Anda di halaman 1dari 1

Pertarungan pemikiran yang berkecamuk di era teknologi ini merupakan hal mudah kita

temukan. Dan ini sudah berlangsung sejak permulaan abad ini. maka, kita bisa melihat opini di lawan
dengan opini, demikian pula pemikiran dilawan juga dengan pemikiran. Namun adakalanya butir-butir
peluru membawa ide, bahkan tak tanggung-tanggung ide yang dibawa adalah kedamaian. Ilustrasi
sederhananya adalah si fulan telah memukul si fulan yang lain demi kedamaian, peacefull? Kenyataan
seperti ini terjadi di timur tengah. Pesawat tanpa awak memantau dan menjatuhkan serangan bak surat
dari ilahi, tank-tank berjejer siap menembakkan senjatanya jika penduduk di suatu negeri itu berteriak
kesakitan. Lalu dengan lantar para bengis modern itu berteriak “ini adalah demokrasi, ini adalah
kedamaian” hal itu mengundang takjub sanubari, tak bisa berkata banyak.

Sementara di sisi lain, di belahan dunia lain, dengan alasan kedamaian, dengan alasan
demokrasi, mereka menjarah, merampas, mencuri, namun dengan gaya yang elegan. Mereka masuk
dengan mengetuk, dan berkata pada pemilik rumah: “sodara, kami mau mencuri, kami mau menjarah,
kami mau mengambil semua hal yang bagus dari rumah anda” karenapemimpin di rumah itu akalnya
sudah miring, nalarnya tak berjalan dan pengecut membekam di hatinya, dengan sontak menjawab “oh,
silakan, saya senang, rumah ini penuh karuniah, ambil apa yang tuan mau” tatkala para bandit itu
mengambil baju anak yang punya rumah, dan anak itu melawan, maka tuan rumah memukul anaknya
dan berkata “ini demi demokrasi, ini demi kedamaian” bahkan memenjarakan anaknya, bahkan
menyebutnya anak teroris. Demikian inilah yang terjadi di dunia ketiga, dengan gaya yang berbeda,
namun sejatinya bandit tetaplah bandint, penjarah tetaplah penjarah, pencuri tetaplah juga pencuri,
baik dengan sopan maupun dengan kasar. Namun demikian, era kekuasaannya tidak akan bertahan
lama, kebusukan tak bisa deisembunyikan meski dengan rapi, suatu saat pasti tercium juga.
Sebagaimana kebusukan kaum sebelum mereka.

Sebelum mereka ini, meski tak lama, terdapat sebuah kaum yang juga berkuasa dan mampu
bertanding dengan mereka, sepadan dalam kekuatan, mereka dinamakan blok timur, mereka seperti
robot, mesin adalah tuhan mereka, tak ada kata yang lebih tepat untuk menggambarkan mereka kecuali
sebbutan “robot-robot hidup”. Namun demikian, manusia bukanlah robot, manusia bukanlah mesin,
mereka punya naluri, mereka punya keinginan untuk bertuhan, memiliki sesuatu dan bahkan ego.
semua itu harus di perhatikan, namun juga tidak di biarkan seperti blok barat yang memandang
kehidupan seperti hutan, yang paling liar adalah yang kuat. Sementra di blok timur, dikekang sama
sekali. Akibatnya, peradaban seperti ini hanya bertahan kurang dari satu abad. Setelahnya? Ia
menghilang dari pentas perpolitikan dunia dan menjadi utopis sebagaimana awalanya.

Di sampi dua pemain politik dunia tadi, jauh sebelum mereka muncul, telah lahir pemain ulung
dan pemain terbaik dalam peradaban manusia. Peradaban yang membebaskan manusia dari perbudakn
makhluk, pembawa obor pencerah hidup manusia, peradaban yang masanya paling panjang karena
sesuai dengan fitrah manusia. Apa rahasian yang membuatnya bisa terus ada selama itu? Kenapa bisa
runtuh? Bagaimana cara mengembalikannya? Semua itu di uraikan dalam buku ini beserta bagaimana
perbandingannya dengan blok timur dan barat. Demikian, selamat membaca!

Anda mungkin juga menyukai