Anda di halaman 1dari 17

Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849

e-ISSN : 2548-1398
Vol. 7, No. 4, April 2022

KAJIAN ANTROPOLOGI HUKUM TERHADAP PEMBERANTASAN TINDAK


PIDANA KORUPSI

Marolop Butarbutar, Verawaty, Michael Renardis Sinaga, Gamaliel Andri Jonius


Sihotang, dan Yefta Sabel Christoper
Email: marolopbutarbutar18@gmail.com, verawaka7@yahoo.com,
michaelsinaga2807@gmail.com, gamaliel.sihotang31@gmail.com, dan
yeftacs30@gmail.com

Abstrak
Legal Anthropology as a science studies human behavior in all its aspects
related to criminal law norms related to acts of corruption. Type of normative
juridical research. The nature of descriptive research, data collection
techniques use primary, secondary and tertiary data. Data analysis using
qualitative analysis. . Studies on how the legal power processes and impacts in
each agency and society, especially the criminal act of corruption, as the
behavior of individuals who use their authority and power to extract personal
or group benefits and are very detrimental to public interests and very much
contrary to prevailing norms.

Keyword : anthropology of law, crime, corruption, eradication

Abstrak
Antropologi Hukum salah satu ilmu tentang perbuatan manusia dari segala
tindakan dan nilai norma hokum terkait dalam pemberantasan koropsi. Jenis
penelitian memakai yuridis normatif. Sifat penelitian berupa deskriptif.
Permasalahan dirumuskan mengenai bagaimana pemberantasan korupsi dalam
atropologi hukum. Analisis menunjukkan bahwa pengkajian antropologi hukum
telah memberikan telaah akan hasil kreasi, distribusi dan transmisi hukum yang
ada. Tentu saja tidak terlepas dari jaringan penyebaran korupsi yang berawal
dari lingkup kecil, perorangan sampai melibatkan banyak orang yang telah di
bentuk berdasarkan sistem nilai dalam sebuah kebudayaan. Peranan kajian
antropologi hokum sebagai alat pengendalian sosial ataupun sebagai alat
rekayasa umuk merubah masyarakat menuju kearah modern umuk mematuhi
ketentuan-ketentuan hukum.

Kata Kunci : antropologi hukum, tindak pidana, korupsi, pemberantasan

Pendahuluan
Korupsi merupakan pengambilan kekayaan dengan menyalahgunakan wewenang
dan kekuasaan untuk mendapatkan materi serta dilakukan secara legal dengan meraut
keuntungan dan merugikan negara. Pandangan masyarakat dalam korupsi banyak

Syntax Literate, Vol. 7, No. 4, April 2022 1


Marolop Butarbutar, Verawaty, Michael Renardis Sinaga, Gamaliel Andri Jonius
Sihotang, dan Yefta Sabel Christoper

menimbulkan problem dalam iklim dan wilayah hukum negara ini, korupsi sejah
dahulunya sulit diberantas. Kegiatan criminal yang senantiasa banyak merugikan
masyarakat dan negara, hal ini disebabkan karena lemahnya penegakan hukum, pranata
sosial dan sistem kebudayaan.1
Perilaku korupsi kian menjadi merajarela adanya konteks kebudayaan dan nyaris
terjadi di lingkungan manapun. Prilaku didorong adanya kekuasaan dan meraut
kekayaan wilayah instansi maupun perusahaan. Kesempatan prioritas utama dalam
menjalankan aksinya dalam hal melakukan korupsi. Hal ini didasari akan kebiasaan
maupun orientasi gaya hidup seseorang yang telah terbentuk sejak dini. Gaya hidup
pikir manusia kian berkembang adanya sifat dan perilaku yang berbeda antar manusia.
Adanya tuntutan gaya hidup mewah yang mengantarkannya untuk berbuat korupsi.
Kebiasaan hidup yang terjadi pada diri seorang yang melakukan korupsi memang sudah
terbiasa dalam jiwa dan mempengaruhi lingkungan kerja maupun dilur. Batas
kemampuan yang dimiliki diri sendiri sudah terbayangkan dalam perkembangan
modern ini sudah banyak seseorang berbuat untuk melakukan korupsi. Sejalan dengan
waktu, seseorang melakukan apa saja yang diinginkan dan tidak peduli akibat yang
dilakukannya, hanya penegakan hukum yang bisa mengatasi dalam pemberantasan
tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, perkembangan saat ini banyak kebutuhan yang
diinginkan, berbagai cara mendapatkan sifat dan perilaku sosial dimata masyarakat
selain itu melaju cepat melebihi keinginan masyarakat untuk memperoleh status kelas-
kelas sosial tertentu.2
Ketidakpedulian penegakan hukum mengakibatkan problem dalam diri manusia
itu sendiri. Penghasilan pegawai yang didapatkan tidaklah cukup, hal ini menyebabkan
timbul atau siasat untuk melakukan perbuatan tindak pidana korupsi, agar
berpenghasilan tinggi, dan kebutuhan modern semakin tidak terkontrol dalam diri
manusia. Selalu menginginkan kekayaaan dan mencari uang tambahan agar
terpenuhinya keinginannya. Selama seseorang bekerja cukup lama, pasti akan
melakukan tindakan kriminal untuk mendapatkan keuntungan dan mewujudkannya
berupa korupsi. Korupsi yang diperoleh atas tindakan kejahatan yang dihasilkannya.
Intinya seseorang terdorong untuk melakukan perilaku dan sifat sosial, dimana interaksi

1
Laden Marpaung, Tindak Pidana Korupsi Pemberantasan dan Pencegahan, Djambatan, Jakarta,
2007, hlm 48
2
Marwan Mas, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Ghalia Indonesia, Bogor, 2014, hlm 38

2 Syntax Literate, Vol. 5, No. 8, Agustus 2020


KAJIAN ANTROPOLOGI HUKUM TERHADAP PEMBERANTASAN TINDAK
PIDANA KORUPSI

dan hubungan dengan berbagai pihak akan mempengaruhi jiwa seorang untuk
melakukan korupsi. Apalagi penegakan hukum lemah akan lebih membawa dampak
yang cukup signifikan, tidak adanya kontrol maupun tindakan yang tegas oleh aparat
hukum. Peran budaya korupsi sudah lumrah sudah banyak kalangan pihak pejabat
maupun lainnya sudah melakukan tindakan korupsi. Paradigma baru masyarakat yang
biasa dikatakan bahwa gaya pemikiran modern dengan menuntut meraut kuentungan
yang kemudian berkembang menjadi fanatisme sekuler.3
Pembelajaran antropologi hukum bersifat jiwa tersendiri adanya dorongan dan
nafsu untuk memperoleh kekayaan semata dan mendapat keuntungan berupa korupsi.
Korupsi seseorang sudah darah daging karena perilaku yang ditanamkan sudah sejak
kecil atau bawaan dari pihak keluarga maupun lingkungan sekitarnya. Tentu saja
korupsi sudah jadi omongan karena melibatkan kalangan jabatan maupun aparat hukum
lainnya. Pemberantasan korupsi sudah sejak lama membudaya segala aspek seperti
aspek ekonomi, politik maupun lain sebagainya yang turut serta mengambil kesempatan
untuk mendorong memperkaya diri sendiri. Banyak orang belum sadar akan akibat dan
bahayanya yang dilakukan korupsi. Akibatnya akan terjadi merugikan negara dan
bahayanya akan bertambahnya utang negara dan menyebarkan pejabat lain atau ikutan
dalam mengambil kesempatan. Tidak ironis sebagai contoh di kalangan jabatan
golongan bawah.4
Peranan sebagai antropologi hukum untuk mengkaji tatanan hidup masyarakat
mulai hierarki perkembangan budaya dimulai dari nilai dan norma sebagai sumber
berperilaku yang baik maupun buruk, selanjutnya menjadi kesadaran dalam melakukan
tindakan apa yang diperbuatnya sebagai landasan hokum untuk membentuk diri
seseorang untuk menjalani masa hukumannya. Hal ini perlu disadari bahwa tindakan
korupsi suatu kriminal yang tidak sepatutnya memberi contoh golongan bawah, karena
perbuatan tersebut akan menimbulkan dampak atau kerugian diri sendiri. 5
Pembentukan karakter budaya sudah tepat akan membawa gerasi mudah ikut
mengalami iklim perubahan yang diamanat kan selama ini. Dari sini lah muncul

3
Nirwono dan Priyono, AE.(ed). Antropologi Hukum dalam prilaku
penyimpangan dan Perubahan, Jakarta : LP3ES. di Indonesia, 2010, hlm 58
4
Soerjono Soekanto, & Salman, R. Otje (ed), Antropologi Hukum, dalam Disiplin
Hukum dan Disiplin Sosial, Rajawali Pers. Jakarta, 1998, hlm 81
5
Abdul Latief, Hukum Antropologi dalam Paktik Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Prenada
Media Group, Jakarta, 2018, hlm 74

Syntax Literate, Vol. 5, No. 8, Agustus 2020 3


Marolop Butarbutar, Verawaty, Michael Renardis Sinaga, Gamaliel Andri Jonius
Sihotang, dan Yefta Sabel Christoper

instrument hokum yang berkeadilan demi terciptanya ketentraman dan kedamaian hidup
bangsa dan bernegara. Perubahan yang terjadi dalam sistem kebudayaan akan membawa
pengaruh cukup besar, adanya kajian antropologi hukum yang berkembang membawa
tatanan hidup menjadi modern. Untuk itu, generasi muda menerapkan perilaku dan
bermartabat dalam memberantas tindak pidana korupsi di masa yang akan datang. 6
Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti memberikan rumusan masalah
adalah:
1. Bagaimana tindak pidana korupsi menurut atropologi hukum?
2. Bagaimana penyebab terjadinya tindak pidana korupsi menurut antropologi
hukum?
3. Bagaimana penanggulangan tindak pidana korupsi dalam kajian antropologi
hukum?

Metode Penelitian
Peneliti mendapatkan jenis penelitian melalui penelitian normatif. Penelitian ini
mengutamakan norma hukum dan kaidah terkait landasan hukum sebagai sebuah
rumusan yang ditetapkan, sehingga dapat menganalisa dan menyimpulkan.7 Penelitian
normatif berhubungan dengan bahan hokum primer dan sekunder terkait aturan dan
regulasi atas kajian hukum yang dibuat berdasarkan problem yang terjadi di masyarakat.

Hasil dan Pembahasan


A. Tindak Pidana Korupsi Menurut Antropologi Hukum
Munculnya kajian antropologi dalam perilaku korupsi semenjak peradaban manusia
mulai muncul bermasyarakat berupa lahirnya kehidupan manusia atas problema
birokrasi pemerintahan maupun swasta atas kesempatan yang terjadi dalam jenjang
korupsi yang ada. Manusia mulai tampak atas terjadinya pandangan hokum atas
perbuatan yang dilakukannya itu salah. Problema yang terjadi berupa korupsi. Adaya
tatanan social yang mudah dipahami dan kehidupan social cukup berkembang adanya
kebutuhan yang mendasar,sehingga timbulnya kajian antropologi dalam sifat dan nilai
norma dalam diri seseorang dengan kurung waktu yang cepat, semakin bertambahnya

6
Syed Husein Alatas, Antroplogi, hukum, Korupsi sebuah Penjajahan dengan Data Kontemporer,
LP3ES, Jakarta, 2017, hlm 94
7
Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Metode penelitian dan Penulisan Hukum Sebagai Bahan
Ajar, (Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009), hal 54

4 Syntax Literate, Vol. 5, No. 8, Agustus 2020


KAJIAN ANTROPOLOGI HUKUM TERHADAP PEMBERANTASAN TINDAK
PIDANA KORUPSI

masalah manusia yang terjadi diakhri-akhir ini akan berdampak pada manusia itu
sendiri, diperlukan upaya penyelesaian dalam kajian antropoligi hukum tersebut.
Kemungkinan hanyalah membuat gambaran antropologi hukum yang logis dan masuk
akal (rasional) tentang budaya hukum korupsi yang membedakannya dengan fenomena
lain yang timbul dalam kehidupan manusia. 8 Suku-suku bangsa yg ada diwilayah
nusantara berdasarkan kekerabatan hubungan kekeluargaan, maupun antara sesama satu
wilayah masyarakat adat, dan antara masyarakat ada yang satu dengan masyarakat adat
yang lainnya, dalam setiap upacara adat selalu melakukan kunjungan dimana pihak
pengunjung tidak terlepas dari kewajibannya untuk memberi sumbangan atau hadiah
kepada yang dikunjungi. Dalam hal ini, tidak dapat dikatakan suatu perbuatan koruptif
karena sebatas kewajaran atau kewajiban dalam upacara adat, kecuali melewati batas
pemberian dengan maksud tertentu diluar batas upacara adat, maka oleh antropologi
hukum menegak hal itu perbuatan yang berhubungan dengan norma adat dan kebiasaan
masyarakat.
Saat ini di Indonesia telah membincangkan mengenai masalah korupsi yang
semakin gencarnya, yang pastinya termasuk perbutan jahat terkait keuanga atau
kekayaaan negara yang memiliki catatan criminal untuk mendapatkan keuntungan
maupun memiliki kekayaan. Korupsi memiliki catatan yang buruk bagi manusia itu
sendiri, apabila dia yang berbuat akan berakibat adanya unsur kesengajaan untuk
melakukan kejahatan di dalam menerima uang dari hasil kriminal. 9
Pentingnya pemberantasan korupsi di Indonesia berkembang sejak dikeluarkan
peraturan dan perundangan-undangan serta munculnya suatu gerakan anti korupsi
berbagai bentuk kegiatan yang ada. Memang tahun-tahun awal kemerdekaan negara
Indonesia masalah korupsi belum pembicaraan masyarakat luas, meskipun pada waktu
itu sudah ada perbuatan yanga dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.
Pemberantasan korupsi diawali pada tahun 1957 dengan dikeluarkan peraturan
penguasa militer tentang pemberantasan korupsi yang dalam pelaksanaannya dilengkapi
dengan peraturan mengenai penyitaan harta benda dan peraturan mengenai penyitaan
dan perampasan barang. Sejak orde baru sudah dilakukan berbagai upaya

8
Marwan Mas, Op.Cit, hlm 1
9
Jur Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional,
PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm 6-22

Syntax Literate, Vol. 5, No. 8, Agustus 2020 5


Marolop Butarbutar, Verawaty, Michael Renardis Sinaga, Gamaliel Andri Jonius
Sihotang, dan Yefta Sabel Christoper

penanggulangan korupsi yang menunjukkan bahwa rakyat dan peemrintah Indonesia


pernah memiliki kemauan politik untuk memberantas korupsi. 10
Arti pentingnya sebuah tindak pidana adalah kejahatan yang dihasilan atas
perbuatan yang dikehendakinya berdasarkan proses rumusan ketentuan pidana yang
dilakukannya.11tindak pidana sebagai pelanggaran norma hokum yang dibuatnya
dengan sengaja maupun tidak sengaja sebagaimana perbuatan yang dilakukan seorang
pelaku, penjatuhan hukuman sudah dilakukan dengan hasil perbuatannya, diperlukan
sanksi hukuman yang diberikan agar memberi efek jera bagi pelaku dan demi
terpeliharanya ketaatan hokum yang sudah dibuat sebagi terjaminnya kepentingan
umum dimata masyarakat.12 Tindak pidana korupsi adalah bagian dari perbuatan
kriminal seseorang sudah diatur dalam Undang- Pemberantasan tindak pidana korupsi. 13
Dewasa ini korupsi kian meraja rela kehidupan manusia, untuk itu pemerintah
mengamanatkan suatu Lembaga untuk memberantas korupsi berupa KPK (komisi
pemberantasan korupsi). KPK hanya memberantas hasil kejahatan yang dilakukan oleh
korupsi yang merugikan negara. Para pelaku melakukan semata mencari kekayaan di
kalangan eksekutif, yudikatif maupun politisi. Saat ini korupsi sebagai sumber problema
negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia. Bahkan, korupsi sudah menyebar ke
segala lapisan masyarakat golongan atas maupun bawah yang mampu mendapatkan
uang suap maupun hasil uang kejahatan. Semakin trennya sifat dan norma dalam
korupsi menjadi tabu sehingga banyak lapisan masyarakat keinginan jadi kaya dan
berbagai cara untuk melakukan kejahatan kriminal. Kian meningkatnya kesegala aspek
bidang yang dikorupsikan sehingga sebuah negara tidak mampu membendung hasil
kejahatan yang dapat merugikan negara. Untuk itu, KPK bisa memberantas korupsi
dengan upaya apapun agar dapat diberantasnya, karena semakin banyaknya pelaku yang
perbuatnya untuk mendapatkan kekayaan. 14 Semasa jabatan dimanfaatkan para pelaku
untuk melakukan tindakan kejahatan korupsi demi keuntungan yang melimpah dan

10
R. Djatmiko Soemodiharjo, Mencegah dan Memberantas Korupsi Mencermati Dinamikanya di
Indonesia, Penerbit Prestasi Pustaka, Jakarta, 2008, hlm 4-6
11
Tri Syamsyah, Tindak Pidana Perpajakan, PT. Alumni, Bandung, 2011, hlm 1
12
Pompe Webbok Van heat ned Strafrecht, dalam Andi Hamzah, Azas-azas Hukum Pidana,
Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 2008, hlm 9
13
Rudi Pardede, Proses Pengembalian Kerugian Negara Akibat Korupsi, Penerbit Genta
Publishing, Yogyakarta, 2016, hlm 5
14
Alfitra, Modus Operandi Pidana Khusus di luar KUHP, Penerbit Raih Asa Sukses, Jakarta,
2014, hlm 6

6 Syntax Literate, Vol. 5, No. 8, Agustus 2020


KAJIAN ANTROPOLOGI HUKUM TERHADAP PEMBERANTASAN TINDAK
PIDANA KORUPSI

menjadi sumber kekayaan. Keberadaan korupsi hanya membawa dampak cukup besar
bagi semua aspek atau bidang.

Berdasarkan data statistik bahwa tindak pidana korupsi dari tahun ke tahun terus
meningkat, hal ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 1
Data Korupsi berbagai instansi terkait dalam melakukan tindak pidana
periode 2010 s/d 2019
Instansi 201 201 201 201 201 201 201 201 201 201
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
DPR RI 0 0 0 0 6 9 6 4 7 3
Kementrian/Lemba 2 4 8 9 12 11 13 20 17 36
ga
BUMN/BUMD 0 4 0 0 2 3 7 3 1 0
Komisi 0 9 4 2 2 0 2 1 0 0
Pemerintah Provinsi 2 2 8 3 3 3 1 6 13 2
Pemkab/Pemko 0 0 3 6 17 4 5 7 9 18
Jumlah 4 19 23 47 42 30 32 41 47 59
Sumber : BPS
Berdasarkan data tabulasi data di atas, dapat dilihat bahwa per 31 Desember 2019
kejahatan korupsi semakin banyak di ditemukan di lingkungan Kementerian/Lembaga
sebanyak 36 kasus, selanjutnya pemerintah Kabupaten/ Kota sebanyak 18 kasus,
kemudian pemerintah provinsi sebanyak 2 kasus dan dari DPRD sebanyak 3 kasus, hal
ini harus diberantas sampai keakarnya agar pemberantsan korupsi bisa ditanggulangi
secara benar dan baik.
Seperti kasus Kementerian Sosial terkait dengan pelaksanaan paket pekerjaan
proyek Bansos di Kemensos Tahun 2020. Menteri Sosial bahkan turut ditetapkan pelaku
yang diduga sebagai menerima uang suap sebesar 17 miliar sebagai Rp10 ribu per paket
sembako. Kasus ini terjadi di tengah menerpah di dunia berupa pandemic covid 19,
dimana seorang pejabat negara mampu berbuat korupsi dengan mengambil pemotongan
dana bantuan masyarakat ditengah lagi kesesuhan. Sejak awal anti korupsi
mengingatkan bahwa Kemensos harus berhati-hati terkait pemberian bantuan sosial
(Bansos) dalam penanganan Covid-19. Regulasi yang dibuat KPK sudah edarkan terkait
pengadaan barang dan jasa serta pengelolaan sumbangan dan bantuan masyarakat kian
berjalan.

Syntax Literate, Vol. 5, No. 8, Agustus 2020 7


Marolop Butarbutar, Verawaty, Michael Renardis Sinaga, Gamaliel Andri Jonius
Sihotang, dan Yefta Sabel Christoper

Antropologi merupakan menelaah pikiran awal manusia untuk berpikir dan


menempatkan perilaku interaksi diri seorang untuk bermartabat. Timbulnya pikiran
tersebut sebagai kreasi dan nilai-nilai serta norma yang berlaku di lingkungan msyarakat
dan sebagai wadah pikiran manusia untuk menampilkan gambaran sejarah yang sudah
dikembangkan. 15
Dalam antropologi hukum berpegang pada anggapan bahwa ada manusia yang
hidup bermasyarakat, berarti ada hukum, baik di dunia maju maupun pada masyarakat
yang masih sederhana, hukum selalu ada. Hukum mengikuti perkembangan hidup
manusia bermasyarakat, baik tertulis maupun tidak tertulis. Sedangkan hukum yang
menjadi sasaran di dalam sosiologi hukum pada umumnya hukum dalam bentuk tertulis
(perundangan), dibukukan secara sistematis dan berlaku nasional. Sedangkan dalam
antropologi hukum yang ditemukan di lapangan banyak yang tidak tertulis sederhana,
tidak sistematis dan bersifat lokal. Oleh karena itu, antropologi hukum juga mempelajari
perilaku manusia yang mengutamakan penelitian tindak pidana korupsi yang terjadi,
dengan norma hukum dan perilaku berdasarkan kenyataan yang benar berlaku. 16
Antropologi Hukum sebagai pandangan pikiran manusia untuk melakukan
kreatifitas perilaku dalam dirinya untuk menjadi etikat yang lebih baik lagi untuk
menuntun kepribadian dan memperbaiki norma hukum yang ada. Masyarakat
berinteraksi satu sama lainnya untuk membentuk diri dari norma hokum yang ada,
dimana nilai kebudayaan muncul dari keeratan hubungan manusia dengan cara hidup
sederhana maupun primitive, hingga budaya hokum modern. Budaya hukum diartikan
sebagai bentuk kepribadian dalam membentuk berbudaya dalam diri manusia akan
berdampak dalam masalah hukum. Antropologi hokum sebagai pembelajaran dalam
konsep kultur budaya masyarakat tertentu, baik modern maupun sederhana khususnya
pemberantasan tindak pidana korupsi. Antropologi Hukum sebagai upaya untuk
mempelajari hukum yang sebenarnya untuk mengungkapkan pelanggaran yang terjadi
dalam perbuatan atau norma budaya hukum dalam tindak pidana korupsi. 17

15
Gunsu Nurmansyah, Nunung Rodliyah dan Recca Ayu Hapsari, Pengantar Antropologi Sebuah
Ikhtisar Mengenal Antropologi Hukum, CV. Anugrah Utama Raharja, Lampung, 2013, hlm 1
16
Marhaeni Ria Siombo, J.M. Henny Wiludjeng, Hukum dan Kajian Antropologi, Penerbit
Universitas Katolik Indonesia Atmajaya, Jakarta, 2019, hlm 60-61
17
Zulfadli Barus, Analisis Antropologi Hukum Tentang Pengaruh Nilai-Nilai
Budaya Terhadap Budaya Hukum Masyarakat Batak-Toba Terkait Dengan Batas Usia

8 Syntax Literate, Vol. 5, No. 8, Agustus 2020


KAJIAN ANTROPOLOGI HUKUM TERHADAP PEMBERANTASAN TINDAK
PIDANA KORUPSI

Kajian Antropologi hukum melakukan upaya penegakan hokum yang ada


berdasarkan perkembangan korupsi di lingkungan internal, sehingga ditunjukkan suatu
Lembaga untuk memberantasan korupsi dengan proses peradilan.18

B. Penyebab terjadinya tindak pidana korupsi menurut antropologi hukum


Di sisi negatif timbulnya pengaruh perilaku seorang pejabat di kalangan publik
memandang bahwasanya tidak menunjukkan seorang pemimpin sebagai keteladanan
bagi kinerjanya, akan membawa ketidakberesnya moral dan norma yang ditunjukkan
kepada masyarakat. Terjerumusnya seorang pejabat yang sedang melakukan kinerja
dengan diimingi imbalan cukup besar daripada tidak mendapatkan samakali. Disini lah
mulai seorang pejabat melakukan aksinya untuk melakukan kejahatan korupsinya
dengan melakukan suap setiap proyek maupun lainnya. Perilaku tersebut tidak patut di
contoh kalangan warga negara maupun kalangan jabatan lainnya, tindakan tersebut akan
mengalami rendahnya diri seorang dan keinginannya untuk mendapatkan sumber
kekayaan cukup besar.
Masalahnya ini akan berlarut sampai penegakan hukum tidak mau peduli atas
hadirnya korupsi, setiap penegakan hukum haruslah menaati peraturan yang ada, akan
tetapi seseorang tidak mau menaati regulasi yang dibuat sebuah negara. Gagalnya
pemerintah memberantas korupsi akibat adanya oknum dan penegakan hokum yang
nakal untuk memberi kesempatan dan peluang untuk melakukan korupsi. Maraknya
mengambil kekuasaan jabatan karena lahirnya antropologi hukum semenjak lahir
diajarkan berperilaku suap makanya di suatu hari seseorang akan melakukan juga kelak
menjadi jabatan tinggi. Untuk itu pemerintah, mempertegas sanksi dan hukuman
korupsi dengan menjamin penegakan hokum seadilnya dan tidak memandang bulu
apapun.
Penyebab terjadinya tindak pidana korupsi menurut antropologi hukum dapat
merugikan kalangan masyarakat maupun negara. Kerugian terjadi atas tindakan
kejahatan yang terkena pidana setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan
hukum tetap. Hal ini menunjukkan bahwa pembentuk undang-undang menghendaki

Kawin Menurut Undangundang Nomor 1 Tahun 1974, Jurnal Yustisia Vol. 3 No.2 Mei
- Agustus 2014
18
M.Syamsudin, Korupsi dalam Perspektif Antropologi Hukum, Jurnal UNISIA, Vol. XXX No. 64
Juni 2007

Syntax Literate, Vol. 5, No. 8, Agustus 2020 9


Marolop Butarbutar, Verawaty, Michael Renardis Sinaga, Gamaliel Andri Jonius
Sihotang, dan Yefta Sabel Christoper

adanya asset recovery (pengembalian aset) atau gambaran keinginan pemerintah untuk
melakukan pemulihan keuangan negra pasca terjadinya tindak pidana korupsi.,
mengingat uang yang dikorupsi dipergunakan untuk kepentingan publik.19Oleh karena
itu alangkah baiknya tindak pidana korupsi jangan sampi terjadi dilihat dari akibat yang
ditimbulkannya.
Penyebab terjadinya korupsi diantaranya lemahnya Pendidikan agama, dan etika
pada diri seseorang yang berbuat jahat untuk mendapatkan keuntungan mencari
kekayaan, kurangnya pendidikan akan menjadi merajalela, adanya kemiskinan, tidak
adanya sanksi yang memberatkan akan timbul lagi hasrat untuk melakukan kajahatan
suap menyuap, mencari jabatan sehingga memberi kesempatan untuk korupsi, ladang
pemerintah sebagai sumber mencari keuntungan dimana pelaku memposisikan jabatan
semata merugikan negara. Dengan demikian faktor yang paling penting dalam dinamika
korupsi adalah keadaan moral dan intelektual para pemimpin masyarakat.20 berperilaku
korupsi terjadi akibat lemahnya penegakan hokum yang terjadi, sehingga pelaku leluasa
melakukan tindakan kejahatan, sebagai moral yang rendah akan membawa dampak dari
penegakan hokum itu sendiri. Akibatnya, penerimaan uang suap merupakan tidak halal
karena uang dihasilkan merupakan uang pelicin atau suap. Manusia yang bermartabat
pasti menghindar dari norma yang diperbuatnya, tidak menjadi keharusan dalam
manusia untuk menerima uang suap tetapi menerima gaji sepatutnya. Banyak manusia
tidak berfikir akan bahayanya korupsi tersebut akan membawa dampak pada
keluarganya dan buruknya pandangan lingkungan tempat tinggalnya.
Sangat menarik untuk mengkaji sebuah antropologi hukum sebagai pedebatan di
masyarakat, karena dikembangkan menurut pandangan hukum secara peraturan yang
berlaku. Secara yuridis kurangnya penegakan hokum akan memicu bangkitnya korupsi
masa mendatangnya, karena tidak terjalinnya kerjasama dengan Lembaga maupun
pemerintah untuk memberantas korupsi ini. Kelemahan inilah dimanfaatkan oleh actor
jabatan maupun diperusahaan swasta untuk melakukan tindakan korupsi. Kepercayaan
masyarakat di kalangan jabatan kurang yakin akan majunya sebuah pemerintahan yang
modern dan maju kalau sajak tidak dibarengi pemberantasan korupsi menyeluruh.
Masyarakat menyakini bahwa ada dibalik kerjasamanya dipemerintahan dengan jabatan
hanya semata mencari keuntungan kekayaan. Sebagaimana peran pemerintahan untuk
19
Rudi Pardede, Op.Cit, hlm 114
20
Evi Hartanti, Op.Cit, hlm 48

10 Syntax Literate, Vol. 5, No. 8, Agustus 2020


KAJIAN ANTROPOLOGI HUKUM TERHADAP PEMBERANTASAN TINDAK
PIDANA KORUPSI

memajukan sebuah negara dan andil, selain itu mensejahteraan warga negara demi
keadilan dan memajukan kehidupan bangsa dan negara.21
Seharunya masyarakat memahami akan adanya antropologi hukum yang dinamis
dan membudaayakan sikap dan moral yang ada. Kultur dan tradisi sangat menunjang
dalam kehidupan bangsa. Terbuainya atau terlenanya akan korupsi yang semata mencari
keuntungan, akan membawa akibat dan terserat dalam kasus hokum yang menimpanya.
Sebagai masyarakat Indonesia taat dengan hokum berlaku apabila tidak dijalani akan
membawa kepengadilan dan kurungan penjara karena hasil perbuatannya. Antropologi
hokum sangat diperlukan karena memang dari aspek perilaku dan norma yang ada akan
timbul kehendak seseorang melakukan perbuatan dari jangkauan pidana.
Sebagai tuntutan antroplogi hukum harus ditegakan secara adi dan melakukan
penanganan perkara. Karakteristik budaya perlu disadari bahwasannya keadilan diri
manusia ditompangi dengan sikap dan perilaku pada manusia itu sendiri. Perbuatan
semata hanya memberi kesenangan kehidupan seseorang, cukup hanya melakukan
tindakan atau progresif. Tidak pandang bulu dalam mejalani proses persidangan
bagaimanapun juga perbuatan seseorang bisa merugikan sebagai besar yang tidak
melakukannya. Keadilan tidak memandang semua etnis, golongan maupun kelas sosial
apapun. Terwujudnya suatu tindakan yang berbeda antar seseorang menjadi patokan
dalam antropologi hokum dalam memperkarakan suatu perbuatan atau kejahatan yang
melanggar. Problema korupsi yang memprihatinkan semenjak hadirnya elit jabatan
hingga kalangan perusahaan melakukan tindak kejahatan, setelah diproses, pemberkasan
maupun sampai penyidikan dan persidangan tidaklah sedikit kasus yang hadir dalam
tindak kejahatan korupsi. Tetapi masih ada kasus yang melibatkan orang besar dimana
dibentuk tim investigasi dan adili secara lambat, sehingga kasus sudah bergulir cukup
lama dan tidak jelas arahnya maka persidangan ditunda atau membatalkannya.22
Keistimewaan yang demikian korupsi telah membuat tidak gampangnya
kekuatan lain seperti aparat penegakan hukum regular yang semestinya menegakan
kebenaran malahan tidak bermoral dan tidak menuntut apapun ataupun masa kurungan
di kurangin, seharusnya penegakan hokum harus melawan kebenaran, bukan membantu
meminta keadilan. Si pelaku harus dijelas hukuman yang setimpal karena merugikan

21
Tajul Arifin, Antropologi Hukum, Pusat Penelitian dan Penerbitan UIN Sunan Guung Djati
Bandung, 2016, hlm 3-4
22
Alfitra, Op.Cit, hlm 37

Syntax Literate, Vol. 5, No. 8, Agustus 2020 11


Marolop Butarbutar, Verawaty, Michael Renardis Sinaga, Gamaliel Andri Jonius
Sihotang, dan Yefta Sabel Christoper

negara dan masyarakat. Sejak lama antropologi hokum dibenahin agar budaya
masyarakat tidak lagi bermoral buruk dan perilaku baik. Tanpa antropologi hukum
manusia tidak bisa tahu sikap dan moral yang ada dalam dirinya. Korupsi sudah
melakukan berbagai persiapan agar bisa mendapatkan kekayaan dan kekuasaan
dimilikinya, selagi masa jabatan berlangsug. Aparat hokum mesti tegas mengambil
sikapnya dalam memberantas korupsi yang kian meluas golongan instansi, insitusi
maupun perusahaan swasta. Bisa aja kalangan jabatan berkelip dan mengelabui aparat
karena tidaknya adanya tindakan tegas.
Peran utamannya sebagai kajian antropologi hukum melaksanakan penegakan
hokum kian membudaya, etika seseorang mulai pudar dan berindak laku yang disiplin
sesuai dengan tuntutan dan norma yang berlaku. Adanya kalangan jabatan memberikan
keuntungan bila melakukan perbuatan korupsi, baik bentuk materi maupun non materi.
Sangat sedikit aparat penegakan melakukan tertangkap tangan menerima suap atau
lainnya. Seharusnya aparat sebagai panutan memberantas korupsi semakin merajalela di
muka bumi ini, karena lemahnya tindakan hukum di lakukan. Akibatnya masyarakat
tidak percaya lagi aparat penegakan hokum tidak mengambil sikap positif dan
melakukan upaya hukumnya terhadap tindakan korupsi. 23
Proses hokum yang melanggar atas perbuatan korupsi terkesan formalitas dan
hanya sekedar memenuhi tuntutan masyarakat, apalagi dalam perkara hanya melibatkan
pejabat nagara atau daerah dan pengusaha saja. Korupsi sangat sulit untuk diberantas
karena adanya lemahnya penegakan hokum dan banyaknya oknum yang menjadi
pelaku, maka hal ini sangat sulit untuk diberantas. Selain itu, di era reformasi ini
korupsi banyak disebabkan oknum pengusaha yang berkolusi mengendalikan
kekuasaannya dan perekonomian. Kesulitan lain juga terletak pada substansi aturan
hukum yang kurag menunjang, terutama karena tidak dianutnya sistem pembuktian
terbalik.24
Berikut penyebab yang ditimbulkan pidana korupsi terkait perspektif antropologi
hukum berupa pertama, sistem yang keliru selalu keterbatasan SDM, modal dan
teknologi. Untuk adanya perbaikan system pemerintahan yang dinamis agar tidak
terjdinya korupsi di lingkungan kerja. Kedua, gaji rendah akan membuka peluang
terjadinya korupsi daerah lingkungan kantor maupun perusahaan. Penjatuhan hukuman
23
Rudi Pardede, Op.Cit, hlm 41-42
24
Ibid, hlm 44

12 Syntax Literate, Vol. 5, No. 8, Agustus 2020


KAJIAN ANTROPOLOGI HUKUM TERHADAP PEMBERANTASAN TINDAK
PIDANA KORUPSI

ringan tidak akan memberikan efek jera bagi kalangan pejabat. Karena hukuman yang
diberikan hanya sementara dan tidak memberikan hukuman seumur hidup maupun
hukuman mati. Sejumlah pejabat menganggap hukuman yang diberikan belum
memberikan efek jera dan tidak merasa takut pada sanksi yang diberikan. Hukuman
hanya bisa penjara dan mengganti kerugian subsidir, korupsi semakin merajalela atas
perbuatan yang dilakukannya. 25
Berdasarkan uraian diatas bahwa penyebab terjadinya korupsi di Indonesia
sehubungan dengan perspektif antropologi hukum memperlihatkan bahwa kondisi
semakin tidak terkendali dan semakin sulitnya memberantasnya. Padahal penanganan
sudah diberikan tetapi juga kalangan pejabat melakukan hal itu, sehingga
ketidakpedulian hukuman yang diberikan suatu pengadilan. Selain itu kehidupan sosial
dan kepemimpinan merebut jabatan sangat mempengaruhi terbukanya peluang korupsi
dalam melakukan perebutan kekuasaan demi mengejar kekayaan. Pembiarannya terjadi
akibat tidak adanya penegakan hokum yang adil semata memang bulu dan kalangan
pejabat bisa membayar aparat b agar bisa lolos hukuman para pejabat yang melanggar.
Sangat memprihatinkan bila antropologi hokum ini tidak dilakukan dengan cepat dan
memberantas korupsi ini akan merajalela di tanah air. Pembudayaan korupsi sangat
besar pengaruhnya bagi kalangan elit maupun pejabat biasa. 26 Berbagai dampak yang
menyebabkan terjadinya tindak pidana sebagai suatu criminal dan norma seseorang
untuk melakukan perbuatan yang menyimpang sehingga sseorang menginginkan
kekuasaan dan mendapatkan kekayaan di kalangan pejabat, tidak berpikir dalam kondisi
rakyat yang menjadi kesusahan.

C. Penanggulangan tindak pidana korupsi dalam kajian antropologi hukum


Secara perkembangannya antropologi hokum menjadi masalah, sebenarnya yang
terjadi adalah nilai dan moral kebudayaan semakin luas. Tidak ketidakpedulian aturan
yang dibuat akan menjadi momok bagi masyarakat maupun sistem pemerintahan sejak
dini.27 Bila dikaji antropologi hukum dengan sengaja membiarkan budaya berperilaku
buruk dan dipandang sudah menyalahi aturan dan menyimpang. Seharusnya menjadi

25
Marwan Mas, Op.Cit, hlm 12-13
26
Ibid, hlm 16
27
Soekanto, S. dkk. Antropologi Hukum, Proses Pengembangan Ilmu Hukum Adat. Rajawali Pers.
Jakarta, 1994, hlm 159-160

Syntax Literate, Vol. 5, No. 8, Agustus 2020 13


Marolop Butarbutar, Verawaty, Michael Renardis Sinaga, Gamaliel Andri Jonius
Sihotang, dan Yefta Sabel Christoper

pusat perhatian segala aturan yang berlaku dalam mengambil sikap dan tuntutan dari
tatanan hukum yang dihadapinya. 28
Pemerintah sedang mengupayakan memberantas korupsi dengan memberikan
akses dan informasi untuk membantu aparat penegakan hokum menangkap kejahatan
korupsi tersebut. Salah satu sistem di dapat melalui media sosial maupun media lainnya
yang membantu mengungkapkan sumber kejahatan korupsi. Masyarakat sebagai peran
melakukan upaya memberikan segala informasi maupun media lainya untuk
memutuskan mata rantai korupsi yang maraknya terjadi di Indonesia ini. Hal ini
pemerintah sangat membutuhkan informasi dari masyarakat manapun untuk melakukan
upaya penegakan hokum. Semakin luasnya korupsi di Indonesia tanpa adanya kebijakan
pemerintah yang transparan. Kewajiban pemerintah melakukan sosialisasi sebagai
panduan untuk menuntaskan korupsi sedini mungkin agar tidak semakin merajalela di
tanah air ini. Berbagai kebijakan harus dibuat agar ruang korupsi mempersempit tidak
lagi melakukan perbuatan korupsi tersebut. Sikap dan moral agama perlu ditanamkan
agar perbuatan manusia tidak lagi melakukan meraut keuntungan.29
Sebenarnya bukan hanya keuangan negara, seseorang yang melakukan tindakan
merugikan keuangan pihak lain dan dilakukan dengan sengaja dapat dianggap
melakukan korupsi. Tindakan merugikan pihak lain, bukan melalui dominasi para
pejabat, karyawan atau orang kantoran. Orang biasa pun sangat melakukan tindakan
korupsi yang termasuk dalam tindakan merugikan keuangan pihak lain. Hasil korupsi
yang diperbuatnya hanya untuk memperkayanya diri sendiri, agar bisa menguasai
seluruh uang yang diambilnya. Apapun itu cara tidak benar hanya dimata undang-
undang maupun agama karena dapat merugikan negara maupun orang banyak. Kerugian
negara cukup besar bila kalangan jabatan melakukan tindakan korupsi, oleh karena itu
pemerintah sedang mengupayakan pemberantasan korupsi secara transparan. Korupsi
sudah dianggap melawan hokum dan merugikan negara. Penempatan jabatan bisa
terjadi adanya kewenangannya dan status kedudukannya makanya seseorang bisa

28
Ihromi, T.O. Kajian Terhadap Hukum dengan Pendekatan Antropologi. Catatan-Catatan untuk
Peningkatan Pemahaman Bekerjanya, Sinar Grafika, Jakarta, 2000, hlm 3
29
Romli Atmasasmita, Prospek Penanggulangan Korupsi di Indonesia Memasuki Abad XXI,
Suatu Reorientasi Atas Kebijakan Hukum Pidana di Indonesia. Pidato pengukuhan Jabatan Guru Besar
Madya dalam Ilmu Hukum Pidana pada Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung. 1999

14 Syntax Literate, Vol. 5, No. 8, Agustus 2020


KAJIAN ANTROPOLOGI HUKUM TERHADAP PEMBERANTASAN TINDAK
PIDANA KORUPSI

leluasa melakukan tindakan korupsi. Kerugian negara sangat besar akan mempengaruhi
roda perekonomian tidak stabil dan terjadi penurunan. 30
Upaya penanggulangan yang dilakukan atas niat dan tidak melakukan apapun
salah satunyanya adalah upaya penal dan penal. Upaya tersebut tidak memberikan ruang
sedikitpun tindakan korupsi karena kesempatan dan peluang seseorang selalu dipantau
dan diawasi perbuatannya seperti banyak dilakukan operasi tangkap tangan., karena
adanya sumber informasi yang jelas dan akurat.31 Jalur penal dijelaskan bahwa upaya
dilakukan hukuman atau pemberian sanksi bagi pelaku yang melakukan tindak
kejahatan. Sedangkan jalur non penal diselesaikan dengan di luar hokum dengan
menggunakan sarana-sarana penunjang lainnya. Upaya penanggulangan melalui jalur
penal lebih mengutamakan bersifat penindasan dan pemberantas. Kemudian penal
mengutamakan bersifat penanganan ke petugas pemberantasan korupsi sebagai
Lembaga untuk menangkap korupsi.32
Kejahatan korupsi sudah diupaya dalam menanggulangi perbuatannya secara
penal berupa pemberian sanksi dan benar-benar ditujukan setiap pelaku yang melakukan
perbuatan kejahatan, apalagi bisa merugikan negara. Oleh karena itu, pemerintah
melakukan upaya pemberantas secara antropologi hokum secara adil dan bijaksana,
karena korupsi sudah membudaya berbagai daerah tidak mengenal apapun. Penggunaan
sanksi pidana ada yang mengatakan sebagai sisa peninggalan kebiadaban di masa lalu.
Secara idelan kebijakan menggunakan sarana penal yaitu mengefektifkan hukum pidana
untuk penanggulanga kejahatan korupsi memang patut dicoba terus menerus karena
tujuan yang ingin dicapai dengan pidana adalah terwujud dalam kepentingan-
kepentingan. Sedangkan jalur non penal bisa berupa kebijakan sosial atau jalur
prevention without punishment dengan fokus perhatian kepada penanganan masalah-
masalah atau kondisi-kondisi sosial yang menimbulkan korupsi.33 Pencegahan perlu
diutamakan karena kalangan jabatan sudah rawan korupsi. Usaha strategi pemberantasa
korupsi sedang digalakkan dengan upaya preventif (pencegahan). Dalam pemberantas
korupsi harus dicari penyebabnya lebih dahulu, kemudian peningkatan kesadaran

30
Diana Napitupulu, KPK in Action, Penerbit Raih Asa Sukses, Jakarta, 2010, hal 11
31
R. Dyatmiko Soesmodihardjo, Mencegah dan Memberantas Korupsi : Mencermati
Dinamikanya di Indonesia, Penerbit Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2008, hal 28
32
Kementerian Pendidikan dan kebudayaan dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Op.Cit,
hal 90
33
Edi Setiadi dan Rena Yulia, Op.Cit, hal 124-125

Syntax Literate, Vol. 5, No. 8, Agustus 2020 15


Marolop Butarbutar, Verawaty, Michael Renardis Sinaga, Gamaliel Andri Jonius
Sihotang, dan Yefta Sabel Christoper

hukum kalangan jabatan maupun masyarakat disertai dengan tindakan represif


(pemidanaan).34

Kesimpulan
1. Bahwa tindak pidana korupsi menurut antropologi hukum adalah perilaku
seseorang sebagai manusia yang menyimpang, karena telah menganggap dan
menterjemahkan perilakunya tersebut sebagai hak yang wajib didapatkannnya.
2. Bahwa faktor faktor yang dapat menyebabkan terjadi tindak pidana korupsi
sebagai penyimpangan perilaku seseorang menurut antropologi hukum dapat
dikelompokkan menjadi dua faktor yaitu faktor interen dan faktor eksteren.
3. Bahwa menurut antropologi hukum dalam penanggulangan tindak pidana korupsi
dalam kajiannya disamping penindakan atau penegakan hukum yang jelas dan
tegas dengan mencerminkan tujuan hukum yang berkepastian, berkeadilan dan
bermanfaat, juga dilakukan pencegahan dengan melakukan upaya upaya untuk
menghilangkan faktor faktor penyebab terjadinya tindak pidana korupsi tersebut.
Bibliografi
Semua rujukan-rujukan yang diacu di dalam teks artikel harus didaftarkan di
bagian bibliografi. Bibliografi harus berisi pustaka-pustaka acuan yang berasal dari
sumber primer (jurnal ilmiah dan berjumlah minimum 80% dari keseluruhan
bibliografi) diterbitkan 5 (lima) tahun terakhir. Setiap artikel paling tidak berisi 15
(sepuluh) bibliografi acuan. Penulisan sistem rujukan di dalam teks artikel dan
penulisan bibliografi sebaiknya menggunakan program aplikasi manajemen referensi
misalnya: Mendeley, EndNote, Reference Manager atau Zotero. Penulisan referensi
menggunakan model sistem dari APA (American Psychological Association), edisi ke-
6.).

Bibliografi
Pustaka yang berupa judul buku:
Abdul Latief. Hukum Antropologi dalam Paktik Tindak Pidana Korupsi di Indonesia.
Prenada Media Group. Jakarta, 2018.

Alfitra. Modus Operandi Pidana Khusus di luar KUHP. Penerbit Raih Asa Sukses.
Jakarta. 2014.

Evi Hartanti. Tindak Pidana Korupsi. Penerbit Sinar Grafika. Jakarta. 2012.

34
Jur Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan
Internasional, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005, hal 260-261

16 Syntax Literate, Vol. 5, No. 8, Agustus 2020


KAJIAN ANTROPOLOGI HUKUM TERHADAP PEMBERANTASAN TINDAK
PIDANA KORUPSI

Gunsu Nurmansyah, Nunung Rodliyah dan Recca Ayu Hapsari. Pengantar Antropologi
Sebuah Ikhtisar Mengenal Antropologi Hukum. CV. Anugrah Utama Raharja, .
Lampung. 2013.

Ihromi, T.O. Kajian Terhadap Hukum dengan Pendekatan Antropologi. Catatan-


Catatan untuk Peningkatan Pemahaman Bekerjanya, Sinar Grafika, Jakarta, 2000.

Jur Andi Hamzah. Pemberantasan Korupsi melalui Hukum Pidana Nasional dan
Internasional. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta. 2005.

Laden Marpaung. Tindak Pidana Korupsi Pemberantasan dan Pencegahan. Djambatan.


Jakarta. 2007.

Soerjono Soekanto, & Salman, R. Otje (ed) . Antropologi Hukum dalam Disiplin
Hukum dan Disiplin Sosial. Rajawali Pers. Jakarta, 1998.

Syed Husein Alatas. Antroplogi, hukum, Korupsi sebuah Penjajahan dengan Data
Kontemporer. LP3ES. Jakarta. 2017.

Tajul Arifin. Antropologi Hukum. Pusat Penelitian dan Penerbitan UIN Sunan Guung
Djati. Bandung. 2016

Pustaka yang berupa Undang – Undang:


Undang-undang No.21 tahun 2001 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi

Pustaka yang berupa jurnal ilmiah:


Gomgom Daniel Pardomuan, Heddy Juanda Dan Hein Primada Endarvin. Permasalahan
Penanganan Korupsi Dan Solusinya, Makalah Teori Administrasi Publik Institut
Ilmu Sosial Dan Manajemen STIAMI. Jakarta. 2019.

Sahlan Said, Penegakan Hukum Anti Korupsi. Jurnal Demokrasi, Volume


II/N0.7/Januari 2005.

Sartono Sahlan. The Other Laws di Era Otonomi Daerah (Studi Antropologi Hukum) .
Jurnal Pandecta Volume 5. Nomor 2. Juli 2010.

Zulfadli Barus. Analisis Antropologi Hukum Tentang Pengaruh Nilai-Nilai Budaya


Terhadap Budaya Hukum Masyarakat Batak-Toba Terkait Dengan Batas Usia
Kawin Menurut Undangundang Nomor 1 Tahun 1974. Jurnal Yustisia Vol. 3
No.2 Mei - Agustus 2014.

Syntax Literate, Vol. 5, No. 8, Agustus 2020 17

Anda mungkin juga menyukai