Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

DAMPAK MASIF KORUPSI TERHADAP EKSISTENSI BANGSA DAN


NEGARA BIDANG POLITIK DAN DEMOKRASI

Oleh Kelompok III :

LEHMI NURUL SUCI


LUTFIATUN AKHIRIAH
NI KADEK KARSINI
NORMA THURSINA SATRIA

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA

TAHUN 2024

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nyalah
makalah “Dampak Masif Korupsi Terhadap Eksistensi Bangsa dan Negara di Bidang
Politik dan Demokrasi” dapat tersusun tepat waktu.

Dalam penyusunan makalah ini tentunya masih terdapat kekurangannya, untuk


itu dalam kesempatan ini kami menerima saran-saran maupun kritikan-kritikan yang
tentunya sifatnya membangun untuk lebih menyempurnakannya.

Pada kesempatan ini kami sampaikan terima kasih kepada seluruh teman-teman
yang telah membantu dalam menyiapkan data yang diperlukan dan pihak-pihak lainya
atas kerjasamanya dalam rangka penyusunan makalah ini.

Akhirnya semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Mataram, 06 Februari 2024

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Korupsi memiliki dampak yang merusak terhadap eksistensi bangsa dan
negara dalam bidang politik dan demokrasi. Ini dapat menyebabkan terkikisnya
kepercayaan masyarakat pada pemerintah, merugikan pembangunan ekonomi,
serta mengancam prinsip-prinsip demokrasi dengan menghambat partisipasi
publik yang adil dan transparan.

Korupsi memiliki dampak yang signifikan terhadap eksistensi bangsa dan


negara, terutama dalam konteks politik dan demokrasi. Salah satu dampak
paling mencolok adalah terkikisnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-
lembaga pemerintah. Ketika tindakan korupsi merajalela, masyarakat cenderung
kehilangan keyakinan bahwa pemerintah dapat menjalankan tugasnya dengan
integritas dan keadilan.

Dalam ranah politik, korupsi menciptakan lingkungan yang tidak sehat di


mana kebijakan dan keputusan seringkali tidak diambil berdasarkan kepentingan
publik, melainkan untuk memenuhi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Ini merugikan proses demokrasi karena masyarakat tidak dapat memastikan
bahwa suara mereka diwakili dengan adil dan bahwa pemimpin yang terpilih
benar-benar melayani kebutuhan kolektif.

Di sisi ekonomi, korupsi juga dapat menghambat pembangunan dan


pertumbuhan ekonomi. Dana publik yang seharusnya digunakan untuk proyek-
proyek pembangunan dan pelayanan publik bisa teralihkan ke tangan individu
atau kelompok yang korup. Akibatnya, infrastruktur mungkin tidak terbangun
dengan baik, dan program-program pembangunan sosial bisa terhambat,
mengakibatkan ketidaksetaraan dan kemiskinan yang lebih tinggi.

Selain itu, korupsi dapat menghancurkan prinsip-prinsip demokrasi


dengan merugikan partisipasi publik yang adil dan transparan. Masyarakat yang
merasa bahwa suara dan aspirasi mereka tidak dihargai cenderung menjadi
apatis terhadap proses politik. Ini berpotensi menciptakan lingkungan di mana
oligarki dan kekuatan politik yang tidak sehat dapat berkembang, mengancam
fondasi demokrasi yang seharusnya melibatkan partisipasi seluruh warga
negara.

Secara keseluruhan, korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara,


tetapi juga merusak struktur politik dan demokrasi. Masyarakat perlu bersatu
untuk melawan korupsi dan memastikan bahwa prinsip-prinsip integritas,
akuntabilitas, dan keadilan tetap menjadi pilar utama pembangunan bangsa.

Korupsi di tanah negeri, ibarat “warisan haram” tanpa surat wasiat.


Ia tetap lestari sekali pun diharamkan oleh aturan hukum yang berlaku dalam tiap
orde yang datang silih berganti. Hampir semua segi kehidupan terjangkit korupsi.

Saat ini, tindak pidanakorupsi bukan hal yang asing lagi ditelinga
masayarakat Indonesia.Layaknya nasi yang menjadi makanan pokok sehari-hari,
korupsi kini telahmenjadi berita yang mungkin setiap hari kita konsumsi.
Maraknya korupsiyang dilakukan koruptor-koruptor Indonesia mungkin seakan
menjaditradisi turun-temurun atau bahkan mendarah daging.

Lantas sebenarnya apa yang menjadikan korupsi menjadi hal yangtidak


asing lagi ditelinga kita? Ada dua faktor yang menjadikan marak terjadinya
tindakan korupsi. Yang pertama faktor internal (diri sendiri), yakni kurangnya
iman yang tertanam dalam diri kita, kurangnya menanamkan sikap kejujuran,
kurangnya rasa malu, pola hidup konsumtif, dan aspek sosial seperti keluarga
yang dapat mendorong seseorang untuk korupsi. Yang kedua faktor eksternal,
misalnya pendapatan atau gaji tidak mencukupi kebutuhan, jabatan dan
kekuasaan, serta peluang dan rekan. Indonesia merupakan salah satu negara
terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber daya alamnya.
Tetapi ironisnya, negara tercinta ini dibandingkan dengan negara lain di kawasan
Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malah termasuk negara
yang miskin. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya
manusia. Tindak korupsi membawa dampak yang luar biasa dalam negeri kita.
Beberapa dampak masif yang terjadi akibat adanya korupsi yakni
yang pertama, dampak terhadap politik dan demokrasi. Hal-hal yang terjadi dari
dampak tersebut adalah munculnya kepemimpinan korup, hilangnya
kepercayaan publik dalam bidang demokrasi, menguatnya plutokrasi, dan
hancurnya kedaulatan rakyat.

Yang kedua dampak terhadap penegakan hukum, hal yang terjadi dari
dampak tersebut adalah fungsi pemerintahan yang mandul, dan hilangnya
kepercayaan rakyat terhadap lembaga negara. Dampak yang ketiga adalah
dampak terhadap ketahanan dan keamanan, hal yang berpengaruh terhadap
dampak tersebut yakni kerawanan hankamnas karena lemahnya alusista dan
SDM, lemahnya garis batas negara, dan menguatnya sisi kekerasan pada
masyarakat. Dan dampak masif korupsi yang terakhir adalah dampak pada
kerusakan lingkungan. Hal yang terpengaruh pada lingkungan atas tindakan
korupsi adalah menurunnya kualitas lingkungan, dan menurunnya kualitas hidup.

Berdasarkan latar belakang diatas, masalah yang diangkat dalam


makalah ini adalah dampak masif korupsi terhadap eksistensi bangsa dan
negara dalam bidang Politik dan Demokrasi.

B. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah yang disajikan diatas, tujuan dari pembuatan


makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pengertian dari Korupsi
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Dampak Masif Korupsi
3. Untuk mengetahui dampak korupsi yang terjadi pada bidang politik
dandemokrasi

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Korupsi
Korupsi sesungguhnya sudah lama ada terutama sejak
manusia pertama kali mengenal tata kelola administrasi.Pada kebanyakan kasus
korupsi yang dipublikasikan media, seringkali perbuatan korupsi tidak lepas dari
kekuasaan, birokrasi, ataupun pemerintahan. Korupsi juga sering dikaitkan
pemaknaannya dengan politik.

Sekalipun sudah dikategorikan sebagai tindakan yang melanggar hukum,


pengertian korupsi dipisahkan dari bentuk pelanggaran hukum lainnya. Selain
mengkaitkan korupsi dengan politik, korupsi juga dikaitkan
dengan perekonomian, kebijakan publik, kebijakan internasional, kesejahteraan
sosial, dan pembangunan nasional. Begitu luasnya aspek aspek yang terkait
dengan korupsi hingga organisasi internasional seperti PPB memiliki badan
khusus yang memantau korupsi dunia.

Dasar atau landasan untuk memberantas dan menanggulangi korupsi


adalahmemahami pengertian korupsi itu sendiri. Pada bagian ini dibahas
mengenai pengertian korupsi berdasarkan definisi-definisi umum
dan pendapat para pakar. Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan,
keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral,
penyimpangan dari kesucian. Di Malaysia terdapat peraturan anti korupsi,
dipakai kata “resuah” berasal dari bahasa Arab
“risywah”, menurut Kamus umum Arab-Indonesia artinya sama dengan korupsi
(Andi Hamzah: 2002). Risywah (suap) secara terminologis berarti pemberian
yang diberikan seseorangkepada hakim atau lainnya untuk memenangkan
perkaranya dengan carayang tidak dibenarkan atau untuk memperoleh
kedudukan (al-Misbah al-Munir-al Fayumi, al-Muhalla – Ibnu Hazm). Semua
ulama sepakat mengharamkan risywah yang terkait dengan pemutusan hukum,
bahkan perbuatan ini termasuk dosa besar. Sebagaimana yang telah diisyaratka
berapa Nash Qur’aniyah dan Sunnah Nabawiyah yang antara lain menyatakan:
”Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar
berita bohong, banyak memakan yang haram” (QS Al Maidah 42). Imamal-Hasan
dan Said bin Jubair menginterpretasikan ‘akkaaluna lissuhti’ dengan risywah
(Nanang T Puspito, dkk.2011)

Istilah korupsi berasal dari Bahasa Latin yaitu "corrupt" atau "corruption".
Istilah tersebut kemudian dikenal di berbagai Bahasa Eropa, seperti dalam
Bahasa Perancis disebut "corruption" dan dalam Bahasa Belanda disebut
"corruptie". Istilah korupsi juga telah diadopsi ke dalam Bahasa Indonesia.
Secara harfiah, kata "korupsi" dapat diartikan sebagai perbuatan kebusukan,
keburukan, kejahatan, ketidakjujuran, penyimpangan dari kesucian, kata-kata
yang bernada meremehkan atau fitnah, dan suap. Dalam Bahasa Indonesia,
istilah "korupsi" mengacu pada perbuatan-perbuatan tercela seperti penggelapan
penerimaan uang, suap, dan tindakan-tindakan lain yang tidak jujur. Definisi
korupsi juga telah dijelaskan dalam Perbendaharaan Bahasa Indonesia sebagai
kecurangan dalam menjalankan tugas-tugas sebagai pejabat, dalam kamus
besar bahasa Indonesia korupsi merupakan patalogis sosial yang sampai
sekarang diupayakan pemberantasannya karena patalogi korupsi ini merupakan
segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. (Anisah, SA.,dkk. Jurnal Anti
Korupsi, Vol.3:1, hal 32-45)

Selanjutnya untuk beberapa pengertian lain, disebutkan bahwa


(Muhammad Ali : 1998) :

1. Korup artinya busuk, suka menerima uang suap/sogok,


memakaikekuasaan untukkepentingan sendiri dan sebagainya;
2. Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang,
penerimaan uang sogok,dan sebagainya; dan
3. Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi.

Dengan demikian arti kata korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan
merusak, berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi menyangkut:
sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut
jabatan instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam
jabatan karena pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik dan
penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan
jabatan. Menurut Subekti dan Tjitrosoedibio dalam kamus hukum, yang
dimaksud corruptie adalah korupsi, perbuatan curang, perbuatan curang, tindak
pidana yang merugikan keuangan negara (Subekti dan Tjitrosoedibio : 1973).
Selanjutnya Baharudin Lopa mengutip pendapat David M.Chalmers,
menguraikan istilah korupsi dalam berbagai bidang, yakni yangmenyangkut
masalah penyuapan,yang berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi,
dan yang menyangkut bidang kepentingan umum. Hal ini diambil dari definisi
yang berbunyi “financial manipulations anddeliction injurious to the economy are
often labeled corrupt” (Evi Hartanti: 2008) (Nanang T Puspito, dkk.2011).

B. Pengertian Dampak Masif Korupsi

Korupsi tidak hanya berdampak terhadap satu aspek kehidupan


saja.Korupsi menimbulkan efek domino yang meluas terhadap eksistensi bangsa
dan negara. Meluasnya praktik korupsi di suatu negara akan memperburuk
kondisi ekonomi bangsa, misalnya harga barang menjadi mahal dengan kualitas
yang buruk, akses rakyat terhadap pendidikan dan kesehatan menjadi sulit,
keamanan suatu negara terancam, kerusakan lingkungan hidup, dan citra
pemerintahan yang buruk di mata internasional sehingga menggoyahkan
sendisendi kepercayaan pemilik modal asing, krisis ekonomi yang
berkepanjangan, dan negara pun menjadi semakin terperosok dalam
kemiskinan.
Berdasarkan Laporan Bank Dunia, Indonesia dikategorikan sebagainegara
yang utangnya parah, berpenghasilan rendah (severely indebted low income
country) dan termasuk dalam kategori negara-negara termiskin didunia seperti
Mali dan Ethiopia. (Nanang T Puspito, dkk.2011).

C. Dampak Terhadap Politik dan Demokrasi


1. Munculnya Kepemimpinan Korup

Kondisi politik yang carut marut dan cenderung sangat


koruptifmenghasilkan masyarakat yang tidak demokratis. Perilaku koruptif
dantindak korupsi dilakukan dari tingkat yang paling bawah.
Konstituendidapatkan dan berjalan karena adanya suap yang diberikan oleh
calon–calon pemimpin partai, bukan karena simpati atau percaya terhadap
kemampuan kepemimpinannya. Sebagai contoh saat ini sudah bukan hal
yang tabu lagi untuk kitasaat akan terselenggaranya pemilihan pemimpin
daerah. Banyak calon-calon pemimpin yang melakukan suap terhadap
masyarakat agar impiannyamenjadi kepala atau pemimpin daerah dapat
terwujud. Dan secara langsung hal tersebut telah menjadikan atau mendidik
masyarakat untuk berbuat korup. Bagaimana mungkin pemimpin akan menjadi
pemimpin yang baik apabila cara dia menjadi pemimpin pun menggunakan hal
yang kotor.
Adanya praktik suap dari para calon-calon pemimpin partai saat pesta
demokrasi akan membuat bayangan bahwa mereka juga akan menjadi calon
koruptor. Tradisi ini sudah lama terjadi, para calon pemimpin selalu
memberikan uang ataupun dalam bentuk sembako agar masyarakat memilih
dia saat pemilihan. Masyarakat seolah-olah dituntut untuk memilih pemimpin
koruptor, yang hanya menjanjikan hal hal yang mungkin tidak akan dilakukan
ketika ia menjabat.

2. Hilangnya Kepercayaan Publik Pada Demokrasi


Demokrasi yang diterapkan di Indonesia sedang menghadapi cobaan
berat yakni berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi.
Hal ini dikarenakan terjadinya tindak korupsi besar- besaran yang dilakukan
oleh petinggi pemerintah, legislatif atau petinggi partai politik.
Kondisi ini mengakibatkan berkurangnya bahkan hilangnya kepercayaan
publik terhadap pemerintahan yang sedang berjalan. Masyarakat akan
semakin apatis dengan apa yang dilakukan dan diputuskan oleh pemerintah.
Apatisme yang terjadi ini seakan memisahkan antara masyarakat
dan pemerintah yang akan terkesan berjalan sendiri-sendiri. Hal ini benar-
benar harus diatasi dengan kepemimpinan yang baik, jujur, bersih dan adil.

3. Menguatnya Plutokrasi
Korupsi yang sudah menyandera pemerintahan pada akhirnya
menghasilkan konsekuensi menguatnya plutokrasi (sistem politik yangdikuasai
oleh pemilik modal/kapitalis) karena sebagian orang atau perusahaan besar
melakukan ‘transaksi’ dengan pemerintah, sehingga pada suatu saat
merekalah yang mengendalikan dan menjadi penguasa di suatu negeri.
Perusahaan-perusahaan besar ternyata juga ada hubungannya dengan
partai-partai yang ada di kancah perpolitikan suatu negeri, bahkan beberapa
pengusaha besar menjadi ketua sebuah partai politik. Tak urung antara
kepentingan partai dengan kepentingan perusahaan menjadi sangat ambigu.
Perusahaan-perusahaan tersebut menguasai berbagai hidup orang banyak,
seperti; bahan bakar dan energi, bahan makanan dasar dan olahan,
transportasi, perumahan, keuangan dan perbankan, bahkan media masa
dimana pada saat ini setiap stasiun televisi dikuasai oleh organisasi tersebut.
Kondisi ini membuat informasi yang disebarluaskan selalu mempunyai
tendensi politik tertentu dan memecah belah rakyat karena begitu biasnya
informasi.

4. Hancurnya Kedaulatan Rakyat

Dengan semakin jelasnya plutokrasi yang terjadi, kekayaan negara hanya


dinikmati oleh sekelompok tertentu bukan oleh rakyat yang seharusnya.
Perusahaan besar mengendalikan politik dan sebaliknya juga politik
digunakan untuk keuntungan perusahaan besar. Bila kita melihat sisi lain
politik, seharusnya kedaulatan ada di tanganrakyat. Namun yang terjadi
sekarang ini adalah kedaulatan ada di tangan partai politik, karena anggapan
bahwa partailah bentuk representasi rakyat. Partai adalah dari rakyat dan
mewakili rakyat, sehingga banyak orang yang menganggap bahwa wajar
apabila sesuatu yang didapat dari negara dinikmati oleh partai (rakyat).
Kita melihat pertarungan keras partai partai politik untuk memenangkan
pemilu, karena yang menanglah yang akan menguasai semuanya (the winner
takes all). Tapi bukannya sudah jelas bahwa partai politik dengan kendaraan
perusahaan besar sajalah yang diatas kertas akan memenangkan
pertarungan tersebut. Artinya sekali lagi, hanya akan ada sekelompok orang
saja yang menang dan menikmati kekayaan yang ada. Hal ini terus berulang
dari masa ke masa. Rakyat terus terombang ambing dalam kemiskinan dan
ketidak jelasan masa depan.
Dunia politik hanya milik sekelompok orang di dalam partai politik saja.
Mereka akan terus bersaing dengan partai lain hanya untuk meraih
kemenangan mereka semata. Tentunya yang menang akan dapat menguasai
semuanya. Hanya mereka-mereka lah sekelompok orang di dalam partai
politik yang menang, rakyat hanya ada pada kemiskinan dan masa depan
negara yang tidak jelas (Agus Wibowo, dkk.2022).

D. Contoh Kasus

Djoko Tjandra Divonis 4,5 Tahun Penjara


26 Juni 2022

Jakarta (SIB) - Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan Joko


Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra bersalah melakukan tindak pidana korupsi
di kasus suap red notice dan fatwa Mahkamah Agung (MA). Djoko Tjandra
divonis 4 tahun dan 6 bulan penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan
kurungan.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Joko Soegiarto Tjandra secara sah dan


meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama
dalam hal pembarengan perbuatan pada dakwaan pertama dan dakwaan
alternatif ketiga," ujar hakim ketua Muhammad Damis, saat membacakan surat
putusan di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin
(5/4).

"Menjatuhkan hukuman pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 4


tahun dan 6 bulan dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan," lanjut
hakim Damis.

Hakim mengatakan Djoko Tjandra memberi uang ke Irjen Napoleon Bonaparte


senilai SGD 200 ribu dan USD 370 ribu, dan Brigjen Prasetijo Utomo USD 100
ribu melalui Tommy Sumardi. Selain itu, USD 500 ribu ke Pinangki Sirna
Malasari melalui Andi Irfan Jaya.

"Terdakwa telah memberi uang dari Heryadi Angga Kusuma ke Pinangki Sirna
Malasari melalui Andi Irfan Jaya sebesar USD 500 ribu. Dan terbukti terdakwa
melalui saksi Tommy Sumardi telah memberikan uang ke Irjen Napoleon senilai
USD 370 ribu dan SGD 200 ribu, dan ke Brigjen Prasetijo USD 100 ribu.
Menimbang dengan rangkaian tersebut unsur memberi sesuatu telah terbukti
pada diri terdakwa," papar hakim anggota Joko Soebagyo.

Hakim mengungkapkan pemberian uang itu dimaksudkan agar Pinangki selaku


jaksa saat itu membantu urusannya yaitu terkait pengajuan fatwa MA agar Djoko
Tjandra tidak dieksekusi ketika masuk ke Indonesia. Perbuatan Pinangki ini
dibantu oleh Andi Irfan Jaya.

"Dari fakta persidangan terungkap terkait urusan fatwa MA maksud memberikan


suatu uang ke Pinangki Sirna Malasari agar Pinangki dibantu Andi Irfan Jaya
meminta fatwa MA ke Kejagung, padahal saksi tahu Pinangki adalah jaksa, dan
tidak mengurusi fatwa MA karena bertentangan dengan jabatan saksi Pinangki,"
kata hakim.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Semua bentuk korupsi dicirikan tiga aspek. Pertama pengkhianatan


terhadap kepercayaan atau amanah yang diberikan, kedua penyalahgunaan
wewenang, pengambilan keuntungan material ciri-ciri tersebut dapat ditemukan
dalam bentuk-bentuk korupsi yang mencangkup pemerasan, penggelapan
dan nepotisme. Ketiga jenis ini apapun alasannya dan motivasinya merupakan
bentuk pelanggaran terhadap norma-norma tanggung jawab dan menyebabkan
kerugian bagi badan-badan negara dan publik. Korupsi dapat membawa dampak
negatif yang cukup luas dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
Dampak negatif ini berimbas kepada berberapa aspek kehidupan antara lain
aspek ekonomi, pelayanan kesehatan, sosial dan kemiskinan, birokrasi
pemerintahan, politik dan demokrasi, penegakkan hukum, pertahanan dan
keamanan dan kerusakan lingkungan.
Upaya penanggulangan atau pemberantasan terhadap korupsi dapat
dilakukan melalui dua cara, yaitu pencegahan dan penindakan. Upaya
pencegahan adalah mencakup keseluruhan usaha yang dilakukan untuk
mencegah terjadinya korupsi, baik dilakukan melalui pendidikan maupun
pengawasan. Sedangkan upaya penindakan adalah usaha yang dilakukan untuk
menindak pelaku korupsi sesuai ketentuan hukum yang berlaku serta
menyelamatkan keuangan negara.

B. Saran

Makalah ini adalah tugas mata kuliah anti korupsi, kami berharap agar
makalah ini dapat bermanfaat dan harapannya agar makalah ini dapat
memberikan pemahaman bahaya korupsi dan menjadi salah satu upaya
memanamkan budaya anti korupsi sehingga akan muncul sikap anti korupsi
sekurang-kurangnya pada diri sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Anisah, SA.,dkk.2013.Jurnal Anti Korupsi, Vol.3:1, hal 32-45. Fakultas Hukum


Universitas Jember.
Agus Wibowo, dkk.2022.Pengetahuan Dasar Antikorupsi dan Integritas.Media Sains
Indonesia. Bandung-Jawa Barat.
Nanang, T Puspito.dkk.2011.Pendidikan Anti Korupsi Untuk Perguruan Tinggi.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Jakarta.
Sumber internet :
https://www.academia.edu/38095934/DAMPAK_MASIF_KORUPSI (disadur pada
tanggal 06 februari 2024 jam 08.00)
https://humbanghasundutankab.go.id/main/index.php/read/news/1855 (disadur pada
tanggal 06 februari 2024 jam 09.37)

Anda mungkin juga menyukai