GOOD GOVERNANCE
Ahmad Fawaid
(Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Pamekasan, nomor kontak 0817322770,
fawaid.sjadzili@gmail.com, alamat Jl. Manding Sumenep)
Abstract
The phenomenon and corruption action still becomes a fact that cannot be finished. One of causes is
mentality of the world. It makes the cause why corruption becomes a massive culture. Beside restraining
orientation of the world, good governance must become the priority. The result is that corruption does
not become the culture anymore, and slowly but sure, it can be eliminated, or at least it can decrease.
Kata-kata kunci
korupsi, budaya korupsi, indeks persepsi korupsi, good governance
Korupsi Sebagai Fakta 4 Syed Husein Al-Attas, Korupsi: Sifat, Sebab, dan Fungsi,
(Jakarta: LP3ES, 1987). Bandingkan juga definisi yang
Istilah korupsi berasal dari Bahasa disampaikan Public Services International (PSI) bahwa
Latin corruptus3 yang berarti busuk, korupsi adalah “the misuse of entrusted power for personal
rusak, menggoyahkan, memutar balik, benefit”. PSI, “Good Governance and Corruption,”
dalam
dan menyogok mencakup unsur-unsur
http://www.world.psi.org/Template.cfm?Section=Ho
seperti melanggar hukum yang berlaku, me&CONTENTID=4559&TEMPLATE=/ContentManag
menyalahgunakan wewenang, merugi- ement/ContentDisplay.cfm. Bandingkan juga dengan
definisi yang diberikan tim penyusun Kamus Bahasa
kan negara, dan memperkaya diri sendiri.
Indonesia yang mengatakan bahwa korupsi adalah
Pengertian ini selaras dengan definisi perbuatan menggunakan kekuasaan untuk kepentingan
yang digunakan Syed Husein Al-Attas sendiri (seperti menggelapkan uang atau menerima
uang sogok). Lihat Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen
3Soetandyo Wignjosubroto, ”Korupsi Sebagai Masalah Pendidikan Nasional, 2008), h. 813
Sosial Budaya”, dalam A.S Burhan, dkk (Ed.), Korupsi di 5 Tim Penulis, NU Melawan Korupsi (Kajian Tafsir dan
Negeri Kaum Beragama: Ikhtiar Membangun Fiqih Anti Fiqih), (Jakarta: PBNU, TK GNPK NU, Partnership,
Korupsi (Jakarta: P3M, 2004, h. 99 2006), h. 2
19
KARSA, Vol. XVII No. 1 April 2010
20
Islam,Budaya Korupsi dan Good Governance
Ahmad Fawaid
terbesar menjadi negara dengan tingkat suatu tanggung jawab yang sebelumnya
korupsi yang tinggi. Dalam konteks juga ditawarkan pada makhluk-Nya yang
inilah, KH. Mustofa Bisri dengan tegas lain, seperti langit, bumi, dan gunung-
mengatakan bahwa hidup serba dunia gunung. Tapi hanya manusia yang
merupakan awal dari tindakan korup merasa mampu untuk mengembannya
sembari mengutip ungkapan Arab yang (Al-Ahzab [33]: 72).
populer bahwa cinta dunia merupakan Meskipun amanat ini merupakan
pangkal dari segala petaka (hubb al-dunya tugas yang cukup berat, tapi manusia
ra’su kulli khati’ah).7 siap mengembannya. Oleh karena itu,
Pola hidup hedonistik dan serba dalam komitmennya sebagai khalifah
dunia yang menjadi tren umat Islam Allah di muka bumi yang mengemban
inilah yang menjadi biang mengapa amanat, maka manusia tidak hanya
korupsi menjadi budaya yang begitu bertanggung jawab secara vertikal semata
massif. Orientasi serba dunia inilah yang kepada Allah, melainkan juga secara
mengubah persepsi yang diajarkan ulama horizontal kepada sesama manusia,
bahwa dunia hanyalah wasilah bahkan terhadap alam. Artinya, segala
(instrumen) bukan ghayah (tujuan), tanggung jawabnya kepada manusia dan
menjadi dunia adalah tujuan itu sendiri. alam, juga merupakan tanggung jawab
Padahal dalam Islam, dunia bukan dia kepada Tuhannya.
sesuatu yang harus dihindari, apalagi Salah satu bentuk amanat adalah
ditinggalkan, melainkan diperjuangkan amanat kekuasaan publik dan amanat
sebagai modal untuk tujuan pengabdian harta publik.8 Sebagaimana diketahui,
kepada Allah. Dalam konteks ini, mencari bahwa manusia adalah khalifah di muka
dunia bukan saja suatu yang penting bumi. Dan setiap manusia adalah
untuk diperjuangkan, melainkan diwajib- pemimpin yang dituntut pertanggung-
kan untuk dicari. (QS. Al-Qashash [28]: jawabannya atas apa yang dipimpinnya.
77). Dalam konteks amanat kekuasan
Salah satu bentuk membuat dan harta publik inilah, sebenarnya
kerusakan di muka bumi adalah praktik korupsi kerapkali terjadi.
penyalahgunaan wewenang yang di- Adagium yang cukup terkenal sebagai-
embankan kepadanya. Hukum Islam mana dikatakan Lord Acton, power tends
tidak menyalahkan untuk mencari to corrupt, menunjukkan adanya korelasi
kebutuhan duniawinya sepanjang dengan positif antara wewenang atau kekuasaan
cara-cara yang ditetapkan oleh syari’at. dengan korupsi. Korupsi menjadi sangat
Persoalannya menjadi lain jika dunia itu mungkin karena amanat yang
dicari dan diperoleh dengan cara yang dipercayakan kepadanya disalah-
tidak sebenarnya. Apalagi lagi jika itu gunakan. Dalam prinsip Islam, amanat
dicapai dengan cara menyalahgunakan kekuasaan publik itu seharusnya
amanat yang diembannya. Dalam dijalankan atas dasar kemaslahatan
konteks ini, amanat merupakan tanggung umum. Kaidah fiqih yang begitu populer
jawab yang harus diemban manusia, di kalangan masyarakat pesantren adalah
tasharruf al-imam ‘ala al-ra‘iyah manuthun bi
7 KH. Mostafa Bisri, “’Serba Dunia’: Awal Mula al-mashlahah (Kebijakan dan tindakan
Tindakan Korup” dalam A.S Burhan dkk (Ed), Korupsi
di Negeri Kaum Beragama: Ikhtiar Membangun Fiqh Anti
Korupsi, (Jakarta: P3M, 2004), h. 121 8 Tim Penulis, NU Melawan Korupsi, h. 80
21
KARSA, Vol. XVII No. 1 April 2010
pemimpin terhadap rakyat harus selalu yang pada gilirannya memaksa rakyat
didasarkan pada kepentingan dan miskin melakukan tindak kriminal massal
kemaslahatan mereka).9 sehingga terjadilah instabilitas sosial.
Jika kepentingan publik me- Terhadap tindakan semacam itu,
rupakan prinsip yang harus ditunai-kan Islam dengan tegas melarangnya. Dalam
oleh orang yang mengemban amanat terminologi fiqih, istilah korupsi tidak
kekuasaan publik, maka korupsi ditemukan padanannya. Namun dilihat
merupakan tindakan sebaliknya, yaitu dari substansi dari korupsi, banyak istilah
pengkhianatan terhadap amanah jabatan yang bisa dikaitkan dengan praktik
publik. Jika kemaslahatan manusia korupsi, yaitu risywah (suap) yang
menjadi tujuan utama syariat Islam, maka mencakup uang pelicin, money politics, dll;
segala hal yang membawa kerusakan ghulul (penggelapan) yang tercakup
pada manusia jelas-jelas dilarang oleh didalamnya pengkhianatan.11 Artinya,
Islam. Tindakan korupsi merupakan jenis istilah-istilah tersebut mengacu pada
perbuatan yang berdampak kerusakan penyalahgunaan wewenang untuk
pada manusia. Ini karena budaya korupsi kepentingan pribadi, atau disebut
telah menempatkan manusia sebagai korupsi.
budak dari harta benda yang seharusnya Risywah misalnya merupakan
berada di bawah kontrol dirinya. Korupsi tindakan penyuapan yang sebagaimana
juga merusak sistem ekonomi kehidupan definisinya12 bertujuan untuk menyalah-
manusia karena korupsi telah kan yang benar dan membenarkan yang
menyebabkan ekonomi biaya tinggi. salah. Jika demikian, maka risywah dinilai
Selain itu, korupsi juga merusak sistem dapat mengganggu proses pemilihan dan
politik kehidupan manusia karena penentuan keputusan sehingga ber-
korupsi menyebabkan kekuasaan langsung tidak secara semestinya.
menjadi komoditas yang diperjualbelikan Tindakan ini merupakan bagian dari
sehingga hanya bisa diakses oleh mereka praktik korupsi yang dilarang oleh
yang mempunyai modal kuat, bukan oleh agama. Ini ditegaskan dalam firman
siapa saja yang mempunyai tanggung Allah surah Al-Baqarah [2] ayat 188, di
jawab dan kecakapan memimpin yang samping juga dalam hadis Nabi Saw:
memadai.10 Allah melaknat penyuap (al-rasyi) dan
Korupsi juga merusak lingkungan penerima suap (al-murtasyi).13 Begitu juga
kehidupan manusia karena ia dapat dengan ghulul. Dalam Lisan al-Arab, ghulul
menyebabkan lingkungan dapat bermakna khianat,14 dalam arti pengkhia-
dieksploitasi demi keuntungan materiil natan dalam rampasan perang. Larangan
kalangan tertentu sedemikian rupa
sehingga mengakibatkan bencana alam 11 Keputusan Bahtsul Masail Nasional Memabngun
Fiqih Anti Korupsi, dalam lampiran A.S Burhan dkk,
yang berulang-ulang. Pada tataran Korupsi di Negeri Kaum Beragama, h. 217
kesejahteraan manusia, korupsi menim- 12 Dalam At-Ta’rifat, risywah dipahami sebagai sesuatu
bulkan ketimpangan sosial, kesenjangan yang diberikan untuk menyalahkan yang benar atau
membenarkan yang salah. Lihat, Al-Jurjani, At- Ta’rifat
antara minoritas orang kaya dan (Beirut, Maktabah Lubnan, 1978 M), h. 116.
mayoritas orang miskin semakin lebar 13 Abu Daud, Sunan Abi Daud (Beirut: Dar al-Hadits,
1393 H/1973 M), juz IV, h. 10. Hadis ini juga
9 As-Suyuti, al-Asybah wa an-Nadhair, h. 121, Ibn Nujaim, diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan At-Tirmidzi.
al-Asybah wa an-Nadhair, h. 123. 14 Ibn Mandzur, Lisan al-Arab, jilid 11, (Beirut: Dar
10 Tim Penulis, NU Melawan Korupsi, h. 69 Shadir, 2000), h. 74
22
Islam,Budaya Korupsi dan Good Governance
Ahmad Fawaid
ini didasarkan pada firman Allah Swt aparat pemerintahan untuk berupaya
dalam surah Ali Imran ayat 161 dan memberantasnya. Ini juga perlu ditopang
sejumlah hadis. oleh warga negara secara keseluruhan
Jika demikian, lalu sanksi apa yang untuk ambil bagian dalam proses
patut diperlakukan pada para koruptor? pemberantasan korupsi, dengan
Setidaknya, ada dua sanksi yang bisa setidaknya mengawali dari lingkungan-
ditimpakan pada koruptor, yaitu sanksi nya sendiri. Dalam konteks peme-
duniawi dan sanksi akhirat.15 Sanksi rintahan, tata kelola pemerintahan
dunia meliputi sanksi hukum yang memiliki korelasi positif dengan produk
disesuaikan dengan kadar tindakannya pembangunan.16 Termasuk di dalamnya
serta aturan hukum yang berlaku. dalam penurunan tingkat korupsi.17
Termasuk dalam sanksi dunia adalah Tata kelola pemerintahan, atau
sanksi sosial. Sanksi sosial ini mencakup kerap dikenal dengan good governance,
pengucilan, tidak diterima kesaksiannya, merupakan prasyarat utama dalam
dll. Selain itu adalah sanksi moral. Dalam pemberantasan korupsi. Tata kelola
konteks ini, Nahdlatul Ulama dalam pemerintahan yang baik ini setidaknya
Musyawarah Nasional (Munas) Alim didasarkan pada tiga prinsip utama, yaitu
Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) transparansi, akuntabilitas, partisipasi.
NU di Asrama Haji Pondok Gede pada Transparansi ini diwujudkan
tanggal 25-28 Juli 2002 menghimbau agar dengan memberikan akses yang terbuka
ulama tidak menshalati jenazah koruptor. ke semua kalangan dalam setiap
Kedua, sanksi di akhirat. Ini terlihat prosesnya. Dalam terminologi agama,
dengan banyaknya ayat dan hadis yang transparansi ini disetarakan dengan
menjelaskan laknat Allah bagi pelaku kejujuran. Kejujuran merupakan pilar
suap yang juga menjadi bagian dari penting dalam terbentuknya tata kelola
praktik korupsi. Begitu juga ayat dan pemerintahan yang baik. Betapa tidak, di
hadis yang menjelaskan halangan orang tengah situasi yang sarat manipulasi,
yang memakan harta haram untuk masuk kejujuran menjadi barang langka di
surga, sebgaimana dalam hadis berikut: kalangan umat. Pemimpin tidak jujur dan
Tidak akan masuk surga daging yang tumbuh bahkan kerap memanipulasi warganya,
dari suht [harta haram](HR. Ad-Darimi). begitu pula sebaliknya. Warga tidak jujur,
Dan banyak lagi argumentasi normatif bahkan pada dirinya, sehingga ia tidak
dalam Al-Qur’an dan Hadis yang kuasa menyampaikan keinginannya pada
menjelaskan murka Allah bagi orang penguasa menyangkut hak dan
yang menyalahgunakan amanat yang kewajibannya. Allah berfirman:
dipercayakan kepadanya.
23
KARSA, Vol. XVII No. 1 April 2010
memiliki tanggung jawab sesuai dengan Gerakan Budaya”, dalam Jurnal Wacana, Edisi 14, Tahun
III 2002, h. 37
24
Islam,Budaya Korupsi dan Good Governance
Ahmad Fawaid
25
KARSA, Vol. XVII No. 1 April 2010
bab massifnya tindakan korupsi. 21 Pili- dengan rasioalitas dalam melakukan tin-
han ideologi dan anutan teologis bagi dakan korupsi. Pilihan ideologi dan teo-
masyarakat sama sekali tidak berkorelasi logi adalah satu hal, dan tindakan korup-
positif dengan praktik korupsi. Permisi- si adalah hal lain yang masing-masing
fisme dan kelonggaran teologi jabariyah tidak memiliki ikatan yang setara. Menta-
sama sekali tidak berkorelasi positif pada litas itulah yang menjadi pemicu terja-
kelonggaran sikap dan persepektif, ter- dinya praktik korupsi. Wa Allāh a’lam bi
masuk dalam sikap dan perspektifnya al-sawāb
terhadap tindakan korupsi.
26
KARSA, Vol. XVII No. 1 April 2010
96