Anda di halaman 1dari 4

Ringkasan diskusi buku.

Tugas MPKT Agama Katolik

Tiara Fransisca Kembara (1806185153)

Pada hari sabtu tanggal 6 April 2019, diadakan diskusi buku "korupsi
melacak arti, menyimak implikasi" di wisma SY Depok. Pada diskusi buku ini,
terdapat 3 pembicara besar yaitu Romo Herry Priyono, SJ selaku penulis buku ini,
Alexander Marwata selaku wakil ketua KPK, dan guru besar FEB UI Prof. Mari
Elka Pangestu. Isi dari diskusi buku ini, mengenai tentang korupsi dari berbagai
aspek. Hal pertama yang dibahas adalah bagaimana korupsi itu bisa terjadi.
Korupsi dapat terjadi dengan berbagai faktor , salah satunya karena ada sifat
buruk yang telah tertanam sejak dulu oleh pelaku korupsi. misal sejak ia menjadi
siswa dan mahasiswa, ia gemar menyontek, senang mengambil hak orang lain.
Atau bahkan saat ia melakukan penelitian, ia melakukan plagiarisme. Hal-hal
yang seperti itulah dapat menimbulkan sifat buruk pada diri kita dan akan mudah
melakukan tindakan pidana seperti korupsi ini. Terkadang orangtua juga dapat
mengajarkan ke anaknya hal hal yang tidak baik, seperti mengizinkan anaknya
yang masih dibawah umur mengendarai motor dijalan Raya, padahal sudah jelas
itu dilarang. Maka dari itu pak Alex menghimbau untuk para orangtua agar tidak
mengizinkan anak dibawah umurnya mengendarai motor.

Akibat sifat buruk yang telah tertanam sejak dulu, jadi pada zaman ini
kejujuran sangat sulit di negeri ini. Banyak orang yang benar benar jujur tidak
dipercaya bahkan difitnah melakukan hal yang tidak baik, sedangkan orang yang
benar berbohong malah dipuji bahkan dilindungi dari hal buruk yang telah ia
lakukan. Bahkan sekarang sudah ada istilah "korupsi berjamaah" yang dimana
suatu kelompok melakukan korupsi, dan anggota dari kelompok itu saling
melindungi anggota kelompok yang lain. Korupsi juga dapat dipicu dengan
tradisi "give giving" dari gratifikasi. Gratifikasi yaitu pemberian yang diberikan
kepada internal perusahaan yang mengatas namakan jabatan. Uang ini terkadang
di salahgunakan untuk membelikan oleh-oleh atau cindera mata kepada orang
lain, yang dapat mengakibatkan kasus korupsi.
Untuk mengatasi kasus korupsi yang sudah menjamur di negeri ini,
diperlukan penerapan nilai kejujuran yang tinggi. Untuk memiliki nilai kejujuran
yang tinggi, kita harus memiliki integritas dan moral yang terbentuk baik sejak
awal. Dengan memiliki integritas dan moral yang baik, maka secara otomatis
kita dapat menjalankan nilai-nilai kpk, yaitu jujur, disiplin, tanggung jawab,
kerja keras, adil, mandiri, berani, sederhana dan peduli. Di dalam kpk,
transparansi dan integritas selalu dibangun. Ada yang bertugas untuk check and
balance, dan ada yang mengawasi atasan maupun bawahan. Sebenarnya institusi
yang secara moral sudah terbangun, tinggal bagaimana individu yang ada
didalamnya.

Pemimpin berperan sangat penting. Jika pemimpin melakukan kebaikan,


pasti bawahan akan melakukan hal itu juga. Jika pemimpin melakukan hal yang
buruk, maka bawahan juga akan melakukan yang sama pula. Kini besarnya
penghasilan juga dapat mempengaruhi kejujuran seseorang . Maka dari itu, bila
bawahan sudah bekerja keras dan semaksimal mungkin, dan atasan memberi gaji
yang tidak pantas pasti akan mempengaruhi kejujuran.

Hal yang dapat menghambat pemberantasan korupsi salah satunya adalah


pada penegak hukum pula, dizaman ini penegak hukum hanya memiliki semangat
untuk memenjarakan orang yang korupsi saja, tidak memikirkan bagaimana cara
mengatasi korupsi. Banyak masyarakat yang takut untuk melaporkan kasus
korupsi, padahal dalam Undang-undang, orang yang melaporkan kasus korupsi
akan di lindungi oleh negara. Sebenarnya penegak hukum sangat memerlukan
keikut sertaan masyarakat untuk memberantas korupsi. Bu Mari berkata kita
memang tidak dapat mengubah dunia, tapi kita dapat mengubah lingkungan.
Masalah istilah "cerdik seperti ular" jadilah cerdik yang halal dalam menjalankan
suatu amanah. Buku korupsi melacak arti, menyimak implikasi ini ditulis oleh
romo Herry Priyono, SJ karena adanya pergulatan iman. Ingin memberantas
korupsi namun merasa masih banyak kecacatan yang dilakukan dalam hidup.
Ringkasan Buku Korupsi Melacak Arti, Menyimak Implikasi. Karya Romo
Herry.

Buku ini di bagian awal menjelaskan latar belakang yang menjadi pemicu lahirnya
buku ini yang meliputi belum tersedianya literatur yang khusus mengenai
pembahasan arti korupsi dan rentang cakupannya di Indonesia, keterlibatan Romo
Herry dalam pembentukan jurnal ilmiah, INTEGRITAS : Jurnal Antikorupsi, dan
kesadaran Romo bahwa korupsi ialah sesuatu yang nyata dan diperlukan suatu
pemahaman sebagai penopangnya. Latar belakang ini didukung pula
ketidakmampuan suatu badan global, UNCAC (United Nations Convention
Againts Corruption) menjawab pertanyaan mengenai arti korupsi.

Berangkat dari latar belakang itulah, buku ini bertujuan menawarkan


horizon mengenai konsep korupsi.Dalam proses menawarkan horizon untuk studi
kasus korupsi di Indonesia dilakukan penelitian dengan adanya penggunaan
beberapa bidang ilmu sebagai pokok-pokok metodologis, seperti ilmu sosial
sebagai penyangga daya investigatif pola gejala dan filsafat menopang dengan
daya penetrasi makna. Dalam pelacakan perkembangan arti korupsi dimulai dari
zaman silam, yaitu sejak tahun 3.000 SM hingga saat ini diperlukan adanya
interogasi kontekstual yang melibatkan pengolahan sumber dari penelitian ahli
berbagai ilmu tentang gejala yang relevan bagi paham korupsi yang akan
mengarahkan pada sosok-sosok yang menjadi cerminan pemikiran zaman dan
membantu dalam memahami pengertian korupsi menurut pemikiran sosok
tertentu.

Proses pemahaman arti korupsi dimulai dari pemikiran Aristoteles pada


zaman Yunani Kuno, Cicero dan Plutarch pada zaman Romawi Kuno, dan kitab
Arthasastra. Kemudian berlanjut pada filsuf Kristen abad pertengahan, Agustinus
dan Thomas Aquinas, serta pemikiran menurut pandangan Islam, baik itu berasal
dari tokoh maupun lafal dan ayat kitab sucinya hingga sampai pada zaman
Renaissance. Filsuf zaman Renaissance ialah Nicolla Machiavelli. Machiavelli
melekatkan korupsi terkait urusan tata negara.
Pada masa silam, seperti Yunani dan Romawi Kuno, pengertian korupsi
lebih merujuk kepada degenerasi atau kemerosotan moral dan mengalami
kerusakan menjadi busuk. Namun dengan seiring perubahan waktu, korupsi
mengalami penyempitan arti. Kini, korupsi lebih merujuk pada penyelewengan
jabatan publik. Pergeseran arti ini didukung oleh paham individualitas yang mulai
berkembang dan menguat pada zaman modern. Berkembangnya paham
individualitas ini menunjukkan adanya kecenderungan memakai secara
manipulatif kepentingan bersama untuk mengejar kepentingan pribadi.

Penyempitan arti korupsi yang menjadi sebatas politis dan birokratis ini
dipicu adanya kemunculan tata negara modern dengan mandatoris jabatan publik.
Hal ini juga didukung oleh adanya pemikiran Thomas Hoobes, Montesquieu,
Adam Smith, dan J. Bentham. Puncak penyempitan arti korupsi terjadi pada
zaman kontemporer melalui pemikiran Max Weber yang menempatkan persoalan
korupsi dalam kerangka birokrasi semata.

Pemahaman arti korupsi dari zaman kuno hingga zaman Renaissance dapat
dikenali melalui kaitan kompleks antara pengertian korupsi sebagai kemerosotan
seluruh aspek kehidupan dan sebagai penyalahgunaan kekuasaan publik.
Penyalahgunaan kekuasaan publik ini sebenarnya juga perluasan dari kemerosotan
organisasi atau tatanan pemerintah yang utuh dan sehat.

Perubahan sistem birokrasi menjadi objektif serta rasional dan peluncuran


“Corruption Perception Index (CPI) ” sebagai langkah Transparency
International menindaklanjuti korupsi masih kurang efektif melawan korupsi.
Penyempitan arti korupsi yang terbatas pada pejabat publik, institusi dan kerugian
negara menjadikan seolah-olah korupsi tidak berkaitan dengan konsep moral.
Padahal sesungguhnya korupsi sangat terkait dengan masalah dan konsep moral
yang luas serta memnackup cara berpikir dan bertindak masyarakat. Melalui buku
ini ditunjukkan bahwa inti masalah korupsi memiliki kaitan erat dengan integritas
moral institusi.

Anda mungkin juga menyukai