Anda di halaman 1dari 5

MENGATASI KORUPSI UNTUK MEMBANGUN MASYARAKAT YANG

ADIL DAN SEJAHTERA

Pendahuluan
Dalam konteks konstitusi Indonesia, khususnya Undang-Undang Dasar 1945
(UUD 1945), ditegaskan bahwa negara ini didirikan atas dasar hukum (rechtstaat),
bukan atas kekuasaan belaka (machstaat). Hal ini menandakan bahwa Indonesia
adalah negara hukum demokratis yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945,
dengan komitmen tinggi terhadap hak asasi manusia. Semua warga negara dijamin
bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, serta wajib menjunjung
hukum tanpa ada kecualinya.
Hukum, sebagai instrumen penegakan keadilan, menetapkan norma-norma
yang mengatur perilaku masyarakat. Sasaran hukum tidak hanya terbatas pada
individu yang secara nyata melanggar hukum, tetapi juga mencakup perbuatan hukum
yang mungkin terjadi dan alat perlengkapan negara untuk bertindak sesuai hukum.
Oleh karena itu, sistem hukum yang efektif dan efisien merupakan landasan penting
dalam menegakkan keadilan.
Proses pembangunan yang menghasilkan kemajuan dalam kehidupan
masyarakat juga membawa dampak sosial yang mungkin bersifat negatif. Salah satu
dampak negatif yang sering terjadi adalah peningkatan tindak pidana, termasuk
korupsi. Korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga melanggar hak-
hak sosial dan ekonomi masyarakat. Sebagai tindak pidana serius, korupsi dapat
membahayakan stabilitas, keamanan, dan pembangunan sosial ekonomi, serta
merusak nilai-nilai demokrasi dan moralitas.
Tindak pidana korupsi menjadi tantangan serius karena menyangkut berbagai
kepentingan, termasuk hak asasi, ideologi negara, perkonomian, dan moral bangsa.
Pelaku korupsi sering kali sulit dijerat dengan hukuman yang sebanding dengan
kerugian yang ditimbulkannya. Kendala ini menciptakan lingkungan di mana tindak
pidana korupsi sulit diungkap, karena seringkali dilakukan secara terorganisir dan
terselubung. Korupsi di Indonesia telah menunjukkan peningkatan yang
mengkhawatirkan dari tahun ke tahun. Jumlah kasus dan kerugian negara akibat
korupsi semakin meluas dan sistematis, memasuki seluruh aspek kehidupan
masyarakat. Oleh karena itu, upaya bersama untuk mengatasi korupsi menjadi suatu
keharusan. Masyarakat, pemerintah, dan media memiliki peran penting dalam
memberantas praktik korupsi demi membangun masyarakat yang adil, sejahtera, dan
berlandaskan nilai-nilai demokratis serta moralitas. Dengan demikian, pengatasi
korupsi tidak hanya merupakan kewajiban hukum, tetapi juga suatu upaya bersama
dalam menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi semua warga negara.

Pembahasan
Tindak pidana korupsi yang merajalela di Indonesia menjadi permasalahan
kompleks yang melibatkan berbagai faktor penyebab. Lemahnya pendidikan agama
dan moral masyarakat menjadi salah satu akar permasalahan. Pemahaman agama
yang kurang mendalam dan moral yang rendah dapat merangsang keserakahan dan
kurangnya rasa malu dalam melakukan tindakan korupsi. Oleh karena itu,
pembenahan dalam sistem pendidikan dan peningkatan nilai-nilai moral menjadi
kunci untuk mereduksi tingkat korupsi.
Menurut Sam Santoso (2003 :14) , Korupsi adalah bentuk lain dari pencurian.
Korupsi merupakan wujud penyimpangan tingkah laku tugas resmi suatu jabatan secara
sengaja untuk memperoleh keuntungan berupa status, kekayaan atau uang untuk
perorangan, keluarga dekat atau kelompok sendiri. Konon untuk memperoleh jabatan itu
ada biayanya, yang dianggap sebagai kewajiban oleh pelakunya. Karena itu, setelah pejabat
ia merasa punya hak untuk korupsi. Keserakahan dan etos kerja yang rendah juga
menjadi pemicu terjadinya korupsi. Fenomena ini menunjukkan bahwa tindakan
korupsi tidak hanya dilakukan oleh kalangan ekonomi lemah, tetapi juga oleh mereka
yang seharusnya memiliki kecukupan ekonomi. Oleh karena itu, peningkatan etos
kerja dan kesadaran akan pentingnya integritas dalam setiap lapisan masyarakat
menjadi suatu keharusan untuk mengatasi korupsi.
Kurangnya sanksi yang keras juga turut memperparah permasalahan korupsi.
Meskipun undang-undang telah menetapkan sanksi pidana mati untuk pelaku korupsi
dalam kondisi tertentu, namun lemahnya penegakan hukum seringkali menyebabkan
pelaku korupsi mendapatkan hukuman yang tidak sebanding dengan perbuatannya.
Diperlukan langkah-langkah nyata untuk memastikan bahwa hukuman yang tegas
diberikan kepada pelaku korupsi, sehingga dapat menjadi efek jera yang
meminimalisir tindakan korupsi di masa mendatang.
Selanjutnya, kurangnya pengawasan terhadap aparat pemerintah juga menjadi
faktor yang memungkinkan terjadinya korupsi. Pengawasan yang lemah memberikan
ruang bagi aparat pemerintah untuk melakukan praktik korupsi tanpa takut
mendapatkan sanksi. Oleh karena itu, penguatan lembaga pengawas dan mekanisme
kontrol yang lebih efektif perlu diimplementasikan untuk mencegah terjadinya
penyalahgunaan wewenang.
Menurut data Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) Badan Pusat Statistik
negara Indonesia pada tahun 2023 melakukan korupsi sebesar 3,92 pada skala 0
sampai 5. Angka ini lebih rendah dibandingkan capaian 2022 sebesar 3,93. Nilai
indeks semakin mendekati 5 menunjukkan bahwa masyarakat berperilaku semakin
antikorupsi, sedangkan nilai indeks yang semakin mendekati 0 menunjukkan bahwa
masyarakat berperilaku semakin permisif terhadap korupsi. Tindak pidana korupsi,
selain merugikan secara ekonomi, juga memberikan dampak yang luas terhadap
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Berkurangnya kepercayaan ini tidak
hanya bersifat lokal, tetapi juga dapat merugikan hubungan diplomatis dengan negara
lain. Oleh karena itu, peningkatan transparansi, akuntabilitas, dan penegakan hukum
yang adil perlu diutamakan dalam rangka membangun kepercayaan masyarakat serta
menjaga kestabilan ekonomi dan politik. Dalam rangka menciptakan masyarakat
yang adil dan makmur, perlu dilakukan perubahan mendasar dalam sistem
pendidikan, etika kerja, dan sistem hukum. Langkah-langkah preventif seperti
peningkatan pendidikan moral dan agama, penegakan hukum yang tegas, serta
penguatan pengawasan terhadap aparat pemerintah menjadi kunci untuk membasmi
korupsi dan menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi pembangunan nasional.
Dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, UU No. 31 Tahun 1999
juncto UU No. 20 Tahun 2001 telah merumuskan definisi tindak pidana korupsi
dengan cermat. Penetapan perbuatan-perbuatan yang melibatkan penyalahgunaan
keuangan negara atau perekonomian negara, dengan memperkaya diri sendiri, orang
lain, atau korporasi secara melawan hukum, baik secara formil maupun materiil,
menciptakan landasan hukum yang luas. Melalui rumusan ini, unsur melawan hukum
dalam tindak pidana korupsi mencakup perbuatan-perbuatan tercela yang menurut
rasa keadilan masyarakat harus dituntut dan dipidana.
Tindak pidana korupsi, sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 31 Tahun
1999, dikategorikan sebagai tindak pidana formil. Penentuan ini bertujuan untuk
mempermudah mekanisme pembuktian, sambil mengakomodasi nilai-nilai dan rasa
keadilan masyarakat yang seringkali terluka oleh pelaku korupsi. Dengan menetapkan
tindak pidana secara formil, proses pembuktian dan penuntutan dapat tetap
berlangsung meskipun hasil korupsi telah dikembalikan kepada negara, sehingga
pelaku tetap dapat diajukan ke pengadilan dan dipidana.
Pentingnya sanksi pidana sebagai alat efektif dalam pemberantasan korupsi
tercermin dalam undang-undang yang menetapkan ancaman pidana minimum khusus,
pidana denda yang lebih tinggi, dan ancaman pidana mati sebagai pemberatan pidana.
Pidana penjara juga diatur bagi pelaku korupsi yang tidak dapat membayar pidana
tambahan berupa uang pengganti kerugian negara.

Penutup
Kesadaran akan kompleksitas masalah korupsi dan pentingnya kolaborasi
antara masyarakat, pemerintah, dan media menjadi kunci untuk menciptakan
lingkungan yang lebih baik. Dalam kerangka konstitusi Indonesia, negara diharapkan
berdiri atas dasar hukum (rechtstaat) dengan komitmen tinggi terhadap hak asasi
manusia.
Referensi :
Rasyidi, M. A. (2021). KORUPSI ADALAH SUATU PERBUATAN TINDAK
PIDANA YANG MERUGIKAN NEGARA DAN RAKYAT SERTA
MELANGGAR AJARAN AGAMA.
Statistik, B. P. (2023, November). Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) Indonesia
2023 sebesar 3,92, menurun dibandingkan IPAK 2022 .
WIDIASTUTI, T. W. (2019 ). KORUPSI DAN UPAYA PEMBERANTASANNYA.
WACANA HUKUM.

Anda mungkin juga menyukai