mengisyaratkan dengan istilah”khabar ammah”. Menurutnya hadis
mutawatir adalah suatu hadis yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dengan jumlah tertentu
yang menurut kebiasaan mustahil mendustakan kesaksiannya.

b. Syarat-syarat hadits mutawatir

Para ulama’ berbeda pendapat dalam membicarakan hadist mutawatir. Menurut ulama’
mutaakhirin dan ahli’ usul suatu hadist dapat ditetapkan sebagai hadist mutawatir bila memenuhi
syarat-ayarat sebagai berikut:

Hadist mutawatir harus di riwayatkan oleh sejumlah besar perawi yamh membawah keyakinan
bahwa mereka itu tidak sepakat untuk berbohong. Mengenai masalah ini para ulama’ perbeda
pendapat ada yang menetapkan jumlah tertentu dan ada yang tidak menetapkannya. Menurut
ulama’ yang tidak mensyaratkan jumlah tertententu mereka menegaskan bahwa yang penting
dengan jumlah itu, dapat memberikan keyakinan terhadap apa yang diberitakan dan mestahil
mereka sepakat untuk berdusta. Sedangkan menurut ulama’ yang menetapkan jumlah tertentu
mereka masih berselisih mengenai jumlahnya, ada yang mengatakan harus empat rawi, sebagian
lagi ada yang mengatakan bahwa jumlahnya minimal lima orang, seperti tertera dalam ayat-ayat
yang menerangkan mengenai mula’anah. Ada yang minimal sepuluh orang, sebab di bawah
sepuluh masih dianggap satuan atau mufrad, belum dinamakan jama’, ada yang minimal dua belas
orang, ada yang dua puluh orang, ada juga yang mengatakan minimal empat puluh orang, ada
yang tujuh puluh orang, dan yang terakhir berpendapat minimal tiga ratus tiga belas orang laki-laki
dan dua orang perempuan, seperti jumlah pasukan muslim pada waktu Perang Badar.
Kemudian menurut as-Syuyuti bahwa hadis yang layak disebut mutawatir yaitu paling
rendah diriwayatkan oleh sepuluh orang. Dan pendapat inilah yang diikuti oleh banyak ahli hadis.

Bedasarkan tanggapan panca indra:

Bahwa berita yang mereka sampaikan harus benar-benar merupan hasil pendengaran atau
penglihatan sendiri.

Seimbang jumlah para perawi, sejak dalam thabaqat (lapisan/tingkatan) pertama maupun
thabaqat berikutnya. Hadits mutawatir yang memenuhi syarat-syarat seperti ini tidak banyak
jumlahnya, bahkan Ibnu Hibban dan Al-Hazimi menyatakan bahwa hadits mutawatir tidak mungkin
terdapat karena persyaratan yang demikian ketatnya. Sedangkan Ibnu Salah berpendapat bahwa
mutawatir itu memang ada, tetapi jumlahnya hanya sedikit. Ibnu Hajar Al-Asqalani berpendapat
bahwa pendapat tersebut di atas tidak benar. Ibnu Hajar mengemukakan bahwa mereka kurang
menelaah jalan-jalan hadits, kelakuan dan sifat-sifat perawi yang dapat memustahilkan hadits
mutawatir itu banyak jumlahnya sebagaimana dikemukakan dalam kitab-kitab yang masyhur
bahkan ada beberapa kitab yang khusus menghimpun hadits-hadits mutawatir, seperti Al-Azharu
al-Mutanatsirah fi al-Akhabri al-Mutawatirah, susunan Imam As-Suyuti(911 H), Nadmu al-Mutasir
Mina al-Haditsi al-Mutawatir, susunan Muhammad Abdullah bin Jafar Al-Khattani (1345 H)

Para ulama sepakat bahwa hadis mutawatir adalah hujjah bagi kaum muslim, maka dari itu
wajib hukumnya untuk mengamalkan kandungan-kandungan yang ada pada hadis mutawatir.

c. Pembagian Hadist Mutawatir

1. Mutawatir lafdzi

Yaitu suatu hadits yang bunyi teks atau lafadl haditsnya sama antara satu riwayat dengan riwayat-
riwayat lainnya. Hal ini, menurut Ibnu Shalah yang di ikuti oleh Al-Nawawi bahwasanya sangat jarang
dan sukar dikemukakan contohnya selain hadits Nabi:
‫ص‪y‬لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‪ِ y‬ه‬
‫س‪ِ y‬معْتُ النَّبِ َّي َ‬‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ قَ‪yy‬ا َل َ‬ ‫ير ِة َر ِ‬ ‫س ِعي ُد بْنُ ُعبَ ْي ٍد عَنْ َعلِ ِّي ْب ِن َربِي َعةَ عَنْ ا ْل ُم ِغ َ‬‫َح َّدثَنَا أَبُو نُ َع ْي ٍم َح َّدثَنَا َ‬
‫ص‪y‬لَّى هَّللا ُ‬
‫س‪ِ y‬معْتُ النَّبِ َّي َ‬ ‫ب َعلَى أَ َح‪ٍ y‬د َمنْ َك‪َ y‬ذ َب َعلَ َّي ُمتَ َع ِّمدًا فَ ْليَتَبَ‪َّ y‬و ْأ َم ْق َع‪َ y‬دهُ ِمنْ النَّا ِر َ‬
‫س َك َك ِذ ٍ‬ ‫سلَّ َم يَقُو ُل إِنَّ َك ِذبًا َعلَ َّي لَ ْي َ‬‫َو َ‬
‫يح َعلَ ْي ِه(صحيح البخاري)‪.‬‬ ‫يح َعلَ ْي ِه يُ َع َّذ ُ‬
‫ب بِ َما نِ َ‬ ‫سلَّ َم يَقُو ُل َمنْ نِ َ‬
‫َعلَ ْي ِه َو َ‬

‫ح عَنْ أَبِي ه َُر ْي‪َ y‬ر َة قَ‪y‬ا َل‪:‬قَ‪y‬ا َل َر ُ‬


‫س‪y‬و ُل هَّللا ِ‬ ‫ص‪y‬ي ٍن عَنْ أَبِي َ‬
‫ص‪y‬الِ ٍ‬ ‫ي َح‪َّ y‬دثَنَا أَبُ‪y‬و َع َوانَ‪y‬ةَ عَنْ أَبِي َح ِ‬ ‫َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ ُعبَ ْي ٍد ا ْل ُغبَ ِر ُّ‬
‫سلَّ َم َمنْ َك َذ َب َعلَ َّي ُمتَ َع ِّمدًا فَ ْليَتَبَ َّو ْأ َم ْق َع َدهُ ِمنْ النَّا ِر(صحيح مسلم)‪.‬‬ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َ‬ ‫َ‬

‫ش ٍر عَنْ َوبَ َرةُ‬ ‫س َّد ٌد أَبُو ِب ْ‬


‫ش ٍر قَا َل ُم َ‬
‫ان ْب ِن بِ ْ‬ ‫َح َّدثَنَا َع ْم ُرو بْنُ ع َْو ٍن أَ ْخبَ َرنَا َخالِ ٌد ح و َح َّدثَنَا ُم َ‬
‫س َّد ٌد َح َّدثَنَا َخالِ ٌد ا ْل َم ْعنَى عَنْ بَيَ ِ‬
‫ص‪y‬لَّى هَّللا ُ‬
‫س‪y‬و ِل هَّللا ِ َ‬
‫ِّث عَنْ َر ُ‬ ‫لزبَ ْي ِر َما َي ْمنَ ُعكَ أَنْ ت َُحد َ‬
‫الزبَ ْي ِر عَنْ أَبِي ِه قَا َل قُ ْلتُ لِ ُّ‬
‫ْب ِن َع ْب ِد ال َّر ْح َم ِن عَنْ عَا ِم ِر ْب ِن َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن ُّ‬
‫ص َحابُهُ فَقَا َل أَ َما َوهَّللا ِ لَقَ ْد َك‪y‬انَ لِي ِم ْن‪y‬هُ َو ْج‪ y‬هٌ َو َم ْن ِزلَ‪y‬ةٌ َولَ ِكنِّي َ‬
‫س‪ِ y‬م ْعتُهُ يَقُ‪y‬و ُل َمنْ َك‪َ y‬ذ َب َعلَ َّي‬ ‫ِّث َع ْنهُ أَ ْ‬
‫سلَّ َم َك َما يُ َحد ُ‬
‫َعلَ ْي ِه َو َ‬
‫ُمتَ َع ِّمدًا فَ ْليَتَبَ َّو ْأ َم ْق َع َدهُ ِمنْ النَّا ِر(سنن أبي داود)‪.‬‬

‫س‪ُ y‬عودٍ قَ‪y‬ا َل‪ :‬قَ‪y‬ا َل َر ُ‬


‫س‪y‬و ُل هَّللا ِ‬ ‫ص ٌم عَنْ ِز ٍّر عَنْ َع ْب‪ِ y‬د هَّللا ِ ْب ِن َم ْ‬ ‫َام ال ِّرفَا ِع ُّي َح َّدثَنَا أَبُو بَ ْك ِر بْنُ َعيَّا ٍ‬
‫ش َح َّدثَنَا عَا ِ‬ ‫َح َّدثَنَا أَبُو ِهش ٍ‬
‫سلَّ َم َمنْ َك َذ َب َعلَ َّي ُمتَ َع ِّمدًا فَ ْليَتَبَ َّو ْأ َم ْق َع َدهُ ِمنْ النَّا ِر(سنن الترمذي)‪.‬‬‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َ‬
‫َ‬

‫ش ِري ٌك عَنْ‬ ‫سى قَالُوا َح َّدثَنَا َ‬ ‫س َم ِعي ُل بْنُ ُمو َ‬ ‫س ِعي ٍد َو َع ْب ُد هَّللا ِ بْنُ عَا ِم ِر ْب ِن ُز َر َ‬
‫ارةَ َوإِ ْ‬ ‫س َو ْي ُد بْنُ َ‬ ‫ش ْيبَةَ َو ُ‬ ‫َح َّدثَنَا أَبُو بَ ْك ِر بْنُ أَبِي َ‬
‫سلَّ َم َمنْ َك َذ َب َعلَ َّي ُمتَ َع ِّمدًا‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َ‬ ‫س ُعو ٍد عَنْ أَبِي ِه قَا َل قَا َل َر ُ‬
‫سو ُل هَّللا ِ َ‬ ‫س َما ٍك عَنْ َع ْب ِد ال َّر ْح َم ِن ْب ِن َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن َم ْ‬
‫ِ‬
‫فَ ْليَتَبَ َّو ْأ َم ْق َع َدهُ ِمنْ النَّارِ(سنن ابن ماجه)‪.‬‬

‫‪”Barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku, maka tempat tinggalnya adalah neraka”.‬‬

‫‪Hadits ini diriwayatkan oleh lebih dari enam puluh dua sahabat dengan teks yang sama,‬‬
‫‪bahkan menurut As-Syuyuti diriwayatkan lebih dari dua ratus sahabat.‬‬

‫‪Ada juga ulama yang menganggapnya bahwa hadits ini mustahil adanya. Akan tetapi‬‬
‫‪sebagian ulama meyakinkan pada kita bahwa di dalam hadits Nabi sendiri banyak hadits‬‬
‫‪mutawatir, semisal hadits yang menerangkan tentang terbelahnya rembulan, membangun‬‬
‫‪masjid karena Allah, mengenai syafaat, tentang mengusaf khuf, isr’a mi’raj, dan tentang‬‬
‫‪keluarnya mata air dari jari-jari Nabi, serta hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad:‬‬

‫سلَّ َم قَا َل نَزَ َل‬


‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َ‬ ‫س ُم َرةَ أَنَّ َر ُ‬
‫سو َل هَّللا ِ َ‬ ‫س ِن عَنْ َ‬ ‫سلَ َمةَ أَ ْخبَ َرنَا قَتَا َدةُ َع ِن ا ْل َح َ‬
‫َح َّدثَنَا بَ ْه ٌز َح َّدثَنَا َح َّما ُد بْنُ َ‬
‫ف (مسند أحمد)‬ ‫س ْب َع ِة أَ ْح ُر ٍ‬
‫ا ْلقُ ْرآنُ َعلَى َ‬

‫”)‪“Al- Qur’an diturunkan atas tujuh huruf ( tujuh macam bacaan‬‬


Hadis ini diriwayatkan oleh dua puluh tujuh sahabat.

1. Mutawatir maknawi

Adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak yang sama dalam artinya meskipun
berbeda dalam bentuk redaksinya. Contoh hadits ini adalah hadits yang menerangkan
kesunnahan mengangkat tangan ketika berdoa. Hadits ini diriwayatkan oleh kurang lebih dari
seratus perawi[4].

2. Pengertian, Pembagian beserta Contoh Hadist Ahad

a. Definisi

kata ahad berdasarkan segi bahasa berarti satu, maka hadits ahad adalah suatu berita yang
disampaikan oleh satu orang. Sedangkan menurut istilah adalah hadits yang jumlah perowinya tidak
mencapai batasan minimal dari hadits mutawatir.

b. Pembagian Hadist Ahad

1) Mashur

Adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga rowi atau lebih dan tidak sampai pada batasan
mutawatir. Contoh:
‫س َما ِعي َل ْب ِن أَبِي َخالِ‪ٍ y‬د عَنْ َّ‬
‫الش‪ْ y‬عبِ ِّي عَنْ َع ْب‪ِ y‬د هَّللا ِ‬ ‫سفَ ِر َوإِ ْ‬ ‫ش ْعبَةُ عَنْ َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن أَبِي ال َّ‬‫س قَا َل َح َّدثَنَا ُ‬ ‫َح َّدثَنَا آ َد ُم بْنُ أَبِي إِيَا ٍ‬
‫سانِ ِه َويَ ‪ِ y‬د ِه َوا ْل ُم َه‪ِ y‬‬
‫‪y‬اج ُر‬ ‫سلِ َم ا ْل ُم ْ‬
‫سلِ ُمونَ ِمنْ لِ َ‬ ‫سلَّ َم قَا َل ا ْل ُم ْ‬
‫سلِ ُم َمنْ َ‬ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َ‬
‫ض َي هَّللا ُ َع ْن ُه َما عَنْ النَّبِ ِّي َ‬
‫ْب ِن َع ْم ٍرو َر ِ‬
‫س‪ِ y‬معْتُ َع ْب‪َ y‬د هَّللا ِ‬ ‫َمنْ ه ََج َر َما نَ َهى هَّللا ُ َع ْنهُ قَا َل أَبُو َع ْبد هَّللا ِ َوقَا َل أَبُو ُم َعا ِويَةَ َح َّدثَنَا دَا ُو ُد ه َُو ابْنُ أَبِي ِه ْن ٍد عَنْ عَا ِم ٍر قَا َل َ‬
‫صلَّى هَّللا ُ‬ ‫سلَّ َم َوقَا َل َع ْب ُد اأْل َ ْعلَى عَنْ دَا ُو َد عَنْ عَا ِم ٍر عَنْ َع ْب ِد هَّللا ِ عَنْ النَّبِ ِّي َ‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َ‬
‫يَ ْعنِي ابْنَ َع ْم ٍرو عَنْ النَّبِ ِّي َ‬
‫سلَّ َم (صحيح البخاري)‬
‫َعلَ ْي ِه َو َ‬

‫س‪ِ y‬م َع أَبَ‪y‬ا‬


‫ج أَنَّهُ َ‬ ‫َاص‪ٍ y‬م قَ‪y‬ا َل َع ْب‪ٌ y‬د أَ ْنبَأَنَ‪y‬ا أَبُ‪y‬و ع ِ‬
‫َاص‪ٍ y‬م عَنْ ا ْب ِن ُج‪َ y‬ر ْي ٍ‬ ‫سنٌ ا ْل ُح ْل َوانِ ُّي َو َع ْب ُد بْنُ ُح َم ْي ٍد َج ِمي ًعا عَنْ أَبِي ع ِ‬
‫َح َّدثَنَا َح َ‬
‫س‪y‬انِ ِه‬
‫س‪y‬لِ ُمونَ ِمنْ لِ َ‬ ‫س‪y‬لِ َم ا ْل ُم ْ‬ ‫س‪y‬لَّ َم يَقُ‪y‬و ُل ا ْل ُم ْ‬
‫س‪y‬لِ ُم َمنْ َ‬ ‫ص‪y‬لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‪ِ y‬ه َو َ‬
‫س‪ِ y‬معْتُ النَّبِ َّي َ‬
‫س‪ِ y‬معْتُ َج‪ y‬ابِ ًرا َيقُ‪y‬واُل َ‬ ‫الزبَ ْي ِر يَقُ‪yy‬و ُل َ‬
‫ُّ‬
‫َويَ ِد ِه(صحيح مسلم)‬

‫‪y‬رةَ قَ‪y‬ا َل‪ :‬قَ‪y‬ا َل َر ُ‬


‫س‪y‬و ُل هَّللا ِ‬ ‫ح عَنْ أَبِي ه َُر ْي َ‬ ‫ص‪y‬الِ ٍ‬‫يم عَنْ أَبِي َ‬ ‫ث عَنْ ا ْب ِن ع َْجاَل نَ عَنْ ا ْلقَ ْعقَ ِ‬
‫‪y‬اع ْب ِن َح ِك ٍ‬ ‫َح‪َّ y‬دثَنَا قُتَ ْيبَ‪y‬ةُ َح‪َّ y‬دثَنَا اللَّ ْي ُ‬
‫اس َعلَى ِد َمائِ ِه ْم َوأَ ْم َوالِ ِه ْم(سنن‬ ‫سانِ ِه َويَ ِد ِه َوا ْل ُمؤْ ِمنُ َمنْ أَ ِمنَهُ النَّ ُ‬
‫سلِ ُمونَ ِمنْ لِ َ‬‫سلِ َم ا ْل ُم ْ‬ ‫سلَّ َم ا ْل ُم ْ‬
‫سلِ ُم َمنْ َ‬ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َ‬ ‫َ‬
‫يح‬
‫ص ِح ٌ‬
‫سنٌ َ‬
‫يث َح َ‬ ‫الترمذي) قَا َل أَبُو ِعي َ‬
‫سى َه َذا َح ِد ٌ‬

‫‪Hadits tersebut sejak tingkatan pertama (sahabat) sampai ketingkat imam-imam yang‬‬
‫‪membukukan hadtis (dalam hal ini adalah Bukhari, Muslim dan Tirmidzi) diriwayatkan tidak‬‬
‫‪kurang dari tiga rawi dalam setiap tingkatan.‬‬

‫‪Hadtis masyhur ini ada yang berstatus sahih, hasan dan dhaif. Yang dimaksud dengan‬‬
‫‪hadits masyhur sahih adalah hadits masyhur yang telah mencapai ketentuan-ketentuan hadits‬‬
‫‪sahih baik pada sanad maupun matannya.‬‬

‫‪Sedangkan yang dimaksud dengan hadits masyhur hasan adalah apabila telah mencapai‬‬
‫‪ketentuan hadits hasan, begitu juga dikatakan dhoif jika tidak memenuhi ketentuan hadits sahih.‬‬

‫‪2) Aziz‬‬

‫‪Dinamakan Aziz karena kelangkaan hadits ini. Sedangkan pengertiannya adalah hadits‬‬
‫‪yang jumlah perowinya tidak kurang dari dua.‬‬

‫‪Contoh:‬‬
‫لَّ َم ح‬y‫س‬
َ ‫ ِه َو‬y‫لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬y‫ص‬
َ ‫س عَنْ النَّبِ ِّي‬ ٍ َ‫ب عَنْ أَن‬ ٍ ‫ص َه ْي‬ُ ‫وب بْنُ إِ ْب َرا ِهي َم قَا َل َح َّدثَنَا ابْنُ ُعلَيَّةَ عَنْ َع ْب ِد ا ْل َع ِزي ِز ْب ِن‬
ُ ُ‫َح َّدثَنَا يَ ْعق‬
َّ ‫ونَ أَ َح‬yy‫ ُد ُك ْم َحتَّى أَ ُك‬y‫ؤْ ِمنُ أَ َح‬yyُ‫لَّ َم اَل ي‬y‫س‬
‫ب‬ َ ‫س قَا َل قَا َل النَّبِ ُّي‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ ٍ َ‫ش ْعبَةُ عَنْ قَتَا َدةَ عَنْ أَن‬ ُ ‫و َح َّدثَنَا آ َد ُم قَا َل َح َّدثَنَا‬
)‫س أَ ْج َم ِعينَ (صحيح البخاري‬
ِ ‫إِلَ ْي ِه ِمنْ َوالِ ِد ِه َو َولَ ِد ِه َوالنَّا‬

ُ ‫هُ أَنَّ َر‬y‫ َي هَّللا ُ َع ْن‬y‫ض‬


ِ ‫و َل هَّللا‬y‫س‬ َ y‫ج عَنْ أَبِي ه َُر ْي‬
ِ ‫رةَ َر‬y ِ ‫ب قَا َل َح َّدثَنَا أَبُو ال ِّزنَا ِد عَنْ اأْل َ ْع َر‬ ُ ‫َح َّدثَنَا أَبُو ا ْليَ َما ِن قَا َل أَ ْخبَ َرنَا‬
ٌ ‫ش َع ْي‬
)‫ب إِلَ ْي ِه ِمنْ َوالِ ِد ِه َو َولَ ِد ِه(صحيح البخاري‬ َّ ‫سي بِيَ ِد ِه اَل يُؤْ ِمنُ أَ َح ُد ُك ْم َحتَّى أَ ُكونَ أَ َح‬
ِ ‫سلَّ َم قَا َل فَ َوالَّ ِذي نَ ْف‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari dua sahabat yakni Anas dan Abi Hurairoh.
Hadis aziz juga ada yang sahih, hasan dan dhaif tergantung pada terpenuhi atau tidaknya
ketentuan–ketentuan yang berkaitan dengan sahih, hasan dan dhoif.

3) Ghorib

Adalah hadits yang diriwayatkan satu perowi saja. Hadits Ghorib terbagi menjadi dua:
yaitu ghorib mutlaq dan ghorib nisbi.

Gorib mutlaq terjadi apabila penyendirian perawi hanya terdapat pada satu thabaqat.

Contoh :‫الوالء لحمة كلحمة النسب ال يبــاع وال يوهب‬

Artinya: “kekerabatan dengan jalan memerdekakan, sama dengan kekerabatan dengan


nasab, tidak boleh dijual dan tidak boleh dihibahkan”.

Hadits ini diterima dari Nabi oleh Ibnu Umar dan dari Ibnu Umar hanya Abdullah bin Dinar
saja yang meriwayatkanya. Sedangkan Abdulallah bin Dinar adalah seorang tabiin hafid, kuat
ingatannya dan dapat dipercaya.

Hadis ghorib nisbi terjadi apabila penyandiriannya mengenai sifat atau keadaan tertentu dari
seorang perawi. Penyendirian seorang rawi seperti ini bisa terjadi berkaitan dengan ke-
Tsiqahan rawi atau mengenai tempat tinggal atau kota tertentu.

Contoh hadis ghorib nisbi mengenai kesiqahan rawi:

‫كان صلى هللا عليه وسلم يقرأ في االضحى والفطر ب (ق) واقتربت الساعة وانشق القمر‬

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Muslim, Malik, Dumrah bin Said, Ubaidillah, Waqid Al-
Laisi, Rasulullah. Pada rentetan sanad yang pertama Dumrah bin Said disifati sebagai muslim
yang siqah. Tida seorangpun dari perawi-perawi siqah yang meriwayatkan hadits tersebut selain
dia sendiri.

Contoh dari hadits ghorib nisbi berkenaan dengan kota atau tempat tinggal tertentu:

‫أمرنا رسول هللا صلعم أن تقرأ بفاتحة الكتاب وما تيسر منه‬

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud dengan sanad Abu Al-Walid, Hamman, Qatadah,
Abu Nadrah dan Said. Semua rawi ini berasal dari Basrah dan tidak ada yang meriwayatkannya
dari kota-kota lain.

3. Cara Mengukur Kemutawatiran Hadits

Sebagai dasar sebuah hadits bisa dikategorikan mutawatir ataupun tidak adalah berdasarkan
jumlah perawi pada tingkat shahabat yang meriwayatkan hadits tersebut. Sebagaimana pendapat
mayoritas ulama, parameter hadits mutawatir yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah
jumlah perawi di tingkat shahabat sebanyak sepuluh orang.

Dengan demikian, apabila suatu hadits diriwayatkan kurang dari sepuluh shahabat, maka
bukan termasuk kategori hadits mutawatir.

4. Peran al-Syahid Dalam Analisis Kuantitas Sanad

Syahid adalah hadits yang rawinya diikuti oleh perawi lain yang menerima dari sahabat
lain, dengan matan yang menyerupai hadits baik dalam lafad dan ma’nanya atau ma’nanya saja.
Syahid juga terbagi menjadi dua, yaitu syahid lafdzi dan syahid ma’nawi.

Syahid lafdzi adalah hadits yang menguatkan matan hadits dari segi lafadz dan ma’nanya.
Adapun syahid ma’nawi adalah hadits yang menguatkan ma’na hadits bukan lafazdnya. Contoh:

َ ِ ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ َما أَ َّن َرسُو َل هَّللا‬


‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل‬ ِ ‫َار ع َْن َع ْب ِد هَّللا ِ ب ِْن ُع َم َر َر‬
ٍ ‫ك ع َْن َع ْب ِد هَّللا ِ ب ِْن ِدين‬
ٌ ِ‫َح َّدثَنَا َع ْب ُد هَّللا ِ بْنُ َم ْسلَ َمةَ َح َّدثَنَا َمال‬
)‫ال َّش ْه ُر تِ ْس ٌع َو ِع ْشرُونَ لَ ْيلَةً فَاَل تَصُو ُموا َحتَّى تَ َروْ هُ فَإِ ْن ُغ َّم َعلَ ْي ُك ْم فَأ َ ْك ِملُوا ْال ِع َّدةَ ثَاَل ثِينَ (صحيح البخاري‬

‫ « الشهر تسع‬: ‫ عن عبد هللا بن عمر رضي هللا عنهما أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال‬، ‫ عن عبد هللا بن دينار‬، ‫أخبرنا مالك‬
)‫ فإن غم عليكم فأكملوا العدة ثالثين »( مسند الشافعي‬، ‫ وال تفطروا حتى تروه‬، ‫ فال تصوموا حتى تروا الهالل‬، ‫وعشرون‬

‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم أَوْ قَا َل قَا َل أَبُو‬ ِ ‫ْت أَبَا ه َُر ْي َرةَ َر‬
َ ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ يَقُو ُل قَا َل النَّبِ ُّي‬ َ َ‫َح َّدثَنَا آ َد ُم َح َّدثَنَا ُش ْعبَةُ َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ ِزيَا ٍد ق‬
•ُ ‫ال َس ِمع‬
)‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم صُو ُموا لِر ُْؤيَتِ ِه َوأَ ْف ِطرُوا لِر ُْؤيَتِ ِه فَإِ ْن ُغب َِّي َعلَ ْي ُك ْم فَأ َ ْك ِملُوا ِع َّدةَ َش ْعبَانَ ثَاَل ثِينَ (صحيح البخاري‬ َ ‫اس ِم‬ ِ َ‫ْالق‬
“Satu bulan itu dua puluh sembilan hari. Janganlah kalian berpuasa sebelum kalian melihat hilal
(bulan yang terlihat pada awal bulan) dan janganlah kalian berbuka sebelum kalian melihatnya
pula. Jika hilal itu tidak jelas atas kalian, maka sempurnakanlah hitungan menjadi tiga puluh hari”

Adapun syahid lafdzi adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Syafi’i dari gurunya Malik dari
Abdillah bin Dinar dari Abdillah bin Umar dengan lafazd

‫فإن غم عليكم فاكملوا العدة ثالثين‬.

Sedangkan syahid ma’nawi adalah apa yang diriwayatkan Bukhari dari jalur Syu’bah dari Muhammad
bin Ziad dari Abi Hurairah yang menggunakan lafadz.

‫فاكملوا عدة شعبان ثالثين‬

[1]Ahmad bin Muhammad Al Fayyumi, Al-Misbah Al-Munir fi Garib Asy-Syarh Al-


Kabir li Ar-Rafi, juz ll, Dar Al-Kutub ,Beirut.

[2] Subhi Shalih, 1997, Ulum Al-Hadits Wa Mustholahuhu, (Beirut: Dar Al-Ilm Li Al-
Malayin)cet. XXI

[3] Mudasir, Ilmu Hadis, Pustaka Setia.

[4] Umar Hasyim, Qowaid al-Ushul al-Hadis.

Pembagian Hadits Menurut Kuantitasnya

Pembagian Hadits Berdasarkan Segi Kuantitas Haditsnya


Contoh Bagan

Ditinjau dari segi rawi (perawi atau orang yang meriwayatkan), hadits dibagi dalam dua bentuk
besar. Bentuk pertama terbagi atas hadits mutawatir dan hadits ahad. Bentuk kedua terbagi atas
mutawatir, ahad, dan masyhur. Konon bentuk pertama yang lebih praktis. Mengapa? Karena hadits
masyhur itu sudah tercakup dalam hadits ahad yang terbagi atas masyhur, ’aziz, dan ghorib.

Hadis adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa
Sallam. baik itu Hadis qauli, Hadis fi’li maupun Hadis taqriri. Sebagai sumber hukum Islam yang
kedua, Hadis memiliki kedudukan yang penting di dalam Islam. Oleh sebab itu Hadis tidak hanya
menjadi sumber hukum Islam, tetapi juga menjadi sumber ajaran bagi umat Islam yang menjadi
pedoman ataupun acuan yang diperlukan di dalam menjalankan tata kehidupan manusia pada
umumnya dan khususnya bagi umat Islam.

Kedudukan Hadis sebagai sumber hukum Islam, tidak dapat dianggap remeh ataupun dianggap tidak
penting, karena begitu pentingnya, maka Hadis harus dapat diseleksi dan diteliti kebenarannya.
Penelitian Hadis dilakukan untuk mengetahui akan kebenaran Hadis tersebut datangnya dari Nabi
Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. atau bukan. Sehingga untuk menemukan kebenaran itu,
para ulama Hadis bekerja keras untuk menelitinya, sampai hipotesa ataupun anggapan sementara
yang sebelumnya dapat terungkap melalui penelitian. Dengan ditemukannya kebenaran Hadis, maka
Hadis dimaksud dapat dijadikan hujjah dalam pengambilan hukum di dalam Islam.

Apabila suatu Hadis tidak dapat diterima kebenarannya, maka Hadis tersebut tertolak atau tidak
dapat diterima kehujjahannya. Kehujjahan Hadis dapat diterima apabila syarat-syarat Hadis telah
terpenuhi seluruhnya atau pun Hadis tersebut diterima oleh banyak orang, dimana sekelompok
orang itu tidak mungkin bersepakat untuk berbohong. Tetapi ada juga Hadis yang hanya diterima
oleh hanya satu, dua, atau tiga orang saja dan orang-orang itu dapat membacakan Hadis tersebut
kepada beberapa orang juga, dan dapat memasyhurkannya di kalangan tertentu saja.

Untuk itu kita akan membahas tentang permasalahan pembagian Hadis berdasarkan kuantitas
(jumlah perawinya) yaitu Hadis Mutawatir, dan Hadis Ahad. Hadis mutawatir terbagi kepada dua
macam, yaitu Mutawatir Lafzhi dan Mutawatir Ma’nawi. Sedangkan Hadis ahad terbagi 3, yaitu Hadis
Masyhur, Hadis Azis dan Hadis Gharib. Bila ditinjau segi kuantitas periwayatannya, maka Hadis dapat
terbagi kepada dua macam, yaitu Hadis Mutawatir dan Hadis Ahad.

Hadits Mutawattir
Secara bahasa, mutawatir adalah isim fa’il dari at-tawatur yang artinya berurutan.

Sedangkan mutawatir menurut istilah adalah “apa yang diriwayatkan oleh sejumlah banyak orang
yang menurut kebiasaan mereka terhindar dari melakukan dusta mulai dari awal hingga akhir
sanad”. Atau : “hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang banyak pada setiap tingkatan sanadnya
menurut akal tidak mungkin para perawi tersebut sepakat untuk berdusta dan memalsukan hadits,
dan mereka bersandarkan dalam meriwayatkan pada sesuatu yang dapat diketahui dengan indera
seperti pendengarannya dan semacamnya”.

Hadits mutawatir terbagi menjadi dua bagian, yaitu Mutawatir Lafdhy dan Mutawatir Ma’nawi .

1. Mutawatir Lafdhy adalah apabila lafadh dan maknannya mutawatir. Misalnya hadits (yang artinya)
: ”Barangsiapa yang sengaja berdusta atas namaku (Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam) maka
dia akan mendapatkan tempat duduknya dari api neraka”. Hadits ini telah diriwayatkan lebih dari 70
orang shahabat, dan diantara mereka termasuk 10 orang yang dijamin masuk surga.

2. Mutawatir Ma’nawy adalah maknannya yang mutawatir sedangkan lafadhnya tidak. Misalnya,
hadits-hadits tentang mengangkat tangan ketika berdoa. Hadits ini telah diriwayatkan dari Nabi
sekitar 100 macam hadits tentang mengangkat tangan ketika berdo’a. Dan setiap hadits tersebut
berbeda kasusnya dari hadits yang lain. Sedangkan setiap kasus belum mencapai derajat mutawatir.
Namun bisa menjadi mutawatir karena adanya beberapa jalan dan persamaan antara hadits-hadits
tersebut, yaitu tentang mengangkat tangan ketika berdo’a.

Pembahasan selengkapnya tentang Hadits Mutawatir dan pembagiannya dapat dibaca disini.

Hadits Ahad

Ahad menurut bahasa mempunyai arti satu. Dan khabarul-wahid adalah khabar yang diriwayatkan
oleh satu orang. Sedangkan hadits ahad menurut istilah adalah hadits yang belum memenuhi syarat-
syarat mutawatir. Hadits ahad terbagi menjadi 3 macam, yaitu : Masyhur, ‘Aziz, dan Gharib.

Macam-macam hadits ahad berdasarkan jalan periwayatan itu ada 3 macam, yaitu masyhur, ‘aziz,
dan ghorib.
Masyhur (‫ )المشهور‬adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga rowi disetiap tingkatan, tapi belum
sampai pada derajat muttawattir.Contohnya perkataan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa

Sallam ,‫“المسام من سلم المسلمون من لسانه و يده‬

Muslim sejati adalah muslim yang saudaranya terbebas dari gangguan lisan dan tangannya.”

‘Aziz(‫ )العزيز‬adalah hadits yang diriwayatkan oleh dua rowi saja dimasing-masing tingkatan.
Contohnya perkataaan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, ‫ال يؤمن أحدكم حتى‬

‫أكون أحب إليه من ولده و الناس أجمعين‬

“Tidak sempurna iman kalian hingga Aku lebih dia cintai dari orang tua, anaknya bahkan manusia
seluruhnya.”

Ghorib (‫ )الغريب‬adalah hadits yang diriwayatkan oleh satu orang saja. Contohnya perkataan Nabi

Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, ‫ وإنما لكل ام!!رئ ما‬،‫إنما األعم!!ال بالني!!ات‬
‫“…نوى‬Sesungguhnya setiap amal perbuatan itu hanyalah dinilai bila disertai dengan niat, dan
sesungguhnya setiap orang hanya memperoleh sesuai apa yang diniatkannya…(hingga akhir hadits)”
(HR. Bukhori dan Muslim)

Hadits ini dari Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam hanya diriwayatkan oleh Umar bin
Khotob rodhiallahu ‘anhu dan yang meriwayatkan dari Umar hanya ‘Alqomah ibn Abi Waqosh dan
yang meriwayatkan dari ‘Alqomah hanya Muhammad ibn ibrohim Attaimi, dan yang meriwayatkan
dari Muhammad hanya Yahya ibn Sa’id al Anshori. Kesemuanya adalah tabi’in, kemudian
diriwayatkan dari Yahya oleh banyak orang.

Hadis segi kuantitas dan kualitas hadis


Posted by minal ridho on 07.45

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar belakang.

Hadits atau yang disebut dengan sunnah, adalah segala sesuatu yang bersumber atau disandarkan
kepada Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan atau taqrirnya. Sebagai sumber
ajaran Islam setelah Al-Qur'an, sejarah perjalanan Hadits tidak terpisahkan dari sejarah perjalanan
Islam itu sendiri. Akan tetapi, dalam beberapa hal terdapat ciri-ciri tertentu yang spesifik, sehingga
dalam mempelajarinya diperlukan pendekatan khusus.

Hadis dapat disebut sumber hukum Islam ke-dua setelah Al-Qur’an karena, hadis diriwayatkan
oleh para perawi dengan sangat hati-hati dan teliti, sebagaimana sabda Nabi s.a.w. :

‫من كذ ب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النا ر‬

“Barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka tempatgianya dalam neraka
disediakan”

Tidak seperti Al-Qur'an, dalam penerimaan Hadits dari Nabi Muhammad SAW banyak
mengandalkan hafalan para sahabatnya, dan hanya sebagian saja yang ditulis oleh mereka. Penulisan
itupun hanya bersifat dan untuk kepentingan pribadi. Dengan demikian, Hadits-hadits yang ada pada
para sahabat, yang kemudian diterima oleh para tabi'in, memungkinkan ditemukan adanya redaksi
yang berbeda-beda. Sebab ada yang meriwayatkannya sesuai atau sama benar dengan lafadz yang
diterima dari Nabi SAW, dan ada yang hanya sesuai makna atau maksudnya saja, sedangkan
redaksinya tidak sama.

Atas dasar itulah, maka dalam menerima suatu Hadits, langkah yang harus dilakukan adalah
dengan meneliti siapa pembawa Hadits itu (disandarkan kepada siapa Hadits itu), untuk mengetahui
apakah Hadits itu patut kita ikuti atau kita tinggalkan. Oleh karena untuk memahami Hadits secara
universal, diantara beberapa jalan, salah satu diantaranya adalah dengan melihat Hadits dari segi
kuantitas atau dari segi kualitasnya.

Berangkat dari hal tersebut di atas, maka untuk memahami Hadits ditinjau dari kuantitas atau
kualitas sanad, maka dalam makalah ini akan kami bahas mengenai Hadits ditinjau dari kuantitas atau
kualitasnya.
PEMBAHASAN

BAB II

A.Hadis Berdasarkan Tinjauan Kuantitasnnya

Para Ulama berbeda pendapat tentang pembagian hadis ditinjau dari sudut kuantitas atau
jumlah rawi yang menjadi sumber berita ini. Di antara mereka ada yang mengelompokkan menjadi
tiga bagian,yaitu hadis mutawatir, masyur, dan ahad, dan ada yang membaginya hanya menjadi dua,
yaitu hadis mutawatir dan ahad.

Ulama golongan pertama,yang menjadikan hadis mutawatir berdiri sendiri,tidak termasuk


bagian dari hadis ahad,di ikuti oleh sebagian Ulama Ushul ,di antaranya adalah Abu Bakar Al-
Jashshash (305-370h).sedang Ulama golongan kedua,yang menjadikan hadis masyur sebagai bagian
hadis ahad,diikuti oleh kebanyakan Ulama Ushul dan Ulama Kalam. Mereka membagi hadis menjadi
dua bagian,yaitu mutawatir dan ahad. Berdasarkan pembagian ini,maka hadis msyur,hadis azis,dan
hadis gorib merupakan bagian dari hadis ahad.1[1]

1. Hadis Mutawatir

a.pengertian hadis mutawatir2[2]

Hadis mutawatir ialah hadis yang di riwayatkan oleh sejumlah besar periwayat yang ada pada
semua tingkatan dan para periwayat tersebut mustahil mereka berkumpul untuk berdusta serta di
terima secara langsung melalui panca indra.

sejumlah besar periwayat yang di maksud terdapat beberapa pendapat para ulama hadis.ada
yang berpendapat minimal 70 orang, 40 orang, 20 orang dan ada juga yang berpendapat 10 orang.kata
dr mahmudath-thahhan sejumlah besar periwayat yang dimaksud adalah 10 orang.

Contoh hadis yang diriwayatkan dari abu hurairah rasulullah saw,bersabda:

Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja,maka bersiaplah menempati


posisinya dalam neraka.(HR.Muslim).

Hadis ini diriwayatkan dari 70 sahabat nabi.hadis mutawatir sangat tinggi kualitas dan
validitasnya.hadis mutawaatir lebih tinggi kualitasnya dari hadis sahih.kalau sudah menyebut hadis
mutawatir,tidak perlu di tambah sahih,tidak ada istilah mutawatir yang sahih. 3[3]

b.syarat-syarat hadis mutawatir

syarat-syarat haids mutawatir adalah sebgai berikut: 4[4]

  periwayatan hadis harus berdasarkan pancaindra,baik berupa penglihatan atau pendengaran rawi
sendiri, kalau pemberitaan hasil pemikiran semata atau hasil rangkuman dari rangkaian suatu
peristiwa yang lain atau hasil suatu istinbath dari satu dalil dengan dalil yang lain,maka yang
demikian itu tidak termasuk hadis mutawatir.

  Jumlah perawinya harus mencapai suatu ketentuan yang tidak memungkinkan bagi mereka untuk
melakukan pendustaan,mengenai jumlahberapa yang dimungkinkan demikian itu,para ulama berbeda
pendapat,ada ulama yang menyatakan bahwayang dimaksud dengan jumlah yang tidak mun gkin
melakukan pendustaan itu adalah tidak dibatasi oleh bilangan,melainkan dibatasi dengan jumlah
rasional yang tidak memungkiinkan melakukan kesepakatan untuk melakukan pendustaan.

  Adanya keseimbangan jumnlah perawi hadits dari mulai tabaqat pertama sampai pada tabaqat terakhir.

Kondisi hadits mutawatir yang demikian itu,di yakini para ulama hadits dan fuqaha akan
menghasilkan ilmu pasti (tidak boleh dirubah). Jika sebuah hadits di riwayatkan oleh beberapa orang

1[1] Utang Ranuwijaya,Ilmu Hadis,(Jakarta:Gaya Media Pratama,1996),cet.1

2[2] Wajidi Sajadi,Studi Hadis,(Pontianak Kal-Bar: Pustaka Abuya,2009)

3[3] Wajidi Sajadi,Studi Hadis,(Pontianak Kal-Bar: Pustaka Abuya,2009)

4[4] Yusuf Saefullah,Ilmu Hadis,(Bandung:Pustaka Bani Quraisy,2004)


sahabat katakan saja misalnya oleh empaat orang sahabat dan empat orang sahabat itu mempunyai
murid yang sama untuk menyebarkan hadits kepenjuru dunia islam, di tersebut dapatjalur
periwayatannya jumlah perwinya selalu bertambah, maka hadits dimaksud dapat menghasilkan ilmu
pengetahuan dengan suatu kepastian.Hadits model ini dapat diyakini telah bersumber dari nnabi
Muhammad SAW.Kedudukan periwayatan hadits mutawatir sama periwayatannya seperti al-
Quran.Hadits ini akan menghasilkan satu produk hukum yang qadh`i (pasti).

c.Kitab-kitab yang khusus memuat hadits mutawatir

Hadits-hadits mutawatir ini,sebagaimana hadits-hadits ahad,dapat diperoleh pada kitab-kitab


hasil tadwin para ulama,seperti pada kitab-kitab karya al bukhari dan muslim.Namun untuk
mempermudahkan memperoleh dan mengetahui hadits-hadits mutawatir secara cepat,diantara para
ulama ada yang ,memberikasn kemudahan,dengan menuliskan secara khusus satu kitab yang
didalamnya berisi hadits-hadits tersebut,yang dituliskan pula sanad dan mukharrij-nya.

Di antara kitab-kitab itu,ialah al azhar al mutanatsirah fi al akbar al mutawatirah karya as-


Suyuti.kitab ini berisi 112 buah hadits;al-laali`u al-mutanatsirah fi al- hadits al mutawatirah karya
Muhammad bin Muhammad bin Thulun (w.953H); Nuzhm al mutanatsir min al-hadits al-mutawatir
karya Muhammad bin Ja`far al-Kattani.Kitab ini memuat 310 buah hadits. 5[5]

Dilihat dari cara periwayatannya, hadits mutawatir dapat dibagi menjadi dua bagian, yakni
hadits mutawatir bi al lafdhi dan hadits mutawatir bi al ma`nawi. Hadits mutawtir bi al lafdhi adalah
hadits yang apabila di lihat dari sisi susunan kalimat dan maknanya memiliki kesamaan antarasatu
periwayatn demgam periwayatan yang lainnya. Artinya seluruh perawi hadits menggunakan satu
redaksi atau menggunakan ungkapan yang sama dalam menytampaikan haditsnya itu.Hadits dalam
kategori ini memang termasuk sangat langka dan dapat di hitug jumlahnya.

Hadits mutawatir bi al ma`na yaitu hadits yang rawi-rawinya berlainan dalam menyusun
redaksinya.Tetapi diantara perbedaan-perbedaan itu,masih menyisakan persamaan dan
persesuaian,ykni pada makna perinsipnya. Dengan kata lain,apa yang disebut dengan hadits mutawatir
bi al ma`na adalah hadits yang dalam susunan redaksi kalimatnya menggunakan kata-kata yang
berasal dari perawi itu sendiri.(ilmu hadits).

2. Hadits Ahad

Secara etimologi, kata "ahad" merupakan bentuk jama' dari wahid yang berarti satu. Maka
Khobar Ahad atau Khobar Wahid adalah suatu berita yang disampaikan oleh satu orang. Sedangkan
secara terminologi, Hadits Ahad adalah :

‫الحد يث االحد هوالحديث الذى لم يبلغ رواته مبلغ الحد يث المتوتر سواء كان الراوى واحد او اثنين اوثالثة ااو اربعة اوخمسة الى‬
.‫غير ذ لك من العداد التى ال تشعر بان الحديث د خل فى خبر المتوتر‬

5[5] Utang Ranuwijaya,Ilmu Hadis,(Jakarta:Gaya Media Pratama,1996),cet.1


Artinya : “Hadis ahad adalah hadis yang para rawinya tidak mencapai jumlah rawi hadis mutawatir,
baik rawinya itu satu, dua, tiga, empat, atau seterusnya. Tetapi jumlahnya tidak memberi pengertian
bahwa hadis dengan jumlah rawi tersebut masuk dalam kelompok hadis mutawatir”.

Ada juga yang memberikan tarif sebagai berikut

Hadits Ahad adalah Hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat Hadits Mutawatir

Atau dengan kata lain, Hadits Ahad adalah suatu Hadits yang jumlah pemberitaannya tidak
mencapai jumlah pemberita Hadits Mutawatir, baik pemberita itu seorang, dua orang, tiga orang,
empat orang, lima orang dan seterusnya, tetapi jumlah tersebut tidak memberi pengertian bahwa
Hadits tersebut masuk ke dalam Hadits Mutawatir . Dan Hadits Ahad itu dapat dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu Hadits Masyhur, Hadits 'Aziz dan Hadits Gharib. 6[6]

  Hadits masyur Ialah hadits yang diriwayatkan tiga orang atau lebih pada setiap tingkatan dan tidak
sampai memenuhi syarat hadits mutawatir. 7[7]
Adapun contoh dari Hadits Masyhur tersebut adalah :
)‫ إنما األعمال بالنيات وإنما لكل امرء ما نوى (متفق عليه‬     Ø
Hanyasanya amal-amal itu dengan niat dan hanya bagi tiap-tiap seseorang itu memperoleh apa yang
ia niatkan (Muttafaqun Alaih)
    Hadits tersebut pada thabaqah pertama hanya diriwayatkan oleh sahabat Umar sendiri, pada
thabaqah kedua hanya diriwayatkan oleh al-Qamah sendiri, pada thabaqah ketiga diriwayatkan oleh
orang banyak, antara lain : Abd al-Wahhab, Malik, Hammad dan Sufyan.
  Hadits azis ialah hadits yang diriwayatkan tidak kurang dari dua periwayat pada semua tingkatan
sanad.8[8]

Contoh : Hadits 'Aziz pada thabaqah pertama9[9]

)‫ نحن اال خرون فى الد نيا اسا بقون يوم القيامة (عن حذ يفة وأبو هريرة‬: ‫قال رسول هللا صلي هللا عليه و سلَم‬

6[6] http://novadwiprasetio.blogspot.com/2012/10/klasifikasi-hadits-dari-segi-kuantitas.html

7[7] Yusuf Saefullah,Ilmu Hadis,(Bandung:Pustaka Bani Quraisy,2004)

8[8] Wajidi Sajadi,Studi Hadis,(Pontianak Kal-Bar: Pustaka Abuya,2009)

9[9] http://novadwiprasetio.blogspot.com/2012/10/klasifikasi-hadits-dari-segi-kuantitas.html
 Artinya: “Rasulullah SAW. Bersabda, “ Kita adalah orang-orang yang paling akhir (di dunia) dan
yang paling terdahulu dihari kiamat.” (HR. Hudzaifah dan Abu Hurairah).

            Hadits tersebut diriwayatkan oleh dua orang sahabat (thabaqah) pertama yakni Hudzaifah Ibn
al-Yaman dan Abu Hurairah. Hadits tersebut pada thabaqah kedua sudah menjadi masyhur sebab
melalui periwayatan Abu Hurairah. Hadits tersebut diriwayatkan oleh tujuh orang, yaitu Abu
Salamah, Abu Hazim, Thawus, al-'Araj, Abu Shalih, Humam dan Abd al-Rahman.  

  Hadits gharib ialah hadits yang diriwayatkan hanya seorang periwayat


Contoh hadis gharib:
‫ انما ا العمال با النيات و انما لكل امرئ ما نوى‬:‫ سمعت سول هللا صلى هللا عليه و سلم يقول‬:‫ عن عمر ابن الخطاب ضىاهلل عنه قال‬     Ø
) ‫(رواه البخارى و مسلم و غير هما‬
 Artinya: “Dari Umar bin Khattab, katanya, aku mendengar Rasulullah SAW. Bersabda,
“Sesungguhnya amal perbuatan itu hanya (memperoleh) apa yang diniatkan.”(HR Bukhari, Muslim,
dan lain-lain).
Adapun maksud dari penyendirian rawi yaitu penyendirian rawi dalam meriwayatkan Hadits
itu, dapat mengenai personalianya, yakni tidak ada orang lain yang meriwayatkan selain rawi itu
sendiri. Juga dapat mengenai sifat atau keadaan si rawi, artinya sifat atau keadaan si rawi itu berbeda
dengan sifat dan keadaan rawi-rawi lain yang juga meriwayatkan Hadits tersebut.

B. Hadits Berdasarkan Tinjauan Kualitasnya

Kualitas artinya mutu,.ilai,tingkat,atau kadar sesuatu.Maka kualitas hadits artinya mutu suatu
hadits,atau tingkat serta nilai yang disandang oleh suatu hadits.Berbicara soal nilai atau mutu disni
dimaksudkan apakah suatu hadits itu dapat dijadikan hujjah dalam menetapkan suatu kepastian ajaran
agama atau tidak.Dengan demikian penentuan kualitas hadits berkaitan erat denngan pemakaian atau
penerapannya.

Dilihat dari segi kualitasnya hadits terbagi menjadi tiga yaitu:

1.      Hadits shahih


Hadits shahih ialah hadits yang bersambung sanadnya diriwayatkan oleh periwayat yang adil lagi
dhabith dari periwayat lain yang juga adil dan dhabit hingga akhir sanad,hadits itu tidak rancu dan
tidak cacat.
2.      Hadits hasan
Hadits hasan ialah hadits yang bersambung sanadnyta diriwayatkan oleh periwayat yang adil dan
dhabith-ny tidak sempurna tidak rancu dan cacat.
3.      Hadits daif ialah hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits shahih dan hadits hasan.
-

Anda mungkin juga menyukai