Anda di halaman 1dari 7

Perampasan Aset Koruptor dalam Perspektif

Sociological Jurisprudence

Dina Riyantika
Program Pascasarjana , Magister Hukum , Fakultas Hukum , Universitas Pancasila
E- mail : dinariyantika16@gmail.com

Abstrak
Sociological jurisprudence adalah pendekatan ilmu hukum yang memperhatikan
hubungan antara hukum dan masyarakat, serta dampak sosial dari implementasi hukum.
Perampasan aset koruptor telah menjadi salah satu strategi yang digunakan oleh
negara-negara untuk mengatasi korupsi. Namun, pendekatan dalam perampasan aset
koruptor sering kali hanya terbatas pada aspek hukum dan keuangan, tanpa
memperhatikan dampak sosial yang lebih luas. Sociological jurisprudence menawarkan
perspektif yang berbeda dalam memahami perampasan aset koruptor dengan melibatkan
faktor-faktor sosial dan konteks sosial yang lebih luas. Dalam konteks perampasan aset
koruptor, pendekatan ini melibatkan analisis terhadap aspek sosial yang terkait dengan
upaya memulihkan aset yang diperoleh secara korup oleh pelaku kejahatan tersebut.

Kata kunci : Perampasan Aset Koruptor, Sociological Jurisprudenc, Korupsi, Dampak


Sosial

A. PENDAHULUAN

Korupsi telah menjadi salah satu masalah utama dalam berbagai sistem
pemerintahan di seluruh dunia. Selain merugikan negara dan masyarakat, korupsi juga
menciptakan ketidakadilan sosial dan ekonomi yang signifikan. Korupsi telah menjadi
salah satu tantangan terbesar dalam pembangunan negara dan mempengaruhi stabilitas
sosial, pertumbuhan ekonomi, dan kepercayaan publik. Selama bertahun-tahun, berbagai
upaya telah dilakukan untuk memberantas korupsi, termasuk perampasan aset koruptor.
Perampasan aset koruptor adalah upaya untuk mengambil kembali kekayaan yang
diperoleh secara ilegal melalui tindakan korupsi. Pemulihan aset yang diperoleh secara
korupsi menjadi hal yang penting untuk mengurangi dampak negatif korupsi dan
mendorong pemulihan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum. Aset yang
dirampas ini kemudian dapat digunakan untuk kepentingan publik, seperti pemulihan
kerugian negara atau pembangunan infrastruktur. Proses perampasan aset koruptor
melibatkan berbagai tahapan, termasuk identifikasi aset yang terkait dengan tindak
korupsi, pengajuan permohonan perampasan, dan proses pengadilan. Namun, perampasan
aset koruptor tidak hanya melibatkan proses hukum semata, tetapi juga memiliki
implikasi sosial yang penting dalam membangun masyarakat yang bebas dari korupsi.

B. METODE

Artikel ini menggunakan pendekatan sociological jurisprudence, yang melibatkan


analisis terhadap interaksi sosial dan hukum serta dampaknya dalam pemecahan masalah
sosial. Melalui pendekatan ini, artikel ini mencoba memahami konsekuensi perampasan
aset koruptor dalam memerangi korupsi dan menjelaskan faktor-faktor sosial yang
mempengaruhi pelaksanaannya.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Tinjuan Aliran Sociological Jurisprudence sebagai Dasar Regulasi dalam


Pemberantasan Korupsi

Sociological jurisprudence merupakan hasil dari pemikiran Eugene Ehrlich


yang berpendapat bahwa adanya perbedaan antara hukum positif dan hukum yang hidup
di masyarakat (living law). Menurutnya hukum tidak berpangkal pada perundang-
undangan atau putusan hakim, namun hukum yang ada di masyakarat (Susilowati,
2000). Pengaruh dari aliran sociological jurisprudence pun telah mengilhami beberapa
tokoh di Indonesia antara lain Mochtar Kusumaatmadja, Satjipto Rahardjo, dan Romli
Atmasasmita. Dari ketiganya mempunyai teori yang saling berkaitan erat dengan
pemikiran sociological jurisprudence dalam mempelajari ilmu hukum. Seperti Mochtar
Kusumaatmadja dalam teori hukum pembangunan dengan pemahaman law as a tool of
social engineering melihat hukum sebagai sarana yang digunakan untuk mengubah
masyarakat selaras dengan tujuan yang telah ditetapkan. Konsep pemikiran ini
didasarkan pada pemahaman atas adanya suatu rangkaian antara hukum dengan kaidah
sosial lainnya yaitu agama, kesusilaan, kesopanan, dan adat kebiasaan.

Penerapan Sociological Jurisprudence diIndonesia bisa dilihat dari cara


bagaimana pemerintah menjadikan nilai - nilai Pancasila sebagai acuan dalam
pengambilan kebijakan. Aliran sociological jurisprudence di Indonesia banyak
digunakan dalam pembentukan hukum di Indonesia, hingga hari ini pemikiran-
pemikiran tentang sosiological jurisprudence sudah banyak berkontribusi dalam
pembentukan hukum di Indonesia, sehingga dapat diartikan aliran sociological
Jurisprudence sedikit banyak menjadi pijakan dasar pembentukan peraturan perundang-
undangan di Indonesia. Pada prinsipnya jika berdasarkan pada urgensi bahwa aliran
sociological Jurisprudence sangat penting bagi pembentukan perundang - undangan,
maka paling tidak seluruh peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia adalah
berdasarkan pada keinginan rakyat Indonesia.

Undang-Undang Tidak Pemberantasan Korupsi (UU Tipikor) adalah undang-


undang yang ditetapkan oleh pemerintah untuk melawan tindak korupsi di suatu negara.
Undang-undang semacam itu berfokus pada pencegahan, penyelidikan, penuntutan, dan
pengadilan terhadap tindak korupsi. Dalam konteks UU Tipikor, pendekatan
Sociological Jurisprudence dapat membantu dalam pemahaman dan penerapan undang-
undang tersebut.

Dengan mempertimbangkan faktor-faktor sosial dan ekonomi yang


berkontribusi terhadap tindak pidana korupsi, aliran Sociological Jurisprudence dapat
membantu mengidentifikasi akar permasalahan korupsi dan mencari solusi yang lebih
efektif. Misalnya, Sociological Jurisprudence dapat menekankan pentingnya reformasi
sosial, pemberantasan kemiskinan, peningkatan transparansi, dan partisipasi publik
dalam melawan korupsi. Pendekatan ini dapat mempengaruhi pemikiran hukum dan
implementasi UU Tipikor dengan mempertimbangkan faktor-faktor sosial yang
mempengaruhi korupsi. Namun, penting untuk diingat bahwa aliran Sociological
Jurisprudence hanyalah salah satu perspektif dalam ilmu hukum, dan penerapan UU
Tipikor juga melibatkan faktor-faktor lain seperti hukum pidana, hukum administrasi
negara, dan lembaga penegak hukum yang terlibat dalam proses penegakan hukum.

2. Perampasan Aset Koruptor dalam Perspektif Sociological Jurisprudence.

Korupsi merupakan bagian dari extra ordinary crime dalam sistem hukum
Indonesia dikarenakan efek yang dihasilkan tidak hanya saja merugikan keuangan
Negara, tetapi juga berefek pada hak - hak sosial dan ekonomi masyarakat luas.
Semakin banyaknya permasalahan korupsi di Indonesia yang semakin tidak terkendali,
membuat pemerintah akhirnya merasa perlu dilakukannya pembaharuan undang-
undang lembaga pemberantasan korupsi pada tahun 2019 dengan dilakukannya
perubahan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi
menjadikan bagian dari upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Dalam perspektif sociological jurisprudence, perampasan aset koruptor


merupakan salah satu tindakan pemerintah yang dapat dipahami sebagai upaya sistem
hukum untuk menegakkan norma-norma sosial yang menghargai keadilan dan
kejujuran. Pendekatan ini memandang korupsi sebagai hasil dari faktor sosial, seperti
struktur politik yang korup, budaya yang mempertolerir korupsi, dan sistem hukum
yang tidak efektif. Hal ini menunjukkan adanya interaksi yang kompleks antara hukum
dan masyarakat dalam upaya memerangi korupsi. Sociological jurisprudence
menekankan pentingnya memahami konteks sosial, nilai-nilai, dan norma-norma yang
melingkupi korupsi, sehingga perampasan aset koruptor dapat menjadi instrumen yang
efektif. Perampasan aset koruptor bertujuan untuk menghapus keuntungan yang
diperoleh secara tidak sah oleh pelaku korupsi dan mengembalikannya kepada negara
atau masyarakat yang sebenarnya berhak atas aset tersebut.
Perampasan aset koruptor memiliki beberapa implikasi sosial yang perlu
diperhatikan. Pertama, perampasan aset koruptor dapat memberikan sinyal kuat bahwa
korupsi tidak dapat diterima dalam masyarakat, dan bahwa pelaku korupsi akan
menghadapi konsekuensi yang serius. Hal ini dapat membantu meningkatkan kesadaran
masyarakat tentang pentingnya integritas dan akuntabilitas dalam pemerintahan.Kedua,
perampasan aset koruptor dapat memberikan sumber daya tambahan untuk pembangunan
sosial dan ekonomi. Aset yang berhasil direbut dari koruptor dapat dialokasikan kembali
untuk kepentingan masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Hal ini
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Dengan menunjukkan bahwa tindakan korupsi akan berdampak pada kehilangan


harta benda yang diperoleh secara tidak sah, perampasan aset koruptor dapat mendorong
para pelaku korupsi untuk berpikir dua kali sebelum melakukan tindakan tersebut. Hal ini
menciptakan tekanan sosial yang kuat untuk mencegah korupsi dan membangun norma-
norma sosial yang menentang perilaku korupsi. Namun, dalam menerapkan kebijakan
perampasan aset koruptor, perlu memperhatikan aspek keadilan dan prosedural hukum.
Sociological jurisprudence menggarisbawahi pentingnya melibatkan masyarakat dalam
proses perampasan aset koruptor untuk memastikan transparansi, akuntabilitas, dan
kepercayaan publik terhadap sistem peradilan. Partisipasi masyarakat dalam perampasan
aset koruptor juga dapat memperkuat efek jera dan memberikan sinyal kuat bahwa
korupsi adalah pelanggaran serius terhadap keadilan sosial. Dampak Sosial Perampasan
Aset Koruptor :
1. Pemulihan Aset untuk Pembangunan
Perampasan aset koruptor memberikan kesempatan bagi negara untuk mendapatkan
kembali sumber daya yang diperlukan untuk pembangunan. Aset yang disita dapat
dialokasikan kembali untuk proyek-proyek yang bermanfaat bagi masyarakat, seperti
pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
2. Pemberdayaan Masyarakat
Perampasan aset koruptor juga dapat memperkuat partisipasi masyarakat dalam
pengambilan keputusan dan pemantauan penggunaan aset yang dikembalikan.
Melalui proses yang transparan dan melibatkan masyarakat, kesadaran akan
pentingnya pencegahan korupsi dapat ditingkatkan.
3. Efek Jera
Perampasan aset koruptor dapat memiliki efek jera terhadap calon koruptor potensial.
Ketika mereka menyadari bahwa tindakan korupsi dapat berakibat pada kehilangan
aset yang telah mereka peroleh, potensi koruptor mungkin akan berpikir dua kali
sebelum terlibat dalam tindakan korupsi.
4. Perubahan Sosial
Perampasan aset koruptor juga dapat mempengaruhi struktur sosial dalam
masyarakat. Dengan mengambil aset dari koruptor, ada potensi untuk mengurangi
kesenjangan sosial dan mengurangi kekuasaan yang tidak adil yang dimiliki oleh
kelompok koruptor. Ini dapat menciptakan iklim yang lebih adil dan merangsang
perubahan sosial yang positif.

Namun, dalam implementasinya, perampasan aset koruptor juga dapat


menimbulkan tantangan sosial. Misalnya, ada kemungkinan terjadinya pertentangan
antara kelompok kepentingan yang ingin mempertahankan aset yang diperoleh secara
korupsi dan kelompok yang ingin menggunakan aset tersebut untuk kepentingan publik.
Selain itu, proses perampasan aset yang tidak transparan atau tidak adil dapat
menimbulkan ketidakpercayaan terhadap sistem hukum.

D. KESIMPULAN

Perampasan aset koruptor merupakan strategi yang relevan dalam memerangi


korupsi dan menciptakan masyarakat yang lebih adil dan berkeadilan serta dapat
memberikan dampak yang lebih luas dalam memerangi korupsi. Dalam perspektif
sociological jurisprudence, perampasan aset koruptor memiliki potensi untuk mengubah
sikap dan perilaku masyarakat terhadap korupsi, serta memberikan sumber daya
tambahan untuk pembangunan sosial dan ekonomi. Pendekatan ini memahami
konsekuensi sosial dari perampasan aset koruptor dan melibatkan masyarakat dalam
prosesnya. Dengan memperhatikan faktor-faktor sosial yang mempengaruhi perampasan
aset koruptor, upaya ini dapat menjadi lebih efektif dalam membangun masyarakat yang
bersih dari korupsi. Dalam rangka mencapai hal tersebut, kolaborasi antara sistem hukum
yang kuat, partisipasi masyarakat, dan kesadaran sosial yang tinggi sangat penting dalam
menjalankan perampasan aset koruptor secara efektif.

Namun, implementasi perampasan aset koruptor juga harus memperhatikan


prinsip transparansi, keadilan, dan partisipasi masyarakat untuk menghindari dampak
negatif dan meningkatkan kepercayaan terhadap sistem hukum. Dengan memahami akar
masalah korupsi dan memperbaiki faktor-faktor sosial yang memfasilitasi korupsi,
perampasan aset koruptor dapat memberikan dampak yang lebih luas dalam memerangi
korupsi dan menciptakan masyarakat yang lebih adil dan berkeadilan. Berdasarkan atas
dasar tersebut dengan mempertimbangkan aspek-aspek ini, perampasan aset koruptor
dapat menjadi alat yang efektif dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil dan jujur.

DAFTAR PUSTAKA

Friedman, Lawrence M. (1986). Sociological Jurisprudence. Journal of Legal Studies,


Vol. 15, No. 1, pp. 1-36.

Klug, Heinz (2004). The Sociological Jurisprudence of Roscoe Pound. DePaul Law
Review, Vol. 54, No. 4, pp. 1039-1067.

Susilowati, W M Herry. 2000. “KRITIK TERHADAP ALIRAN SOCIOLOGICAL


JURISPRUDENCE EUGEN EHRLICH.” Perspektif 5(1): 26–37.

Anda mungkin juga menyukai