Anda di halaman 1dari 7

KORUPSI YANG MERUSAK SISTEM HUKUM INDONESIA

Disusun Oleh:

KELAS B

1. Nila Kurnia Sari (1508015143)


2. Nadya Britania Pusvitha (1808015060)
3. Nabila Permata Rumpoko (1808015062)
4. Wahidah Alma Ruwana (1808015064)
5. Solina (1808015068)
6. Siti Syarina Putri Arif (1808015073)
7. Richard Hendrawan (1808015077)
8. Laij Ferren Novelin (1808015083)
9. Aurel Farah Gibsa H (1808015086)
10.Adam Mukhsin (1808015087)
11.Rafika Nirmala Auf N (1808015090)
12.Raselindo Apreda Putra (1808015092)
13.Ahmad Naelul Abrori (1808015098)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2018
A. Latar Belakang

Negara memberikan jaminan untuk memajukan kesejahteraan umum, salah


satu upaya negara ialah membentuk lembaga negara sebagai wadah aspirasi rakyat
yaitu lembaga legislatif (DPR). Dengan terbentuknya lembaga legislatif (DPR) maka
diharapkan dapat menjamin terciptanya kesejahteraan melalui aspirasi rakyat yang di
delegasikan kepada mereka.
Tapi fakta dilapangan bertentangan dengan maksud dan tujuan dibentuknya
DPR yang seharusnya mengemban amanah rakyat justru melakukan tindakan yang
mencederai kepercayaan rakyat dengan adanya praktik-praktik yang bersifat
menguntungkan pribadi serta merugikan kepentingan umum dan negara berupa
Tindak Pidana Korupsi. Seperti kasus korupsi yang terjadi pada lembaga
legislatif ,dimana melibatkan Ketua Umum DPR yaitu Setya Novanto beserta kawan-
kawan dalam kasus korupsi yang menimbulkan kerugian negara sekitar Rp.2,3 Triliun
dalam proyek pengadaan KTP Elektronik/e-KTP.
Dalam praktiknya kasus korupsi seakan membudaya di lembaga negara, hal
ini memunculkan penyimpangan pada sistem hukum di Indonesia. Sistem Hukum
dikatakan benar jika berdasarkan pada Subtansi Hukum, Struktur Hukum, dan
Budaya Hukum, sehingga dengan munculnya Kasus Korupsi E-KTP menimbulkan
permasalahan pada implementasi dalam Sistem Hukum itu sendiri.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penanggulangan korupsi yang membudaya dan merusak sistem
hukum di Indonesia?
C. Pembahasan

Korupsi e-KTP merupakan salah satu kasus korupsi terbesar yang pernah
terjadi di Indonesia. Hal ini terbukti dari banyaknya nilai penyimpangan dana dalam
kasus korupsi e-KTP. Kerugian yang di tanggung negara dengan terbongkarnya
praktik kotor ini mencapai Rp. 2,31 triliun. Proyek yang dianggarkan pemerintah
untuk e-KTP sebanyak Rp. 5,9 Triliun 1,sedangkan yang benar-benar digunakan untuk
belanja rill hanya sebesar Rp 2,6 Triliun. Ini menunjukkkan hampir separuh atas
sekitar 49% dana proyek e-KTP dikorupsi oleh para penyelenggara negara. Bukan
hanya itu, banyaknya oknum yang terlibat dalam kasus korupsi proyek e-KTP
menjadikan kasus ini layak disebut sebagai salah satu kasus korupsi terbesar yang
pernah terjadi di Indonesia.
Fakta tersebut secara langsung menggambarkan ketimpangan sistem hukum
yang terjadi di Indonesia. Menurut Lawrence Friedman sistem hukum yang benar
jika memenuhi, tiga komponen sub sistem yaitu Struktur hukum ( legal structure),
Substansi hukum (legal substance) dan Kultur hukum (legal cultur).2

1. Substansi hukum (substance rule of the law), didalamnya melingkupi seluruh


aturan baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, baik yang hukum material
maupun hukum formal.
2. Struktur hukum (structure of the law), melingkupi Pranata hukum, Aparatur
hukum dan sistem penegakkan hukum. Struktur hukum erat kaitannya
dengan sistem peradilan yang dilaksanakan oleh aparat penegak hukum.
3. Budaya hukum (legal culture), merupakan penekanan dari sisi budaya secara
umum, kebiasaan-kebiasaan, opini-opini, cara bertindak dan berpikir, yang
mengarahkan kekuatan sosial dalam masyarakat.

1
Fatimah Chorinnisa, 2017, Analisis Framing Pemberitaan Kasus Korupsi Proyek E-Ktp di Surat
Kabar Harian Kompas. Skripsi pada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.

2
Lawrence M. Friedman, A History of American Law, 3rd edition, New York: Simon and Schuster,
2005 dalam Lindra DarnelaAsy-Syir’ah (Tinjauan Sistem Hukum dalam Penerapan Peraturan Daerah
(Perda) Syari’ah di Tasikmalaya . Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum Vol. 49, No. 1, Juni 2015)
Tiga komponen dari sistem hukum menurut Lawrence Friedman tersebut diatas
merupakan jiwa atau ruh yang menggerakan hukum sebagai suatu sistem sosial
yang memiliki karakter dan teknik khusus dalam pengkajiannya.
Dalam Tap MPR No 11/MPR /1998 Tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas Korupsi Kolusi Nepotisme menjelaskan perlu berfungsinya
Lembaga-lembaga negara dan penyelenggaraan negara, menghindarkan praktek
korupsi kolusi nepotisme serta pemberantasan korupsi kolusi nepotisme harus
dilakukan secara tegas terhadap siapa juga.
Kemudian Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun
1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 2 ayat 1 Bahwa Setiap
orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri
atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Berdasarkan kedua regulasi ini maka pemerintah telah membuat peraturan


guna mencegah terjadinya praktik-praktik korupsi dalam Tap MPR No 11/MPR /1998
dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur besarnya denda yang
ditimpakan kepada pelaku tindak pidana korupsi tapi lemahnya sistem penegakkan
hukum dan buruknya budaya hukum menjadi penyebab substansi yang mengatur
penanggulangan korupsi tidak berjalan.Yang tidak memberikan efek jera kepada
pelaku tindak pidana korupsi sehingga perlu adanya evaluasi terhadap substansi
hukum.

Merajalelanya korupsi di Indonesia juga dipengaruhi oleh lemahnya integritas


penegak hukum yang sangat berpengaruh terhadap sistem hukum pidana yang
seharusnya menjadi hukum formal serta hukum materiil. Putusan pengadilan pada
umumnya masih jauh di bawah batas maksimum dari pidana yang ditetapkan dalam
undang-undang. Hakim dalam menjatuhkan putusan pemidanaan terkait kasus
korupsi menerapkan pidana yang cukup jauh dibawah ketentuan maksimum
pemidanaan dalam undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi. Lebih
jauh lagi, pengadilan dalam menjatuhkan putusan pemberian sanksi pidana kepada
para koruptor, ternyata memberikan hukuman yang berbeda-beda antara pelaku
yang satu dengan pelaku yang lain.
Dengan kata lain, terjadi suatu disparitas pemidanaan, yaitu penerapan
pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang sama 3. Dalam hal ini maka
terjadi penyimpangan dalam Struktur Hukum sendiri yaitu para aparat penegak
hukum dalam menegakkan sistem hukum itu sendiri.
Ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan hukum dan
maraknya lembaga peradilan dan lembaga negara yang terjerat korupsi
menunjukkan buruknya budaya hukum di Indonesia.
4
Menurut Lawrence 1975, budaya hukum yang baik merupakan budaya
hukum yang memuat kekuatan-kekuatan sosial (social forces) yang mempengaruhi
bekerjanya hukum di masyarakat. Friedman juga menelaah budaya hukum dari
presprektif Budaya hukum nasional yang dibedakan dari sub-budaya hukum yang
berpengaruh secara positif atau negatif terhadap hukum nasional. Dan membedakan
budaya hukum internal dan budaya hukum eksternal. Budaya hukum internal
merupakan budaya hukum keluarga masyarakat yang melaksanakan tugas-tugas
hukum secara khusus, seperti polisi, jaksa hakim dalam menjalankan tugasnya,
sedangkan budaya hukum eksternal yaitu budaya hukum masyarakat pada
umumnya misalnya bagaimana sikap dan pengetahuan masyarakat terhadap
ketentuan perpajakan, perceraian dan sebagainya.
Menurut Lawrence Friedman, 19755 budaya hukum itu berproses bersamaan
dengan kebudayaan sebagai suatu variasi, yang kemungkinan budaya hukum
tersebut menentang, melemahkan, atau memperkuat sistem hukum.
Menurut Lawrence Friedman budaya hukum menunjuk pada dua hal yaitu:
1. Unsur adat-istiadat yang organis berkaitan dengan kebudayaan secara
menyeluruh
2. Unsur nilai dan sikap sosial

Berkaca dari kasus korupsi di Indonesia yang terjadi pada lembaga legislatif dan
lembaga yudikatif mengakibatkan lembaga penyelenggara negara lainnya turut

3
Sigid Suseno dan Nella Sumika Putri, 2013, Hukum Pidana Indonesia: Perkembangan dan
Pembaharuan, Bandung: Remaja Ros Dakarya. Hal. 88
4
Lawrence Freedman 1975 dalam M.Syamsuddin, Korupsi dalam Perspektif Budaya Hukum Jurnal
UNISIA, Vol.XXX No.64 Juni 2007, Universitas Islam Indonesia ,Yogyakarta, hlm.183.
5
Ibid, hlm.189
melakukan tindak pidana korupsi yang menciptakan budaya hukum yang buruk yang
mencederai sistem hukum di Indonesia.

Korupsi yang digambarkan pada puncaknya telah membawa bangsa


Indonesia terjatuh pada keadaan krisis hukum. Krisis adalah keadaan tidak normal
oleh karena berbagai institusi yang telah dinormakan untuk menata proses-proses
dalam masyarakat tidak mampu lagi menjalankan dan fungsinya secara tepat.
Hukum tidak lagi berada pada posisi otoritatif untuk menata dan mengendalikan
proses-proses ekonomi, sosial, politik, dsb, melainkan difungsikan sebagai alat untuk
kepentingan kekuasaan, ketidakpercayaan pada penegak hukum tersebut.

Sehingga upaya yang dapat dilakukan untuk menghentikan praktik korupsi di


Indonesia dengan Adanya berbagai ketentuan, kemudian dibuatnya kesepakatan
bersama antar lembaga negara memperkokoh keterpaduan dan kebersamaan dalam
pemberantasan korupsi, pada gilirannya akan membawa dampak positif dalam
mengoptimalkan pemberantasan korupsi di Indonesia. Selain itu tidak kalah penting
adalah komitmen penegak hukum dalam menjalankan penegakkan hukum dengan
tegas, konsisten, dan terpadu agar mampu menghasilkan penegakkan hukum yang
berkeadilan, memberikan kepastian hukum, dan kemanfaatan bagi pelaku korupsi,
baik sanksi pidana dan dibarengi dengan pemberian sanksi sosial. Dengan demikian
pemberantasan korupsi dapat dilakukan secara komprehensif, integral, dan holistik 6,
yang menciptakan keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum sehingga
terbentuklah sistem hukum yang baik dan benar di Indonesia.

6
Bambang Wahyo, 2014, Optimalisasi Pemberantasan Korupsi Di Indonesia, Jurnal Yuridis Vol
1 No.2 Desember 2014: 180
DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Sigid Suseno dan Nella Sumika Putri, 2013, Hukum Pidana Indonesia: Perkembangan
dan Pembaharuan, Bandung: Remaja Ros Dakarya.

B. JURNAL

M.Syamsuddin. 2007. Korupsi dalam Perspektif Budaya Hukum. Jurnal UNISIA,


Vol.XXX No.64 Juni 2007, Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.

Chorinnisa,Fatimah. 2017 .Analisis Framing Pemberitaan Kasus Korupsi Proyek E-Ktp


di Surat Kabar Harian Kompas. Skripsi pada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Darnela Asy-Syir’ah,L. Tinjauan Sistem Hukum dalam Penerapan Peraturan Daerah


(Perda) Syari’ah di Tasikmalaya Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum Vol. 49, No.
1, Juni 2015.

Wahyo,Bambang. 2014. Optimalisasi Pemberantasan Korupsi Di Indonesia. Jurnal


Yuridis Vol 1 No.2 Desember 2014: 169-182.

Anda mungkin juga menyukai