Di susun oleh :
Dosen pengampuh :
Dr. Dra. Debby Ch, Rende, M.Si
Yones Maarisip,SIP,M.Si
KATA
PENGANTAR…………………………………………………………………………
ABSTRAK......................................................................................................................
DAFTAR
ISI………………………………………………………………………………………
BAB 1 PENDAHULUAN
1.3 TUJUAN…………………………………………………………………………...
1.4 MANFAAT………………………………………………………………………...
1.5 METODE...................................................................................................................
BAB 2
BAB 3
3.1 KESIMPULAN..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
Kasus korupsi yang diduga dilakukan oleh kepala daerah masih tergolong tinggi. Hal ini didukung
oleh pernyataan Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo menyoroti banyaknya kepala daerah yang
tersangkut kasus hukum. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, ada 343 kepala daerah
yang berperkara hukum baik di kejaksaan, kepolisian, maupun Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK). Sebagian besar karena tersangkut masalah pengelolaan keuangan daerah. “Data terakhir
sampai bulan Desember 2015 tercatat cukup tinggi, gubernur, bupati, walikota adalah 343 orang
yang ada masalah hukum baik di kejaksaan, polisi, KPK. Data Kementerian Dalam Negeri
menyebutkan, hingga tahun 2010, ada 206 kepala daerah yang tersangkut kasus hukum. Tahun
selanjutnya, Kemendagri mencatat secara rutin yaitu 40 kepala daerah (tahun 2011), 41 kepala
daerah (2012), dan 23 kepala daerah (2013). (Kompas.com: 2015).
Setiap tahun KPK menerbitkan laporan tahunan yang terkait dengan kegiatan KPK dalam
pemberantasan korupsi. Berdasarkan data yang diolah dari laporan tahun 2012 sampai dengan
tahun 2015 menunjukkan terdapat 71 perkara TPK di instansi pemerintah provinsi, sementara itu
di Kabupaten/Kota terdapat 107 perkara TPK. Dari jumlah tersebut, yang menyangkut kasus
korupsi kepala daerah baik gubernur, walikota/bupati dan atau wakilnya sejak tahun 2004 sampai
dengan tahun 2015 adalah sebagai berikut: korupsi yang di lakukan oleh gubernur sejumlah 16
orang, sedangkan kasus korupsi yang menjerat Bupati/Walikota sebanyak 51 orang.
2.Mengapa regulasi pilkada menghasilkan fenomena calon tunggal dan apa implikasinya
terhadap demokrasi ?
1.3 TUJUAN
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas uas mata kuliah
pendidikan budaya anti korupsi agar mahasiswa dapat memahami tentang fenomena dan
faktor penyebab korupsi kepala daerah di Indonesia
2. Tujuan khusus
a) Untuk mengetahui fenomena korupsi di Indonesia
b) Untuk mengetahui fenomena calon tunggal pada pilkada pertamakalinya
c) Untuk mengetahui penyebab kepala daerah melakukan korupsi
1.4 MANFAAT
1. Memberi pengetahuan kepada mahasiswa tentang latar belakang dari fenomena dan
penyebab kasus korupsi kepala daerah yang ada di Indonesia
1.5 METODE
Makalah ini disusun dan dibuat dengan menggunakan metode studi kepustakaan,yaitu dengan
mengumpulkan sumber dan refrensi penulis dari bahan-bahan pustaka yang telah didapatkan
dan dibuat.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Fenomena kasus korupsi diIndonesia
Fenomena kasus korupsi yang dialami oleh masyarakat Indonesia seolah-olah bagaikan
benang kusut yang sangat sulit terurai.hampir setiap waktu media sosial selalu memberitakan
mengenai kasus korupsi yang tentunya sangat merugikan negara dan masyarakat
Indonesia.Derajat peningkatan kasus korupsi sangat berdampak pada degradasi kualitas
infrastruktur publik,merosotnya pendapatan dari sektor perpajakan,pendistorsian komposisi
pengeluaran publik,kinerja pemerintah yang tidak efektif dan efisien sehingga kesenjangan
yang semakin melebar di masyarakat Indonesia.Berdasarkan fakta dan bukti yang telah
didapatkan tentang fenomena korupsi yang terjadi di negara Indonesia mengacu pada
beberapa hasil penelitian yang didapatkan sebelumnya tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya korupsi,maka penelitian memberikan bukti terkait dengan
fenomena yang terjadi tersebut.Dengan menggunakan analisa regresi berganda,penelitian
mencoba untuk meneliti dengan mengambil objek pada kota dan kabupaten diIndonesia
untuk melihat hubungan antara transparansi pemerintah dan tingkat pendidikan masyarakat
dengan kasus korupsi yang terjadi di negara Indonesia.
2.2 Fenomena calon tunggal pada pemilihan kepala Daerah
Fenomena calon tunggal pada pilkada serentak sudah terjadi sejak penyelenggaraan pertama
kalinya pada tahun 2015.Pada saat itu belum diterapkannya landasan hukum pelaksanaan
pilkada karena dalam UUD pasal 51 dan 52 UU No. 8 Tahun 2015 yang digunakan saat itu
bahwa pilkada dapat berlangsung apabila minimal ada dua bakal calon.Tetapi yang terjadi
pada saat penyelenggaraan pilkada serentak yang pertama pada tahun 2015 tersebut
mempunyai tiga bakal calon tunggal di tiga daerah.Pilkada pertama sejak diberlakukanya UU
No. 10 Tahun 2016 dari 101 daerah.Daerah tersebut sembilan daerah diantaranya hanya boleh
diikuti oleh calon tunggal.Dari sembilan calon pilkada,delapan diantaranya adalah calon
kepala daerah.Jumlah bakal calon tunggal kembali meningkat pada penyelenggaraan pilkada
serentak pada tahun 2018,yang menjadi 16 bakal calon tunggal.Karakteristik tersebut secara
umum mirip seperti pada pilkada tahun 2017 yang dimana semua partai-partai politik daerah
beramai-ramai mendukung calon tunggal.
Permasalahannya adalah calon tunggal yang umumnya adalah pertahanan tersebut tidak
selalu bekerja dengan baik dan benar.Hal ini kemudian menimbulkan kecurigaan adanya
tidak beresan yang melibatkan partai politik dengan bakal calon tunggal pilkada.Calon
tunggal memang legal berdasarkan regulasi,akan tetapi hal ini juga merusak demokrasi di
Indonesia.Demokratisasi yang dilakukan didaerah-daerah melalui pemilihan kepala daerah
sangat bertujuan untuk melahirkan seseorang pemimpin daerah yang berkualitas dan
berintegrasi sehingga dapat mewujutkan suatu daerah yang lebih baik,fenomena korupsi di
daerah setelah penerapan desentralisasi dan otonomi daerah merupakan suatu hal yang
penting.Bebrapa temuan menunjukkan bahwa ada beberapa penyebab kuatnya gejala korupsi
didaerah yang sering dilakukan oleh berbagai kepala daerah disebabkan karena biaya
pemilihan kepala daerah yang mahal,kurangnya kompetensi dalam pengolahan keuangan
daerah,kurangnya pemahaman akan aturan yang ditetapkan,dan pemahaman terhadap konsep
budaya politik yang salah.
2.3 Faktor-faktor penyebab kepala daerah korupsi
Kasus korupsi yang sering dilakukan oleh berbagai kepala daerah masi tergolong tinggi.Hal
ini diungkapkan oleh pernyataan Menteri Dalam Negeri,Tjahjo kumolo menyoroti sebagian
besar kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi di Indonesia.Berdasarkan data yang telah
didapatkan dari Kementerian Dalam Negeri,adanya 343 kepala daerah yang tersangkut
perkara hukum baik di kejaksaan,kepolisian,maupun KPK.Banyak kepala daerah yang
tersangkut paut dalam permasalahan pengelolah keuangan daerah.”data terakir yang
didapatkan bahwa sampai bulan desember 2015 tercatat cukup tinggi”,banyak kepala daerah
seperti gubernur,bupati,walikota yang mempunyai masalah dengan hukum baik di
jaksa,polisi,bahkan komisi pemberantasan korupsi.Data dari Kementerian Dalam Negeri
menyebutkan hingga pada tahun 2010 ,masi ada 206 kepala daerah yang masih tersangkut
kasus hukum.
Disetiap tahunya KPK menerbitkan laporan tahunan yang ada kaitannya dengan kegiatan
komisi pemberantas korupsi dalam memberantas kasus korupsi yang ada di
Indonesia.Berdasarkan data yang didapatkan dari laporan pada tahun 2012 sampa pada tahun
2015 menyatakan terdapat 107 perkara TPK. Dari jumlah tersebut menyatakan bahwa kasus
korupsi yang telah dilakukan oleh gubernur berjumlah 16 orang,sedangkan kasus korupsi
yang dilakukan oleh bupati/walikota sebanyak 51 orang.
TPK yang dilakukan oleh kepalah daerah berdasarkan diskusi dengan peneliti KPK ada 4
yaitu :
1.TPK dalam pengadaan barang/jasa yang di tangungi pleh APBN/APBD sebanyak 14 kasus
3.TPK dalam perijinan sumber daya alam yang tidak sesuai sebanyak 6 kasus
Informasi diatas tentang banyaknya kepala daerah melakukan kasus korupsi dengan berbagai
cara dan modus maka KPK perlu melakukan penelitian mengenai analisa berbagai faktor
penyebab kasus korupsi yang dilakukan oleh kepala daerah di Indonesia.
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
upaya yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi ancaman korupsi yang dilakukan oleh
kepala daerah. Pertama, mendorong pemerintah untuk membangun sistem pencegahan
korupsi yang kuat di sektor yang rawan korupsi serta membuat inovasi kebijakan pencegahan
korupsi. Kedua, pemerintah dan penyelenggara pemilu perlu membuat kebijakan yang lebih
efektif untuk mengawasai dana kampanye calon kepala daerah sehingga menutup
kemungkinan adanya “politik balas budi” bagi kepala daerah yang
terpilih. Ketiga, mendorong partai politik untuk dapat berbenah diri melalui sistem partai
politik yang berintegritas sebagai upaya meningkatkan peran partai politik dalam mencegah
korupsi kepala daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Tantri Bararoh,Budi Prayitno
Equilibrium: Jurnal Ekonomi-Manajemen-Akuntansi (2) 160-180,2011
Iswanto Iswanto
Legal Standing: Jurnal Ilmu Hukum 3(2),203-208,2020
Valina Singka Subekti,Sri Budi Eko Wardani,S IP,Oktavina Sattu Pasau,Sopian Ependi
Manalu
Ayu Yuriska
Fisip UIN Jakarta
https://www.bpkp.go.id/puslitbangwas/konten/2674/16.050-Faktor-Faktor-Penyebab-Kepala-
Daerah-Korupsi
https://pukatkorupsi.ugm.ac.id/?p=4758