Anda di halaman 1dari 9

-

Buletin Ekonomika Pembangunan ISSN :


Vol. 1 No.1 Desember 2022, hal 1-9 E-ISSN :

ANALISIS KASUS KORUPSI DARI BERBAGAI BIDANG KEILMUAN

Faradiba Firdaus1, Farisa Restu F2, Muhammad Irvandy A3, Arikatul Firdausi3
Universitas Trunojoyo Madura
200231100010@student.trunojoyo.ac.id

ABSTRAK
Pemberantasan korupsi merupakan salah satu agenda penting
pemerintah dalam rangka membersihkan diri dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Korupsi merupakan kejahatan luar biasa dan sistematis sehingga diperlukan
upaya yang luar biasa pula dalam memberantasnya. Dalam memberantas
korupsi, salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan menghukum pidana pada
pelaku korupsi. Namun, tidak semua pelaku korupsi merasa jera terhadap
hukuman yang telah dijatuhkan kepada mereka. Selain itu, jika ditinjau dari
berbagai aspek bidak keilmuan, definisi, penyebab serta dampak yang
ditimbulkan dari tindak pidana korupsi pun beragam. Oleh karenanya, peneliti
ingin mengkaji lebih dalam terkait Tindakan pidana korupsi dalam berbagai aspek
bidang keilmuan seperti, perspektif hukum, ekonomi, sosiologi dan psikologi.
Serta, dalam upaya pemberantasan korupsi pentingnya peran suatu
kelembagaan yang dapat menangani kasus ini. Maka dari itu, peneliti juga ingin
mengkaji terkait bagaimana peran ekonomi kelembagaan dalam upaya
pemberantasan korupsi.

Kata Kunci: korupsi, hukum, ekonomi, sosiologi, psikologi, kelembagaan

PENDAHULUAN
Korupsi dapat didefinisikan dengan berbagai cara. Namun demikian, bila
dikaji secara mendalam, akan segera diketahui bahwa hampir semua definisi
korupsi mengandung dua unsur berikut di dalamnya. Pertama, penyalahgunaan
kekuasaan yang melampaui batas kewajaran hukum oleh para pejabat atau
aparatur negara; dan Kedua, pengutamaan kepentingan pribadi atau klien di atas
kepentingan publik oleh para pejabat atau aparatur negara yang bersangkutan
(Braz dalam Lubis dan Scott, 1985). Dengan kedua unsur tersebut, tidak aneh
jika Alatas (1999), cenderung menyebut korupsi sebagai suatu Tindakan
pengkhianatan (pengingkaran Amanah). Tetapi justru karena sifat korupsi yang
seperti itu, upaya untuk mendefinisikan korupsi cenderung memiliki masalah
pada dirinya sendirinya. Disadari atau tidak, upaya untuk mendefinisikan korupsi
hampir selalu terjebak ke dalam dua jenis standar penilaian yang belum tentu
akur satu sama lain, yaitu norma hukum yang berlaku secara formal, dan norma
umum yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Akibatnya, suatu perbuatan
yang dikategorikan sebagai korupsi secara hukum, belum tentu dikategorikan
sebagai perbuatan tercela bila ditinjau dari segi norma umum yang berlaku di
tengah-tengah masyarakat. Sebaliknya, suatu perbuatan yang dikategorikan
sebagai korupsi dalam pandangan norma umum, belum tentu mendapat sanksi
yang setimpal secara hukum (Waterbury dalam Lubis dan Scott, 1990). Bertolak
dari masalah pendefinisian korupsi yang cukup rumit tersebut, tanpa sengaja kita
sesungguhnya dipaksa untuk memahami korupsi sebagai suatu fenomena
dinamis yang sangat erat kaitannya dengan pola relasi antara kekuasaan dan
masyarakat yang menjadi konteks berlangsungnya fenomena tersebut. Artinya,

Author … BEP Vol.1 No.1 1


ISSN : Buletin Ekonomika Pembangunan
EISSN : Vol 1 No. 12 Desember 2022, hal 1-9

fenomena korupsi hanya dapat dipahami secara utuh jika ia dilihat dalam konteks
kelembagaan kejadiannya. Pernyataan ini sama sekali bukan untuk menafikkan
keberadaan korupsi sebagai sebuah fenomena kultural, melainkan sekadar
sebuah penegasan bahwa fenomena korupsi juga dapat dilihat dari berbagai
dimensi bidang keilmuan yang penting untuk diselidiki guna memahami
fenomena korupsi secara utuh.
Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan peneliti adalah pertama,
bagaimana persepsi korupsi dalam aspek ilmu hukum, ekonomi, sosiologi dan
psikologi. Kedua, bagaimana peran kelembagaan dalam mengatasi korupsi dari
keempat aspek bidang keilmuan tersebut.

TINJAUAN PUSTAKA
Korupsi
Korupsi adalah semua yang memiliki keterkaitan terhadap tindakan yang
diancam dengan sanksi sebagaimana diatur didalam Undang-undang No. 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-undang
No. 20 Tahun 2001 tentang pengubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dan Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 1 tahun 2020. Rasuah atau mencuri (bahasa Latin: corruptio dari kata
kerja corrumpere yang bermakna busuk, haram, menggoyahkan, memutarbalik,
menyogok, mencuri, maling) ialah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun
pegawai negeri sipil, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara
tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik dan
masyarakat yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan
sepihak.
Teori Hak Kepemilikan
Hak kepemilikan dapat dimengerti sebagai hak untuk menggunakan,
mengubah bentuk dan isi hak kepemilikan, dan memindahkan seluruh hak-hak
atas aset atau beberapa hak yang diinginkan. Hak kepemilikan tidak hanya
merupakan bagian dari kerangka kerja kegiatan ekonomi, tetapi juga sebagai
bagian dari sistem aturan-aturan yang merupakan hasil dari proses ekonomi,
yaitu perilaku memaksimalkan keuntungan. Kepemilikan ini bisa berupa
kepemilikan fisik (obyek konsumen, tanah, peralatan modal) dan kepemilikan
yang tak terlihat yaitu ide, puisi, rumus kimia. Caporaso dan Levine (1992:88-89)
menjelaskan dua teori berbeda mengenai hak kepemilikan. Pertama, aliran
positivistis berargumentasi bahwa hak-hak diciptakan melalui sistem politik.
Dalam posisi ini, hak-hak secara historis maupun empiris selalu ditentukan.
Kedua, aliran hak alamiah yang berargumentasi bahwa seseorang sejak lahir
memiliki hak yang terkadang merujuk pada hak-hak yang tidak dapat
disingkirkan.
Teori Tindakan Kolektif
Teori tindakan kolektif pertama kai dikemukakan oleh Mancur Olson
(1971). Menurutnya, determinan penting bagi keberhasilan suatu tindakan
bersama adalah ukuran, homogenitas, dan tujuan kelompok. Tindakan kolektif
dapat terjadi dimana saja, seperti organisasi petani, kartel, partai politik, dan lain
sebagainya. Namun, disamping itu, terdapat beberapa situasi dalam ekonomi
yang membutuhkan tindakan kolektif agar dapat menyelesaikan masalah,
contohnya seperti sistem untuk mengelola sumber daya bersama (perikanan,
pengairan dikelola melalui sistem irigasi, padang rumput), sistem mengontrol
perilaku (norma yang mengatur tentang eksploitasi sumber daya), dan

2 Judul …. BEP Vol.1 No.1


-
Buletin Ekonomika Pembangunan ISSN :
Vol. 1 No.1 Desember 2022, hal 1-9 E-ISSN :

perubahan-perubahan sosial semacam revolusi atau evolusi dalam kebijakan


publik. Adanya tindakan kolektif dalam beberapa situasi ekonomi bermaksud
agar pemanfaatan sumber daya dilakukan secara efektif dan efisien. Di sisi
lainnya, tindakan kolektif dapat memunculkan pelaku-pelaku Free Riders, yakni
mereka yang tidak memperoleh beban atau pun biaya dari tindakan kolektif tetapi
masih menerima benefitnya. Dalam posisi ini tindakan kolektif dapat menjadi
sumber munculnya Free Riders, namun bisa juga sebagai pemecah masalah
adanya Free Riders tersebut.
Ekonomi
Ekonomi adalah ilmu sosial yang mempelajari perilaku manusia dalam mengelola
sumber daya yang terbatas dan menyalurkannya kedalam berbagai individu atau
kelompok yang ada dalam suatu masyarakat. Istilah "ekonomi" berasal dari
bahasa Yunani, yaitu (oikos) yang artinya "keluarga, rumah tangga" dan (nomos)
yang artinya "peraturan, aturan, hukum". Secara garis besar, ekonomi diartikan
sebagai "aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah tangga". Sementara
yang dimaksud dengan ahli ekonomi atau ekonom adalah orang menggunakan
konsep ekonomi dan data dalam bekerja. Tindakan ekonomi dilakukan dengan
memperhatikan kaidah yang disebut sebagai prinsip ekonomi. Terdapat dua
prinsip dasar dalam melakukan tindakan ekonomi. Pertama, ekonomi dilakukan
dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan sebanyak mungkin dengan
memperhatikan pengeluaran sebagai bagian dari perhitungan keuntungan.
Kedua, keuntungan yang diperoleh sebisa mungkin hanya memerlukan
pengeluaran sesedikit mungkin. Kedua prinsip ini dijadikan sebagai pedoman
umum untuk melakukan tindakan ekonomi. Hasil dari penerapan prinsip ekonomi
dapat diamati melalui tingkat efisiensi yang diukur melalui perbandingan antara
keuntungan yang diperoleh dan pengeluaran yang diperlukan selama kegiatan
ekonomi berlangsung. Suatu tindakan ekonomi dikatakan efisien bila suatu hasil
dicapai dengan pengorbanan yang paling sesuai dan diserta dengan
penghematan biaya.
Hukum
Hukum adalah kumpulan peraturan yang terdiri atas norma dan sanksi-
sanksi. Hukum merupakan sesuatu yang berkaitan erat dengan kehidupan
manusia merujuk pada system yang terpenting dalam pelaksanaan atas
rangkaian kekuasaan penegakan hukum oleh kelembagaan penegak hukum
karena segala kehidupan manusia dibatasi oleh hukum. Hukum mengatur sanksi
bagi penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi, dan masyarakat
dalam berbagai cara dan bertindak sebagai perantara utama dalam hubungan
social antar masyarakat terhadap pelanggaran hak individu dalam hukum
perdata dan hukum pidana yang mengupayakan cara negara untuk menuntut
pelaku pelanggaran hukum publik.
Psikologi
Psikologi merupakan suatu bidang keilmuan pengetahuan dan ilmu
terapan yang mempelajari mengenai perilaku, fungsi mental, dan proses mental
manusia melalui prosedur ilmiah. Pendapat lain mengatakan bahwa psikologi
berarti ilmu yang mempelajari mengenai perilaku, fungsi mental, dan proses
mental manusia melalui prosedur ilmiah. Secara etimologis, istilah “psikologi”
berasal dari Bahasa latin yaitu, psyche yang artinya jiwa dan logos yang artinya
pengetahuan. Sehingga psikologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari kejiwaan, baik manusia maupun organisme lainnya.
Sosiologi

Author … BEP Vol.1 No.1 3


ISSN : Buletin Ekonomika Pembangunan
EISSN : Vol 1 No. 12 Desember 2022, hal 1-9

Sosiologi adalah ilmu yang membahas tentang berbagai aspek dalam


masyarakat serta pengaruhnya bagi kehidupan manusia. sosiologi pertama kali
digunakan oleh Auguste Comte dan kemudian diperluas menjadi suatu disiplin
ilmiah oleh Herbert Spencer. Perkembangan sosiologi sebagai ilmu dibagi
menjadi empat tahap, yaitu masa abad pertengahan, masa abad renaisans,
masa sosiologi sebagai ilmu tentang masyarakat dengan menggunakan metode
ilmiah dari keilmuan lain (abad ke-18M), dan masa sosiologi sebagai ilmu dengan
metode ilmiah yang mandiri (abad ke-19 M). Sosiologi memiliki objek kajian yang
jelas dan dapat diselidiki melalui metode-metode ilmiah serta dapat disusun
menjadi suatu sistem yang masuk akal dan saling berhubungan. Objek kajian
utama dalam sosiologi ialah struktur masyarakat, unsur sosial, sosialisasi dan
perubahan sosial. Cabang-cabang ilmu sosiologi bersifat gabungan antara ilmu
tentang gejala sosial yang terjadi dalam masyarakat dengan ilmu-ilmu lainnya.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan ialah penelitian deskriptif kualitatif. Lokasi
penelitian adalah tempat dimana dilakukannya penelitian. Penelitian ini dilakukan
di area kampus Universitas Trunojoyo Madura. Metode pada penelitian ini ialah
menggunakan dua data yaitu data primer dan data sekunder. Sumber data dari
penelitian ini yaitu, data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari
hasil wawancara langsung dengan Dosen Hukum, Dosen Ekonomi, Dosen
Psikologi dan Dosen Sosiologi. Sedangkan data sekunder diperoleh dari
dokumen studi kepustakaan atau arsip terkait.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Anatomi Korupsi
Selain merupakan penyalahgunaan kekuasaan dan kepercayaan demi
keuntungan pribadi, korupsi adalah tindakan ketidakpatuhan seorang pejabat
publik untuk “menjaga jarak”. Sebuah kepusatusan publik diambil berdasarkan
pertimbangan kepentingan publik, atau karena kepentingan pribadi, kelompok,
dan keluarga yang mewarnai kebijakan itu. Ironisnya tidak ada konsep yang
sama untuk mengukur apakah sebuah perilaku itu dapat digolongkan sebagai
tindakan korup atau tidak. Perbedaan pandangan dan pemahaman ini semakin
mempersulit pemberantasan korupsi. Faktor-faktor yang menjadi orang sebab
orang enggan memberantas korupsi yaitu adanya keraguan apakah sebuah
tindakan korup atau bukan, atau ada sikap pesimis bahwa hukum sulit
membuktikan dan memberi sanksi kepada pelaku korupsi, kekhawatiran adanya
ancaman dari pelaku, atau kedudukan yang lebih rendah dalam sebuah
organisasi. Bidang kegiatan pemerintah yang rawan terhadap korupsi adalah
bidang usaha pengadaan barang dan jasa untuk publik, bidang properti, birokrasi
distribusi barang, pengangkatan pegawai pemerintah dan tata pemerintah
daerah. Model korupsi yang biasa dikembangkan antara lain: nepotisme, korupsi
politik, uang komisi bagi kontrak, dan berbagai bentuk penggelapan dana.
Bentuk-bentuk praktik korupsi selalu sama, di manapun. Korupsi di Cina- tempat
birokrat menjual kekuasaan administrasi mereka, sama dengan korupsi di Eropa-
tempat partai politik mendapat komisi dalam jumlah yang sangat besar dari
proyek-proyek pemerintah. Sepanjang menyangkut korupsi, hampir tidak ada
orang yang bisa mengecam orang lain. Di pemerintahan yang paling bersih
sekalipun, korupsi tetap ada. Oleh karena itu, upaya memberantas korupsi harus
dilakukan terus-menerus. Berdasarkan sebuah kesepakatan, dirumuskan

4 Judul …. BEP Vol.1 No.1


-
Buletin Ekonomika Pembangunan ISSN :
Vol. 1 No.1 Desember 2022, hal 1-9 E-ISSN :

beberapa situasi yang mudah mengundang korupsi. Pertama, suap diberikan


untuk mendapatkan keuntungan yang langka, atau untuk menghindari biaya.
Kedua, suap diberikan untuk mendapat keuntungan yang tidak langka, tetapi
memerlukan kebijakan yang harus diputuskan oleh pejabat publik. Ketiga, suap
diberikan bukan untuk mendalam yang lebih rendah. Mereka yang ada dilapisan
atas merasa tidak membutuhkan pembaruan. Oleh karenanya, dibutuhkan
sebuah sistem kelembagaan seperti pilar-pilar peradilan, parlemen, kantor
ombudsman, media yang bebas dan masyarakat sipil, dll yang mampu
menjalankan peran masing-masing secara efektif.
Korupsi Dalam Aspek Ilmu Hukum

Gambar 1 Wawancara Dosen Hukum


Menurut Bapak Boey, definisi korupsi berdasarkan sudut pandang hukum
yaitu Korupsi berasal dari kata corupsio yang berarti keburukan, kebobrokan.
Jika dalam ilmu hukum, didalam ilmu crime knology atau kejahatan, korupsi
termasuk dalam kategori salah satu extra ordary crimey aitu kejahatan yang luar
biasa dan pelakunya white colour crime yang artinya pelaku kerah putih. Disebut
pelaku kerah putih karena pelakunya berada dalam birokrasi yang dimana
pelakunya merupakan orang pintar, cerdas dalam aspek hukum, khususnya
dalam hukum ketatanegaraan/ organisasi negara. Secara hukum korupsi
merupakan bagian dari salah satu tindak pidana yang dilarang dilakukan di
Indonesia. Korupsi memiliki beberapa jenis seperti suap, gratifikasi, interes,
merugikan keuangan negara, memperkaya diri sendiri dan golongan. Hukum
memandang bahwa tindak korupsi merupakan sesuatu yang tidak boleh ada di
negeri ini. Beliau juga menyampaikan bahwa penegakan hukum di Indonesia
tidak dapat dikatakan tepat ataupun tidak tepat, karena pada kenyataannya tidak
ada sesuatu yang ideal. Dibelahan negara manapun termasuk china yang
menerapkan hukuman mati masih tetap ada pelaku korupsi. Tetapi jika dilihat
dari indikator indeks korupsi, maka kita harus melihat negara yang terkontrol
tingkat korupsinya kecil seperti Norwegia dan Swiss. Sedangkan di Indonesia
masih sangat tinggi. Padahal jika dilihat dari fakta hukum dan fakta sosialnya,
sudah banyak para pejabat negara, para pengusaha bahkan para aparat
penegak hukum yang melakukan tidak pindana korupsi. Hal inilah yang menjadi
permasalahan utamanya. Jika dikatakan apakah penegakan hukumnya sudah
tepat atau tidak, maka masih perlu dikaji kembali.
Korupsi Dalam Aspek Ilmu Sosiologi
Menurut Ibu Sri, definisi korupsi dalam ilmu sosiologi yaitu korupsi secara
garis besar adalah kejahatan yang sangat luar biasa dan kejam karena bukan
hanya merugikan satu kelompok orang tapi ribuan orang banyak, bahkan seluruh
warga negara Indonesia. Maka korupsi dalam bahasa lainnya yaitu kejatahan
yang luar biasa. Menurut Herbert dengan teori interaksionisme simbolis meat,
mengatakan bahwa seseorang itu melihat dan mendengarkan. Maka, dengan
panca inderanya menyerap informasi dari orang lain ketika berinteraksi. Maka

Author … BEP Vol.1 No.1 5


ISSN : Buletin Ekonomika Pembangunan
EISSN : Vol 1 No. 12 Desember 2022, hal 1-9

dari itu, masuk ke otak dan di olah lalu masuk ke hati, lalu turun ke tindakan. Jadi
secara sosiologis orang korupsi itu sebenarnya bukan perbuatan yang dilakukan
oleh satu orang tetapi, suatu tindakan yang meniru pada orang lain. Dengan
demikian perilaku korupsi dapat menular kepada orang lain, karena berinteraksi
dan menangkap berbagai persoalan. Oleh karenanya, perilaku korupsi terjadi
karena adanya interaksi social. Dalam aspek ilmu sosiologi, penyebab korupsi
dibagi menjadi dua, pertama karena persoalan internal. Yang dimana factor
internal meliputi nafsu, hasrat kemauan, ekspektasi melebihi kemampuan yang
dimiliki sehingga menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Kedua yaitu,
faktor eksternal. Yang berasal dari lingkungan sekitar yang mempengaruhi
pemikiran dan Tindakan seseorang sehingga orang tersebut melakukan korupsi.
Selain itu adanya ekternal juga dapat berasal dari keluarga yang bisa jadi pihak
keluarga menuntuk koruptor ini untuk melakukan korupsi.
Beliau juga menyampaikan bahwa, kedudukan koruptor dalam
masyarakat menurut sosiologi, yaitu ketika masyarakat masih patuh pada setiap
norma aturan maka, akan mendapat cemoohan atau kurang dihargai oleh
masyarakat karena tidak dapat menjadi figur yang baik dalam masyarakat, tetapi
jika masyarakat individualis, dan menganggap bahwa korupsi merupakan suatu
hal yang biasa maka, masyarakat ini akan berfikir biasa saja terhadap pelaku
koruptor.
Ibu Sri juga menyampaikan bahwa Adapun peran sosiologi dalam
mengurangi tingkat korupsi yaitu sebagai contoh, seorang pengajar sosiologi
dapat melakukan sosialisasi terkait korupsi terhadap anak didiknya. Menurut ilmu
sosiologi, pembentukan karakter yang bersih dimulai dari keluarga, kedua
diciptakan lingkungan yang bersih dan ketiga, lingkungan lembaga baik itu di
sekolah harus di ajarkan terkait Pendidikan anti korupsi. Secara sosiologis,
bahwa semua lembaga mempunyai tanggung jawab memberikan pendidikan anti
korupsi. Jadi, dimulai dari membentuk generasi ini menjadi generasi yang
bermental bukan menjadi korupsi tetapi, menjadi insan yang memiliki integritas,
tanggung jawab, jiwa kejujuran dan di percaya orang lain.
Korupsi Dalam Aspek Ilmu Psikologi

Gambar 2 Wawancara Dosen Psikologi


Menurut Ibu Vidya, korupsi dalam perspektif psikologi yaitu, korupsi
adalah perilaku yang dilakukan oleh pejabat atau orang yang memiliki kuasa

6 Judul …. BEP Vol.1 No.1


-
Buletin Ekonomika Pembangunan ISSN :
Vol. 1 No.1 Desember 2022, hal 1-9 E-ISSN :

dengan tujuan untuk memperkaya diri dan orang- orang terdekat, mendorong
orang lain untuk melakukan korupsi dalam menyalahgunakan kedudukannya.
Jika dalam sudut pandang psikologi, mengarah ke dalam dinamika psikologis
yang dimana akan mempelajari terkait bagaimana sebab koruptor melakukan
tindak korupsi, bagaimana korupsi dikatakan sebagai akibat dari perilaku yang
akan berkaitan dengan psikis atau psikologi dari seseorang. Psikologi itu terkait
bagaimana Tindakan atau pola perilaku serta mentalnya ketika dia melakukan
suatu tindakan. Termasuk juga dalam tindakan korupsi ini. Dalam sudut pandang
psikologi mendalami terkait kenapa korupsi merupakan sesuatu yang masif
dalam arti banyak terjadi secara terus-menerus dalam skala yang besar.
Walaupun sudah mencoba untuk diberantas tetapi tetap masih ada pelaku
korupsi. Dari sini akan diteliti oleh ilmu psikologi apakah tindak korupsi
merupakan sesuatu yang sudah menjadi budaya dalam lingkungan sosial kita
atau seperti apa. Psikologi memandang dari dua hal, pertama bagaimana
perilaku itu terbentuk dan kedua, bagaimana sosial menerima dari perilaku
korupsi serta apakah hal tersebut akan mempempengaruhi kita sebagai individu
secara psikis dan mental.
Beliau juga menyampaikan bahwa dalam psikologi, terdapat dua hal yang
dapat mendorong seseorang untuk melakukan korupsi, yaitu sudut internal dan
eksternal. Berdasarkan penelitian yang telah dikaji ditemukan ada beberapa
perspektif yang mendorong seseorang untuk melakukan korupsi. Pertama yaitu
perspektif dari individu. Dalam hal ini ada yang namanya konsep psikopat. Dalam
psikologi, seorang psikopat tidak akan memiliki rasa bersalah sama sekali atas
perbuatan yang telah dilakukan. Walaupun perbuatannya dianggap sesuatu yang
melanggar norma. Perpektif ini dapat didekatkan dengan tindak korupsi. Yang
kedua, perspektif psikoanalisis. Apapun kejadian yang terjadi saat ini ialah
dampak dari kejadian masa kecil yang belum selesai masalahnya. Bisa jadi
seorang koruptor melakukan korupsi karena mereka memiliki masalah dengan
kejadian masa kecilnya sehingga ketika dia dewasa, dia lari ke perilaku-perilaku
yang kurang baik. Salah satunya adalah perilaku korupsi. Kemudian dari
institutional atau organisasi. Perpektif ini yaitu adanya tuntutan untuk sukses.
Jadi ketika kita sudah memiliki jabatan, secara tidak langsung kita akan dituntut
oleh lingkungan bahwa orang yang memiliki jabatan harusnya kaya, hidupnya
mewah dan sebagainya. Sedangkan mungkin apa yang didapatkan dari
pekerjaan tersebut tidak semewah itu untuk mencukupi kemewahan yang
dipikirkan lingkungan sekitar. Dari sinilah ketika gaji atau upah yang diterima
tidak dapat memenuhi kemewahan yang diinginkan, maka akan menimbulkan
sebuah pikiran bahwa untuk membuktikan kepada masyarakat bahwa dia
mampu hidup mewah, maka dia akan melakukan segala cara untuk memenuhi
kebutuhan mewahnya tersebut. Salah satunya dengan melakukan korupsi. Yang
terakhir yaitu perspektif Intraksional. Dalam sudut pandang ini, mungkin individu
tersebut memiliki nilai-nilai yang baik dalam dirinya, tetapi lingkungan sosialnya
yang mendorong dia untuk melakukan hal yang tidak baik. Lalu adanaya perilaku
hedonis yang dimana perilku seseorang untuk selalu mencari kesenangan. Maka
dia akan melakukan segala cara untuk menuruti kesenangan tersebut sehingga
tidak memikirkan kembali apakah tindakan yang diambil baik atau buruk.
Beliau juga menyampaikan bahwa ada orang-orang yang memiliki
kecenderungan untuk melakukan kembali setelah dia melakukan korupsi. Orang-
orang yang cenderung psikopat selalu tidak memiliki rasa bersalah atau rasa
tidak menyesal ketika melakukan korupsi jika dari sudut pandang gangguan

Author … BEP Vol.1 No.1 7


ISSN : Buletin Ekonomika Pembangunan
EISSN : Vol 1 No. 12 Desember 2022, hal 1-9

mental. Tetapi jika secara mental orang tersebut baik tetapi, melakukan korupsi
berulang-ulang, maka bisa dikatakan seseorang tersebut memang secara moral
sudah lemah. Nilai-nilai yang ada pada dirinya sudah buruk. Hal ini
menyebabkan koruptor tersebut tidak merasa terganggu akan sanksi sosial atau
hukumyang berlaku karena tidak adanya rasa bersalah, bahkan dia akan
cenderung menyalahkan orang lain atas tindakannya tersebut.
Oleh karenanya, Adapun peran psikologi dalam membantu mengatasi
korupsi yaitu dengan melakukan pencegahan korupsi. Jadi perannya akan lebih
ke preventif. Pertama, akan melakukan pencegahan dari lingkungan keluarga
dengan cara mengedukasi kepada para orang tua untuk melakukan parenting
kepada anak-anak, karena peran keluarga merupakan faktor utama dalam
membentuk karakter anak. Yang kedua, pencegahan dari lingkungan Pendidikan
dengan cara melakukan sosialisasi terkait pendidikan anti korupsi yang
edukasinya dikhususkan untuk anak muda. Yang ketiga, pencegahan dari
lingkungan organisasi atau masyarakat, seperti mengadakan workshop atau
seminar terkait edukasi anti korupsi.
Korupsi Dalam Aspek Ilmu Ekonomi

Gambar 3 Wawancara Dosen Ekonomi


Menurut Bapak Herry Purwanto, korupsi dalam aspek ekonomi
merupakan pertukaran yang menguntungkan (antara prestasi dan kontraprestasi,
imbalan materi atau nonmateri), yang terjadi secara diam-diam dan sukarela,
yang melanggar norma-norma yang berlaku, dan setidaknya merupakan
penyalahgunaan jabatan atau wewenang yang dimiliki salah satu pihak yang
terlibat dalam bidang umum dan swasta. Beliau juga menyampaikan terdapat
banyak faktor yang dapat menyebabkan seseorang dapat melakukan tindak
pidana korupsi, salah satunya karena faktor ekonomi. Faktor ini merupakan
adanya ketidakpuasaan akan apa yang telah dimiliki.
Selain itu, beliau juga menyampaikan bahwa penegakan hukum korupsi
di Indonesia sudah berjalan cukup baik pada masa kepemimpinan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono, akan tetapi tindak pidana korupsi masih belum
hilang sepenuhnya. Sehingga hali ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi terutama pada sektor industri dan produksi.
Lalu menurut beliau, adapun cara yang dapat dilakukan untuk menekan
angka korupsi sebenarnya bukan hanya dari pemerintah, namun juga perlu
adanya kesadaran akan diri sendiri bahwa korupsi merupakan suatu perbuatan
yang buruk.
Analisis Korupsi Dalam Ekonomi Kelembagaan
- Korupsi Pada Teori Tindakan Kolektif
Korupsi merupakan perbuatan yang buruk, menggelapkan uang,
menerima sogokan dan lainnya untuk kepentingan kolektif dan individu

8 Judul …. BEP Vol.1 No.1


-
Buletin Ekonomika Pembangunan ISSN :
Vol. 1 No.1 Desember 2022, hal 1-9 E-ISSN :

yang mengakibatkan kerugian uang pada negara yang diperuntukkan


rakyat umum. Pada dasarnya korupsi menghadirkan perbuatan yang tidak
etis, juga menyangkut kualitas moral dan kepribadian para koruptor.
Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari para pejabat
negara menyebabkan terjadinya korupsi. Perbuatan mengorupsi uang
sudah merupakan patologi sosial yang sangat berbahaya dan merugikan
masyarakt umum. Perbuataan korupsi ini dilakukan secara kolektif atau
individual oleh setiap pejabat negara.

- Korupsi Pada Teori Hak Kepemilikan


Hubungan antara hak kepemilikan dengan kasus korupsi adalah
kepastian hukum. Bagaimana pemerintah memberikan kepastian kepada
warga negara. Kepastian dalam hal ini berhubungan dengan bagaimana
pemmerintan mengatasi tindak kasus korupsi dan juga jaminan kepada
masyarakat akan pajak yang dibayar oleh oleh wargga negara aman.

PENUTUP
Kesimpulan
Pembahasan mengenai korupsi di Indonesia saat ini lebih menitikberatkan
pada aspek penindakan. Hal ini dapat dipahami banyak masyarakat menduga
pejabat publik di Indonesia yang korup dan aspek penindakan dinilai sebagai
suatu upaya yang efektif untuk menimbulkan efek jera. Namun demikian, perlu
diingat bahwa pemberantasan korupsi bukan hanya terdiri dari aspek penindakan
saja, melainkan juga aspek pencegahan. Perspektif pemberantasan korupsi yang
fokus pada penindakan yang kurang memperhatikan aspek pencegahan, jelas
tidak efektif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Hal ini terbukti
dengan kasus-kasus korupsi yang cenderung berulang di instansi yang sama.
Jadi jika kelembagaan pemerintah mampu memanfaatkan ekonomi secara
optimal dengan pencegahan korupsi dan perilaku pejabat yang anti korupsi,
maka hal ini akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai stakeholder,
sehingga intervensi melalui pembangunan hukum dan tata kelola yang kuat
dapat mencegah praktik korupsi pada top level pemerintahan.
Saran
Perlu adanyaa kesadaran dari semua pihak baik pemerintah maupun diri
sendiri. Namun perlu ditekankan bahwa Pendidikan anti korupsi memang harus
ditanamkan dari dini untuk menekan Tindakan korupsi. Kemudian hukuum
pidaana akan Tindakan korupsi juga harus lebih dikuatkan lagi agar pelanggaran
tindak korupsi ini bisa hilang.

DAFTAR PUSTAKA
Erlando, A. (2019). Studi Ekonomi Korupsi di Beberapa Kota Indonesia. EcceS
(Economics, Social, and Development Studies), 6(2), 130-151.
Manara, M. U. (2016). Normalisasi korupsi: Tinjauan psikologi. In Proceeding
Seminar Nasional dan Call For Paper (pp. 229-236).
Atmadja, A. T. (2019). Sosiologi Korupsi: Kajian Multiperspektif, Integralistik,
dan Pencegahannya. Kencana.
Rosalina, F. (2022). Daluwarsa Tindak Pidana Korupsi Melalui Sudut Pandang
Teori Hukum: Optimalisasi Pengembalian Kerugian Keuangan Negara.
YUSTISIA MERDEKA: Jurnal Ilmiah Hukum, 8(2), 29-36.

Author … BEP Vol.1 No.1 9

Anda mungkin juga menyukai