Anda di halaman 1dari 17

Volume 2, Nomor 2, Agustus 2016

ISSN : 2356-4164

KORUPSI KEBIJAKAN OLEH PEJABAT PUBLIK


(SUATU ANALISIS PERSPEKTIF KRIMINOLOGI)

Made Sugi Hartono


Mahasiswa Doktor Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada
Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum
Universitas Udayana Denpasar
Email : unusangobleg@gmail.com

ABSTRAK
Kajian ini bertujuan untuk mengurai dasar teoritik terhadap klaim korupsi
kebijakan publik sebagai suatu fenomena yang berkembang di masyarakat. Dengan
menggunakan metode yuridis-normatif berbasis data sekunder yang dianalisis
melalui pendekatan kasus, konseptual serta pendekatan sejarah, kajian ini
diharapkan mampu memberikan gambaran holistik tentang korupsi kebijakan
dengan kriminologi sebagai pisau analisisnya.
Korupsi kebijakan oleh pejabat publik lahir menjadi korupsi jenis baru yang
banyak menyita perhatian publik. Korupsi jenis ini menjadi suatu fenomena yang
berkembang pada masyarakat Indonesia. Kasus-kasus yang melibatkan Siti Fadilah
Supari, Hadi Poenomo dan Budi Mulya adalah beberapa kasus yang menjadi bukti
verifikatif bahwa fenomena korupsi kebijakan nyata dalam praktek kenegaraan di
Indonesia. Korupsi kebijakan dalam perspektif kriminologi termasuk kualifikasi
white collar crime dengan turunannya yaitu occupational crime dan discretionary
crime. Korupsi kebijakan lahir karena adanya jabatan tertentu dengan wewenang
yang legitimate berdasarkan hukum akan tetapi terdapat kepentingan pribadi di
tengah kepentingan masyarakat sebagai nilai jahat untuk mencuri uang negara.
Pada titik ini terlihat bagaimana hubungan kekuasan dengan praktek korupsi yang
memiliki kecenderungan semakin besar kekuasaan maka potensi korupsi akan
semakit tinggi.

Kata Kunci: Korupsi, Kebijakan Publik, Kriminologi.

ABSTRACT
This study aims to unravel the theoretical basis to the claims of corruption of
public policy as a growing phenomenon in society. By using the juridical-normative
method based on secondary data analyzed through case approach, conceptual and
historical approach, this study is expected to provide a holistic picture of corruption
policies criminology as a knife analysis.
Corruption policy by public officials was born into a new kind of corruption that
much public attention. Corruption of this kind become a growing phenomenon in
Indonesian society. Cases involving Siti Fadilah Supari, Hadi Budi Mulya Poenomo
and is some cases the proof verification that the phenomenon of corruption is evident
in the practice of state policy in Indonesia. Corruption policies in the perspective of
criminology, including the qualification white collar crime with crime and its
derivatives are discretionary occupational crime. Corruption birth policy for their
particular position with the legitimate authority based on the law but there are
vested interests in the interests of society as a malicious value for stealing state

Jurnal Komunikasi Hukum Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja | 211


Volume 2, Nomor 2, Agustus 2016
ISSN : 2356-4164

money. At this point seen how the relationship with the corrupt powers that have the
greater tendency of power, the potential for corruption will be higher.

Keywords: Corruption, Public Policy, Criminology

Pendahuluan enam bulan pertama tahun 2012, KPK


Korupsi di Indonesia telah dan Kejaksaan berhasil menangkap
merambah hampir semua sektor 597 tersangka korupsi dan menyidik
kehidupan berbangsa dan bernegara. 285 kasus dan kerugian negara yang
Hampir dapat dipastikan, tidak ada dialami mencapai 1,22 Triliun (Laode
satu ranahpun yang tidak tersentuh M. Syarif dan Didik E.).
korupsi, baik itu ranah politik, Tingginya angka korupsi di
ekonomi, sosial, budaya bahkan Indonesia dapat juga terlihat dari
agama. Dari segi efeknya, kerusakan statistik penanganan perkara yang
yang ditimbulkan korupsi sedemikian dilakukan oleh Komisi
nyata. Mulai dari kebocoran anggaran Pemberantasan Korupsi (KPK).
negara dalam jumlah besar sampai Rekapitulasi Penindakan Pidana
kepada kemiskinan yang menjerat Korupsi KPK per 31 Maret 2015
sebagian besar warga negara. Hal dengan periode tahun 2004 sampai
demikian merupakan dampak tahun 2015 mencatat secara rinci
langsung maupun tidak langsung dari sebagai berikut: penyelidikan
korupsi. sebanyak 690 kasus, penyidikan
Korupsi merupakan subkultur sebanyak 421 kasus, penuntutan
yang tumbuh subur dalam kehidupan sebanyak 237 kasus, inkracht
masyarakat Indonesia. Begitu subur sebanyak 291 kasus dan eksekusi
praktek korupsi yang terjadi, sebanyak 304 kasus (ACCH).
menjadikan Indonesia sebagai salah Sementara, menurut tabulasi data
satu negara dengan tingkat korupsi penanganan korupsi berdasarkan
tinggi. Transparansi International jenis perkara tahun 2004 sampai
pada survei tahun 2014 mencatat 2014 menunjukkan angka yaitu:
Indonesia menduduki ranking ke-107 pengadaan barang/jasa sebanyak 126
dengan skor 34 dari 175 negara yang kasus, perijinan sebanyak 17 kasus,
diukur. Indonesia berada di bawah penyuapan 182 kasus, pungutan
Filipina (ranking 85, skor 38) dan sebanyak 18 kasus, penyalahgunaan
Malaysia (ranking 50, skor 52) anggaran sebanyak 42 kasus, tindak
(Transparancy International The pidana pencucian uang sebanyak 13
Global Coalition Against Corruption). kasus, merintangi proses KPK
Menurut Indonesian Corruption sebanyak 4 kasus. Total kasus secara
Watch (ICW) tren korupsi di keseluruhan yaitu sebanyak 402
Indonesia makin hari makin kasus (http://acch.kpk.go.id).
menghawatirkan. Pada tahun 2011, Data statistik yang dirilis oleh
kasus korupsi yang berhasil diproses KPK merupakan indikator bahwa
oleh KPK dan Kejaksaan mencapai tingkat korupsi di Indonesia masih
436 kasus dan melibatkan 1.053 sangat tinggi. Praktek korupsi terjadi
tersangka dan perkiraan kerugian di tiga sumber kekuasaan baik
negara yang ditimbulkan mencapai eksekutif, legislatif maupun yudikatif.
Rp. 2,169 Triliun. Selanjutnya, pada Prilaku korup seolah menjadi tren

Jurnal Komunikasi Hukum Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja | 212


Volume 2, Nomor 2, Agustus 2016
ISSN : 2356-4164

pejabat negara dewasa ini. Dengan Mahkamah Agung dalam putusanya


kewenangan yang dimiliki, seorang menyatakan Eep Hidayat bersalah
pejabat mengambil suatu kebijakan dan menjatuhkan pidana lima tahun
yang memang mengandung unsur penjara, denda Rp. 200 juta subsider
menguntungkan diri sendiri. tiga bulan penjara serta uang
Jenis korupsi yang banyak pengganti yang diserahkan kepada
dibahas akhir-akhir ini adalah negara sebesar Rp. 2, 584 miliar.
korupsi yang terjadi pada kebijakan Putusan Mahkamah Agung ini
publik. Kebijakan publik, sebelumnya membatalkan putusan Pengadilan
merupakan alat untuk melakukan Tipikor Bandung yang menjatuhkan
korupsi. Sementara itu, kebijakan putusan bebas kepada Eep Hidayat
publik kini berubah menjadi jenis (http://ditjenmiltun).
korupsi tersendiri dengan istilah Korupsi pada kebijakan publik
korupsi kebijakan. Istilah korupsi memunculkan dua pandangan yang
kebijakan dicetuskan oleh Sudirman berbeda diantara tokoh politik,
Said sebagai Ketua Badan Pelaksana penegak hukum, akademisi, praktisi
Masyarakat Transpanransi dalam dan lain sebagainya. Satu pihak
lokakarya nasional mengenai strategi menyatakan bahwa kebijakan pejabat
pemberantasan korupsi. Menurut publik tidak dapat diproses secara
Sudirman pidana sebab mengambil kebijakan
(http://www.hukumonline.com) merupakan wewenang, tugas dan
faktor yang mendukung terjadinya tanggungjawab yang harus dilakukan
korupsi kebijakan adalah terjadinya oleh pejabat publik. Di lain pihak,
deregulasi pada awal 1980-an yang khususnya dari perspektif hukum
memberi peran lebih besar kepada pidana memandang bahwa kebijakan
swasta. Sumber daya sebagian besar dapat diproses secara pidana apabila
dikuasai oleh swasta, sehingga kebijakan yang diambil pejabat publik
semakin banyak aktivitas utama memang diniatkan oleh yang
diserahkan kepada swasta. Hal ini bersangkutan untuk berbuat korup.
mengakibatkan peran pemerintah Romli Atmasasmita (2013)
pada wilayah distribusi semakin menyatakan bahwa masih terdapat
sedikit. Oleh karena peran perbedaan pendapat para ahli hukum
pemerintah hanya sebagai fasilitator Indonesia tentang tanggungjawab
dan regulator, maka kesempatan hukum penyelenggara negara, apakah
untuk melakukan korupsi menjadi kebijakan pemerintah khusus
sempit. Dengan demikian, penyelenggara negara termasuk
konsentrasi korupsi mengarah pada ranah hukum administrasi negara
wilayah pembentukan kebijakan- atau ranah hukum pidana.
kebijakan publik. Pada titik inilah Perdebatan ini sering terjadi dalam
terjadi kerentanan adanya korupsi kasus korupsi terkait perpajakan dan
kebijakan. pengadan barang dan jasa.
Kasus berkaitan dengan korupsi Hal yang menarik terkait
pada kebijakan publik adalah kasus korupsi kebijakan adalah apa yang
mantan Bupati Subang Eep Hidayat. dilakukan oleh pemerintah dewasa
Eep Hidayat menjadi terpidana dalam ini. Presiden Joko Widodo
kasus korupsi biaya pungut pajak mengeluarkan Surat Edaran tentang
bumi dan bangunan Subang. kebijakan dan kesalahan

Jurnal Komunikasi Hukum Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja | 213


Volume 2, Nomor 2, Agustus 2016
ISSN : 2356-4164

admisnistrasi yang tidak bisa daerah (Bali Post, Rabu 26 Agustus


dipidana yang nantinya akan menjadi 2015).
rujukan bagi kepada daerah agar Persoalan ini menjadi menarik
tidak takut lagi merealisasikan untuk dikaji. Di satu sisi, pejabat
program yang telah direncanakan negara memiliki tugas dan kewajiban
(Bali Post, Minggu 6 September yang melekat padanya untuk
2015). Selain itu, Presiden Joko menyelenggarakan pemerintahan
Widodo juga akan menerbitkan dua sebagai pelayanan publik yang pada
peraturan pemerintah sebagai giliranya adalah untuk kesejahteraan
turunan dari Undang-Undang Nomor rakyat. Di sisi lain, terjadi
30 Tahun 2014 tentang Administrasi penyalahgunaan kekuasaan oleh
Pemerintahan. Kedua Peraturan pejabat negara untuk kepentingan
Pemerintah tersebut yaitu Peraturan sendiri yang tentunya merugikan
Pemerintah Sanksi Administratif dan keuangan negara. Pada titik ini
Peraturan Pemerintah Tata Cara terlihat kebijakan sebagai alat untuk
Pengembalian Kerugian Negara melakukan korupsi atau kebijakan
(Kompas, Senin 14 September 2015). tersebut merupakan korupsi jenis
Tujuan dikeluarkannya SE dan kedua baru yang disebut dengan korupsi
PP tersebut adalah agar pejabat tidak kebijakan. Kebijakan dikeluarkan
ragu-ragu dan takut dalam untuk menyamarkan niat jahat dari
menetapkan kebijakan publik pelaku sehingga dapat merampok
sehingga perekonomian dapat uang nagara.
berjalan sebagaimana mestinya. Hal Pemikiran kritis yang
ini dilakukan karena kurang berkaiatan dengan masalah korupsi
maksimalnya pencairan anggaran kebijakan perlu dikembangkan.
daerah oleh sejumlah daerah Korupsi kebijakan sebagai suatu
mengakibatkan banyak daerah tidak kejahatan dapat dianalisis dengan
mampu merealisasikan program dan menggunakan pisau analisis
kegiatan yang telah direncanakan kriminologi. Kriminologi sebagai
melalui Rencana Pembangunan pisau analisis mengandung arti
Jangka Menengah Daerah (RPJMD), bahwa kriminologi digunakan sebagai
Rencana Kerja Pembangunan Daerah alat untuk membedah dan
(RKPD) dan Rencana Strategis Satuan menganalisis fenomena kejahatan
Kerja Pemerintah Daerah (Renstra sehigga dihasilkan suatu uraian jelas
SKPD). Kondisi ini juga dikatakan mengenai faktor-faktor yang
sebagai salah satu pemicu semakin mempengaruhi kejahatan tersebut.
memburuknya nilai tukar rupiah Bonger (1982) mendefinisikan
terhadap dollar AS sebab anggaran kriminologi adalah ilmu pengetahuan
daerah tidak mampu memberikan yang bertujuan menyelidiki gejala
stimulus fiskal (Kompas, Selasa 22 kejahatan seluas-luasnya
September 2015.). Sekitar Rp. 270 (kriminologi teoritis atau murni).
triliun dana APBD masih mengendap Kriminologi teoritis adalah ilmu
di Bank Pembangunan daerah hingga pengetahuan yang berdasarkan
semester I tahun 2015. Hal ini karena pengalaman yang seperti ilmu
adanya keraguan dan ketakutan dari pengetahuan lainnya yang sejenis,
kepala daerah melaksanakan memperhatikan gejala-gejala dan
anggaran pembangunan dan belanja mencoba menyelidiki sebab-sebab

Jurnal Komunikasi Hukum Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja | 214


Volume 2, Nomor 2, Agustus 2016
ISSN : 2356-4164

dari gejala tersebut dengan cara-cara Korupsi kebijakan merupakan


apa adanya. Sementara itu, menurut fenomena yang banyak disoroti oleh
Sutherland dan Cressey (Stephan publik Indonesia beberapa tahun
Hurwitz, 1986) Kriminologi adalah terakhir ini. Alasannya adalah,
keseluruhan ilmu-ilmu pengetahuan adakalanya fenomena ini
yang berhubungan dengan kejahatan memunculkan perdebatan dikalangan
sebagai suatu gejala masyarakat. para pakar apakah kebijakan pejabat
Mengurai korupsi dalam bentuk publik yang bermasalah diproses
kebijakan pejabat publik dalam melalui mekanisme hukum
perspektif kriminologi berarti, administrasi negara sebagai
memberikan pemaparan mengenai maladministrasi ataukah melalui
korupsi dalam bentuk kebijakan hukum pidana sebagai tindak pidana
pejabat publik sebagai suatu gejala korupsi. Selanjutnya, dalam
masyarakat. Lebih lanjut, uraian perspektif hukum pidana, korupsi
mengenai sebab apa yang kebijakan merupakan wujud korupsi
mempengaruhi sampai pada kondisi jenis baru dengan modus operandi
bagaimana korupsi tersebut canggih melibatkan orang-orang
dilakukan. Termasuk di dalamnya berkuasa sehingga sering kali
adalah siapa serta bagaimana latar penegakan hukum korupsi jenis ini
belakang pelaku korupsi tersebut. mengalami kendala yang serius.
Dengan demikian akan diperoleh Terdapat beberapa contoh kasus
uraian mengenai fenomena korupsi mengenai korupsi kebijakan pada
yang diwujudkan dalam bentuk variasi level peradilan yang berbeda
kebijakan pejabat publik, bagaimana satu dengan yang lainnya.
hubungan prilaku korup dengan Kasus korupsi kebijakan yang
posisi yang dimiliki pejabat publik pertama adalah kasus yang
tersebut. Kriminologi bekerja pada melibatkan mantan Menteri
ranah bagaimana kejahatan tersebut Kesehatan Siti Fadilah Supari. Siti
muncul, menganalisis sebab dari Fadilah ditetapkan sebagai tersangka
kejahatan tersebut. Ini adalah bentuk atas kasus dugaan penyalahgunaan
kontribusi ilmu pengetahuan dalam wewenang tindak pidana korupsi
menyelesaikan persoalan manusia terkait pengadaan barang dengan
yang pada gilirannya adalah untuk mekanisme penunjukan langsung
manusia itu sendiri. pembuatan vaksin flu burung yang
mengakibatkan negara mengalami
Rumusan Masalah kerugian sekitar Rp. 6 miliar. Siti
Berdasarkan pada uraian Fadilah pada kasus ini menyetujui
sebelumnya, penulis merumuskan penunjukan langsung pengadaan alat
masalah sebagai berikut: kesehatan dan perbekalan rumah
Bagaimanakah fenomena korupsi sakit untuk mengatasi wabah flu
kebijakan oleh pejabat negara dalam burung. Siti Fadilah harus melakukan
perspektif kriminologi? diskresi karena keterbatasan waktu
(SBD). Kasus lain yaitu kasus yang
Pembahasan melibatkan mantan Ketua Badan
Perihal Korupsi Kebijakan Pejabat Pemeriksa Kuangan (BPK) Hadi
Negara Poernomo dan Mantan Deputi
Gubernur Bank Indondesia Budi

Jurnal Komunikasi Hukum Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja | 215


Volume 2, Nomor 2, Agustus 2016
ISSN : 2356-4164

Mulya. Terdapat kemiripan pada melakukan sesuatu). James E.


kasus keduanya yaitu mengenai Anderson mendefinisikan kebijakan
pembuatan kebijakan. Hadi diduga publik yaitu “Public Policies are those
menyalahgunakan kewenangannya policies developed by govermental
saat menjabat Dierjen Pajak (2002- bodies and officials”. (Kebijakan
2004) dalam mengambil keputusan publik adalah kebijakan-kebijakan
atas permohonan keberatan pajak yang dikembangkan oleh badan-
yang diajukan oleh BCA badan dan pejabat-pejabat
(http://nasional.news.viva.co.id). pemerintah). Sementara itu, menurut
Pembahasan mengenai korupsi David Aeston “Public Policy is the
kebijakan dimulai dengan memahami authoritative allocation of values for
arti kebijakan publik yang dilanjutkan the whole society”. (Kebijakan Publik
dengan memahami korupsi dalam adalah pengalokasian nilai-nilai
kaitannya dengan kekuasaan. secara syah kepada seluruh anggota
Pembahasan hubungan antara masyarakat). Berdasarkan beberapa
korupsi kebijakan dengan kekuasaan definisi yang disampaikan oleh
menjadi penting sebab kebijakan beberapa ahli tersebut dapat
lahir dengan adanya kekuasaan yang disimpulkan bahwa kebijakan publik
lagitimate berdasarkan hukum atau adalah tindakan-tindakan yang dibuat
kewenangan dari pelaku korupsi oleh pemerintah baik untuk
tersebut. Kewenangan inilah yang melakukan atau tidak melakukan
dimanfaatkan oleh para pelaku untuk sesuatu dengan tujuan tertentu
mewujudkan niat jahatnya untuk ditujukan untuk kepentingan
bertindak korup. masyarakat (Moch. Iqbal, 2014).
Istilah kebijakan publik Kebijakan publik menurut
merupakan terjemahan dari istilah James E. Anderson (2014) memiliki
Inggris “Public Policy”. Terkait dengan empat jenis. Pertama, substantive and
kata “Policy”, terdapat dua procedural policies. Substantive policy
terjemahan yang masih belum adalah suatu kebijakan dilihat dari
disepakati secara universal. subtansi masalah yang dihadapi oleh
Terjemahan pertama dari kata pemerintah. Sementara, procedural
“Policy” yaitu kebijakan dan policy adalah suatu kebijakan dilihat
terjemahan lainya adalah dari pihak-pihak yang terlibat dalam
kebijaksanaan. Meskipun demikian, perumusannya (policy stakeholders).
kecenderungannya adalah “Policy” Kedua, distributive, redistributive, and
diterjemahkan sebagai kebijakan regulatory policies. Distributive policy
sehingga dalam hal ini “Public Policy” adalah suatu kebijakan yang
dimaknai sebagai Kebijakan Publik mengatur tentang pemberian
(Moch. Iqbal, 2014). pelayanan/keuntungan kepada
Mengenai definisi kebijakan individu-individu, kelompok-
publik, terdapat beberapa ahli yang kelompok, atau perusahaan-
menyatakan pendapatnya. Thomas R. perusahaan. Redistributive policy
Dye menyatakan “Public Policy is adalah suatu kebijakan yang
whatever the government choose to do mengatur tentang pemindahan
or not to do”. (Kebijakan pemerintah alokasi kekayaan, pemilikan atau hak-
adalah apapun pilihan pemerintah hak. Regulatory policy adalah suatu
untuk melakukan sesuatu atau tidak kebijakan yang mengatur tentang

Jurnal Komunikasi Hukum Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja | 216


Volume 2, Nomor 2, Agustus 2016
ISSN : 2356-4164

pembatasan/pelarangan terhadap negara apakah diproses secara


perbuatan/tindakan. Ketiga, material pidana atau melalui mekanisme
policy yaitu kebijakan yang mengatur administrasi.
tentang pengalokasian/penyediaan Korupsi sebagai suatu
sumber-sumber material yang nyata kejahatan, mempunyai definisi yang
bagi penerimanya. Keempat, public beraneka ragam. Setiap definisi yang
goods and privat goods policies. Public dikemukakan oleh para ahli itu
goods policy adalah suatu kebijakan tergantung dari perspektif bagaimana
yang mengatur tetang penyediaan tindakan korupsi itu dilihat.
barang-barang/pelayanan-pelayanan Meskipun demikian, hampir semua
oleh pemerintah, untuk kepentingan ahli sepakat bahwa korupsi
orang banyak. Sementara itu, private merupakan perbuatan yang buruk,
goods policy adalah kebijakan yang bejat, yang pada intinya bertentangan
mengatur tentang penyediaan dengan moral dan hukum yang
barang-barang/pelayanan oleh pihak berlaku pada masyarakat Indonesia
swasta untuk kepentingan individu- bahkan dunia. Robert O. Tilman (H.
individu di pasar bebas, dengan Elwi Danil, 2014) menyatakan bahwa
imbalan biaya tertentu. seperti halnya keindahan, pengertian
Berdasarkan jenis kebijakan korupsi yang sesungguhnya
publik yang disampaikan oleh James tergantung dari cara pandang dan
E. Anderson maka dapat dilihat dari sudut mana orang
bahwa potensi korupsi sangat tinggi memandangnya. Penggunaan suatu
terjadi pada jenis kebijakan publik perspektif tertentu akan
yang keempat yaitu jenis public goods menghasilkan pemahaman yang tidak
policy. Pada jenis kebijakan publik ini sama tentang makna korupsi dengan
terjadi realisasi dari anggaran belanja penggunaan perspektif yang lain.
pemerintah dan itu berarti terdapat Penggunaan pendekatan yuridis
aliran uang di dalamnya. Kondisi untuk memahami makna korupsi
demikian menjadi rentan terhadap secara konseptual, akan
prilaku korup yang bermaksud untuk menghasilkan suatu pengertian yang
mencuri uang negara dengan berbeda dengan penggunaan
memanfaatkan posisi dan jabatan pendekatan-pendekatan lain seperti
yang melekat padanya. Secara logis pendekatan sosiologis, kriminologis,
dapat diterima bahwa salah satu dan politis.
episentrum korupsi adalah wilayah Korupsi berdasarkan Black’s
dimana terjadi perputaran uang. Hal Law Dictionary sebagaimana disusun
ini sejalan dengan tabulasi data oleh Hendry Campbell Black yaitu
penanganan korupsi KPK “an act done with an intent to give
berdasarkan jenis perkara tahun some adventage inconsistent with
2004 sampai pada tahun 2014 yang official duty and the rights of others”.
mencatat 126 kasus korupsi dalam Termasuk pula dalam pengertian
proses pengadaan barang/jasa oleh corruption menurut Black adalah
pemerintah. Pada kasus ini, merujuk perbuatan seorang pejabat yang
pendapat Romli bahwa sering kali secara melanggar hukum
terjadi perdebatan dikalangan ahli menggunakan jabatannya untuk
apakah perbuatan pejabat publik mendapatkan sesuatu keuntungan
yang telah merugikan keuangan yang berlawanan dengan

Jurnal Komunikasi Hukum Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja | 217


Volume 2, Nomor 2, Agustus 2016
ISSN : 2356-4164

kewajibannya. Sementara itu, bahwa kekuasaan cenderung untuk


Transparancy International (Marwan korupsi. Lebih lanjut, Eddy
Mas, 2014) mendefinisikan korupsi mengatakan bahwa pendapat Lord
sebagai “corruption involves behavior Acton selaras dengan apa yang
on the part of officials in the public dikemukakan oleh Montesquieu
sector, whether politicians or civil bahwa terhadap orang yang berkuasa
servants, in wich they improperly and ada tiga kecenderungan. Pertama,
unlawfully enrich themselves, or those kecenderungan untuk
close to them, by the public power mempertahankan kekuasaan. Kedua,
entrusted them.” memperbesar kekuasaan. Ketiga,
Korupsi menurut Leiken memanfaatkan kekuasaan. Dalam
(Azyumardi Azra, 2002) adalah kaitannya dengan memanfaatkan
penggunanaan kekuasaan publik kekuasaan inilah maka sering terjadi
(public power) untuk mendapatkan apa yang disebut abuse of power yang
keuntungan (material) pribadi atau seringkali memperkaya diri sendiri
kemanfaatan politik. Sejalan dengan atau orang lain (Eddy O.S. Hiariej,
apa yang dikemukakan Leiken adalah 2005). Sementara itu, Hakikat
apa yang disampaikan oleh Myint. kekuasaan menurut Mochtar
Myint (Journal Communication Kusumaatmadja adalah cenderung
Spectrum, Vol. 3 No. 1, Februari-Juli akan haus kekuasaan lagi tanpa batas.
2013) menyebutkan korupsi sebagai Soerjono Soekanto (1987)
penggunaan jabatan publik untuk mengemukakan bahwa Secara luas
keuntungan pribadi, atau dengan kata gejala korupsi ditandai dengan
lain, penggunaan posisi resmi, adanya penggunaan kekuasaan dan
pangkat atau status oleh pegawai wewenang publik untuk kepentingan
kantor untuk kepentingan pribadinya. pribadi atau golongan tertentu, yang
Berdasarkan definisi yang telah sifatnya melanggar hukum dan
dikemukakan oleh beberapa ahli norma-norma lainnya. Penekanannya
tersebut, dengan menggunakan di sini adalah pada penggunaan
pendekatan dari siapa yang bertindak kekuasaan dan wewenang publik,
korup dapat dipahami bahwa pada oleh karena setiap pihak biasanya
dasarnya korupsi sangat dekat dibebani kewajiban untuk tidak
dengan mereka yang memiliki menyalahgunakan hak secara
jabatan atau kekuasaan tertentu. sewenang-wenang. Korupsi menurut
Kekuasaan di sini merujuk pada Romli Atmasasmita (2004) berkaitan
kekuasaan publik dengan pula dengan kekuasaan karena
kewenangan sebagai penyelenggara dengan kekuasaan itu penguasa dapat
pemerintahan dengan pengambilan menyalahgunakan kekuasaannya
kebijakan sebagai tugas, kewajiban untuk kepentingan pribadi, keluarga
dan wewenang yang melekat dan kroninya.
padanya. Kewenangan yang dimiliki Mengenai sebab terjadinya
oleh pejabat tersebut dimanfaatkan korupsi kebijakan, menarik untuk
dalam wujud prilaku korup untuk mengikuti apa yang ditawarkan oleh
menguntungkan diri sendiri atau Robert Klitgaard yang merumuskan
orang lain yang dekat dengannya. dalam suatu formula. Korupsi
Lord Acton dalam artikel yang (corruption) menurut Robert
ditulis Eddy O.S. Hiariej menyatakan Klitgaard (Marwan Mas) sama

Jurnal Komunikasi Hukum Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja | 218


Volume 2, Nomor 2, Agustus 2016
ISSN : 2356-4164

dengan monopoli (monopoly) transparan, kepemimpinan yang


ditambah dengan tidak dapat diteladani, serta
kewenangan/kebijakan (discretion) mengabaikan pengawasan yang ketat,
dikurangi akuntabilitas sehingga memberi kesempatan bagi
(accountability). Secara singkat dapat seseorang untuk melakukan korupsi.
dibentuk formula yaitu C = M+D-A. Needs berkaiatan dengan faktor-
Artinya, tindakan korup sangat faktor yang disebabkan oleh sifat
mungkin terjadi pada wilayah dimana konsumenrisme individu-individu
berlangsungnya monopoli ditambah dalam kehidupan modern. Untuk
dengan kewenangan yang besar mencegah timbulnya perilaku
minus akuntabilitas. Lebih lanjut, tersebut, antara lain memenuhi
dengan menggunakan logika kebutuhan dan kesejahteraan hidup
ekuivalen seperti yang ditawarkan individu yang ada dalam organisasi
Klitgaard mengenai korupsi agar seimbang dengan kinerjanya.
kebijakan, dapat diterima bahwa Exposures berkaitan dengan tindakan
semakin besar kewenangan represif yang tidak konsisten sebagai
(discretion) yang dimiliki pejabat konsekuensi yang harus diterima oleh
publik maka potensi korupsi akan pembuat korupsi. Untuk memastikan
semakin tinggi begitu juga sebaliknya. bahwa seseorang telah melakukan
Teori ini bersifat universal, karena korupsi yang harus diberantas,
tidak membedakan apakah aktivitas dibutuhkan pranata hukum yang jelas
tersebut berkaitan dengan sektor dan tegas, serta pelaksanaannya yang
swasta atau publik. konsisten tanpa dicampuri oleh
Pendapat lain mengenai sebab kepentingan politis.
terjadinya korupsi adalah apa yang
dikemukakan oleh Jack Bologne. Korupsi Kebijakan Sebagai White
Faktor-faktor yang menyebabkan Collar Crime, Occupational Crime,
terjadinya korupsi menurut sebagai dan Discretionary Corruption
suatu kecurangan Bologne (Marwan Korupsi kebijakan adalah jenis
Mas ) meliputi keserakahan (greeds), korupsi yang dilakukan oleh pelaku
kesempatan (opportunities), dengan jabatan wewenang tertentu.
kebutuhan (needs) dan Artinya, melalui pendekatan siapa
pengungkapan (exposures). Greeds pelaku kejahatan terlihat bahwa
berkaitan dengan adanya perilaku mereka adalah orang dengan status
serakah yang berpotensi ada di dalam sosial tinggi, dihormati dan tentunya
diri setiap orang. Oleh karena itu, memiliki kemampuan intelektual di
untuk mencegah agar keserakahan atas orang pada umumnya. Oleh
dapat dikendalikan, perlu karena itu, kejahatan jenis ini disebut
meningkatkan pemahaman dan dengan istilah kejahatan kerah putih
pelaksanaan nilai-nilai agama dan (white collar crime) yatu kejahatan
menumbuhkan nilai-nilai “budaya yang dilakukan oleh orang-orang
malu” melakukan korupsi secara dalam lingkungan kerja
nasional. Opportunities berkaiatan menggunakan pakaean berkerah
erat dengan kondisi organisasi putih sebagai penggambaran bahwa
(instansi pemerintah, swasta dan mereka merupakan orang yang
masyarakat) yang tidak profesional, memiliki jabatan, terhormat dan
sistem manajemen yang tidak dengan status sosial tinggi.

Jurnal Komunikasi Hukum Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja | 219


Volume 2, Nomor 2, Agustus 2016
ISSN : 2356-4164

Penggunaan istilah white collar crime they are derived from biased samples.
ini adalah sebagai bentuk kontradiksi The sample are biased in that they
dari kejahatan yang dilakukan oleh have not included vast areas of
orang biasa dengan sebutan criminal behavior of persons not in the
kejahatan kerah biru (blue collar lower class. One of these neglected
crime). area is the criminal behavior of
Istilah white collar crime mulai business and professional men.”
muncul pada pertengahan abad ke- Pengertian dasar dari konsep white
20. Meskipun demikian, sejarah collar crime yang dikemukakan oleh
kelahiran white collar crime dimulai Sutherland (Muhammad Mustofa,
oleh Edward A Ross (1806-1951) dan 2010) adalah untuk menunjuk tipe
kemudian dipopulerkan oleh E.H. pelaku dari suatu kejahatan (white
Sutherland (1883-1950) pada tahun collar criminal) yaitu “ orang dari
1949 dalam pidatonya dihadapan The kelas sosial ekonomi tinggi yang
American Sociological Society. Istilah melakukan pelanggaran-pelanggaran
ini kemudian diterjemahkan ke dalam terhadap hukum yang dibuat untuk
beberapa bahasa antara lain disebut, mengatur pekerjaannya.”
“crime en col blanc” (Prancis), Terminologi yang digunakan oleh
“criminalita in colleti bianchi” (Italia), Sutherland adalah white collar
“Weisse-Kragen Kriminalitat” criminal.
(Jerman), dan disebut “El delito cuello Objek kajian studi mengenai
blanco (Spanyol) (Romli white collar crime mengalami
Atmasasmita, 1995). perkembangan dari waktu ke waktu.
White collar crime secara Pada era tahun 1970-an menurut AIC
historis berasal dan berkembang di Proceedings sebagaimana dikutip Van
negara barat (Amerika Serikat), den Heuvel (Romli Atmasasmita)
dipopulerkan oleh pakar sosiologi perhatian dan studi white collar crime
negara tersebut serta bertitik tolak mengalami pergeseran-pergeseran
pada sosio-kultur masyarakat barat. dan dominasi peran. Semula studi
Bentuk kejahatan ini kurang lebih diarahkan kepada pelakunya
muncul pada tahun 1939 di Amerika (offenders), kemudian beralih kepada
Serikat, semata-mata merupakan perbuatannya (offence), dari
kejahatan yang hanya berkaitan perbuatan kemudian berlalih kepada
dengan pola prilaku kalangan organisasi/perusahaannya. Studi
pengusaha dan politisi. Sutherland white collar crime terakhir
bahkan menegaskan bahwa white menitikberatkan pada akibatnya
collar crime merupakan “the (consequences).
upperworld counterparts of the Hazel Croall (Baharuddin Lopa,
professional thieves”. Betapa 2002) dalam bukunya White Collar
pentingnya white collar crime dalam Crime merumuskan “White Collar
pandangan Sutherland sehingga pada Crime is defined as the abuse of a
awal pidatonya dihadapan legitimate occupational rule which is
perkumpulan masyarakat sosiologi regulated by law... the term white
Amerika Serikat pada tahun 1939 ia collar crime with fraud, embezzlement
menegaskan sebagai berikut: “the and other offences associated with
conventional explanations (of crime, high status employees.” Apa yang
pen.) are invalid principally because disampaikan oleh Hazel Croall ini

Jurnal Komunikasi Hukum Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja | 220


Volume 2, Nomor 2, Agustus 2016
ISSN : 2356-4164

terlihat memberikan penekanan pada c. He does not develop a “criminal


penyalahgunaan jabatan untuk self-image”; he does not
mengartikan white collar crime. perceive himself as a criminal.
Jabatan di sini adalah jabatan yang d. He justifies their crimes with
legitimate diatur oleh hukum. the open or silent support of the
Pengertian lebih luas mengenai white public opinion.
collar crime adalah apa yang e. He is motivated by rational
disampaikan oleh Biderman dan thinking, not emotion.
Reiss yang juga menambahkan unsur f. He generally well adjuted,
kepercayaan dari pelakunya. social conforming life and he is
Biderman dan Reiss (Munir Fuady, well respected by the people in
2004) mengartikan white collar crime his social community.
sebagai setiap pelanggaran hukum Karakteristik white collar crime
dengan ancaman hukuman, dengan secara langsung akan mempengaruhi
menggungkan kedudukan yang setiap tindakan dari pelakunya.
penting, kekuasaan, dan kepercayaan Dalam kaitannya dengan penegakan
dari pelakunya, dalam suatu hukum misalnya, pelaku merasa
ketertiban institusi politik dan bahwa hukum tidak dapat menyentuh
ekonomi yang legitimate, dengan perbuatan yang dilakukan. Pelaku
tujuan untuk mendapatkan dengan sadar menggunakan jabatan
keuntungan yang tidak legal, atau dan kemampuan untuk merekayasa
untuk dapat melakukan perbuatan kebijakan termasuk juga
tidak legal untuk kepentingan pribadi menempatkan kepentingan pribadi di
atau organisasi tertentu. Sementara tengah-tengan kepentingan
itu, dengan subtsansi yang tidak jauh masyarakat luas. Menjadi benar apa
berbeda Coleman mendifinisikan yang disampaikan oleh Ruth S.
white collar crime sebagai suatu Cavan(Gerson W. Bawengan, 1977)
pelanggaran hukum yang dilakukan bahwa kaum white collar crime sering
oleh orang atau kelompok orang menganggap dirinya melebihi atau
dalam menjalankan tugasnya yang kebal terhadap hukum. Hal tersebut
tergolong dihormati orang atau disebabkan oleh kekuasaan dan
dalam melaksanakan jabatan yang kemampuan materiil yang mereka
legitimate, atau dalam kegiatan miliki. Sementara, prinsip para
bisnis. koruptor menurut Romli bahwa
Kharakteristik white collar korupsi merupakan “low risk and high
crime yang membedakannya dengan profit activity” (Romli Atmasasmita).
kejahatan-kejahatan lain adalah Modal kekuasaan minus
terletak pada kepribadian pelakunya. transparansi serta gerakan yang
Schneider (Romli Atmasasmita) telah terstruktur melibatkan banyak
menetapkan enam karakteristik pelaku mengakibatkan skandal white
pelaku kejahatan di bidang ekonomi collar crime sulit untuk dideteksi.
dengan sendirinya dapat dipandang Dewasa ini, white collar crime
sebagai karakteristik pelaku white menampakkan diri sebagai kejahatan
collar crime, sebagai berikut: terorganisir dengan modus operandi
a. He is “stigmatized”. yang semakin canggih. Bagaimana
b. He commits his offences in tidak, dalam suatu skandal misalnya,
connection with his occupation. white collar crime melibatkan pihak

Jurnal Komunikasi Hukum Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja | 221


Volume 2, Nomor 2, Agustus 2016
ISSN : 2356-4164

dari jajaran bawah sampai pada investigating agency and/or the


pucuk pimpinan tertinggi dalam public prosecutions; incompetence;
suatu institusi. Hazel Croall lack of money and time; and
(Baharuddin Lopa) menyatakan sometimes a lack of will and belief;
“inability of victims to detect offence is problems with the construction of
of course the mayor reason why so evidence; malicious intention or not,
much white collar crime is problems with the trial; problems
unreported.” Skandal-skandal white with the sentence-whether
collar crime tidak mudah dilacak. imprisonment or fine, who and how
Adanya ketidakmampuan mengetahui much, and what are the likely side
secara dini terjadinya penyimpangan effect on the well being of the
yang justru dilakukan secara tertutup company and it’s workers.
oleh pejabat-pejabat penting yang Penegakan hukum terhadap
berwenang mengambil keputusan di white collar crime seringkali
lingkungan bank yang bersangkutan. mengalami kendala pada tataran
Selain itu, disebabkan juga terjadinya penyidikan, penuntutan, pembuktian
persekongkolan di antara sesama termasuk di dalammnya adalah
oknum pejabat di lingkungan persoalan pada tataran pengadilan.
perusahan itu, tanpa atau Dengan kekuasaan yang dimiliki,
bekerjasama dengan pihak luar, pelaku melakukan intervensi pada
sehingga mereka sedapat-dapatnya setiap proses dan level dalam
untuk menutup-nutupi skandal yang penegakan hukum. Hal ini
terjadi. menjadikan proses hukum tidak adil,
Upaya untuk menanggulangi parsial kepada mereka yang berkuasa
white collar crime sejak lama telah dengan status sosial kapital tinggi.
menyita banyak tenaga, waktu dan Hukum menampakkan diri dalam
biaya dari pihak kepolisian maupun bentuk rekayasa, terlihat baik di
aparatur penegak hukum lain, baik di permukaan sementara di dalam
negara-negara maju maupun di penuh dengan ketidakjujuran dan
negara-negara berkembang. simulakra.
Kesulitan-kesulitan penanggulangan “Drakula tanpa taring”, menjadi
white collar crime secara gamblang julukan yang tepat untuk
dikemukakan oleh Van den Heuvel menggambarkan para pelaku white
(Romli Atmasasmita ) dalam seminar collar crime. Ganas dan kejam tetapi
Internasional “International Trends in kelihatannya sopan dan berwibawa.
Crimes: East Meets West” di Bali, Para pelaku white collar crime
sebagai berikut: biasanya terdiri dari orang-orang
Since Sutherland” studies of terhormat atau orang-orang
1938,... it is difficult to control mempunyai kekuasaan/uang, yang
corporite crimes by criminalization. biasanya menampakkan dirinya
Dozens of studies from many sebagai orang yang baik-baik bahkan
countries document the reluctance banyak di antara mereka yang
to invoke formal procedures against dikenal sebagai dermawan, yang
corporate offender (Comer terdiri dari politikus, birokrat
1977;Levi 1981; Clarke 1990). pemerintah, direktur perusahaan
There are problems with the besar, bankir, penasehat investasi,
responsible body; problems with this broker saham, kontraktor, produsen

Jurnal Komunikasi Hukum Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja | 222


Volume 2, Nomor 2, Agustus 2016
ISSN : 2356-4164

barang tertentu, sindikasi mafia, dan seseorang yang menduduki jabatan


tentu juga lawyer dan para penegak terhormat dan kejahatan tersebut
hukum, serta masih banyak lagi, para terkait dengan jabatan pekerjaannya
pelaku perbuatan white collar crime yang sah (Muhammad Mustofa).
ini sering disebut dengan istilah- Occupational crime adalah white
istilah yaitu white collar criminals, collar crime dengan pelaku secara
criminaloids, criminals of the upper spesifik yaitu orang-orang yang
world dan educated criminal (Munir duduk pada jabatan tertentu. Jabatan
Fuady ). mempunyai peran yang penting
Dalam perkembanggannya lahir dalam kejahatan jenis ini, karena atas
dua konsep yang merupakan turunan dasar jabatan, pelaku memiliki
dari white collar crime yaitu wewenang yang legitimate menurut
occupational crime dan corporate hukum dan melegalkan bentuk
crime. Dari dua kategori dasar white perbuatan pelaku dalam bentuk
collar criminality tersebut pengambilan kebijakan.
berkembang menjadi kategori- Green (Muhammad Mustofa)
kategori yang lebih kompleks dalam membahas occupational crime
(Muhammad Mustofa). Green menguraikan adanya dua unsur dari
(Muhammad Mustofa) kejahatan jabatan tersebut. Pertama,
mengkatagorisasikan pola umum suatu tindakan yang dapat dikenai
yang seragam dari kejahatan white- hukuman berdasarkan hukum.
collar menjadi empat. Pertama, Kedua, tindakan yang dilakukan
kejahatan untuk kepentingan melalui kesempatan yang ada dalam
organisasi/majikan (organizational peran jabatan yang sah. Tindakan-
occupational crime). Kedua, kejahatan tindakan yang dapat dikenai
oleh pejabat dalam melaksanakan hukuman tersebut berupa hukuman
otoritas birokrasi pemerintahan yang diberikan oleh negra meliputi
(state authority occupational crime). denda, hukuman penjara, perintah
Ketiga, kejahatan oleh profesional pembatasan tertentu (injuction),
dalam rangka melakukan pekerjaan pencabutan izin perintah, perintah
profesionalnya (professional penghentian (desist order).
occupational crime). Keempat, Occupational crime memiliki
Kejahatan oleh individu dalam rangka jenis yang spesifik yang dimaksud
pekerjaan individual tersebut dengan occupational crime birokrasi.
(individual occupational crime). Occupational crime birokrasi adalah
Sementara itu, Jo Ann Miller occupational crime yang dilakukan
membuat katagori sebagai berikut: oleh aparat birokrasi pemerintahan
a. Organizational occupational crime. yang tugas utamanya melayani
b. Government occupational crime. anggota-anggota masyarakat.
c. Professional occupational crime. occupational crime birokrasi ini lebih
d. Individual occupational crime. dikenal dengan sebutan korupsi.
Korupsi kebijakan publik Korupsi dalam kaitan ini dapat
termasuk occupational crime sebagai dijelaskan sebagai tindakan
turunan dari white collar crime. penyalahgunaan wewenang yang
Occupational crime merupakan dilakukan oleh aparat birokrasi
bagian dari white collar crime yaitu dengan tujuan untuk memperoleh
kejahatan yang dilakukan oleh keuntungan ekonomi bagi dirinya

Jurnal Komunikasi Hukum Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja | 223


Volume 2, Nomor 2, Agustus 2016
ISSN : 2356-4164

pribadi. Penyalahgunaan wewenang atau yang dekat dengan pelaku.


tersebut terkait dengan Ketiga, merugikan kepentingan
kedudukannya sebagai aparat masyarakat tidak hanya dalam
birokrasi yang diberi kewenangan bentuk uang tetapi juga yang lainnya.
untuk memberikan pelayanan publik Korupsi kebijakan dalam
sesuai dengan ketentuan hukum yang pemetaan Benveniste termasuk jenis
berlaku (Muhammad Mustofa). discretionary corruption. Korupsi
Terdapat beberapa pakar yang menurut Benveniste (Mansyur
mencoba merumuskan pengertian Semma, 2008) dapat dipetakan
korupsi yang ditujukun pada menjadi empat jenis. Pertama,
occupational crime birokrasi. Key discretionary corruption yaitu korupsi
(Muhammad Mustofa ) merumuskan yang dilakukan karena adanya
korupsi sebagai “penyalahgunaan kebebasan dalam menentukan
pengendalian kekuasaan dan sumber kebijakan, sekalipun tampaknya
daya pemerintahan untuk bersifat sah, bukanlah praktik-praktik
kepentingan keuntungan pribadi atau yang dapat diterima oleh para
partai,... dan tidak harus berbentuk anggota organisasi. Kedua, illegal
uang”. Costikyan (Muhammad corruption yaitu suatu jenis tindakan
Mustofa) sebagaimana dirujuk yang membongkar atau mengacaukan
Gardiner dan Olson mendefinisikan bahasa ataupun maksud-maksud
korupsi yaitu “menggunakan hukum, peraturan dan regulasi
kekuasaan pemerintahan untuk tertentu. Efektifitas untuk jenis
tujuan bukan untuk kepentingan korupsi ini bisa diukur. Namun, ia
pemerintah”. Masih dalam rujukan jauh lebih mudah untuk dikendalikan.
Gardiner dan Olson, Wilson Ketiga, mercenery corruption yaitu
(Muhammad Mustofa ) merumuskan jenis korupsi dengan maksud untuk
korupsi dengan menyatakan “korupsi memperoleh keuntungan
terjadi apabila sesorang, sebagai individual/pribadi. Biasanya korupsi
imbalan bagi suatu keuntungan jenis ini banyak digunakan oleh para
pribadi, melakukan tindakan di luar kompetitor politik dalam suksesi
kewajibannya”. ataupun kampanye politik. Keempat,
Berdasarkan beberapa ideological corruption yaitu korupsi
pengertian yang diutarakan oleh para yang dilakukan lebih karena
pakar tersebut terdapat beberapa kepentingan kelompok, karena
poin penting yang menjadi catatan komitmen ideologis seseorang yang
terhadap occupational crime mulai tertanam di atas nama
birokrasi. Pertama, dilihat dari kelompok tertentu. Biasanya korupsi
pelakunya adalah seseorang yang jenis ini amat sulit untuk dideteksi
duduk pada birokrasi atau jabatan atau diketahui landasannya secara
publik yang mempunyai wewenang material. Seseorang yang telah
tertentu melekat pada jabatannya didoktrin pada sebuah pandangan
yang legitimate berdasarkan hukum lebih rela mati atas nama simbol atau
yang berlaku. Kedua, terjadi tanda tertentu di dalam kelompok
penyalahgunaan kewenangan dalam yang dinilai sakral, dibanding
menjalankan tugas dan kewajiban seseorang itu harus lari bila
sebagai pejabat publik dengan berhadapan dengan bahaya yang
maksud menguntungkan diri pribadi mengancam jiwanySimpulan

Jurnal Komunikasi Hukum Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja | 224


Volume 2, Nomor 2, Agustus 2016
ISSN : 2356-4164

Korupsi kebijakan oleh pejabat di Indonesia. Hal ini tentunya harus


publik lahir menjadi korupsi jenis didukung oleh seperangkat peraturan
baru yang banyak menyita perhatian sebagai payung hukum yang
publik. Korupsi jenis ini menjadi membuat jelas setiap aturan main
suatu fenomena yang berkembang dalam praktek kenegaraan.
pada masyarakat Indonesia. Kasus-
kasus yang melibatkan Siti Fadilah Daftar Pustaka
Supari, Hadi Poenomo dan Budi Buku
Mulya adalah beberapa kasus yang Atmasasmita, Romli, 2013, Buku 2
menjadi bukti verifikatif bahwa Kapita Selekta Kejahatan
fenomena korupsi kebijakan nyata Bisnis Dan Hukum Pidana,
dalam praktek kenegaraan di Fikahati Aneska, Jakarta.
Indonesia. Korupsi kebijakan dalam Atmasasmita, Romli, 1995, Kapita
perspektif kriminologi termasuk Selekta Hukum Piadana Dan
kualifikasi white collar crime dengan Kriminologi, Mandar Maju,
turunannya yaitu occupational crime Bandung.
dan discretionary crime. Korupsi Atmasasmita, Romli, 2004, Sekitar
kebijakan lahir karena adanya Masalah Korupsi: Aspek
jabatan tertentu dengan wewenang Nasional Dan Aspek
yang legitimate berdasarkan hukum Internasional, Mandar Maju,
tapi terdapat kepentingan pribadi di Bandung.
tengah kepentingan masyarakat Bawengan, Gerson W., 1977,
sebagai nilai jahat untuk mencuri Pengantar Psychology
uang negara. Pada titik ini terlihat Kriminil, Pradnya Paramita,
bagaimana hubungan kekuasan Jakarta.
dengan praktek korupsi yang Bonger, 1982, Pengantar Tentang
memiliki kecenderungan semakin Kriminologi, PT.
besar kekuasaan maka potensi Pembangunan (terjemahan
korupsi akan semakit tinggi. oleh Koesnoen), Jakarta.
Danil, H. Elwi, 2014, Korupsi: Konsep,
Saran Tindak Pidana, dan
Dengan mengetahui bagaimana Pemberantasannya, Rajawali
hubungan antara kekuasaan dengan Pers, Jakarta.
perilaku korup, maka dalam rangka Fuady, Munir, 2004, Bisnis Kotor:
pemberantasan korupsi perlu untuk Anatomi Kejahatan Kerah
memberikan perhatian lebih pada Putih, Citra Aditya Bakti,
wilayah-wilayah dimana terdapat Bandung.
kekuasaan dengan kewenangan yang Hurwitz, Stephan, 1986, Kriminology
besar. Konsentrasi pemberantasan (disadur oleh L. Moeljatno),
korupsi hendaknya diarahkan pada Bina Aksara, Jakarta.
salah satu episentrum korupsi yaitu Lopa, Baharuddin, 2002, Kejahatan
wilayah dimana titik kekuasaan Korupsi Dan Penegakan
bekerja. Sistem pengawasan yang Hukum, Kompas, Jakarta.
terintegrasi bersifat holistik Mas, Marwan, 2014, Pemberantasan
melibatkan semua pihak adalah salah Tindak Pidana Korupsi, Ghalia
satu faktor pengurang kemungkinan Indonesia, Bogor.
praktek korupsi yang berlarut-larut

Jurnal Komunikasi Hukum Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja | 225


Volume 2, Nomor 2, Agustus 2016
ISSN : 2356-4164

Mustofa, Muhammad, 2010, “KPK Sadap Pejabat Yang Niat


Kleptokrasi: Persekongkolan Korupsi”, Bali Post, Rabu 26
Birokrat-Korporat Sebagai Agustus 2015.
Pola White Collar Crime di “Soal SE Kesalahan Administrasi:
Indonesia, Kencana, Jakarta. Kebijakan Mengandung
Semma, Mansyur, 2008, Negara Dan Pidana Tetap Diproses”, Bali
Korupsi: Pemikiran Mochtar Post, Minggu 6 September
Lubis Atas Negara, Manusia 2015.
Indonesia, Dan Perilaku W. Riawan Tjandra, “Inovasi, Diskresi,
Politik, Yayasan Obor dan Korupsi”, Kompas, Selasa
Indonesia, Jakarta. 22 September 2015.
Soekanto, Soerjono dan Abdullah,
Mustafa, 1987, Sosiologi Artikel Internet
Hukum Dalam Masyarakat, “Pejabat Korup Tetap Tak Aman: KPK
Rajawali, Jakarta. Tidak Keberatan Pemerintah
Syarif, Laode M. dan Didik Terbitkan Rancangan PP
Purwoleksono, E., Hukum Sanksi Administrasi”,
Anti Korupsi, Kemitraan. Kompas, Senin 14 September
2015
Jurnal ACCH, “Penangan TPK Berdasarkan Jenis
Azyumardi Azra, “Korupsi Dalam Perkara”,
Perspektif Good http://acch.kpk.go.id/berdasarkan-
Governance”, Jurnal jenis-perkara, diakses pada 12 Mei
Kriminologi Indonesia, Vol. 2 2015.
No. 1, Januari 2002. ACCH, “Rekapitulasi Penindakan Pidana
Bambang Sukma Wijaya, “Korupsi Korupsi”,
Komunikasi Dalam Dimensi http://acch.kpk.go.id/rekapitulasi-
Pesan, Media, Konteks Dan penindakan, diakses pada 12 Mei
Perilaku: Sebuah Proposisi 2015.
Teoretis Untuk Riset”, Journal Adrianus Mandey, Taufik Rahadian,
Communication Spectrum, “Korupsi BCA Terkait
Vol. 3 No. 1, Februari-Juli Kebijakan, KPK Siap Beri Alat
2013. Bukti”, viva.co.id,
Eddy O.S. Hiariej, 2005, Membasmi http://nasional.news.viva.co.
Korupsi, Mimbar Hukum id/news/read/618349-
Edisi No. 51/X/2005, korupsi-bca-terkait-
Universitas Gadjah Mada, kebijakan--kpk-siap-beri-
Yogyakarta. alat-bukti, diakses pada 30
Moch. Iqbal (Koordinator Peneliti), September 2015.
“Kriminalisasi Kebijakan Editor, “Konsentrasi Korupsi
Pejabat Publik”, Laporan Mengarah Pada Kebijakan
Penelitian, Puslitbang Hukum Publik”, Hukum Online.com,
Dan Peradilan Badan Litbang http://www.hukumonline.co
Diklat Kumdil Mahkamah m/berita/baca/hol3142/kon
Agung RI, 2014. sentrasi-korupsi-mengarah-
pada-kebijakan-publik,
Artikel Koran

Jurnal Komunikasi Hukum Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja | 226


Volume 2, Nomor 2, Agustus 2016
ISSN : 2356-4164

diakses pada 30 September korupsi&catid=114:umum,


2015. diakses pada 30 September
SBD, “Dilema Diskresi Di Tengah 2015.
Godaan Korupsi”, Media Transparancy International The
Indonesia (Senin, 16 Juli Global Coalition Against
2012), http://ditjenmiltun.m Corruption, “Corruption
ahkamahagung.go.id/index.p Perception Index 2014”,
hp?option=com_content&vie http://www.transparency.or
w=article&id=1553:dilema- g/cpi2014/results, diakses
diskresi-ditengah-godaan- pada 12 Mei 2015.

Jurnal Komunikasi Hukum Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja | 227

Anda mungkin juga menyukai