Anda di halaman 1dari 10

Pancasila Dijadikan Pedoman Hidup Bernegara Sebagai Upaya Pencegahan

Korupsi

Afina Dereya1, Ariswasono Ramadhan2, Ian Muhtarom3, Yudistira4, Zulfan Amin


Reza5

Universitas Negeri Malang, Jl. Semarang No. 5, Sumbersari, Kec. Lowokwaru, Kota Malang,
Jawa Timur 65145

Abstrak
Korupsi merupakan masalah utama bangsa ini dan memiliki dampak luas bagi ketidakadilan,
ketimpangan, kemiskinan dan berbagai permasalahan sosial. Penelitian ini bertujuan
menguraikan bagaimana Pancasila sebagai dasar negara untuk dijadikan pedoman hidup
supaya tercegah dari perbuatan korupsi. Penelitian ini menggunakan metode Kualitatif
deskriptif kajian pustaka. Terdapat tiga pokok bahasa yang didalamnya akan mencoba
menjelaskan hubungan nilai nilai pancasila sebagai dan semangat anti korupsi mencakup:
Korupsi di Indonesia, esensi dari nilai pancasila yang diterapkan dalam usaha penyelesaian
korupsi, dan urgensi upaya pencegahan tindak pidana korupsi di Indonesia.
Kata Kunci: Pancasila : Korupsi: Pedoman

Abstract
Corruption is the main problem of this nation and has a wide impact on injustice, inequality,
poverty and various social problems. This study aims to describe how Pancasila as the basis of
the state to be used as a way of life in order to prevent corruption. This study uses a descriptive
qualitative method of literature review. There are three main languages in which it will try to
explain the relationship between Pancasila values and the spirit of anti-corruption including:
Corruption in Indonesia, the essence of Pancasila values applied in efforts to resolve corruption,
and the urgency of preventing corruption in Indonesia.
Keywords: Pancasila: Corruption: Guidelines

Pendahuluan
Korupsi masih menjadi suatu permasalah serius di Indonesia, dari berbagai kalangan
dan jajaran tidak pernah terlepas dari permasalahan ini, mirisnya, masih banyak pula tindak
pidana korupsi dalam dunia pendidikan yang seharusnya menjadi benteng utama pemahaman
Pancasila sebagai upaya pencegahan korupsi. Korupsi berasal dari bahasa yunani, yaitu
corruptio yang memiliki arti perbuatan yang tidak baik, buruk, curang, dapat disuap, tidak
bermoral, menyimpang dari kesucian, melanggar norma-norma agama material, mental dan
hukum. Tindak pidana korupsi sangat berbahaya dalam seluruh aspek kehidupan, baik aspek
kehidupan sosial, politik, birokrasi, sampai ekonomi.
Menurut Gupta yang meneliti Korupsi di tiga puluh tujuh negara berbeda mendapati
bahwa korupsi mempunyai dampak signifikan terhadap ketimpangan sosial, baik dalam bidang
pendidikan, distribusi pertanahan serta pendapatan. Permasalahan korupsi yang seakan sudah
menjadi kebudayaan khususnya di kalangan penguasa perlu adanya upaya yang serius dalam
penanggulangan serta pencegahannya. Menurut Suroto dalam tulisannya yang berjudul Terapi
Penyakit Korupsi: Peran PKN dijelaskan bahwa korupsi di Indonesia memiliki tiga tahapan
yaitu elitis, endemik, dan sistematik. Dalam taham elitis, korupsi menjadi patologi sosial di
lingkaran kekuasaan yang melibatkan pejabat Negara. Pada Pada tahapan endemic, korupsi
sudah mulai menjangkau kalangan masyarakat bawah, dan yang terakhir Jika sudah masuk
masa kritis, maka korupsi berkembang semakin sistemik dimana setiap anggota masyarakat
dalam sistem tersebut mengalami penyakit korupsi sehingga mengabaikan nilai moralitas yang
terintegrasi kepada melemahnya kepribadian manusia Indonesia. Jika kita lihat kompleksnya
permasalahan korupsi di Indonesia kita juga perlu memikirkan upaya penanggulangannya,
namun yang tidak kalah penting kita juga harus memikirkan bagaimana upaya pencegahan
masalah korupsi ini. Nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam kelima sila merupakan
cerminan kepribadian bangsa Indonesia yang sejatinya merupakan nilai ideal yang digariskan
secara baik oleh pendiri bangsa yang tentunya nilai-nilai Pancasila juga dapat kita gunakan
sebagai bahan refleksi pencegahan tindak Pidana Korupsi.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Kualitatif deskriptif. Menurut Sugiyono, penelitian
ini menempatkan peneliti sebagai instrumen pemegang peran kunci, teknik pengumpulan
dilakukan dengan menggabungkan analisis data yang bersifat induktif (sugiyono. 2010:9).
Menurut poerwandari (2005), penelitian kualitatif mengolah data yang sifatnya deskriptif dari
hasil wawancara dan observasi.
Selain itu kami juga menggunakan metode penelitian Kajian Pustaka. Pengertian kajian
pustaka umumnya berupa ringkasan atau rangkuman dan teori yang ditemukan dari sumber
bacaan (literatur) yang ada kaitannya dengan tema yang akan diangkat dalam penelitian (Puspa,
2016: online). Kajian Pustaka adalah bahan-bahan bacaan yang secara khusus berkaitan dengan
objek penelitian yang sedang dikaji [Ratna dalam Prastowo (2012:80)]. Kajian Pustaka
merupakan bahan bacaan, rujukan, landasan teori yang pernah dibuat dan didokumentasikan
untuk menganalisis objek penelitian yang dikaji (Wawasan Edukasi, 2017 : (online)). Dasar
pemikiran digunakannya metode ini karena pembahasan lebih menekankan dalam menafsirkan
pemahaman secara ideografis, bukan data numerik. Sehingga jenis penelitian kualitatif
deskriptif kiranya lebih tepat untuk digunakan.
Korupsi di Indonesia
korupsi dapat didefinisikan dengan berbagai cara. Namun demikian, bila dikaji secara
mendalam, akan segera diketahui bahwa hampir semua definisi korupsi mengandung dua unsur
berikut di dalamnya: Pertama, penyalahgunaan kekuasaan yang melampaui batas kewajaran
hukum oleh para pejabat atau aparatur negara; dan Kedua, pengutamaan kepentingan pribadi
atau klien di atas kepentingan publik oleh para pejabat atau aparatur negara yang bersangkutan
(Braz dalam Lubis dan Scott, 1985).
Dengan kedua unsur tersebut, tidak aneh jika Alatas (1999), cenderung menyebut
korupsi sebagai suatu tindakan pengkhianatan (pengingkaran amanah). Tetapi justru karena
sifat korupsi yang seperti itu, upaya untuk mendefinisikan korupsi cenderung memiliki masalah
pada dirinya sendirinya. Disadari atau tidak, upaya untuk mendefinisikan korupsi hampir selalu
terjebak ke dalam dua jenis standar penilaian yang belum tentu akur satu sama lain, yaitu norma
hukum yang berlaku secara formal, dan norma umum yang hidup di tengah-tengah masyarakat.
Akibatnya, suatu perbuatan yang dikategorikan sebagai korupsi secara hukum, belum tentu
dikategorikan sebagai perbuatan tercela bila ditinjau dari segi norma umum yang berlaku di
tengah-tengah masyarakat. Sebaliknya, suatu perbuatan yang dikategorikan sebagai korupsi
dalam pandangan norma umum, belum tentu mendapat sanksi yang setimpal secara hukum
(Waterbury dalam Lubis dan Scott, 1990).
Bertolak dari masalah pendefinisian korupsi yang cukup rumit tersebut, tanpa sengaja
kita sesungguhnya dipaksa untuk memahami korupsi sebagai suatu fenomena dinamis yang
sangat erat kaitannya dengan pola relasi antara kekuasaan dan masyarakat yang menjadi
konteks berlangsungnya fenomena tersebut. Artinya, fenomena korupsi hanya dapat dipahami
secara utuh jika ia dilihat dalam konteks struktural kejadiannya. Pernyataan ini sama sekali
bukan untuk menafikkan keberadaan korupsi sebagai sebuah fenomena kultural, melainkan
sekadar sebuah penegasan bahwa fenomena korupsi juga memiliki dimensi struktural yang
sangat penting untuk diselidiki guna memahami fenomena korupsi secara utuh.
Masalah korupsi selalu menarik untuk dibicarakan karena berbagai hal. Pertama,
korupsi menyangkut uang rakyat atau harta negara yang harus digunakan sesuai kehendak
rakyat atau peraturan perundang-undangan yang dibuat negara. Bila menyangkut uang atau
kekayaan pribadi, maka itu adalah kejahatan biasa yang disebut pencurian, penipuan.
perampokan dan lain-lain. Bila terbukti, maka kejahatan seperti ini dihukum dengan hukum
biasa yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Pidana biasa, Sementara itu. kejahatan korupsi
adalah kejahatan luar biasa yang harus ditangani secara Luar biasa. melalui pengadilan khusus.
dengan hakim yang dilatih khusus. dan dengan hukuman yang lebih berat. Ini antara lain
tertuang dalam pertimbangan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan UU No. 31 Tahun
1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. bahwa '''tindak pidana korupsi perlu
digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara Luar biasa."
Dalam penjelasannya antara lain dinyatakan bahwa "pemberantasan tindak pidana korupsi
harus dilakukan dengan cara yang khusus. antara lain penerapan sistem pembuktian terbalik,
yakni pembuktian yang dibebankan kepada terdakwa. " tindak pidana korupsi harus dilakukan
dengan cara yang khusus. antara lain penerapan sistem pembuktian terbalik, yakni pembuktian
yang dibebankan kepada terdakwa. "
Kedua. korupsi adalah penyakit masyarakat yang akan menghancurkan sebuah negara
bila tidak segera dibendung. Sebagai penyakit, maka penyelesaiannya tidak hanya dengan
menghukum para pelakunya, tetapi terutama sekali adalah dengan menyembuhkan penyakit
masyarakat yang menyebabkan tingkah laku korup. Setelah kejahatan korupsi ditumpas
melalui penegakan hukum yang benar, maka tugas negara dan masyarakat selanjutnya adalah
membina masyarakat melalui pendidikan formal, pendidikan masyarakat dan pendidikan
rumah tangga. Membawa koruptor ke meja hijau adalah sebuah tugas berat, dan membina
masyarakat anti korupsi merupakan tugas yang lebih berat lagi.
Ketiga, korupsi melibatkan orang-orang yang seharusnya menjadi panutan masyarakat
karena mereka adalah tokoh yang dipilih dan terpilih, dari kalangan terpelajar dan bahkan
berpengetahuan seperti ulama, disumpah menurut agama dan kepercayaannya sebelum
memangku jabatan, dan lain-lain. Membiarkan korupsi merajalela akan melahirkan krisis
kepercayaan, sikap putus asa, kehilangan kepemimpinan publik dan lain-lain sehingga negara
akan mati secara perlahan-Iahan. Selanjutnya akan berlaku apa yang disebut "the decline of
civilization" oleh Arnold 1. Toyenbee dalam A Study of' History dan " peradaban tumbuh silih
berganti" seperti yang diungkapkan oleh Ibnu Khaldun dalam al-Muqaddimah.
Esensi Dari Nilai Pancasila Yang Diterapkan Dalam Usaha Penyelesaian Korupsi
Setiap sistem pemerintahan negara pasti terdapat beraneka ragam penyelewengan yang
dilakukan oleh orang didalamnya. Karena tidak ada sistem pemerintahan yang sempurna, setiap
sistem pemerintahan memiliki kelebihan dan kekurangan untuk dijalankan. Hal ini yang
biasanya dimanfaatkan oleh para pejabat sebagai penguasa pemerintahan untuk
menyalahgunakan kekuasaannya demi kepentingan pribadinya maupun kelompoknya. Salah
satu penyelewengan yang sering dilakukan dalam pemerintahan adalah tindakan korupsi.
Tindakan korupsi sendiri merupakan penyelewengan uang dalam suatu negara yang
digunakan untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan kelompok orang yang melakukan.
Jika tindakan ini terus dilakukan tanpa ada pengawasan di dalamnya maka akan merugikan
negara tersebut, dana yang seharusnya digunakan untuk menjalankan program-program
pemerintahan jadi tidak bisa berjalan dengan baik karena kurangnya anggaran.
Penyelewengan tindakan korupsi ini masih banyak dilakukan oleh pejabat pemerintah
negara di dunia termasuk di Indonesia. Terdapat berbagai macam faktor yang mempengaruhi
seseorang melakukan tindakan korupsi, seperti sifat rakus dari pejabat itu sendiri serta
dorongan dari pihak-pihak tertentu yang mempengaruhi orang tersebut untuk melakukan
korupsi. Walaupun di Indonesia sudah ada lembaga penyidik yang bertugas memberantas
tindakan korupsi dalam pemerintahan, namun tetap saja upaya tersebut belum cukup untuk
menghilangkan tindakan korupsi di Indonesia. Untuk itu pemerintah harus mengambil peran
lebih tegas dalam memberantas korupsi yang ada di Indonesia.
Salah satu cara untuk memberantas korupsi adalah dengan cara mencegahnya dengan
menanamkan kembali prinsip-prinsip yang bisa mencegah seseorang untuk bertindak korupsi
itu sendiri. Di Indonesia sendiri kita sudah memiliki dasar pemikiran sebagai prinsip bernegara
yaitu Pancasila. Pancasila tidak hanya sebagai ideology bangsa namun juga bisa bertindak
sebagai prinsip masyarakat Indonesia dalam bertindak di dalam negara. Kita harus berpegang
teguh pada prinsip tersebut agar bisa tercipta kondisi masyarakat yang baik. Maka dari itu
dengan kita melakukan tindakan korupsi berarti kita sudah menyimpang dari Pancasila dan hal
itu akan merusak Ideologi bangsa yang susah payah dibuat oleh para pendiri bangsa kita.
Pancasila memiliki lima sila yang memiliki arti berbeda dimana kelima sila tersebut
memiliki tujuan demi mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia. Seperti yang sudah dijelaskan
bahwa apabila kita melakukan tindakan korupsi maka kita akan merugikan negara dan
mencederai ideologi Pancasila yang sudah susah payah dibentuk oleh pendiri bangsa. Dengan
penyelewengan tersebut akan menghambat perwujudan cita-cita bangsa yang tertuang pada
Pancasila bahkan penyelewengan tersebut akan menghancurkan mimpi bangsa untuk
mewujudkan cita-cita bangsa. Oleh karena itu kita harus memegang teguh prinsip negara kita
yang terdapat pada Pancasila.
Dalam sila pertama yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa” menggambarkan bahwa apabila
kita melakukan tindakan korupsi berarti kita telah berkhianat kepada Tuhan karena setiap
pejabat pemerintah pasti disumpah sebelum menjabat untuk jujur dan menjalankan amanah
masyarakat. Selanjutnya sila kedua yang berbunyi “Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab”
yang berarti sebagai pemimpin kita harus bijaksana. Kita harus adil dalam menjalankan
pemerintahan tanpa membedakan ras, suku dan jabatan. Apabila kita korupsi maka kita tidak
menjalankan tugas dengan adil karena kita memihak orang yang sepihak dengan kita seperti
kasus suap dan lain sebagainya.
Sila yang ketiga yaitu “Persatuan Indonesia” yang apabila diesensikan dalam
pencegahan tindakan korupsi bahwa masyarakat Indonesia itu sama dalam mata hukum. Oleh
karena itu apabila kita telah melanggar hukum itu masyarakat merasa terintimidasi dengan
pemerintahan dan masyarakat merasa tidak dihargai dalam negara. Selanjutnya yaitu sila
keempat yang berbunyi “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan Dan Perwakilan” yang berarti kita harus mengedepankan musyawarah untuk
tujuan bersama. Apabila kita melakukan korupsi kita jadinya hanya mengedepankan
kepentingan pribadi saja. Yang kelima yaitu “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”
yang berarti kita harus mengedepankan kesetaraan antara pemerintah dan rakyat karena pada
dasarnya pemerintah dan masyarakat punya hak-hak yang sama.
Urgensi upaya pencegahan tindak pidana korupsi di Indonesia
Korupsi menjadi penyakit yang sangat wajib diberantas dalam suatu negara mengingat
ingat akibat dari tindak pidana korupsi yang tidak main-main, seperti yang dikatakan oleh K.
A. Abbas (1975), korupsi berakibat sangat berbahaya bagi kehidupan manusia, baik aspek
kehidupan sosial, politik, birokrasi, ekonomi, dan individu. Dari beberapa aspek yang penulis
temui di lapangan—dalam hal ini berkaca pada kasus-kasus korupsi yang pernah terjadi di
Indonesia. Penulis memaparkan bahaya korupsi bagi beberapa komponen yang mempengaruhi
kehidupan berbangsa dan bernegara. Komponen-komponen ini adalah masyarakat, generasi
muda, politik, ekonomi. penulis memperhatikan kalau bahaya tindak pidana korupsi sangat
mempengaruhi komponen-komponen di atas dengan penjabaran yang penulis jelaskan dalam
poin-poin berikut ini :
● Bahaya korupsi terhadap masyarakat
Hal yang terjadi jika tindak pidana korupsi sudah menjadi kebiasaan masyarakat dan
merajalela dari kalangan atas sampai kalangan akar rumput maka akan terjadi sebuah
kekacauan sistem dalam sebuah tatanan masyarakat yang tidak jujur. Sistem sosial berjalan ke
arah yang salah, dimana satuan-satuan kecil dari masyarakat—yaitu tiap-tiap individu—hanya
akan mementingkan dirinya sendiri (self interest), tidak ada yang namanya ikatan dan rasa
tenggang rasa yang tulus.
Beberapa ilmuwan sosial melakukan penelitian dengan data-data dan fakta empirik di
berbagai negara, dimana hasil penelitian ini menunjukkan pengaruh tindak pidana korupsi
berakibat negatif pada rasa keadilan sosial dan kesetaraan sosial. Dimana praktek tindak pidana
korupsi ini menciptakan perbedaan tajam antara kelompok sosial. Dalam hal yang lebih kronis
tindak pidana korupsi menurunkan standar moral dan intelektual masyarakat, dimana nilai-nilai
luhur hilang karena banyaknya yang melakukan tindak pidana korupsi dalam sebuah sistem
masyarakat.
● Bahaya korupsi terhadap generasi muda
Selain menimbulkan kekacauan dalam kehidupan bermasyarakat praktek tindak pidana
korupsi memiliki dampak buruk secara jangka panjang dimana rusaknya mental
generasi yang akan datang. Generasi muda yang sekarang melihat banyaknya praktek
korupsi yang terjadi menjadi acuan penulis memprediksi turunnya aturan norma dan
moral generasi yang selanjutnya. Pada dewasa ini saja praktek tindak pidana korupsi
sering ditampilkan di ruang publik menjadikan anak muda tidak percaya dengan para
publik figur, dimana hal ini menjadikan individu yang antisosial, situasi ini meningkat
menjadi sebuah kebiasaan yang lumrah, dimana generasi muda beranggapan praktek
tindak pidana korupsi adalah sebuah kebiasaan yang tidak bisa dihilangkan. Anggapan
yang salah ini bisa saja menimbulkan generasi-generasi yang lebih tidak sehat lagi, di
mana produk dari keadaan ini adalah generasi yang tidak jujur dan tidak bertanggung
jawab.
● Bahaya tindak pidana korupsi terhadap politik
Panggung politik yang diisi oleh orang-orang yang memegang kekuasaan dari hasil
korupsi menciptakan pemimpin-pemimpin yang tidak amanah dan tidak berpihak pada
rakyat. Di mata publik para pemimpin ini tidak legitimate dalam menjalankan
pemerintahan, akibat buruk dari tindakan ini adalah ketidak percayaan masyarakat
dalam para pemimpinnya sehingga tidak adanya kepatuhan pada aturan-aturan yang
dibuat oleh otoritas terkait. Dalam perjalanannya masyarakat menyoroti latar belakang
dan sepak terjang para pemimpin politik, praktek curang seperti pemilu yang curang
berupa money politics menjadi hal yang sangat disayangkan. Pada umumnya penguasa
yang sampai pada panggung puncak politik karena praktek curang akan berakhir
menjadi pemimpin yang tidak amanah, otoriter, dan pada akhirnya menjadi pelaku
tindak pidana korupsi.
● Bahaya korupsi terhadap ekonomi
Tindak pidana korupsi seperti sebuah parasit yang terus menggerogoti si inang,
ekonomi bisa benar-benar hancur jika dalam sistem tersebut sarat akan praktek tindak
pidana korupsi. tindakan-tindakan seperti penyuapan untuk kelulusan proyek,
nepotisme orang-orang yang menjalankan proyek, penggelapan dana, pemalsuan data,
dan lain sebagainya menjadi sebab kegagalan pertumbuhan ekonomi sebuah sistem.
Dari poin-poin yang dijelaskan diatas penulis mengusulkan sebuah konsep upaya untuk
mencegah tindak pidana dengan menggunakan aktualisasi nilai-nilai pancasila. Upaya ini
tentunya tidak bisa dilaksanakan sendiri, seluruh lapisan masyarakat berperan dalam gerakan
untuk merevitalisasi nilai-nilai pancasila untuk mencegah tindak pidana korupsi. seluruh
lapisan masyarakat mulai dari militer, akademisi, praktisi hukum, pemuka agama, dan lain
sebagainya harus berperan aktif dalam hal ini. Sebagai dasar dari kehidupan berbangsa dan
bernegara, pancasila diposisikan menjadi sistem filsafat yang menjelaskan norma-norma
hukum, moral, kenegaraan dan sebagainya. Dalam prakteknya untuk mencegah tindak pidana
korupsi nilai-nilai pancasila menjadi garis batas antara apa yang baik dan buruk dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Pencegahan dan penyelesaian tindak pidana korupsi harus
dilakukan dengan pendekatan nilai-nilai pancasila. Nilai-nilai ini berfungsi untuk membangun
kesadaran moral tentang banyaknya dampak buruk yang dihasilkan oleh tindak pidana korupsi
Studi Kasus Korupsi di Indonesia
Kasus korupsi proyek e-KTP terendus akibat kicauan mantan Bendahara Umum Partai
Demokrat (PD), Muhammad Nazaruddin. KPK kemudian mengungkap adanya
kongkalingkong secara sistemik yang dilakukan oleh birokrat, wakil rakyat, pejabat BUMN,
hingga pengusaha dalam proyek pengadaan e-KTP pada 2011-2012. Akibat korupsi berjamaah
ini, negara mengalami kerugian mencapai Rp 2,3 triliun. DPR pun sempat dibuat heboh karena
KPK selama menangani kasus ini, melakukan pemanggilan kepada puluhan anggota dewan
maupun mantan anggota DPR RI. Nama-nama tokoh besar bahkan ikut dikaitkan. Dalam
perkara pokok kasus korupsi e-KTP, ada 8 orang yang sudah diproses dan divonis bersalah.
Mereka adalah Setya Novanto, dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan
Sugiharto, pengusaha Made Oka Masagung dan mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera
Irvanto Hendra Pambudi Cahyo (keponakan Novanto). Kemudian pengusaha Andi Narogong,
Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, dan mantan anggota DPR
Markus Nari. korupsi dimulai setelah rapat pembahasan anggaran pada Februari 2010. Saat itu,
Irman yang masih menjabat sebagai Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil
Kemendagri dimintai sejumlah uang oleh Ketua Komisi II DPR Burhanudin Napitupulu.
Permintaan uang itu bertujuan agar usulan anggaran proyek e-KTP yang diajukan Kemendagri
disetujui Komisi II DPR. Proyek e-KTP ini memang dibahas di Komisi II DPR, sebagai mitra
dari Kemendagri. Irman kemudian menyetujui permintaan tersebut, dan menyatakan
pemberian fee kepada anggota DPR akan diselesaikan oleh Andi Agustinus alias Andi
Narogong. Irman sendiri bekerja sama dengan Andi Narogong agar perusahaan Andi
dimenangkan dalam tender proyek e-KTP. Andi dan Irman kemudian meminta bantuan kepada
Setya Novanto yang saat itu menjabat sebagai Ketua Fraksi Golkar. Mereka berharap agar
Novanto dapat mendukung dalam penentuan anggaran proyek ini. Novanto pun menyatakan
akan mengkoordinasikan dengan pimpinan fraksi yang lain agar memuluskan pembahasan
anggaran proyek e-KTP di Komisi II DPR. Beberapa nama disebut-sebut ikut dalam sejumlah
pertemuan untuk membahas anggaran proyek e-KTP, termasuk Nazaruddin dan Ketua Fraksi
Partai Demokrat di DPR kala itu, Anas Urbaningrum. Dari beberapa kali pertemuan, disepakati
anggaran proyek e-KTP sebesar Rp 5,9 triliun. Sebanyak 51 persen dari total anggaran yaitu
Rp 2,662 triliun akan digunakan untuk belanja modal atau belanja riil proyek, dan sisanya 49
persen yakni Rp 2,5 triliun akan menjadi bancakan. Rincian uang korupsi tersebut dibagi
kepada pejabat Kemendagri sebesar 7 persen (Rp 365,4 miliar), anggota Komisi II DPR 5
persen (Rp 261 miliar), Setya Novanto dan Andi Narogong 11 persen (574,2 miliar), Anas dan
Nazaruddin 11 persen (Rp 574,2 miliar), serta sisa 15 persen (783 miliar( akan diberikan
sebagai keuntungan pelaksana pekerjaan atau rekanan. Kasus korupsi e- ktp jika dikaji secara
mendalam maka didalmnya akan ditemui dua unsur yaitu penyalagunaan kekuasaan kekuasaan
oleh aparatur negara dan yang kedua pengutamaan kepentingan pribadi.
Kesimpulan
Dari paparan di atas, bisa disimpulkan bahwa nilai Pancasila bisa menjadi pedoman
untuk mencegah terjadinya korupsi. Korupsi yang terjadi di Indonesia merupakan tindakan
yang berbahaya yang sudah menjamur ke dalam sendi kehidupan bangsa baik masyarakat
bawah hingga atas, bahkan sudah menjadi hal wajar bagi pemerintah setingkat eksekutif,
legislatif dan yudikatif. Keberadaan Pancasila sebagai pedoman dasar bagi bangsa Indonesia
belum dalam semangat anti korupsi dan belum bisa mencegah antikorupsi. Padahal, Pancasila
adalah karakter antikorupsi dan belum bisa mewakili perilaku terpuji. Oleh karena itu, nilai
nilai antikorupsi yang menjadi landasan moralitas untuk menghindari korupsi (jujur, disiplin,
tanggung jawab, keadilan, keberanian, kasih sayang, ulet, sederhana dan mandiri)
disosialisasikan dan diinternalisasikan bahkan oleh masyarakat Indonesia.
Daftar Rujukan
Setiadi, W., 2018. Korupsi di indonesia penyebab, hambatan, solusi dan regulasi. Jurnal
Legislasi Indonesia, 15(3), pp.249-262.
Suroto, “Terapi Penyakit Korupsi: Peran PKN” Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, Vol5,
2015
Saputra, I., 2017. Implementasi Nilai Pancasila dalam Mengatasi Korupsi di
Indonesia. JPPKn (Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan), 1(2).
Suraji, S., 2015. Sejarah panjang korupsi di indonesia dan upaya pemberantasannya. Jurnal
Kebijakan dan Administrasi Publik UGM, 12(2).
Napisa, S. and Yustio, H., 2021. Korupsi di Indonesia (Penyebab, Bahaya, Hambatan dan
Upaya Pemberantasan, Serta Regulasi) Kajian Literatur Manajemen Pendidikan dan
Ilmu Sosial. Jurnal Manajemen Pendidikan dan Ilmu Sosial, 2(2), pp.564-579.
Hadji, Kuswan. 2008. Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila sebagai Norma dalam Mencegah
Korupsi di Indonesia. Program Studi Hukum, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik,
Universitas Tidar.
Rifyal Kaabah. 2007. Korupsi di Indonesia. Jurnal Hukum Pembangunan tahun ke 3.

Anda mungkin juga menyukai