Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

TINDAK PIDANA KHUSUS/DELIK KHUSUS


(TINDAK PIDANA KORUPSI)

DOSEN PEMBIMBING

Hilman Nur, SH, MH

Disusun Oleh :

Annisa Adha Azzahra 7420119024

Andi Maulana 7420119020

M. Fahrizal Amir 7420119096

JURUSAN ILMU HUKUM, FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SURYAKANCANA CIANJUR

2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah swt. Berkat perlindungannya makalah ini dapat terselesaikan
dengan baik sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan
banyak terimakasih atas bimbingan dari dosen pembimbing mata kuliah hukum delik-delik
khusus. Karena berkat bimbingan dan informasi yang diberikan kami dapat menyelesaikan tugas
ini sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan, atas kerjasama kelompok, alhamdulillah
makalah ini bisa diselesaikan yang Insya Alloh sesuai dengan yang diharapkan. Kami
mengharapkan kritik dan saran agar kami dapat memperbaiki kekurangan, dan semoga makalah
ini dapat bermamfaat bagi kita semua. Amiin ya rabbal all-amin.
DAFTAR ISI
COVER...........................................................................................................................................i

KATA PENGANTAR...................................................................................................................ii

DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................iv

A. Latar belakang...................................................................................................................

B. Rumusan masalah...............................................................................................................

C. Tujuan..................................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. ....................................

B. .....................................

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN.......................................................................................................

SARAN....................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Tindak pidana korupsi selalu mendapat perhatian yang lebih dibandingkan dengan
tindak pidana lain di berbagai belahan dunia. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingat
dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindak pidana korupsi. Dampak yang ditimbulkan
dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi merupakan masalah serius, tindak
pidana ini dapat membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, membahayakan
pembangunan sosial ekonomi dan juga politik, serta dapat merusak nilai-nilai demokrasi dan
moralitas, karena lambat laun perbuatan ini seakan menjadi sebuah budaya. Korupsi
merupakan ancaman terhadap cita-cita menuju masyarakat adil dan makmur. Tidak hanya
pemangku jabatan dan kepentingan saja yang melakukan tindak pidana korupsi, baik di
sektor publik maupun privat, tetapi tindak pidana korupsi sudah menjadi suatu fenomena.
Tindak pidana ini tidak hanya merugikan keuangan Negara, tetapi juga merupakan
pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat.
Di berbagai belahan dunia, korupsi selalu mendapatkan perhatian lebih
dibandingkan tindak pidana lainnya. Penyelenggara negara yang bersih menjadi penting dan
sangat diperlukan untuk menghindari praktik-praktik korupsi yang tidak saja melibatkan
pejabat bersangkutan, tetapi juga oleh keluarga dan kroninya, yang apabila dibiarkan, rakyat
Indonesia akan berada dalam posisi yang sangat dirugikan. Menurut Nyoman Serikat Putra
Jaya menyebutkan bahwa tindak pidana korupsi tidak hanya dilakukan oleh penyelenggara
negara, antar negara, melainkan juga penyelenggara negara dengan pihak lain seperti
keluarga, kroni dan para pengusaha, sehingga merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, serta membahayakan eksistensi negara.Perkembangan korupsi di
Indonesia masih tergolong tinggi, sedangkan pemberantasannya masih sangat lambat. Romli
Atmasasmita menyatakan bahwa korupsi di Indonesia sudah merupakan virus yang menyebar
keseluruh tubuh pemerintah sejak tahun 1960-an langkah-langkah pemberantasannya pun
masih tersendat sampai sekarang. Selanjutnya, dikatakan bahwa korupsi berkaitan pula
dengan kekuasaan karena dengan kekuasaan itu penguasa dapat menyalahgunakan
kekuasaannya untuk kepentingan pribadi, keluarga dan kroninya.
Oleh karena itu, korupsi telah menjadi suatu kejahatan luar biasa . Hal ini
dikarenakan, metode konvensional yang selama ini digunakan, terbukti tidak bisa
menyelesaikan persoalan korupsi yang ada di masyarakat. Dengan demikian, dalam
penanganannya pun juga harus menggunakan cara-cara luar biasa. Kasus-kasus tindak pidana
korupsi sulit diungkapkan karena para pelakunya menggunakan peralatan yang canggih serta
biasa dilakukan oleh lebih dari satu orang dalam keadaan terselubung dan terorganisasi. Oleh
karena itu kejahatan ini disebut dengan white collar crime atau kejahatan kerah putih.
Menurut Sutherland dan Edelhertz, yang dikutip dalam buku “Kejahatan Ekonomi” karangan
Sudaryono, menyebutkan white collar crime sebagai tindak pidana yang dilakukan oleh
orang-orang dari golongan sosial-ekonomi menengah dan atas yang berhubungan dengan
jabatan mereka. Sementara Edelhertz mendefinisikan white collar crime sebagai serangkaian
tindakan illegal yang dilakukan dengan cara-cara nonfisik dan dengan penyembunyian, untuk
memperoleh uang atau harta benda, untuk menghindarkan pembayaran, kerugian uang dan
harta benda atau untuk memperoleh keuntungan (manfaat) perorangan dan bisnis.Mereka
memperlihatkan dirinya selalu mengutamakan masyarakat, kalau ada tuntutan, mereka
memberikan ganti rugi. Mereka menampilkan diri berhati sosial, Akan tetapi dibalik itu
semua, mereka melakukan perbuatan yang tidak bermoral, menyuap pejabat, serta melakukan
praktik yang melanggar perdangangan. Menyadari kompleksnya permasalahan korupsi di
tengah-tengah krisis multidimensional serta ancaman nyata yang pasti terjadi, yaitu dampak
dari kejahatan ini. Maka tindak pidana korupsi dapat dikategorikan sebagai masalah nasional
yang harus dihadapi secara sungguh-sungguh melalui langkah-langkah yang tegas dan jelas
dengan melibatkan semua potensi yang ada dalam masyarakat khususnya pemerintah dan
aparat penegak hukum.
Pemberantasan korupsi secara hukum adalah dengan mengandalkan diperlakukannya
secara konsisten Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan berbagai
ketentuan terkait yang bersifat repressif.
Undang-Undang yang dimaksud adalah Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002
tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Dicermati dari awal sampai akhir tujuan khusus yang
hendak dicapai lah bersifat umum, yaitu penegakan keadilan hukum secara tegas bagi yang
terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Penegakan hukum dasarnya melibatkan seluruh
warga negara Indonesia, dalam laksanaannya dilakukan oleh penegak hukum. Aparat negara
yang berwenang dalam pemeriksaan perkara pidana adalah aparat Kepolisian, Kejaksaan,
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

B. Rumusan masalah
Korupsi di Indonesia terus meningkat dari waktu ke waktu, namun hingga kini
pemberantasan korupsi di Indonesia belum menunjukkan titik terang,Melebarnya korupsi
memasuki seluruh kehidupan masyarakat, menyebabkan kerugian keuangan Negara semakin
bertambah, Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa
bencana, tidak saja bagi kehidupan perekonomian nasional, juga pada kehidupan berbangsa
dan bernegara.
A. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan korupsi di indoneisa terus meningkat?
B. Bagaimanakah strategi atau cara untuk memberantas korupsi di Indonesia sekarang ini?

c. Tujuan
A. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan korupsi di indoneisa terus
meningkat.
B. Untuk mengetahui bagaimanakah strategi atau cara untuk memberantas korupsi di
Indonesia sekarang ini.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Faktor-faktor yang menyebabkan korupsi terus meningkat.


Beberapa factor penyebab yang dominan sebagai pencetus tindakan korupsi yang akhirnya
menjadi berkelanjutan tiada henti, sehingga membudaya. Dari hasil penelitian, pengamatan,
analisis dan evaluasi para pakar yang cukup lama, dapat dijelaskan di bawah ini beberapa faktor
tersebut, antara lain:
1. Sifat tamak/rakus manusia
Sifat tamak merupakan sifat yang berasal dari dalam diri setiap individu. Hal itu terjadi
ketika seseorang mempunyai hasrat besar untuk memperkaya diri dan tidak pernah merasa
puas terhadap apa yang telah dimiliki.
2. Moral yang kurang kuat
Seseorang yang mempunyai moral lemah cenderung mudah tergoda untuk melakukan
tindakan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahan, atau pihak
lain yang memberi kesempatan untuk melakukan korupsi.
3. Lemahnya Keyakinan Beragama
Lemahnya keyakinan agama merupakan salah satu faktor penyebab korupsi di
Indonesia, fakta menunjukkan bahwa penduduk Indonesia adalah para penganut
agama. Hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya pelaku-pelaku korupsi itu adalah
orang yang memiliki dan meyakini agama, dan mayoritas di antaranya adalah
beragama Islam. Atas dasar itu dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya pelaku tindak
pidana korupsi itu adalah penganut agama Islam. Akan tetapi yang membuat heran
adalah adanya beberapa orang yang rajin melaksanakan ibadah sesuai ajaran
agamanya, namun praktek korupsinya tetap berkelanjutan. Hal ini disebabkan karena
pelaksanaan ajaran agama tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan sekaligus
tidak mendalami makna yang terkandung dalam ibadah itu. Akibatnya, ibadah yang
dilaksanakan baru sebatas ibadah ritual seremonial, belum menjalankan ibadah secara
hakiki sebagai ritual dan aktual.Padahal,jika seseorang dapat memahami kandungan
ajaran shalat dalam agama Islam dengan benar, akan dapat mencegah seseorang dari
perbuatan keji dan munkar.
4. Penegakan Hukum yang Lemah
Apabila dilihat dari sisi peraturan perundang-undangan yang berlaku, untuk
pemberantasan tindak pidana korupsi sebetulnya sejak diterbitkannya Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, peraturan perundang-undangan di bidang tindak pidana korupsi sudah cukup
memadai, walaupun masih ada beberapa kelemahan di era Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1971 tersebut, seperti rumusan delik yang hanya bersifat materil, ketentuan
sanksi pidana yang hanya menetapkan batas maksimum tidak ada batas minimum,
subjek hukum terbatas pada subjek hukum perorangan sedangkan korporasi hukum,
masih mempertahankan sistem pembuktian negative atau mengedepankan asas
praduga tak bersalah. Kelemahan-kelemahan ini selalu dijadikan alasan kalangan
penegak hukum mulai dari auditor, kepolisian, kejaksaan, dan para hakim serta
pengacara dengan alasan sulitnya melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Hal ini telah ditutup atau diperbaiki dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999.Lemahnya penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi mencakup
beberapa aspek.
1. bisa tidak adanya tindakan hukum sama sekali terhadap pelaku korupsi
dikarenakan pelaku adalah atasan dari penegak hukum atau bawahan dari penegak
hukum yang menjadi penyokong utama yang membiayai operasional kegiatan
penegak hukum, atau si penegak hukum telah menerima bagian dari hasil korupsi
pelaku atau pelaku adalah kolega dari pimpinan instansi penegak hukum.
2. tindakan ada tetapi penanganan diulur-ulur dan sanksi diperingan.
3. tidak dilakukan pemindahan sama sekali, karena pelaku mendapat beking dari
jajaran tertentu atau tindak pidana korupsinya bermotifkan kepentingan untuk
kelompok tertentu atau partai tertentu.Hal ini tentu merupakan sebuah
pelanggaran dan perilaku yang tidak baik, bahkan dapat dikatakan menodai
keadilan dan kewibawaan hukum di mata masyarakat.
B. Untuk itu secara garis besar strategi yang diterapkan untuk memberantas korupsi meliputi
aspek-aspek sebagai berikut:
1. Peningkatan Integritas dan Etika Penyelenggara Negara dalam Rangka
Mewujudkan Aparatur Negara yang Profesional dan Berintegritas.
2. Pemantapan dan Percepatan Reformasi Birokrasi Dalam Rangka
Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik, Bersih, dan Bebas KKN.
3. Pembangunan Budaya Anti Korupsi Masyarakat Dalam Rangka Membangun
Sikap dan Mental Masyarakat yang Anti Korupsi.
4. Penegakan Hukum yang Tegas, Konsisten, dan Terpadu Dalam Rangka
Mewujudkan Keadilan, Kepastian Hukum, dan Kemanfaatan, Yaitu
Timbulnya Efek Jera Bagi Koruptor dan Mencegah Calon Koruptor.

1. Peningkatan Integritas dan Etika Penyelenggara Negara dalam Rangka


Mewujudkan Aparatur Negara yang Profesional dan Berintegritas
Lemahnya integritas dan etika penyelenggara atau aparatur negara menjadi
penyebab utama terjadinya penyimpangan dan penyalahgunaan kewenangan atau
kekuasaan. Aparatur negara merupakan faktor utama keberhasilan pemerintah
mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, bersih, dan bebas Korupsi Kolusi
Nepotisme (KKN). Tanpa aparatur yang berintegritas dan beretika mustahil program
kerja pemerintah dapat berjalan dengan baik. Untuk itu, salah satu aspek utama dari
program reformasi birokrasi ialah reformasi aspek sumber daya manusia (SDM),
karena aspek inilah yang nantinya akan mengimplementasikan atau menggerakkan
semua program reformasi birokrasi. Namun demikian, pembangunan integritas dan
etika aparatur negara tidak dapat dilakukan secara singkat hanya melalui program
reformasi birokrasi belaka. Pembangunan integritas dan etika aparatur negara harus
dilakukan secara simultan, sejak di bangku sekolah hingga pendidikan-pendidikan
kedinasan. Oleh karena itu, perlu ada reorientasi kurikulum pendidikan formal dan
pendidikan kedinasan dengan memasukkan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia, baik
yang bersumber dari agama, budaya maupun ideologi bangsa yaitu Pancasila. Nilai-
nilai luhur tersebut harus diaktualisasikan dalam setiap kegiatan penyelenggaraan
negara agar upaya membangun integritas dan etika aparatur negara dapat diwujudkan
secara konkrit dalam kehidupan sehari-hari, hingga akhirnya dapat membentuk
aparatur Negara yang profesional dan berdisiplin tinggi.
Aparatur negara yang berintegritas dan beretika merupakan salah satu syarat bagi
terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik, bersih dan bebas KKN. Di banyak
negara penguatan integritas dan etika pejabat publik merupakan salah satu cara efektif
untuk membangun sikap dan kesadaran dalam memberantas atau setidak-tidaknya
mengurangi korupsi secara efektif. Lebih jauh lagi adanya integritas dan etika tersebut
dapat memberikan dukungan bagi terwujudnya good governance. Dengan demikian,
maka penguatan integritas dan etika merupakan suatu keharusan agar upaya
pemberantasan korupsi dapat berjalan baik.

2). Pemantapan dan Percepatan Reformasi Birokrasi Dalam Rangka Mewujudkan


Tata Kelola Pemerintahan yang Baik, Bersih, dan Bebas KKN.
Reformasi birokrasi merupakan suatu upaya untuk menata ulang biorkrasi
pemerintahan agar mampu memberikan pelayanan prima kepada masyarakat.Reformasi
birokrasi awalnya mencakup 3 (tiga) aspek pokok yaitu : Kelembagaan (organisasi);
Ketatalaksanaan (business process); dan sumber daya manusia (aparatur).
a) Aspek Kelembagaan
Reformasi di bidang kelembagaan diperlukan untuk menata ulang struktur
organisasi agar terbentuk organisasi yang tepat fungsi dan ukuran (right sizing)
sehingga tercipta organisasi modern yang mampu mendukung pelaksanaan tugas dan
fungsi secara efektif, efisien, transaparan, dan akuntabel serta lebih mengutamakan
pelayanan kepada masyarakat.
b) Aspek Ketatalaksanaan
Reformasi di bidang tata laksana diperlukan agar dalam setiap pelaksanaan
tugas dan fungsi, baik yang sifanya teknis yuridis maupun administratif mempunyai
panduan yang jelas sehingga hasil-hasilnya dapat terukur dengan jelas.Reformasi
ketatalaksanaan dilakukan dengan membangun sistem, proses, dan prosedur kerja
(SOP) yang jelas, tertib, tidak tumpang tindih, sesuai dengan prinsip good
governance.
c) Aspek Sumber Daya Manusia (SDM)
Reformasi di bidang SDM, meliputi 3 (tiga) hal yaitu : perubahan pola piker
(mindset), perubahan budaya kerja (culture set), dan perubahan tata laku (behavior).
(1). Perubahan pola pikir (mindset)
Perubahan pola pikir harus dilakukan oleh seluruh aparatur negara mulai dari
pimpinan paling atas sampai pegawai paling bawah. Pola pikir sebagai penguasa
yang cenderung ingin dilayani harus diubah menjadi pelayanan masyarakat,
karena pada dasarnya aparatur negara merupakan abdi masyarakat sehingga
harus mengutamakan pelayanan kepada masyarakat. Dengan adanya perubahan
pola pikir diharapkan aparatur negara memiliki sense of belonging, sense of
responsibility, dan sense of crisis dalam setiap melaksanakan tugas pokok,
fungsi, dan kewenangannya.
(2). Perubahan budaya kerja (culture set)
Perubahan budaya kerja (culture set) sangat erat kaitannya dengan rasa
tanggung jawab (sense of responsibility) terutama dalam pelaksanaan tugas
sehari-hari, khususnya dalam hal waktu, anggaran, peralatan dan lain
sebagainya. Aparatur negara diharapkan selalu berusaha menambah wawasan
dan meningkatkan kapabilitas profesionalnya dengan tidak menunda-nunda
pekerjaan dan berusaha sekuat tenaga untuk menyelesaikan pekerjaan dengan
tepat waktu dan penggunaan anggaran sehemat dan secermat mungkin.
(3). Perubahan tata laku (behavior)
Sebagai abdi negara/masyarakat, setiap aparatur negara harus memiliki perilaku
terpuji, terutama pada saat menjalankan tugas dan fungsinya. Aparatur negara
harus mampu memberi tauladan kepada masyarakat, terutama dalam hal
ketaatan dan kepatuhan terhadap norma-norma hukum yang berlaku. Jangan
sampai aparatur negara justru melakukan pelanggaran hukum. Terlebih lagi bila
aparatur negara tersebut adalah aparatur penegak hukum.
3). Pembangunan Budaya Anti Korupsi Masyarakat Dalam Rangka Membangun
Sikap dan Mental Masyarakat yang Anti Korupsi
Upaya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, bersih, dan bebas
KKN pada hakikatnya tidak bisa hanya dilakukan oleh aparatur negara atau instansi
pemerintah. Sebab pada hakikatnya stakeholder kepemerintahan yang baik, bersih, dan
bebas KKN itu ada 3 (tiga), yaitu : negara, sektor swasta, dan masyarakat. Negara atau
pemerintah, konsepsi pemerintahan pada dasarnya adalah kegiatan kenegaraan, tetapi
lebih jauh dari itu melibatkan pula sektor swasta dan kelembagaan masyarakat; sektor
swasta, pelaku sektor swasta mencakup perusahaan swasta yang aktif dalam interaksi
dalam sistem pasar, seperti : industry pengolahan perdagangan, perbankan, dan
koperasi, termasuk kegiatan sector informal; dan masyarakat, dalam konteks
kenegaraan, kelompok masyarakat pada dasarnya berada ditengah-tengah atau diantara
pemerintah dan perseorangan, yang mencakup baik perseorangan maupun kelompok
masyarakat yang berinteraksi secara sosial, politik, dan ekonomi.Dengan demikian,
maka sikap dan mental masyarakat terhadap praktik KKN dalam penyelenggaraan
negara juga sangat menentukan upaya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik,
bersih, dan bebas KKN. Selama ini tata nilai masyarakat hanya menghargai seseorang
dari aspek materi semata, sehingga sikap masyarakat banyak mentolerir perilaku
koruptif. Apalagi bila hasil korupsi tersebut sebagian disumbangkan ke masyarakat
untuk kegiatan sosial maupun keagamaan. Seolah-olah hal ini telah menghapuskan
dosa-dosa para pelaku korupsi. Oleh karena itulah, maka perlu meluruskan tata nilai
masyarakat seperti ini karena cenderung mendorong terjadinya praktik korupsi. Upaya
meluruskan tata nilai di masyarakat tersebut dapat dilakukan melaluin penyuluhan
hukum, pendidikan anti korupsi yang sudah dimulai sejak dini di bangku sekolah,
pembentukan komunitas masyarakat anti korupsi, keteladanan, dan kampanye anti
korupsi yang dilakukan dalam pelbagai media terutama media massa. Dengan gerakan
kampanye anti korupsi yang massif serta penanaman nilai-nilai anti korupsi sejak dini,
diharapkan dapat meningkatkan pemahaman masyarakat betapa berbahayanya korupsi
bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu bagi pelaku harus menyadari
bahwa keuntungan yang diperoleh dari korupsi tidak sebanding dengan penderitaan
yang akan diterimanya (menyesal sampai tujuh keturunan). Dengan tumbuhnya
kesadaran seperti itu, diharapkan mampu membentuk sikap dan mental masyarakat
yang anti korupsi. Kondisi demikian idealnya diperkuat dengan pemahaman dan
pengamalan nilai-nilai kebangsaan, Pancasila, dan nasionalisme Indonesia.

4). Penegakan Hukum yang Tegas, Konsisten, dan Terpadu Dalam Rangka Mewujudkan
Keadilan, Kepastian Hukum, dan Kemanfaatan, Yaitu Timbulnya Efek Jera Bagi
Koruptor dan Mencegah Calon Koruptor.
Penegakan hukum yang konsisten dan terpadu sangat penting bagi terwujudnya
pilar-pilar keadilan dan kepastian hukum. Pilar-pilar keadilan dan kepastian hukum
merupakan pondasi utama berjalannya proses demokratisasi. Demokratisasi merupakan
salah satu prinsip dari tata kelola pemerintahan yang baik, sebab demokratisasi membuka
ruang bagi masyarakat untuk turut berpartisipasi dalam penyelenggaraan negara. Selain itu,
kepastian hukum juga sangat diperlukan bagi kalangan usaha dalam berinvestasi dalam
suatu negara. Sebab tanpa adanya kepastian hukum, maka resiko berusaha tidak dapat
diprediksi sehingga dapat menurunkan iklim investasi. Kecilnya angka investasi akan
memperkecil lapangan kerja baru bagi masyarakat, sehingga akan terjadi banyak
pengangguran yang berpotensi menimbulkan ancaman dan gangguan bagi keamanan.
Selanjutnya, penegakan hukum yang konsisten dan terpadu juga akan membawa
kemanfaatan bagi masyarakat yaitu timbulnya efek jera, sehingga dapat mencegah
seseorang yang hendak melakukan korupsi. Manfaat lainnya ialah tumbuhnya kepercayaan
masyarakat terhadap upaya penegakan hukum dan aparatur penegak hukum, sehingga
dukungan masyarakat terhadap lembaga penegak hukum akan menguat. Sebaliknya bila
terjadi inkonsistensi dan ketidakterpaduan dalam penegakan hukum, masyarakat akan
menilai bahwa dalam proses penegakan hukum terjadi tarik menarik kepentingan, sehingga
kepercayaan kepada penegak hukum akan melemah. Implikasinya, hal ini akan
melemahkan budaya hukum dan kepatuhan terhadap hukum oleh masyarakat. Dengan
demikian tidak seharusnya pemberantasan tindak pidana korupsi hanya ditumpukan pada
satu lembaga saja. Bahkan para penegak hukum sadar akan pentingnya keterpaduan dalam
pemberantasan tindak pidana korupsi dengan dituangkannya suatu kesepakatan bersama
antara Kejaksaan RI, Polri, dan KPK Nomor : KEP-049/A/JA/03/2012, B/23/III/2012,
Nomor : SPJ-39/01/03/2012, tanggal 29 Maret 2012. Adapun ruang lingkup kesepakatan
bersama tersebut meliputi :
a). Pencegahan tindak pidana korupsi.
b). Penanganan perkara tindak pidana korupsi.
c). Pengembalian kerugian negara perkara tindak pidana korupsi.
d). Perlindungan hukum bagi pelapor dan saksi pelaku yang bekerjasama atau dalam
pengungkapan tindak pidana korupsi.
e). Bantuan personil dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi.
f). Pendidikan/pelatihan bersama dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi.
BAB III
KESIMPULAN
Adanya berbagai ketentuan, kemudian dibuatnya kesepakatan bersama memperkokoh
keterpaduan dan kebersamaan dalam pemberantasan korupsi, pada gilirannya akan membawa
dampak positif dalam mengoptimalkan pemberantasan korupsi di Indonesia. Selain itu, yang
tidak kalah penting adalah komitmen penegak hukum dalam menjalankan penegakan hukum
dengan tegas, konsisten, dan terpadu agar mampu menghasilkan penegakan hukum yang
berkeadilan, memberikan kepastian hukum, dan kemanfaatan bagi masyarakat. Langkah yang
diambil melalui pengenaan sanksi yang yang terberat bagi pelaku korupsi, baik sanksi pidana,
denda, uang pengganti, pembuktian terbalik diakumulasikan dengan tindak pidana pencucian
uang (TPPU), dibarengi dengan pemberian sanksi sosial. Dengan demikian operasionalisasi
pemberantasan korupsi dilakukan secara komprehensif, integral, dan holistik. Hal ini
diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat, investor, harga diri bangsa, serta
menimbulkan efek jera, mencegah calon koruptor, mengoptimalkan pengembalian uang
negara/rakyat serta dampak positif lainnya.

SARAN
Demikian makalah ini saya buat, terima kasih atas partisipasi saudara serta teman-teman,
adapun kritik dan saran dari saudara serta teman-teman sekalian saya ucapkan banyak terima
kasih.
DAFTAR PUSTAKA

Arief, Basrief. 2013. Perampasan Aset Hasil Kejahatan, Jakarta: Kejaksaan Agung
Komisi Pemberantasan Korupsi. 2013. Laporan Akuntabilitas Kinerja KPK Tahun
2013, Jakarta: KPK
Muladi. 2005. Konsep Total Enforcement Dalam Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional “Korupsi, Pencegahan dan
Pemberantasannya”, Lemhanas RI dan ADEKSI-ADKASI, Jakarta, 8Desember 2005
Sedarmayanti. 2012. Good Governance “Kepemimpinan Yang Baik”, Bagian Kedua,
(Membangun Sistem Manajemen Kinerja Guna Meningkatkan produktivitas Menuju Good
Governance), Bandung: Mandar Maju.

Anda mungkin juga menyukai