PROGRAM STUDI
2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Korupsi Dalam Perspektif Budaya " dengan tepat
waktu. Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kulia PBAK. Selain itu, makalah ini
bertujuan menambah wawasan tentang korupsi dalam perspektif budaya bagi para pembaca dan
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Abdul Gamal S, SKM. MKKK selaku Dosen
pengampu mata kuliah PBAK. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Korupsi yang terjadi di Indonesia saat ini, sudah dalam posisi yang sangat parah
dan begitu mengakar dalam setiap sendi kehidupan. Perkembangan praktek korupsi
dari tahun ke tahun semakin meningkat, baik dari kuantitas atau jumlah kerugian
keuangan negara maupun dari segi kualitas yang semakin sistematis, canggih serta
pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana tidak saja terhadap
bernegara pada umumnya. Maraknya kasus tindak pidana korupsi di Indonesia, tidak
lagi mengenal batas-batas siapa, mengapa, dan bagaimana. Tidak hanya pemangku
jabatan dan kepentingan saja yang melakukan tindak pidana korupsi, baik di sektor
publik maupun privat, tetapi tindak pidana korupsi sudah menjadi suatu fenomena.
bersangkutan, tetapi juga oleh keluarga dan kroninya, yang apabila dibiarkan, maka
rakyat Indonesia akan berada dalam posisi yang sangat dirugikan. Menurut Nyoman
Serikat Putra Jaya menyebutkan bahwa tindak pidana korupsi tidak hanya dilakukan
penyelenggara negara dengan pihak lain seperti keluarga, kroni dan para pengusaha,
tindak pidana korupsi merupakan perbuatan yang sangat tercela, terkutuk dan
sangat dibenci oleh sebagian besar masyarakat; tidak hanya oleh masyarakat
Oleh karena itu, tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan
sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa
ini yang digunakan, terbukti tidak bisa menyelesaikan persoalan korupsi yang
kualitas SDM aparat penegak hukum yang masih rendah, lemahnya koordinasi
penegakkan hukum tindak pidana korupsi, serta masih sering terjadinya tindak
korupsi. Hal ini selaras dengan tujuan yang diamanatkan oleh Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas
Korupsi.
Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa, karena dapat
atas pelaku koruptor. Oleh karena itu, sebaiknya tindakan yang diambil
karena pada pertimbangan putusan Hakim yang tidak secara jelas dan tegas
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi atas setiap kasus pidana korupsi
(kerugian negara secara nyata telah terjadi atau keuangan negara sudah
(kerugian negara belum terjadi atau keuangan negara masih tetap seperti sedia
dengan pelaku yang lain. Dengan kata lain, terjadi suatu disparitas pemidanaan,
yaitu penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang sama.
Oleh karena itu, masalah penjatuhan hukuman tidak hanya penting bagi
Hakim dan proses peradilan. Pola penjatuhan hukuman tersebut sangat penting
hukum. Salah satu unsur yang harus dipegang agar proses penegakan hukum
hukum. Kemungkinan besar hal itu tidak akan tercapai apabila penjatuhan
hukuman terlalu besar variasinya. Hal ini juga menyangkut masalah keadilan
sebagai lembaga atau peradilan sebagai suatu proses. Selama lembaga tersebut
tidak memperhatikan akibat dan penjatuhan hukuman, maka akan sulit untuk
dan bernegara.
hukum yang belum berjalan dengan baik. Kondisi hukum yang sampai saat ini
masih maraknya kasus korupsi yang dihadapi. Dalam perspektif budaya hukum
baik itu dari kejujuran, sosial, agama atau hukum. Korupsi sendiri
sosial masyarakat dan negara dalam skala besar. Munculnya korupsi itu sendiri
dipengaruhi oleh kebutuhan dan permintaan individu dan kolektif dan juga
didukung oleh lingkungan sosial budaya yang mewarisi tradisi korupsi, sehingga
tak khayal pejabat pemerintah pun ikut terlinat dalam tindak pidana ini,
menjadi budaya.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Defenisi Korupsi
busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik atau menyogok. Menurut Dr. Kartini
Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan
jabatan guna mencari keuntungan, dan merugikan kepentingan umum. Menurut saya
kehidupannya. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari
denagan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri.
Korupsi adalah setiap transaksi antara pelaku dari sektor swasta dan sektor publik
terdiri dari tindakan yang dilakukan pemerintah yang mendistorsi kebijakan atau
dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatas
namakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Hal itu akan masuk dalam
dalam pembahasan saya mengenai tindak korupsi Masyarakat Pancasila Dalam
Menurut Andi Hamzah busuk, buruk., bejat, tidak jujur; dari kesucian, kata-kata
Sejarah pembuktian bahwa hampir tiap negara dihadapkan pada masalah korupsi.
Menurut Pius Abdillah dan Anwar Syarifudin dalam kamus Bahasa Indonesia
sogok, dan sebagainya. Jadi secara etimologis, kata korupsi berarti kemerosotan
dari keadaan yang semula baik, sehat, benar, menjadi penyelewengan, busuk.
Poerwadarminta) adalah sebagai perbuatan curang, dapat disuap, dan tidak bermoral.
Adapun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi adalah penyelewengan atau
penggelapan uang negara atau perusahaan dan sebagainya untuk kepentingan pribadi
Black’s Law Dictionary korupsi adalah perbuatan yang dilakukan dengan maksud
untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak resmi dengan hak-hak dari pihak lain
keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain, berlawanan dengan kewajibannya
berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan
dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat
Jadi, korupsi adalah tindakan yang dilakukan oleh setiap orang yang secara
melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
dengan undang-undang yang berlaku. Namun semuanya juga harus melihat dari sisi
sukses tidaknya upaya pemberantasan korupsi tidak hanya ditentukan oleh adanya
instrument hukum yang pasti dan aparat hukum yang bersih, jujur,dan berani serta
budaya
hukum nasional yang dibedakan dari sub-budaya hukum yang berpengaruh secara
positif atau negatif terhadap hukum nasional. Ia juga membedakan budaya hukum
internal dan budaya hukum eksternal. Budaya hukum internal merupakan budaya
seperti polisi, jaksa hakim dalam menjalankan tugasnya, sedangkan budaya hukum
hukum tradisional dan budaya hukum modern. Dengan adanya pelbagai sistem
hukum dalam suatu komunitas politik tunggal maka disebut pluralisme hukum.
Pluralisme hukum dapat berbentuk horizontal atau vertikal. Pada yang horisontal
budaya hukum menunjuk pada dua hal yaitu: (1) unsur adatistiadat yang organis
berkaitan dengan kebudayaan secara menyeluruh; dan (2) unsur nilai dan sikap
sosial. Lebih lanjut dikatakan bahwa sistem hukum yang terdiri dari struktur dan
subtansi, bukanlah merupakan mesin yang bekerja. Apabila kedua unsur itu berfungsi
dalam masukan dan keluaran proses hukum, maka kekuatan-kekuatan sosial tertentu
yang disebut budaya hukum. Variabel itu berproses bersamaan dengan kebudayaan
hukum itu tidak layak hanya dibicarakan dari segi struktur dan subtansinya saja,
melainkan juga dari segi unsur tuntutan-tuntutan (demands) yang berasal dari
sikap dan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Unsur kekuatan-kekuatan sosial tersebut
disebut oleh Friedman sebagai budaya hukum (legalculture). Konsepsi sistem hukum
friedman memberikan pandangan yang cukup jelas. Merujuk dengan sistem hukum
tanda tanya bawasanya apakah yang menjadi faktor maraknya kasus korupsi di
terhadap sistem hukum dan kemudian ditunjang oleh struktur hukum selaku ekskutor
atau motor penggerak dari sistem hukum tersebut lalu pada akhirnya berdampak pada
Perilaku atau budaya merupakan suatu konsepsi yang timbul akibat interaksi antara
hukum dan masyarakat yang memunculkan suatu paradigma, dalam konteks ini
saja merupakan serangkaian larangan atau perintah tetapi juga sebagai aturan yang
Lebih jelas lagi bahwa budaya hukum merupakan suatu jaringan nilai-nilai dan sikap
yang berhubungan dengan hukum, atau orang berpaling kepada hukum atau kepada
hukum
2. Perbedaan budaya hukum para pelaku dapat menimbulkan interpretasi dan
3. Dalam menjalankan fungsi hukum maka hukum selalu berhadapan dengan nilai-
nilai atau pola perilaku yang telah mapan dalam masyarakat, sehingga dapat muncul
ketidaksesuaian antara apa yang seharusnya (das sollen) dan apa yang senyatanya
(das sain) ada perbedaan antara law in the book and law in action
Sehingga dalam kasus pemberantasan tindak pidana korupsi harus dilakukan melalui
penegakan hukum yang terkait dalam reformasi hukum tidak hanya pembaharuan
undangundang atau substansi tetapi juga pembaharuan sturjtur serta budaya hukum.
Kultur atau budaya alaha nilai-nilai sikap yang mengikat sistem secara bersama atau
menentukan tempat sistem itu secara bersama atau menentukan tempat dari sistem
hukum itu dalam budaya masyarakat sebagai suatu keseluruhan.Selain itu Mochtar
Kusumaatmadja memandang komponen sistem hukum itu terdiri atas; Asas-asas dan
memperlihatkan bagaimana proses hukum itu berjalan oleh aparat penegak hukum;
substansi hukum adalah peraturan-peraturan yang dipakai oleh para pelaku hukum
1. Suap (Bribery) adalah pembayaran dalam bentuk uang atau barang yang diberikan
atau diambil dalam hubungan korupsi. Suap merupakan jumlah yang tetap,
persentase dari sebuah kontrak, atau bantuan dalam bentuk uang apapun. Biasanya
dibayarkan kepada pejabat negara yang dapat membuat perjanjuan atas nama
perusahaan.
nama masyarakat.
3. Penipuan (Fraud) adalah kejahatan ekonomi yang melibatkan jenis tipu daya,
5. Favoritisme adalah kecende-rungan diri dari pejabat negara atau politisi yang
1. Korupsi menghalangi investasi asing dan domestik. Biaya sewa meningkat dan
domestik.
dan izin dan membayar suap untuk pemotongan barang ke dalam margin
keuntungan.
5. Korupsi mengalihkan bakat menjadi rent seeking. Pejabat yang seharusnya dapat
mencari proyek paling termudah dan terselubung, mengalihkan dana dari sektor
hukum;
tempel, uang semir, uang pelancar, baik dalam bentuk uang tunai atau benda
menyelenggarakan undian;
e. Melibatkan lebih dari satu orang atau pihak. Beberapa jenis korupsi
f. Adanya kewajiban dan keuntungan bersama, dalam bentuk uang atau yang
keuntungan bersama.
yang pasti dan mereka yang dapat memengaruhinya. Pemberian suap pada
memengaruhi keputusannya.
melalui produk hukum yang dihasilkan suatu negara atas inisiatif oknum –
2. Jenis-jenis Korupsi
Jenis-jenis korupsi yang pertama adalah korupsi uang negara. Jenis perbuatan
yang merugikan negara ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu mencari
bentuk tender, pemberian barang, atau pembayaran pajak sekian yang dibayar
tindakan pemberian uang atau menerima uang atau hadiah yang dilakukan
oleh pejabat pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang
suap, menyuap hakim, pengacara, atau advokat. Korupsi jenis ini telah diatur
dalam UU PTPK.
atau penyelenggara negara untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
sendiri.
e. Korupsi Gratifikasi
Penyelenggara Negara dan tidak dilaporkan kepada KPK dalam jangka waktu
diskon, pinjaman tanpa bunga, tiket pesawat, liburan, biaya pengobatan, serta
fasilitas-fasilitas lainnya. Jenis korupsi ini diatur dalam Pasal 12B UU PTPK
atau jasa yang dibutuhkan oleh suatu instansi atau perusahaan. Orang atau
badan yang ditunjuk untuk pengadaan barang atau jasa ini dipilih setelah
tender harus berjalan dengan bersih dan jujur. Instansi atau kontraktor yang
instansi atau kontraktor tersebut yang akan ditunjuk dan menjaga, pihak yang
menyeleksi tidak boleh ikut sebagai peserta. Jika ada instansi yang bertindak
PTPK.
Berada dalam bentuk suap (bribery), yakni dimana prakarsa dating dari pengusaha
atau warga yang membutuhkan jasa dari birokrat atau petugas pelayanan publik
dimana prakarsa untuk meminta balas jasa dating dari birokrat atau petugas
Jaring-jaring korupsi (cabal) antar birokrat, politisi, aparat penegakan hokum, dan
korupsi dalam bentuk ini biasanya terdapat ikatan-ikatan yang nepotism antara
nasional.
Korupsi dalam model ini berlangsung dalam ruang lingkup internasional dimana
kedudukan aparat penegak hokum dalam model korupsi lapis kedua digantikan
Nomor 20 Tahun 2001. Ada 30 delik tindak pidana korupsi yang dikategorikan
dalam jabatan, kecurangan, benturan kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa,
serta gratifikasi.
Ketika perilaku konsumtif masyarakat serta sistem politik yang masih bertujuan
pada materi, maka hal tersebut dapat meningkatkan terjadinya permainan uang dan
merupakan penyebab korupsi. Korupsi tidak akan pernah putus terjadi apabila tidak
Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri seseorang.
Salah satu penyebab korupsi di Indonesia adalah masih bertahannya sikap primitif
terhadap praktik korupsi karena belum ada kejelasan mengenai batasan bagi istilah
Kualitas moral dan integritas individu berperan penting dalam penyebab korupsi
di Indonesia dari faktor internal. Adanya sifat serakah dalam diri manusia dan
himpitan ekonomi serta self esteem yang rendah dapat membuat seseorang
Menurut bidang psikologi, terdapat dua teori yang MENJADI penyebab korupsi
Teori medan adalah perilaku manusia penyebab korupsi di Indonesia hasil dari
(environment) atau dengan kata lain lapangan kehidupan seseorang terdiri dari
bahwa perilaku korupsi dapat dianalisis maupun diprediksi memiliki dua opsi
Teori penyebab korupsi di Indonesia yang kedua adalah teori big five
conscientiousness.
d. Openness to Experience (Terbuka terhadap Hal-hal baru)
Sifat kebalikan dari “Openness to Experience” ini adalah individu yang cenderung
konvensional dan nyaman terhadap hal-hal yang telah ada serta akan
dalam mengambil sebuah keputusan, mereka juga memiliki disiplin diri yang
tinggi dan dapat dipercaya. Karakteristik Positif pada dimensi adalah dapat
bertanggung jawab, terburu-buru, tidak teratur dan kurang dapat diandalkan dalam
f. Extraversion (Ekstraversi)
dan tegas.
Sebaliknya, Individu yang Introversion (Kebalikan dari Extraversion) adalah
Individu yang berdimensi Agreableness ini cenderung lebih patuh dengan individu
h. Neuroticism (Neurotisme)
dalam menahan tekanan atau stress. Karakteristik Positif dari Neuroticism disebut
yang stabil cenderang Tenang saat menghadapi masalah, percaya diri, memiliki
mudah gugup, depresi, tidak percaya diri dan mudah berubah pikiran. Oleh karena
merupakan sisi negatif ini sering disebut juga dengan dimensi Emotional Stability
(Stabilitas Emosional) sebagai sisi positifnya, ada juga yang menyebut Dimensi
Aspek Perilaku
rakus. Korupsi yang dilakukan bukan karena kebutuhan primer atau kebutuhan
pangan. Pelakunya adalah orang yang berkecukupan, tetapi memiliki sifat
tindak korupsi berasal dari dalam diri sendiri yaitu sifat tamak/rakus.
kurang kuat. Orang yang moralnya kurang kuat mudah tergoda untuk
sekelilingnya, seperti atasan, rekan kerja, bawahan, atau pihak lain yang
memberi kesempatan.
Aspek Sosial
seseorang.
Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri seseorang. Faktor
Politik
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang masih sangat tinggi dan tidak
bahwa korupsi merupakan suatu hal yang sudah biasa terjadi. Penyebab
Sosial
budaya dari pejabat lokal dan adanya tradisi memberi yang disalahgunakan
Aspek sikap masyarakat yang menjadi penyebab korupsi di Indonesia ini jarang
demi menjaga nama baik organisasi. Demikianlah tindak korupsi dalam sebuah
organisasi sering kali ditutup-tutupi. Akibat sikap tertutup ini, tindak korupsi
tindak korupsi adalah negara. Padahal justru pada akhirnya kerugian terbesar
menjadi terbatas.
jawab pemerintah.
5. Penyebab Korupsi dari Faktor Politik
Politik uang (money politics) pada Pemilihan Umum adalah contoh tindak
korupsi, yaitu seseorang atau golongan tertentu membeli suatu atau menyuap para
politik uang sebagai use of money and material benefits in the pursuit of political
pengaruh politik). Ini penyebab korupsi di Indonesia yang sudah sering terjadi.
membuka peluang bagi seseorang untuk korupsi. Pendapatan yang tidak dapat
memenuhi kebutuhan atau saat sedang terdesak masalah ekonomi membuka ruang
bagi seseorang untuk melakukan jalan pintas, dan salah satunya adalah dengan
dalam arti yang luas adalah yang dimaksud, termasuk sistem pengorganisasian
lingkungan masyarakat. Organisasi biasanya memberi andil pada praktik
Accountability
pelanggaran norma-norma.
kecurangan.
korupsi)
Teori willingness and Opportunity to Corrupt
sejak revolusi nasional, dan melemahnya batas milik negara dan milik
pribadi; (2) Fokus budaya bergeser, nilai utama orientasi social beralih
menjadi orientasi harta, kaya tanpa harta (sugih tanpo bondho) menjadi
6. Menurut Luhut M.
terjadi pada hampir semua penegak hukum, bukan karena moral yang
hukum itu sendiri. Akibatnya, menerima uang secara tidak halal, menurut
persepsi mereka, bukanlah sesuatu yang aneh lagi, akan tetapi menjadi
hal faktor penyebab yang dapat dikemukakan dari perilaku koruptif dari
para penegak hukum yaitu : (1) Kesejahteraan atau gaji rendah, akan tetapi
pada masa Orde Baru; (4) Tidak adanya standar profesi bagi advokat
(Luhut, 2002).
Jangan sebut korupsi sebagai budaya karena budaya bangsa ini terlalu mahal
untuk dikonotasikan dengan istilah korup. Tapi faktanya, korupsi memang menjadi
penyakit yang seolah telah membudaya di negeri ini. Tidak hanya di pemerintahan,
tapi juga di berbagai aspek kehidupan kita, korupsi seolah menjadi bagian negatif
yang tak bisa ditinggalkan dalam sistem birokrasi. Korupsi disebabkan karena adanya
kesempatan berkaitan dengan sistem. Trend usia Koruptor semakin lama semakin
muda, mulai mengarah ke usia di bawah 40 tahun. Uniknya lagi, tindakan korupsi
upaya korup. Hal ini menjadi keprihatinan bersama rakyat Indonesia. Busro
korupsi. Tanpa kita sadari, keluarga menjadi salah satu pemicu seseorang untuk
melakukan tindakan korupsi karena pola hidup boros dan konsumtif yang dibina dari
keluarga. Oleh karena itu, pendidikan anti-korupsi dan penanaman hidup sederhana
dalam keluarga menjadi hal yang paling utama dan menjadi salah satu fokus utama
KPK saat ini. Memang perlu adanya pendidikan anti-korupsi di tingkat keluarga.
menjadi faktor utama tindakan seseorang di masa depan. Ikatan antara suami-istri, 10
orangtua-anak, maupun antartetangga menjadi sesuatu yang potensial untuk
yang sangat kuat menjadi tempat yang tepat untuk program pencegahan korupsi
berbasis budaya lokal. Terlebih lagi mengingat budaya yang kental akan nilai-nilai
kejujuran dan berbudi luhur masih terwariskan dengan baik di Indonesia. Tentu upaya
ini tidak akan maksimal jika hanya lembaga tertentu yang bergerak, misalnya KPK
hanya bekerja sendiri. Oleh karena itu dengan mengajak berbagai komponen
tujuan-tujuan dari pendidikan anti-korupsi agar menjadi budaya yang baik, yaitu
dengan:
sulit untuk memahami, untuk itu perlu ‘diterjemahkan’ ke dalam bahasa sehari-
akan terbiasa mengingat, namun jika yang sama diulang lebih dari tiga kali,
seseorang akan merasa jenuh dan merasa kehilangan hak untuk membuat pilihan
bebas. Jadi tidak ada salahnya mengubah bentuk penyediaan informasi dengan
c. Budaya membujuk diri sendiri untuk bersikap kritis Sikap kritis menjadi sangat
korupsi sehingga dimasa yang akan datang akan tercipta Indonesia yang 11 bebas dari
budaya korupsi. Harapan awal tentunya ini akan berdampak langsung pada semua
elemen pendidikan, seperti dosen, kepala sekolah, guru, karyawan, dan pelajar.
akan merembes ke semua aspek kehidupan bangsa demi mewujudkan Indonesia yang
untuk hidup bersama secara damai dan harmonis. Karenanya, mereka cenderung
menghindari konflik agar harmonisasi dalam masyarakat terjadi. Setiap kegiatan yang
untuk dikenai sanksi sosial. Dalam konstruksi tersebut, masyarakat cenderung „diam‟
ketika ada hal-hal yang mungkin tidak disepakatinya. Alasan utama mengedepankan
pelanggaran hukum seperti korupsi. Misalnya, ketika ada kolega atau tetangga yang
memiliki sikap untuk memperkatakan hal-hal yang tidak enak secara tidak langsung.
tinggi dan bernilai positif. Terhadap yang tidak disukainya, orang Jawa akan
kekecewaan tersebut, kecuali pada keluarga inti. Belum lagi, berbagai kendala
akan menyentuh berbagai kondisi mentalitas, moralitas dan alam pikiran yang
melingkupi berbagai peristiwa korupsi begitu mudah terjadi di Indonesia, serta begitu
problema yuridis semata, dan hanya bisa didekati dengan pendekatan hukum. Korupsi
itu sesungguhnya terkait juga dengan suatu perilaku yang didorong oleh mentalitas
kebudayaan dan alam pikiran yang menjadikan “harta‟ dan “tahta‟ sebagai hal yang
utama, yakni sebagai alat untuk memperkaya diri bukan untuk pengabdian kepada
berkah bagi kehidupannya. Kekuasaan tidak lagi menjadi amanah yang suatu saat
kepemilikan “harta‟ daripada hasrat menyalurkan manfaat bagi publik yang lebih
luas. Melalui penelitian ini, berbagai hasrat (desire) yang berpotensi melahirkan
Dalam jangka panjang, disusun sebuah model strategi kebudayaan dalam rangka
membangun peradaban bangsa yang lebih baik, termasuk di dalamnya adalah soal
dalam setiap soal, kebudayaan menampakkan diri sebagai faktor yang tidak dapat
dielakkan, yang mau tidak mau harus diperhatikan agar setiap usaha (merancang
masa depan) tidak menjadi gagal. Dari dalam kebudayaan orang menggali motif dan
korupsi dan kemacetan. Artinya, bisa saja terjadi berbagai program pembangunan
Harrison and Samuel P. Hutington (2000) dalam Culture Matter: How Values Shape
Human Progress mengatakan bahwa nilai dalam setiap budaya memiliki andil yang
sikap, kepercayaan, orientasi, dan praduga mendasar yang lazim di antara orang-
orang dalam suatu masyarakat. Mereka memberi contoh dua Negara Ghana dan
Korea Selatan yang pada tahun 1960-an awal menyebutkan betapa miripnya ekonomi
keduanya. Mereka memiliki Produk Domestik Bruto per kapita (PDB) yang setara,
porsi ekonomi mereka yang serupa di antara produk manufacturing dan jasa primer,
serta berlimpahnya ekspor produk primer. Pada`tahun yang sama keduanya menerima
bantuan ekonomi dalam jumlah yang seimbang. 30 tahun kemudian, Korea Selatan
menjadi raksasa industrim dengan ekonomi terbesar ke-14 di dunia, sementara Ghana
tidak ada perubahan sama sekali, bahkan PDB-nya seperlimabelas dari Korea Selatan.
bahwa tidak diragukan lagi ternyata budaya memainkan peran besar dalam
hemat, investasi, kerja keras, pendidikan, organisasi, dan disiplin, sebaliknya Ghana
mempunyai nilai yang berbeda yang justru menghambat terjadinya kemajuan bagi
negara tersebut. Dalam konteks ini, strategi kebudayaan bisa dilakukan melalui dua
prinsip nilai yang hendak dicapai, sedangkan rekayasa kebudayaan adalah melalui
cara mendorong orang agar berbuat sesuai dengan prinsip nilai yang ditetapkan. Yang
menjadi persoalan, mana yang harus didahulukan, mana yang belakangan, namun
mendorong orang berbuat positif bukankah lebih baik dari pada memaksa orang
teknologisasi kebudayaan. Dalam masyarakat yang serba permisif dan tidak memiliki
semangat untuk hidup dalam tertib sosial, dibutuhkan kelompok penekan yang
Foucault dalam Dicipline and Punish (1975) mengatakan bahwa melalui pemaksaan
diri, sebuah kekuasaan dapat mengontrol orang yang dikuasainya agar kian mudah
normal, masyarakat yang sejak awal memiliki kesadaran tentang pentingnya aturan
main itu. Masyarakat yang sudah terbiasa hidup dalam tertib sosial, bergerak
Penjelasan di atas cukup penting dalam rangka meletakkan korupsi dalam konteks
kebudayaan. Artinya, diperlukan juga suatu kajian terhadap sistem nilai yang disadari
atau tidak dapat berpotensi membuat korupsi selalu terjadi. Pemberantasan korupsi
sekaligus, yakni memaksa orang untuk taat asas pengelolaan kekuasaan, dan
mendorong orang untuk menjadi baik dan bijak dalam pengelolaan kekuasaan agar
Menurut Friedman, budaya hukum menunjuk pada dua hal yaitu : (1) unsur adat
istiadat yang organis berkaitan dengan kebudayaan secara menyeluruh; dan (2) unsur
nilai dan sikap social. Lebih lanjut dikatakan bahwa sistem hukum yang terdiri dari
struktur dan subtansi, bukanlah merupakan mesin yang bekerja. Apabila kedua unsur
itu berfungsi dalam masukan dan keluaran proses hukum, maka kekuatan-kekuatan
variable tersendiri yang disebut budaya hukum. Variabel itu berproses bersamaan
dengan kebudayaan sebagai suatu variasi, yang kemungkinan variabel tersebut
Friedman melihat bahwa hukum itu tidak layak hanya dibicarakan dari segi
struktur dan substansinya saja, melainkan juga dari segi unsur tuntutan-tuntutan
tersebut merupakan kekuatan social (social forces) yang tercermin dalam sikap dan
nilai yang ada di masyarakat. Unsur kekuatan social tersebut disebut oleh Friedman
dari masyarakat atau para pemakai jasa hukum dan menghendaki suatu penyelesaian
atau pemilihan cara penyelesaian dari alternatif penyelesaian. Pemilihan tersebut akan
didasarkan pada pengaruh factor orientasi, pandangan, perasaan, sikap dan perilaku
pendapat orang tentang hukum. Jika ia memilih pengadilan, hal tersebut disebabkan
Jika konsep budaya hukum ini dipergunakan untuk melihat penanganan korupsi,
maka akan Nampak bahwa makna korupsi itu sendiri akan sangat ditentukan oleh
nilai-nilai yang ada dibalik korupsi itu sendiri. Dari berbagai pengertian korupsi yang
yang bertentangan dengan nilai dan norma kejujuran, social, agama, dan hukum.
Namun demikian munculnya korupsi itu sendiri sangat dipengaruhi oleh tuntutan
kebutuhan individual maupun kelompok serta didukung oleh lingkungan social-
budaya yang mewarisi tradisi korup. Di samping itu budaya hukum elit penguasa
tidak menghargai kedaulatan hukum, akan tetapi lebih mementingkan status social,
ekonomi, dan politik para koruptor. Budaya hukum internal penegakan hukum sendiri
tidaklah sekedar persoalan hukum semata. Ada banyak faktor yang terlibat dan
membentuk perilaku mengapa muncul perilaku korup. Selain karena ada faktor
keserakahan penguasaan harta benda, juga terkait dengan problema kebudayaan yang
diperparah dengan perilaku banalitas korupsi; dimana korupsi tidak lagi dilakukan
ada tren baru dalam perilaku korupsi, bahwa kejahatan akan menjadi lebih aman jika
Sebagian besar kasus korupsi, baik melalui mekanisme mark up, pembelian dan
kegiatan fiktif tidak mungkin dilakukan perorangan, melainkan sistemik direncanakan
korupsi dalam kenyataannya tidaklah surut, justru kian masif dan mengalami proses
modifikasi secara ekstrem (FGD dengan dosen 24 April 2014 dan mahasiswa, 16 Mei
2014). Hal tersebut ditandai dengan kian banyaknya kasus-kasus korupsi yang
banyak kasus korupsi diungkapkan, di satu sisi merupakan prestasi bagi KPK dan
pemerintahan yang bersih. Realitas ini seolah mengindikasikan bahwa kian ketatnya
pengawasan, tetap saja bisa dilakukan upaya menyiasatinya, sehingga korupsi sulit
dibuktikan.
korup yang dilakukan oleh aparatur negara, tidak hanya dilakukan oleh pihak internal
maupun eksternal, melainkan juga perlu dilakukan oleh masyarakat luas. Masyarakat
perlu mendapatkan pendidikan anti korupsi yang baik agar mereka mendapatkan
informasi yang benar terkait dengan apa dan bagaimana korupsi bisa terjadi, serta apa
yang harus mereka lakukan ketika mencurigai atau menemukan fakta terjadinya
Pendidikan anti korupsi dalam konteks ini meliputi internalisasi ke dalam mata
pelajaran atau kuliah untuk siswa/mahasiswa dan internalisasi dalam dunia kehidupan
adalah kekuatan di luar negara yang dapat berfungsi efektif mengontrol perilaku
memiliki informasi yang baik terhadap profil setiap orang yang menjadi birokrat
pengelola pemerintahan. Profil itulah yang dapat dijadikan informasi terkait dengan
sepak terjang birokrat dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan anti korupsi bukanlah
terhadap kepemilikan publik (kekayaan negara sebagai milik bersama). Ada tiga (3)
hal upaya yang dilakukan dalam rangka keberhasilan menciptakan masyarakat anti
dianggap representatif dalam rangka menciptakan masyarakat anti korupsi. Hal ini
Pendidikan anti korupsi dianggap menjadi salah satu strategi kebudayaan dalam
gerakan anti korupsi dan mencetak generasi yang jujur dan profesional. Di setiap
peradaban bangsa. Strategi kebudayaan harus dipahami sebagai suatu siasat yang
mentalitas dan perilaku sosial masyarakat yang diharapkan sesuai dengan sistem nilai
yang paling penting dalam rangka membangun masa depan masyarakat yang anti
korupsi. Pembiasaan dan penciptaan perilaku peserta didik yang sejak awal
terinternalisasi nilai-nilai yang anti perilaku koruptif, nepotif, dan kolutif, diarahkan
pada pola pembiasaan yang berlanjut ketika mereka menjadi bagian penting dalam
sehingga ketika saat menjadi pemimpin dan bekerja di birokrasi pemerintahan atau
yang lainnya mampu menciptakan good governance yang transparan dan jujur.
Mengubah mentalitas memang bukanlah hal mudah. Meski hal itu bukanlah tidak
yang efektif mengubah karakter. Dalam perspektif peneliti, hal tersebut hanya
mungkin dilakukan melalui dua jalan, sebagaimana disebutkan di atas, yakni strategi
Mengubah perilaku yang sudah melembaga membutuhkan kerja serius dari semua
pihak. Salah satu yang paling efektif adalah melalui pendidikan. Mengapa
Penanaman nilai-nilai anti korupsi menjadi bagian integral dari penanaman nilai
sarana efektif dalam rangka membentuk perilaku atau kebiasaan anak didik yang
terjadi proses pewarisan nilai dari generasi satu ke generasi lainnya. Nilai yang
Karenanya, proses pendidikan sangat efektif dijadikan sebagai tempat dimana nilai-
Strategi kebudayaan ini menginisiasikan dua kegiatan yang bertumpu pada dua
gejala-gejala anomali, terkait dengan praktik hidup seorang individu yang menjadi
mendorong masyarakat untuk hidup tertib sosial secara baik. Keduanya hanya
berbeda dalam tindakan praksis, karena yang pertama lebih bersifat sebagai strategi
Pada masyarakat yang masih serba permisif dan longgar terhadap berbagai
pelanggaran hukum atau norma, maka strategi memaksa menjadi suatu pilihan logis,
model pada lingkungan sekolah atau lingkungan masyarakat suatu RT/RW sebagai
tersebut berdasar dari adanya temuan penting dalam penelitian tahun pertama: 1) kian
pemberantasan korupsi.
kepatuhan publik kepada moralitas publik. Mengacu pada konsep strategi kebudayaan
Van Peursen (1988: 9-15) dan Koentjaraningrat (1994: 52) yang secara jelas
dari masih belum selesainya proses perkembangan pemikiran umat manusia. Kedua
pemikir kebudayaan tersebut secara eksplisit menyebutkan bahwa jika kita percaya
bahwa proses berpikir umat manusia itu berkembang dari yang sederhana (mistik) ke
yang lebih kompleks (fungsional logis), diperlukan berbagai proses belajar yang terus
menerus dari masyarakat tersebut untuk setia dan tunduk pada proses berpikir yang
berpijak pada kebenaran ilmu pengetahuan. Artinya, kebiasaan yang hidup dan
secara keilmuan.
sebagai strategi memaksa seseorang atau sekelompok orang mengikuti aturan dalam
suatu ikatan moral kelompok, setidaknya dapat dilakukan melalui beberapa cara,
pakta integritas anti korupsi setiap pengelola kekuasaan yang memiliki kewenangan
kriteria etika, moral, dan integritas. Teknologisasi kebudayaan itu sifatnya adalah
mereka. Hal yang paling sederhana dalam konsep teknologisasi kebudayaan adalah
„pembatasan ruang gerak‟ bagi setiap penyelenggara negara dalam akses kepemilikan
harta benda. Bukan berarti tidak boleh memiliki harta benda, melainkan membatasi
kepemilikan, terutama yang bersumber dari kekayaan negara. Setiap PNS wajib
asal usul harta kekayaan itu diperoleh. Sistem pelaporan harus disertai dengan
verifikasi di lapangan secara terbuka oleh publik. Hal ini agar publik juga mengetahui
harta kepemilikannya secara transparan. Selama ini memang ada kewajiban pelaporan
harta kekayaan, tetapi hampir tidak pernah diverifikasi di lapangan. Kalaupun ada
verifikasi, dalam banyak hal lebih dilakukan ketika ada proses-proses politik semata.
Sedangkan yang kedua adalah rekayasa budaya sebagai strategi mendorong
seseorang atau sekelompok orang agar berkehidupan sesuai dengan ikatan moral
kelompok, dapat dilakukan melalui: 1) civic education terkait dengan korupsi dan
persoalan korupsi; 3) pembiasaan dan penciptaan perilaku anti korupsi sejak dini,
manusia yang memiliki integritas sebagai pribadi maupun integritas sebagai warga
negara.
Hal ini karena meminjam terminologi Aristoteles, sebagaimana dikutip oleh Yudi
Latif (2013), kebaikan manusia sebagai manusia tidak selamanya beriringan dengan
menjadi salah satu pilar dalam membangun masyarakat yang memiliki civic virtue
atau keutamaan hidup sebagai warga sipil, yakni memiliki tanggungjawab moral dan
diletakkan sebagai rekayasa kebudayaan, karena hasilnya baru dapat dilihat pada
masa depan. Rekayasa kebudayaan tidak lain adalah suatu proses pembentukan
generasi masa depan yang memiliki nilai karakter yang baik dan anti korupsi.
Pembentukan nilai-nilai karakter, tidaklah cukup dilakukan satu atau dua tahun,
apalagi hanya satu atau dua mata kuliah dalam sistem pembelajaran, melainkan suatu
Sebagaimana ditulis oleh Durkheim (1964) dan Neil Postman (1999) bahwa
pendidikan dasar, terutama untuk anak usia pra-konvensional (usia 6-16 tahun) lebih
Dasar kepribadian menjadi penting dan utama dalam rangka menciptakan generasi
yang berkarakter utama. Tidak berlebihan jika disebutkan bahwa pendidikan dasar
merupakan penjaga gawang bagi kepribadian bangsa. Ketika pendidikan dasar gagal
depan terbentuk generasi yang bisa jadi cerdas dalam penguasaan ilmu-ilmu
hampir tidak ada institusi formal yang dapat diandalkan dalam pembentukan karakter,
diarahkan pada terjadinya pembentukan dan perubahan perilaku siswa didik menjadi
lebih baik (Durkheim, 1974). Sebagai peristiwa kebudayaan, maka melawan korupsi
yang sudah melembaga dan membudaya harus dengan budaya yang anti korupsi
(Wirawan, 2013).
Selain melalui rekayasa kebudayaan tersebut diatas, memang harus ada
kognisi, sebagai perilaku maupun sebagai artefak kebudayaan agar mengarah pada
masyarakat agar terbangun masyarakat dengan keutamaan nilai anti korupsi. Cara ini
keteladanan moral dari elit politik. Ketiga, melalui penciptaan artefak kebudayaan
satu pintu atau satu atap dalam urusan pelayanan publik serta pelaporan kekayaan
DAMPAK KORUPSI
a. Bidang Demokrasi
politik, itu merusak demokrasi dan good governance (pemerintahan yang baik)
pelayanan sipil.
Secara umum, korupsi mengikis kapasitas kelembagaan pemerintah, karena
mengangkat posisi bukan karena prestasi. Pada saat yang sama, korupsi
b. Bidang Ekonomi
negosiasi dengan pejabat korup, dan resiko pembatalan perjanjian atau untuk
penyelidikan.
aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi yang menyebabkan biaya
ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah bentuk korupsi yang
negara ( maka ejekan mereka sering benar bahwa dictator Afrika yang
memiliki rekening bank Swiss). Berbeda sekali dengan dictator Asia seperti
Suharto, yang sering mengambilm sepotong dari semua itu (meminta suap),
jumlah hutang luar negeri mereka sendiri. ( Hasilnya, dalam hal pengembangan
telah dimodelkan dalam teori ekonomi oleh Mancur Olson. Dalam kasus
Afrika, salah satu faktornya adalah ketidakstabilan politik, dan juga kenyataan
bahwa pemerintahan baru sering mengeyel aset pemerintah lama yang sering
didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk
Korupsi politik di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga.
1. Strategi Preventif
korupsi.
2. STrategi deduktif
3. Strategi Represif
untuk memberikan sanksi hokum yang setimpal secara cepat dan tepat
secara integritas.
Kesimpulan
berikut:
pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia dapat dilakukan melalui beberapa cara,
baik terkait peran serta masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
korupsi. Bentuk pencegahan tindak pidana korupsi oleh masyarakat yang dapat dilakukan
antara lain melalui perilaku jujur, tidak menyuap dalam pengurusan yang berkaitan
dengan pelayanan oleh birokrasi seperti pengurusan sim, pengurusan ktp, pembayaran
pidana korupsi hal yang paling efektif dapat dilakukan adalah dengan melaporkan setiap
Kedua, bahwa peran serta masyarakat dalam menumbuhkan budaya anti korupsi di
Indonesia antara lain dapat dilakukan dengan menumbuh kembangkan budaya anti
korupsi sejak dini baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, kampus, serta dalam
lingkungan kerja dengan membiasakan diri melakukan hal yang jujur. Peran serta
tersebut dapat dilakukan oleh masing-masing individu, sesuai dengan lingkup kegiatan
baik sebagai individu di lingkungan keluarga, sekolah, kampus dan juga dalam
lingkungan pekerjaan. Apabila hal tersebut dilakukan secara konsisten, maka akan
menjadi langkah yang sangat penting dalam mewujudkan pencegahan korupsi di masa
yang akan datang. Adapun cara yang dapat dilakukan adalah dengan senantiasa
menanamkan sifat-sifat terpuji yang akan menjadi karakter dalam diri. Mengingat bahwa
upaya menumbuh kembangkan budaya korupsi bukanlah hal yang dapat dilakukan