Anda di halaman 1dari 8

INTEGRITAS DAN ANTI KORUPSI

“KORUPSI DAN PROYEK PEMBANGUNAN”

Disusun Oleh :

1. Nefara Wiranti Rindani ( 1710832003 )


2. Maghfirah Irma ( 1710832004 )
3. Fahigo Apriwidio P ( 1710832005 )
4. Fitra Witrianti ( 1710832006 )
5. Rino Adi Prasetyo ( 1710832007 )
6. Widya Sari Ramadhani ( 1710832008 )
7. Riri Sapitri ( 1710832009 )
8. Andre Gunawan ( 1710832010 )

Dosen Pengampu :

Zulfadli. S.HI, M.Si


Dr. Asrinaldi. M.Si

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

TAHUN AJARAN : 2017/2018


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tujuan pembangunan adalah membangun manusia seutuhnya, baik materil maupun


spiritual. Pelaksanaan untuk tujuan pembangunan tersebut menunjukan adanya
perkembangan yang memadai dan berjalan cukup pesat, tetapi di sisi lain terdapat pula hal-
hal yang menghambat perkembangan itu sendiri. Salah satu fakor penghambat pembangunan
tersebut dapat berasal dari anggota masyarakat, berupa tindak kejahatan atau tindak
pelanggaran hukum.

Salah satu faktor penghambat pembangunan yang berdampak negatif terhadap


kehidupan masyarakat yang berupa keresahan atau tipisnya supremasi hukum, termasuk
dalam hal ini adalah usaha dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Faktor yang
merupakan kendala dalam upaya pemberantasan korupsi tersebut, yang kita jumpai selama ini
antara lain meliputi; belum memadainya sarana dan skill aparat penegak hukumnya.

Korupsi sendiri berkembang pesat memiliki variabel yang berbeda setiap kasusnya.
Mulai dari variabel keci hingga besar, tetap saja korupsi merupakan kejahatan yang bukan
main-main. Dalam pelaksanaan pembangunan, bukan hanya membuahkan perkembangan dan
kemajuan, dampak negatif seperti korupsi pun menjamur pada proses pembangunan.

Bagaimana cara memandang proyek pembangunan sebagai cikal bakal korupsi yang
besar?. Korupsi tindakan yang akan dilakukan disaat memiliki kesempatan, peluang untuk
melakukan korupsi akan bertambah besar jika ada wadah, seperti proyeksi. Untuk mengusut
bagaimana seharusnya proyeksi bersih dari korupsi maka harus ditelaah dari awal bagaimana
korupsi itu hidup lalu merambat.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perkembangan korupsi pada pembangunan dan birokrasi?


2. Apa pengaruh modernisasi dan pembangunan politik terhadap pembiakan
korupsi?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui perkembangan korupsi pada pembangunan dan birokrasi.


2. Untu memahami bagaimana pengaruh modernisasi dan pembangunan politik
terhadap pembiakan korupsi.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Korupsi Pada Pembangunan dan Birokrasi

Ketika abad ke-20 mulai berangkat, terlihat jelas bahwa persoalan korupsi yang
selama berabad-abad sebelumnya digarap oleh para filosof moral telah menjadi objek kajian
ilmuwan sosial. Berbeda dengan sekarang, itu lantaran para filosof moral zaman dulu
menggarap apa yang kini disebut ilmu-ilmu sosial. Sejak berakhirnya PD II dan terutama
dalam kaitan dengan pembangunan, persoalan korupsi telah berpindah dari wilayah filsuf
moral ke ilmu-ilmu sosial..

Pembangunan dipahami sebagai intervensi terorganisir untuk mengubah ciri


tradisional masyarakat menjadi modern, dan di negara-negara yang baru merdeka tidak ada
instansi dengan organisasi lebih besar dibanding lembaga negara dan pemerintah, perubahan
ciri, tradisional menjadi modern terkena langsung pada kinerja birokrasi negara dan
pemerintahan. Disini terletak inti, karena pembangunan menyangkut modernisasi, corak
kinerja birokrasi negara yang tidak sesuai dengan standar modern itu adalah ciri menghambat
pembangunan.

Apa standar birokrasi menurut alam pikir modern? Jawabnya Weberian : standar
birokrasi modern adalah ciri legal-rasional, yang dibedakan dari ciri tradisional atau
pratrimorial. Arti korupsi terkait langsung dengan penyelewenangan standar legal-rasional ki
nerja birokerasi dan kekuasaan publik yang bertujuan pada prinsip universal, non
diskriminatif, berdasarkan prestasi dan bukan status, terbuka secara setara. Korupsi adalah
penyalahgunaan kekuasaan dan jabatan publik bagi keuntungan pribadi.

Mengapa ciri legal-rasional yang mulai menandai birokrasi negara-negara baru tidak
menyurutkan korupsi? Mengapa justru menyuburkan korupsi? Optimisme “administrasi
publik yang tidak konkrit sebagai titik kondisi diujung jalan menuju modernitas” mulai
dipertanyakan. Rentetan “peristiwa selama dasawara pembangunan 1960an memberi
petunjuk suram bagi keyakinan bahwa transisi “menuju modernitas akan terjadi dengan
lancar”. Dengan kesangsian juga berkembang “pandangan lebih realistik, untuk tidak
menyebut pesimistik”.

Teka-teki “bukan modernisasi tetapi modernisasi berantakan, bukan pembangunan


politik tetapi pembusukan politik, menjadi topik perdebatan sengit selama paruh kedua
1960an”. Inilah dalam ungkapan Geertz, “pengalaman yang membuat frustasi” selama
periode pasca-kemerdekaan. Dengan menangguhkan (bracketting) moralisme, para ilmuan
sosial lalu bertanya : mengapa negara-negara baru sedemikian rentan terhadap
penyelewengan jjabatan publik? Faktor-faktor apa yang membuat korupsi subur? Dasawara
1960an ditandai lonjakan literatur tentang korupsi yang dapat dibilang menanggapi
peertanyaan itu.
B. Pengaruh Modernisasi dan Pembangunan Politik Terhadap Pembiakan Korupsi

Ciri endemis korupsi dari negara satu ke negara lain bisa berbeda-beda, “tetapi selalu
paling subur selama fase paling intensif proses modernisasi”, dan “perbedaan kadar korupsi
mencerminkan perbedaan tingkat modernisasi dan pembangunan politik”. Keterkaitan tiga
faktor menurut Huntington “ mengapa modernisasi membiakkan korpsi?”.

Pertama, “modernisasi melibatkan perubhan nilai dasar masyarakat”, terutama


menyangkut “berlakunya norma yang bersifat universalis dan berdasar prestasi” dengan
prinsip turunannya, seperti identifikasi warga dan kelompok kepada negara-bangsa, serta
paham kesetaraan hak dan kewajiban di depan negara. Adalah “kaum terpelajar, perwira
militer dan sejenisnya yang lebih dulu memeluk norma ini”, lalu “mereka mulai menilai
masyarakat dengan standar norma baru dan belum terbiasa”. Muncullah proses dimana
“perilaku yang dulu diterima dan legitim menurut norma tradisional kini dipandang korup
dan tidaklah dapat diterima, menurut standar modern”.

Maka “korupsi dalam masyarakat yang sedang menempuh modernisasi bukanlah soal
perilaku menyeleweng dari norma yang berlaku, tetapi menunju pada belum biasanya norma
baru di tengah perilaku yang selama ini telah mapan. Dipertanyakan “standar lama
meruntuhkan legitimasi semua standar” dan memicu “konflik antara norma modern dan
tadisional yang membiakkan kesempatan untuk melakukan apa yang sekaligus tidak dapat
dibenarkan entah dengan standar tradisional ataupun modern”. Di jantung korupsi adalah
tiadanya “pengakuan perbedaan antara peran publik dan kepentingan diri”. Perbedaan itu
mulai “terjadi hanya dalam modernisasi.

Kedua, “modernisasi membiakkan korupsi dengan menciptaan sumber-sumber baru


harta dan kekuasaan”. Terutama pesatnya kemajuan industri dan bisnis menciptakan kaum
kaya baru. Korupsi menjadi jembata penghubung antara kelompok yang punya kekuasaan
dan kelompok yang punya harta. Pihak “ yang satu menjual kekuasaan politik untuk
meperoleh harta, pihak lainnya menjual harta untuk mendapatkan kekuasaan politik”. Ini juga
terjadi pada warga biasa yang menjual suara elektoral (ballot) untuk membeli lapangan kerja
dan perlakuan khusus”. Entah dilakukan oleh kelompok elit ataupun warga baisa, “dalam
keduanya sesuatu yang berciri publik (suara elektoral, jabatan, atau keputusan) dijual untuk
keuntungan pribadi”. Dengan kata lain, korupsi merupakan “produk langsung munculnya
kelompok-kelompok baru dengan sumber daya baru yang berusaha menerobos masuk ranah
politik”. Maka, “korupsi dapat menjadi sarana mengakomodasi kelompok-kelompok baru ke
dalam sistem politik melalui cara-cara yang tidak wajar”. Seperti akan dilihat nanti, pokok ini
memiliki implikasi jauh.

Ketiga, kroupsi menjadi bagian sindrom modernisasi melalui “perubahan yang terjadi
dalam kinerja sistem politik”. Terutama di negara-negara yang baru merdeka, “modernisasi
membawa perluasan lingkup otoritas pemerintah dan pembengkakan jumlah aktivitas yang
terkena regulasi pemerintah”. Undang-undang bagi regulasi yang menyangkut begitu banyak
bidang perlu dibuat : pajak, bea cukai, investasi, aturan bangunan, perjudian, prostitusi,
minuman, papan reklame, dan sebagainya. Pembengkakan cakupan kewenangan pemerintah
dan legislator juga menciptakan kantong-kantong baru korupsi. Di parlemen atau dewan
perwakilan, pembuatan undang-undang menjadi lahan subur korupsi. Itulah mengapa, dalam
masyarakat yang ditandai korupsi luas, pembuatan undang-undang anti korupsi yang tegas
malah memicu berkembang biaknya kesempatan korupsi.

C. Orientasi Tradisional dan Modern

Muncul tipologi manusia/masyarakat tradisional dan manusia/masyarakat modern


menjadi pokok sentral lain yang terlibat adalah langkah ini. Perbedaan ciri tradisional dan
modern dapat menerima suntikan visi evolusioner. Maksudnya, ciri tradisional dan modern
dipahami sebagai bigkai temporal tahap-tahap sejarah, dan ciri modern dipandang sebagai
tujuan kemana ciri tradisional akan dan harus mengarah. Karena perpindahan dari ciri
tradisional ke modern tidak terjadi dengan sendirinya, apa yang diperlukan adalah intervensi
terorganisir untuk membawa ciri tradisional berubah menjadi modern.

Itulah pembangunan. Pembangunan menjadi identik dengan modernisasi, kritik


terhadap teori modernisasi yang lalu melahirkan berbagai mazhab tandingan (seperti mazhab
ketergantungan, pembangunan dalam ketergantungan, sistem dunia, dsb) tidak perlu
mengganggu pembahasan disini. Dalam relasi sosial, identifikasi tertutup pada bangsa
ketimbang klan, suku dan agama. Dalam budaya, orientasi “terarah pada diferensiasi sistem
nilai”, seperti pemisahan agama dan negara. Di ranah ekonomi, orientasi terarah pada
spesialisasi kegiatan ekonomi, pembagian peran dan kerja, perkembangan pasar. Dalam
organisasi spasial, modernisasi menyangkut urbanisasi, mobilitas, fleksibilitas dan
tersebarnya pendidikan.

Diranah politik, modernisasi menyangkut tersebarnya demokrasi dan surutnya


cengkeraman elite tradisional. Transformasi masyarakat dari ciri tradisional ke modern
dianggap niscaya. Keniscayaan perubahan begitu diyakini, misalnya, “zaman industrialisasi
total´akan terjadi, dan pada paruh abad ke-21, industrilisasi akan menggusur kebanyakan
bentuk masyarakat pra-industri, kecuali mungkin beberapa wilayah terbelakang yang ganjil.

Berikut merupakan perbedaan orientasi Tradisional dengan Modern menurut Mazhab


Modernisasi :

Orientasi Tradisional Modern


Kepatuhan sikap Kelekatan efeksi Netralitas afeksi

Arah minat Kolektivitas individualitas

Lingkup nilai Partikular universal


Cara pencapaian Status Prestasi

Lingkup perhatian Campur aduk Spesialisasi terfokua


D. Kelebihan Pembahasan Korupsi dan Proyek Pembangunan

Kelebihan yang terdapat dalam pembahasan mengenai korupsi dan peroyek pembangunan
adalah:

1. Pembahasan mengenai korupsi dan proyek pembangunan menjelaskan hubungan


antara korupsi dan pembangunan. Berawal dari sejarahnya bahwa pembangunan
merupakan proses transisi dari mazhab tradisional menjadi mazhab modernisasi.
Korupsi dipandang sebagai sesuatu yang dapat menghambat terjadinya proses
pembangunan. Karena korupsi merupakan peninggalan sikap dan kelembagaan dari
masyarakat tradisional. Maka perlulah adanya perubahan untuk menanggapi ciri
tradisional. Dan pembangunan merupakan ciri dari modernisasi.
2. Dalam pembahasan korupsi dan proyek pembangunan ini tidak hanya pemikiran Max
Weber saja yang mencurahkan isi pemikirannya. Tetapi banyak para ilmuwan yang
juga mencurahkan pemikirannya dalam pembahasan mengenai korupsi dan proyek
pembangunan yaitu para sosiolog, ilmuwan politik, antropolog, psikolog, dan
ekonom. Seperti david McClelland, S. N. Eisenstandt, Niel Smelser, Alex Inkeles,
Edward Shils, Daniel Lerner, Clifford Geertz, W. W. Rostow, Samuel P. Huntington,
Gabriel Almond, David Apter, Karl Deutsch, Sydney Verba, Lucien Pye, dan masih
banyak lagi.

E. Kekurangan Pembahasan Korupsi dan Proyek Pembangunan


Dalam buku tersebut tentunya masih banyak terdapat kekurangan-keruangan.
Diantaranya adalah dari banyak ahli yang paham dan punya pemikiran yang ilmiah tentang
politik, dalam buku ini paham politik Max Weber saja yang lebih dominan dipaparkan.
Sementara ahli-ahli lain seperti Huntington, pemikirannya tentang pembangunan ekonomi
saja yang ditonjolkan. Buku ini juga terfokus memaparkan tentang kasus korupsi yang
akibatkan oleh perang dunia II. Dan kekurangan lain dari pemaparan isi buku ini adalah
pandangan bahwa perkembangbiakan korupsi dipicu oleh modernisasi. Bukankah dengan
modernisasi korupsi itu dapat diminimalisir?? Apalagi dengan menggunakan alat yang serba
canggih.
BAB III

KESIMPULAN

Setelah menelaah pembahasan perihal korupsi dan proyek pembangunan diatas, dapat
kita pahami bahwa korupsi merupakan tindakan yang telah lama dilakukan guna memenuhi
kebutuhan pribadi. Unsur dari korupsi yang paling utama adalah individualis, sedangkan
proyek pembangunan memiliki konsep visi demi mewujudkan tujuan bersam yaitu
kesejahteraan orang banyak (masyarakat).

Lalu bagaimana korupsi dapat merambat cepat melalui proyek pembangunan?. Salah
satu kendala besar bagi proyek pembangunan merupakan korupsi. Korupsi hadir jika diberi
peluang, proyeksi merupakan jalan besar tindak korupsi dilakukan. Pembangunan tidak hanya
berupa proyek yang melibatkan dana milyaran rupiah, namun pembangunan juga melibatkan
kebutuhan, masa, kebijakan serta visi masa depan.

Berbagai macam pembangunan dapat kita presdiksi dari cir-ciri masa ke masa.
Pembahsan diatas sudah sangat jelas memberi gambaran bahwasanya keterlibatan masa
transisi tradisional ke modern merupakan bentuk dari pembangunan. Adaptasi budaya, sosial
dan ekonomi terhadap pembangunan tersebutlah yang menjadi variabel pemicu korupsi.

Ketidaksiapan sumber daya manusia menghadapi perubahan, faktor internal mau


eksternal yang menjadi atom penjamuran kecurangan dapat terjadi. Birokrasi adalah salah
satu kebijakan pelayanan demi mewujudkan pembangunan negara dari sektor pemerintah.
Tidak adanya kesadaran administrasi mengakibatkan terjadinya pantologi atau penyakit
birokrasi, yang mana salah satunya adalah korupsi.

Solusi yang dapat kita suguhkan adalah, keseimbangan antara tiga aktor penting untuk
mewujudkan pemerintahan dan kesejahteraan adalah negara, masyarakat dan pihak swasta.
keterbukaan, efektivitas, akuntabel, supremasi hukum serta daya tanggap dapat mengadaptasi
dari transisi tradisional ke modern sebagai bentuk pembangunan.
DAFTAR PUSTAKA

Priyono, B. Herry. 2018. Korupsi Melacak Arti, Menyimak Implikasi. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama

Anda mungkin juga menyukai