Anda di halaman 1dari 3

Prof Suteki: Perpres RAN PE Berbahaya

bagi Kehidupan Berbangsa dan Negara


TINTA SIYASI Januari 24, 2021

TintaSiyasi.com-- Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 tahun 2021 tentang Rencana Aksi
Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme (RAN-PE) yang disahkan pemerintah
beberapa waktu lalu dinilai Pakar Hukum dan Masyarakat Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum
berbahaya bagi kehidupan bermasyarakat, bangsa dan negara.

"RAN-PE tidak menjelaskan secara detailnya sehingga RAN-PE ini berbahaya bagi kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara," tuturnya kepada TintaSiyasi.com, Ahad (24/1/2021).

Menurutnya tidak adanya penjelasan secara detail mengenai indikator, kriteria, batasan dan
defenisi dari paham ektremisme sebagaimana yang dimaksud dalam Perpres tersebut
menjadikannya berbahaya.

Di antara bahaya tersebut menurut Prof. Suteki meliputi, pertama, tindakan persekusi oleh aparat
atau kelompok yang dijadikan mitra dalam community policing terhadap para tokoh kritis,
aktivis, ajaran dan simbol agama. "Seseorang atau kelompok orang akan makin mudah
dipersekusi meskipun dalam status 'terduga'," ujarnya

Kedua, Perpres RAN-PE tersebut dimilainya akan tumpang tindih dengan pelaksanaan Undang-
undang (UU) Ormas dan UU Anti Terorisme. Menurutnya cukup dengan dua UU tersebut sudah
dapat menekan ekstremisme yang ditakutkan itu. 

Baca Juga

 Pasca Unlawfull Killing KM 50: Mungkinkah HRS Mengalami "Unlawfull Justice"?


 Tanggapi SE Kapolri Restorative Justice, Prof. Suteki: Mengapa Baru Sekarang setelah
Korban Berjatuhan?
 Sambut Ramadhan, Ajengan YRT: Paling Utama Persiapkan Ruhiyah dan Ilmu
 Ketua LBH Pelita Umat Nilai Surat PGI Ke Kemenag Berpotensi Melanggar Hukum
 Tanggapi Persidangan HRS, Direktur HRS Center: Sudah Jelas Ini Delik Politik
 Rufaida Al-Aslamia: Perawat Tangguh Kebanggaan Rasulullah
 Ustaz Labib: Pendidikan di Indonesia Munculkan Pribadi-Pribadi Sekuler
 Seabad tanpa Khilafah, Ulama, Kiai, Pakar, Pengamat, Jurnalis, Aktivis, Advokat Angkat
Bicara

Ketiga, menurutnya, Perpres RAN-PE dapat memicu tindakan reaktif Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), Kementerian Agama (Kemenag), Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi (Men PAN-RB) terhadap para Aparatur Sipil Negara (ASN). "Para
pimpinan BUMN dan kementerian akan semakin masif 'merepresi' bawahanya demi
menjalankan RAN PE ini dengan segala tetek mbengek (keruwetan) pedoman dan sekaligus
ancamannya bagi pegawai yanh terpapar atau bahkan diduga terpapar radikalisme, ektremisme
apalagi terorisme," tandasnya.

Keempat, dapat memicu kontraproduktif. Ia menilai perlakuan tekanan berlebih kepada rakyat
justru dapat memicu munculnya pandangan, sikap, dan tindakan ekstrem. "Pengalaman
membuktikan bahwa semakin ditekan ancaman, karakter orang justru tidak melunak (soft)
melainkan semakin keras, radikal dan ekstrem," imbuhnya.

Kelima, menurutnya Perpres tersebut dapat memberangus kebebasan yang bertentangan dengan
HAM baik secara langsung ataupun tidak. Ia mengatakan running RAN-PE ini akan
menimbulkan suasana haunted (diburu) bagi para pegawai (ASN khususnya), sehingga mereka
akan takut untuk menyuarakan aspirasinya sebagai manusia merdeka yang juga dijamin hak
asasinya.

Keenam, ia menilai Perpres RAN-PE dapat memicu konflik horisontal (polarisasi, adu domba,
curigation). Hal itu menurutnya bisa terjadi jika rakyat justru dihadap-hadapkan antara yang
dianggap pro, dengan yang tidak setuju demgan Perpres RAN-PE tersebut. "Bahkan setiap orang
bisa 'menginteli' orang lainnya meskipun mereka berkawan, bertetangga atau bekerja dalam
instansi yang sama," tandasnya.

Dari analisa adanya bahaya tersebut, ia menduga, Perpres RAN-PE jika dikaji dari sisi teoritik,
pembentukannya tidak memadai karena teori pendukung urgensinya tidak compatilble. Hal itu,
menurutnya, dikarenakan definisi operasionalnya tidak ada sehingga obscure dalam menentukan
indikator yang memungkinkan menjadikan ekstremisme menjadi delik baru dalam hukum
pidana. 

Terkait dengan aspek link and match, Prof Suteki menduga dalam penyusunan RAN-PE, DPR
tidak dilibatkan, ia menduga hal itu karena sampai sekarang belum ada kesepakatan tentang delik
baru terkait dengan radikalisme dan ekstremisme 

"Jadi, kalau kita jeli proyek ini tidak akan jauh dari misi dunia global war on terrorism (GWOT)
yang dikendalikan oleh barat (Amerika dan sekutu). Terkesan seolah Indonesia dalam situasi
darurat ektremisme," pungkasnya.[] Rasman
https://www.tintasiyasi.com/2021/01/prof-suteki-perpres-ran-pe-berbahaya.html

Anda mungkin juga menyukai