Pada hari sabtu tanggal 6 April 2019, diadakan diskusi buku "korupsi
melacak arti, menyimak implikasi" di wisma SY Depok. Pada diskusi buku ini,
terdapat 3 pembicara besar yaitu Romo Herry Priyono, SJ selaku penulis buku ini,
Alexander Marwata selaku wakil ketua KPK, dan guru besar FEB UI Prof. Mari
Elka Pangestu. Isi dari diskusi buku ini, mengenai tentang korupsi dari berbagai
aspek. Hal pertama yang dibahas adalah bagaimana korupsi itu bisa terjadi.
Korupsi dapat terjadi dengan berbagai faktor , salah satunya karena ada sifat
buruk yang telah tertanam sejak dulu oleh pelaku korupsi. misal sejak ia menjadi
siswa dan mahasiswa, ia gemar menyontek, senang mengambil hak orang lain.
Atau bahkan saat ia melakukan penelitian, ia melakukan plagiarisme. Hal-hal
yang seperti itulah dapat menimbulkan sifat buruk pada diri kita dan akan mudah
melakukan tindakan pidana seperti korupsi ini. Terkadang orangtua juga dapat
mengajarkan ke anaknya hal hal yang tidak baik, seperti mengizinkan anaknya
yang masih dibawah umur mengendarai motor dijalan Raya, padahal sudah jelas
itu dilarang. Maka dari itu pak Alex menghimbau untuk para orangtua agar tidak
mengizinkan anak dibawah umurnya mengendarai motor.
Akibat sifat buruk yang telah tertanam sejak dulu, jadi pada zaman ini
kejujuran sangat sulit di negeri ini. Banyak orang yang benar benar jujur tidak
dipercaya bahkan difitnah melakukan hal yang tidak baik, sedangkan orang yang
benar berbohong malah dipuji bahkan dilindungi dari hal buruk yang telah ia
lakukan. Bahkan sekarang sudah ada istilah "korupsi berjamaah" yang dimana
suatu kelompok melakukan korupsi, dan anggota dari kelompok itu saling
melindungi anggota kelompok yang lain. Korupsi juga dapat dipicu dengan
tradisi "give giving" dari gratifikasi. Gratifikasi yaitu pemberian yang diberikan
kepada internal perusahaan yang mengatas namakan jabatan. Uang ini terkadang
di salahgunakan untuk membelikan oleh-oleh atau cindera mata kepada orang
lain, yang dapat mengakibatkan kasus korupsi.
Untuk mengatasi kasus korupsi yang sudah menjamur di negeri ini,
diperlukan penerapan nilai kejujuran yang tinggi. Untuk memiliki nilai kejujuran
yang tinggi, kita harus memiliki integritas dan moral yang terbentuk baik sejak
awal. Dengan memiliki integritas dan moral yang baik, maka secara otomatis
kita dapat menjalankan nilai-nilai kpk, yaitu jujur, disiplin, tanggung jawab,
kerja keras, adil, mandiri, berani, sederhana dan peduli. Di dalam kpk,
transparansi dan integritas selalu dibangun. Ada yang bertugas untuk check and
balance, dan ada yang mengawasi atasan maupun bawahan. Sebenarnya institusi
yang secara moral sudah terbangun, tinggal bagaimana individu yang ada
didalamnya.
Buku ini di bagian awal menjelaskan latar belakang yang menjadi pemicu lahirnya
buku ini yang meliputi belum tersedianya literatur yang khusus mengenai
pembahasan arti korupsi dan rentang cakupannya di Indonesia, keterlibatan Romo
Herry dalam pembentukan jurnal ilmiah, INTEGRITAS : Jurnal Antikorupsi, dan
kesadaran Romo bahwa korupsi ialah sesuatu yang nyata dan diperlukan suatu
pemahaman sebagai penopangnya. Latar belakang ini didukung pula
ketidakmampuan suatu badan global, UNCAC (United Nations Convention
Againts Corruption) menjawab pertanyaan mengenai arti korupsi.
Penyempitan arti korupsi yang menjadi sebatas politis dan birokratis ini
dipicu adanya kemunculan tata negara modern dengan mandatoris jabatan publik.
Hal ini juga didukung oleh adanya pemikiran Thomas Hoobes, Montesquieu,
Adam Smith, dan J. Bentham. Puncak penyempitan arti korupsi terjadi pada
zaman kontemporer melalui pemikiran Max Weber yang menempatkan persoalan
korupsi dalam kerangka birokrasi semata.
Pemahaman arti korupsi dari zaman kuno hingga zaman Renaissance dapat
dikenali melalui kaitan kompleks antara pengertian korupsi sebagai kemerosotan
seluruh aspek kehidupan dan sebagai penyalahgunaan kekuasaan publik.
Penyalahgunaan kekuasaan publik ini sebenarnya juga perluasan dari kemerosotan
organisasi atau tatanan pemerintah yang utuh dan sehat.