Disusun Oleh :
Dosen Pengampu :
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Korupsi sendiri berkembang pesat memiliki variabel yang berbeda setiap kasusnya.
Mulai dari variabel keci hingga besar, tetap saja korupsi merupakan kejahatan yang bukan
main-main. Dalam pelaksanaan pembangunan, bukan hanya membuahkan perkembangan dan
kemajuan, dampak negatif seperti korupsi pun menjamur pada proses pembangunan.
Bagaimana cara memandang proyek pembangunan sebagai cikal bakal korupsi yang
besar?. Korupsi tindakan yang akan dilakukan disaat memiliki kesempatan, peluang untuk
melakukan korupsi akan bertambah besar jika ada wadah, seperti proyeksi. Untuk mengusut
bagaimana seharusnya proyeksi bersih dari korupsi maka harus ditelaah dari awal bagaimana
korupsi itu hidup lalu merambat.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
PEMBAHASAN
Ketika abad ke-20 mulai berangkat, terlihat jelas bahwa persoalan korupsi yang
selama berabad-abad sebelumnya digarap oleh para filosof moral telah menjadi objek kajian
ilmuwan sosial. Berbeda dengan sekarang, itu lantaran para filosof moral zaman dulu
menggarap apa yang kini disebut ilmu-ilmu sosial. Sejak berakhirnya PD II dan terutama
dalam kaitan dengan pembangunan, persoalan korupsi telah berpindah dari wilayah filsuf
moral ke ilmu-ilmu sosial..
Apa standar birokrasi menurut alam pikir modern? Jawabnya Weberian : standar
birokrasi modern adalah ciri legal-rasional, yang dibedakan dari ciri tradisional atau
pratrimorial. Arti korupsi terkait langsung dengan penyelewenangan standar legal-rasional ki
nerja birokerasi dan kekuasaan publik yang bertujuan pada prinsip universal, non
diskriminatif, berdasarkan prestasi dan bukan status, terbuka secara setara. Korupsi adalah
penyalahgunaan kekuasaan dan jabatan publik bagi keuntungan pribadi.
Mengapa ciri legal-rasional yang mulai menandai birokrasi negara-negara baru tidak
menyurutkan korupsi? Mengapa justru menyuburkan korupsi? Optimisme “administrasi
publik yang tidak konkrit sebagai titik kondisi diujung jalan menuju modernitas” mulai
dipertanyakan. Rentetan “peristiwa selama dasawara pembangunan 1960an memberi
petunjuk suram bagi keyakinan bahwa transisi “menuju modernitas akan terjadi dengan
lancar”. Dengan kesangsian juga berkembang “pandangan lebih realistik, untuk tidak
menyebut pesimistik”.
Ciri endemis korupsi dari negara satu ke negara lain bisa berbeda-beda, “tetapi selalu
paling subur selama fase paling intensif proses modernisasi”, dan “perbedaan kadar korupsi
mencerminkan perbedaan tingkat modernisasi dan pembangunan politik”. Keterkaitan tiga
faktor menurut Huntington “ mengapa modernisasi membiakkan korpsi?”.
Maka “korupsi dalam masyarakat yang sedang menempuh modernisasi bukanlah soal
perilaku menyeleweng dari norma yang berlaku, tetapi menunju pada belum biasanya norma
baru di tengah perilaku yang selama ini telah mapan. Dipertanyakan “standar lama
meruntuhkan legitimasi semua standar” dan memicu “konflik antara norma modern dan
tadisional yang membiakkan kesempatan untuk melakukan apa yang sekaligus tidak dapat
dibenarkan entah dengan standar tradisional ataupun modern”. Di jantung korupsi adalah
tiadanya “pengakuan perbedaan antara peran publik dan kepentingan diri”. Perbedaan itu
mulai “terjadi hanya dalam modernisasi.
Ketiga, kroupsi menjadi bagian sindrom modernisasi melalui “perubahan yang terjadi
dalam kinerja sistem politik”. Terutama di negara-negara yang baru merdeka, “modernisasi
membawa perluasan lingkup otoritas pemerintah dan pembengkakan jumlah aktivitas yang
terkena regulasi pemerintah”. Undang-undang bagi regulasi yang menyangkut begitu banyak
bidang perlu dibuat : pajak, bea cukai, investasi, aturan bangunan, perjudian, prostitusi,
minuman, papan reklame, dan sebagainya. Pembengkakan cakupan kewenangan pemerintah
dan legislator juga menciptakan kantong-kantong baru korupsi. Di parlemen atau dewan
perwakilan, pembuatan undang-undang menjadi lahan subur korupsi. Itulah mengapa, dalam
masyarakat yang ditandai korupsi luas, pembuatan undang-undang anti korupsi yang tegas
malah memicu berkembang biaknya kesempatan korupsi.
Kelebihan yang terdapat dalam pembahasan mengenai korupsi dan peroyek pembangunan
adalah:
KESIMPULAN
Setelah menelaah pembahasan perihal korupsi dan proyek pembangunan diatas, dapat
kita pahami bahwa korupsi merupakan tindakan yang telah lama dilakukan guna memenuhi
kebutuhan pribadi. Unsur dari korupsi yang paling utama adalah individualis, sedangkan
proyek pembangunan memiliki konsep visi demi mewujudkan tujuan bersam yaitu
kesejahteraan orang banyak (masyarakat).
Lalu bagaimana korupsi dapat merambat cepat melalui proyek pembangunan?. Salah
satu kendala besar bagi proyek pembangunan merupakan korupsi. Korupsi hadir jika diberi
peluang, proyeksi merupakan jalan besar tindak korupsi dilakukan. Pembangunan tidak hanya
berupa proyek yang melibatkan dana milyaran rupiah, namun pembangunan juga melibatkan
kebutuhan, masa, kebijakan serta visi masa depan.
Berbagai macam pembangunan dapat kita presdiksi dari cir-ciri masa ke masa.
Pembahsan diatas sudah sangat jelas memberi gambaran bahwasanya keterlibatan masa
transisi tradisional ke modern merupakan bentuk dari pembangunan. Adaptasi budaya, sosial
dan ekonomi terhadap pembangunan tersebutlah yang menjadi variabel pemicu korupsi.
Solusi yang dapat kita suguhkan adalah, keseimbangan antara tiga aktor penting untuk
mewujudkan pemerintahan dan kesejahteraan adalah negara, masyarakat dan pihak swasta.
keterbukaan, efektivitas, akuntabel, supremasi hukum serta daya tanggap dapat mengadaptasi
dari transisi tradisional ke modern sebagai bentuk pembangunan.
DAFTAR PUSTAKA
Priyono, B. Herry. 2018. Korupsi Melacak Arti, Menyimak Implikasi. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama