MENGENAI;
PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA TENTANG
“KORUPSI”
Disusun Oleh ;
Page 1
KATA PENGANTAR
Pertama-tama Kami mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga tugas Pengantar Ilmu Hukum ini dapat
Kami selesaikan
dengan baik.
Kami sangat menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
kekurangan, baik materi maupun penyajian serta penulisan yang tidak sesuai. Untuk
Terima kasih.
14 Desember 2019
Penyusun
Page 2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................1
KATA PENGANTAR.......................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................3
B. Rumusan Masalah.......................................................................10
Page 3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kasus korupsi yang terjadi di Indonesia, tiap hari telah mengisi tayangan
yang ada di televisi maupun media massa lainnya, dan bahkan di media
cetak pun juga tidak sedikit yang memakai cover bagian depan dengan
menggunakan wajah para pejabat yang melakukan korupsi dengan judul
yang menarik. Masyarakat seperti benci melihat para pejabat negara kita
sendiri maka munculah ketidakpercayaan dan ketidakpatuhannya
masyarakat terhadap hukum karena ulah para pejabat yang juga tidak
memberi contoh pada masyarakat.
Page 4
terpandang, berpendidikan tinggi atau orang-orang yang mempunyai
kekuasaan atau uang, yang biasanya menampakkan dirinya sebagai
orang baik-baik, bahkan di antara mereka yang dikenal sebagai
dermawan, yang terdiri dari politikus, birokrat pemerintah, penegak
hukum, serta masih banyak lagi. Tindak Pidana Korupsi selalu
mendapatkan perhatian serius dibandingkan dengan Tindak Pidana lain
karena termasuk merugikan keuangan Negara.
Menurut Munir Fuady suatu white collar crime dapat juga terjadi di
sektor publik, yakni yang melibatkan pihak-pihak pemegang kekuasaan
publik atau pejabat pemerintah, sehingga sering disebut juga dengan
kejahatan jabatan (occupational crime).
White collar crime ini seperti banyak terjadi dalam bentuk korupsi dan
penyuapan, sehingga terjadi penyalahgunaan kewenangan publik.
Korupsi dan suap-menyuap yang terjadi di kalangan penegak hukum,
seperti polisi, jaksa, dan hakim adalah hal yang sangat gencar
dibicarakan di mana-mana, di samping korupsi di kalangan anggota
legislatif dan eksekutif.1
Masalah korupsi bukan lagi masalah baru dalam persoalan hukum dan
ekonomi bagi suatu negara karena masalah korupsi telah ada sejak
ribuan tahun yang lalu, baik di negara maju maupun di negara
berkembang.
Page 5
Korupsi telah menyelinap masuk dari berbagai penjuru dunia
sehingga menggerogoti keuangan negara, perekonomian negara dan
merugikan kepentingan masyarakat. Korupsi mempengaruhi seluruh
masyarakat dan ekonomi, yang menjadikan kerjasama internasional
untuk mencegah dan mengendalikannya sangat penting.
Page 6
Begitupun dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat
dilakukan secara biasa, tetapi dituntut cara-cara yang luar biasa. Hasil
survei Transparansi Internasional Indonesia (TII)
menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara paling korup nomor 6
(enam) dari 133 negara. Di kawasan Asia, Bangladesh dan Myanmar
lebih korup dibandingkan Indonesia. Nilai Indeks Persepsi Korupsi (IPK),
ternyata Indonesia lebih rendah dari pada negara papua nugini, vietnam,
philipina, Malaysia dan Singapura. Sementara itu pada tingkat dunia,
negara-negara yang ber-IPK lebih buruk dari Indonesia merupakan
negara yang sedang mengalami konflik.2
Page 7
Alasan pergantian Undang-Undang Korupsi dari Undang-Undang No. 3
Tahun 1971 menjadi Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat dilihat dalam diktum
Undang-Undang N0. 31 Tahun 1999 sebagai berikut:
Page 8
Penafsiran mengenai rumusan pegawai negeri dan orang-orang yang
menerima bantuan dari negara sebagaimana dirumuskan kembali
menjadi pegawai negeri atau penyelenggara negara atau orang lain,
berdasarkan ketentuan yang lama diperjelas oleh Putusan Mahkamah
Agung RI Nomor 652 K/KR/1980 yang menyatakan pegawai
negeri menurut pengertian hukum administrasi negara dan orang-orang,
badan yang menerima bantuan dari negara, di mana pengertian
semacam ini tidak diterima secara penuh mengingat tindak pidana
korupsi adalah delik formil baik merugikan keuangan negara atau
keuangan masyarakat.4
1
1
Jawade Hafidz Arsyad, 2013, Korupsi Dalam Perspektif HAN
Jakarta: Sinar Grafika. Hal. 2
2
Evi Hartanti, 2005, Tindak Pidana Korupsi,
Jakarta: Sinar Grafika. Hal. 2.
3
Mia Amiati Iskandar. 2013. Perluasan Penyertaan Dalam Tindak Pidana Korupsi Menurut
UNCATOC 2000 dan UNCAC 2003
Jakarta: REFERENSI (GP Press Group). Hal. 319.
4
Ibid. Hal. 320.
Page 9
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan korupsi?
2. Apa sajakah Bentuk, jenis, ciri-ciri, sebab-sebab, serta langkah-langkah
pemberantasan korupsi
3. Bagaimana fenomena korupsi di Indonesia ?
4. Upaya apa yang dapat ditempuh dalam pemberantasan korupsi ?
BAB II
PEMBAHASAN
Korupsi berasal dari bahasa latin corruption yaitu dari kata kerja corrumpere
yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok.
Secara harfiah, korupsi diartikan sebagai perilaku pejabat publik, baik
politikus/politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak
legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya,
dengan menyalahgunakan publik yang dipercayakan kepada mereka.
5
Mengenai pengertian korupsi terdapat dalam Undang - Undang Tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 1 angka 1;
6
Menurut Prof. Subekti pengertian korupsi adalah suatu tindakan perdana
yang memperkaya diri yang secara langsung merugikan negara atau
perekonomian negara. Secara otomatis seseorang yang melakukan korupsi
Page 10
merugikan banyak masyarakat luas, tanpa memikirkan dampak dari hal
negative nya.
Mochtar Lubis membedakan korupsi dalam tiga jenis yaitu sebagai berikut :
Ciri-ciri Korupsi
Menurut Syed Hussein Alatas, ciri-ciri korupsi adalah sebagai berikut;
a) Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang
b) Korupsi pada umumnya melibatkan keserba rahasiaan
c) Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik
d) Mereka yang mempraktikkan cara-cara korupsi biasanya berusaha
menyelubungi perbuatannya dengan berlindung dibalik pembenaran
hukum.
Page 11
e) Mereka yang terlibat korupsi adalah mereka yang menginginkan
keputusan-keputusan yang tegas dan mereka yang mampu untuk
memengaruhi keputusan-keputusan itu.
f) Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan, biasanya pada badan
publik atau masyarakat umum.
g) Setiap bentuk korupsi adalah suatu penghianatan kepercayaan.
Page 12
b. Penindakan secara tegas dan konsisten terhadap setiap aparat
hukum yang bersikap tidak tegas dan meloloskan koruptor dari
jerat hukum
Page 13
Pihak swasta sering terjebak di dalam persoalan ini. Sector swasta sebenarnya
adalah korban dari jebakan korupsi tersebut. Akan tetapi, disisi lain, dengan
alasan kondisi korupsi yang membudaya, pihak swasta menjadi 2terlibat dalam
korupsi. Korupsi itu sangat memprihatinkan kalangan wirausaha. Kepercayaan
public akan hilang dan berisiko terhadap reputasi dan bisnis
Korupsi yang terjadi di Indonesia saat ini sudah dalam posisi yang sangat
parah dan begitu mengakar dalam setiap sendi kehidupan. Perkembangan
praktek korupsi dari tahun ke tahun semakin meningkat, baik dari kuantitas
atau jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas yang semakin
sistematis, canggih serta lingkupnya sudah meluas dalam seluruh aspek
masyarakat.
Maraknya kasus tindak pidana korupsi di Indonesia, tidak lagi mengenal batas-
batas siapa, mengapa, dan bagaimana. Tidak hanya pemangku jabatan dan
kepentingan saja yang melakukan tindak pidana korupsi, baik di sektor publik
maupun privat, tetapi tindak pidana korupsi sudah menjadi suatu fenomena.
5
UU KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI & UU TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
Jakarta: Indonesia Legal Center Publishing. Hal. 3
6
BUKU HADI SETIA TUNGGAL, SH., Hal. iii
Page 14
Fenomena Korupsi di Indonesia
Fenomena umum yang biasanya terjadi di negara berkembang
contohnya Indonesia ialah :
Page 15
g. Kesempatan korupsi lebih meningkat seiring dengan
semakin meningkatnya jabatan dan hirarki politik
kekuasaan.
Upaya Pemberantasan Korupsi
Upaya Pencegahan (Preventif)
a. Menanamkan semangat nasional yang positif dengan
mengutamakan pengabdian pada bangsa dan negara melalui
pendidikan formal, informal dan agama.
b. Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip
keterampilan teknis.
c. Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan
memiliki tanggung jawab yang tinggi.
d. Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan
ada jaminan masa tua.
e. Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja
yang tinggi.
f. Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki
tanggung jawab etis tinggi dan dibarengi sistem kontrol yang
efisien.
g. Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang
mencolok.
h. Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi
pemerintahan melalui penyederhanaan jumlah departemen
beserta jawatan di bawahnya.
Page 16
b) Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM.
Ia diduga melekukan pungutan liar dalam pengurusan
dokumen keimigrasian.
c) Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway
pada Pemda DKI Jakarta
d) Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah
yang merugikan keuang-an negara Rp 10 milyar lebih
(2004).
e) Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas
preshipment dan placement deposito dari BI kepada PT
Texmaco Group melalui BNI(2004).
f) Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim
audit BPK(2005).
g) Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta
(2005).
h) Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara
Probosutedjo.
i) Menetapkan seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai
tersangka dalam kasus korupsi Bandara Loa Kolu yang
diperkirakan merugikan negara sebesar Rp 15,9 miliar
j) Kasus korupsi di KBRI Malaysia
Page 17
8
Tindak pidana korupsi merupakan perbuatan yang bukan saja dapat
merugikan keuangan negara akan tetapi juga dapat menimbulkan
kerugiankerugian pada perekonomian rakyat.
9
Perkembangan korupsi di Indonesia masih tergolong tinggi, sedangkan
pemberantasannya masih sangat lamban. Romli Atmasasmita menyatakan
bahwa korupsi di Indonesia sudah merupakan virus flu yang menyebar ke
seluruh tubuh pemerintahan sejak tahun 1960-an langkah-langkah
pemberantasannya pun masih tersendat-sendat sampai sekarang.
10
Oleh karena itu, tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai
kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa
(extraordinary crime) 3. Hal ini dikarenakan, metode konvensional yang selama
ini yang digunakan, terbukti tidak bisa menyelesaikan persoalan korupsi yang
ada di masyarakat. Dengan demikian, dalam penanganannya pun juga harus
menggunakan cara-cara luar biasa (extra-ordinary).
7
Nyoman Serikat Putra Jaya. 2005. Tindak Pidana Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di Indonesia.
Semarang: Badan Penerbit Undip. Hal. 2
8
Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1992. Bunga Rampai Hukum Pidana. Bandung: Alumni. Hal.
133
9
Romli Atmasasmita. 2004. Sekitar Masalah Korupsi, Aspek Nasional dan Aspek Internasional.
Bandung: Mandar Maju. Hal. 1
Page 18
masih sering terjadinya tindak pidana korupsi dalam penanganan kasus
korupsi.
Pada era reformasi sekarang ini, terwujudnya good governance antara lain
harus didukung dengan penegakkan hukum terhadap tindak pidana korupsi.
Hal ini selaras dengan tujuan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor
28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa, karena dapat
merusak sendi-sendi kehidupan bernegara. Namun demikian, pada
kenyataannya, penjatuhan hukuman kepada pelakunya sangat ringan
dibanding dengan ancaman pidananya, sehingga menimbulkan anggapan
bahwa meningkatnya kejahatan dikarenakan para Hakim memberikan
hukuman ringan atas pelaku koruptor.
Hal ini sebagaimana diketahui dari beberapa hasil putusan perkara tindak
pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Tipikor Semarang sebagai berikut:
Page 19
c) Menyatakan terdakwa BASUKI ABDULLAH terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Korupsi secara bersama-
sama sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 Undang-
Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang RI Nomor 20
Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31
Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55
ayat (1) ke-1 KUHP dalam dakwaan subsidair.
d) Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut dengan pidana
penjara selama 2 (dua) tahun dan 6 (enam) bulan.
e) Menghukum pula terdakwa untuk membayar denda sebesar Rp
50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), dengan perintah apabila terdakwa
tidak membayar denda tersebut, maka akan diganti dengan pidana
kurungan selama 3 (tiga) bulan.
Page 20
puluh enam ribu, tujuh ratus lima puluh rupiah) dengan ketentuan jika
dalam waktu 1 (satu) bulan sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap
tidak dibayar, harta terdakwa dapat disita jaksa dan dilelang untuk
menutup pidana pembayaran uang pengganti diatas dan jika terdakwa
tidak cukup hartanya untuk membayar uang pengganti kerugian, maka
di pidana dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan.
Page 21
Selain itu, dalam praktek juga masih terdapat hal-hal yang terabaikan, karena
pada pertimbangan putusan Hakim yang tidak secara jelas dan tegas
membedakan nilai nominal kerugian negara yang hilang akibat perbuatan
terpidana. Maksudnya adalah bahwa Hakim belum melakukan pembedaan
atas pengertian definisi mengenai unsur memperkaya dan/atau
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi atas setiap
kasus pidana korupsi yang diputuskannya, sehingga mengakibatkan
penjatuhan hukuman menjadi tidak proporsional.
Putusan pengadilan pada umumnya masih jauh di bawah batas maksimum dari
pidana yang ditetapkan dalam undang-undang. Hakim dalam menjatuhkan
putusan pemidanaan terkait kasus korupsi menerapkan pidana yang cukup
jauh di bawah ketentuan maksimum pemidanaan dalam Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Page 22
Lebih jauh lagi, pengadilan dalam menjatuhkan putusan pemberian sanksi
pidana kepada para koruptor, ternyata memberikan hukuman yang berbeda-
beda antara pelaku yang satu dengan pelaku yang lain. Dengan kata lain,
terjadi suatu disparitas pemidanaan, yaitu penerapan pidana yang tidak sama
terhadap tindak pidana yang sama.10
10
Sigid Suseno dan Nella Sumika Putri. 2013. Hukum Pidana Indonesia: Perkembangan dan
Pembaharuan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hal. 88
Page 23
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari teori yang telah kami sajikan, dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
a. Korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan (uang
negara atau perusahaaan) dan sebagainya untuk
keuntungan pribadi atau orang lain serta selalu
mengandung unsur “penyelewengan” atau dishonest
(ketidakjujuran).
b. Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar
tahun 1960-an bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun
sebelumnya. Korupsi di Indonesia semakin banyak sejak
akhir 1997 saat negara mengalami krisis politik, sosial, dan
kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis
multidimensi.
c. Rakyat kecil umumnya bersikap apatis & acuh tak acuh.
Kelompok mahasiswa sering menanggapi permasalahan
korupsi dengan emosi & demonstrasi.
d. Fenomena umum yang biasanya terjadi di Indonesia ialah
selalu muncul kelompok sosial baru yang ingin berpolitik,
namun sebenarnya banyak di antara mereka yang tidak
mampu. Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan
kepentingan pri-badinya dengan dalih “kepentingan
rakyat”.
e. Peran serta pemerintah dalam pemberantasan korupsi
ditunjukkan dengan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)
dan aparat hukum lain. KPK yang ditetapkan melalui
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi,
menanggulangi dan memberantas korupsi.
f. Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam
memberantas tindak korupsi di Indonesia, antara lain
:upaya pencegahan (preventif), upaya penindakan (kuratif),
Page 24
upaya edukasi masyarakat/mahasiswa dan upaya edukasi
LSM.
SARAN
a) Perlu dikaji lebih dalam lagi tentang teori upaya pemberantasan korupsi
di Indonesia agar mendapat informasi yang lebih akurat.
b) Diharapkan para pembaca setelah membaca makalah ini mampu
mengaplikasi-kannya di dalam kehidupan sehari-hari.
Page 25
DAFTAR PUSAKA
Jawade Hafidz Arsyad, 2013, Korupsi Dalam Perspektif HAN Jakarta: Sinar
Grafika. Hal. 2
Evi Hartanti, 2005, Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Sinar Grafika. Hal. 2.
Mia Amiati Iskandar. 2013. Perluasan Penyertaan Dalam Tindak Pidana Korupsi
Menurut UNCATOC 2000 dan UNCAC 200 Jakarta: REFERENSI (GP Press Group).
Hal. 319.
Nyoman Serikat Putra Jaya. 2005. Tindak Pidana Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
di Indonesia. Semarang: Badan Penerbit Undip. Hal. 2
Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1992. Bunga Rampai Hukum Pidana. Bandung:
Alumni. Hal.133
Romli Atmasasmita. 2004. Sekitar Masalah Korupsi, Aspek Nasional dan Aspek
Internasional. Bandung: Mandar Maju. Hal. 1
Sigid Suseno dan Nella Sumika Putri. 2013. Hukum Pidana Indonesia:
Perkembangan dan Pembaharuan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hal. 88
Page 26