Di susun oleh:
Andi Muhammad Fadhil Mahfud 221360007
Ardi Arya Saputra 221360029
Muhammad Aksan Saleh P 221360014
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAREPARE
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena telah
memberikan kekuatan dan kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai tepat
pada waktunya. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah tentang Tindak Pidana Korupsi dan Permasalahan
Dalam Penanggulangannya. .Kami sadar makalah ini belum sempurna dan
memerlukan berbagai perbaikan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
sangat dibutuhkan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca
BAB 1
PENDAHULUAN
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau
berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan
kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang dan prostitusi, korupsi itu
sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan
membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan
kriminalitas kejahatan. Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada
perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan
Partai Politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di
tempat lain.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB 2
PEMBAHASAN
Persoalan korupsi yang timbul di negara ini serta dampaknya
Kwik Kian Gie, Ketua Bappenas, menyebut lebih dari 300 Triliun dana dari
penggelapan pajak, kebocoran APBN, maupun penggelapan hasil sumber daya
alam, menguap ke kantong para koruptor. Korupsi bisa diiringi dengan kolusi,
membuat keputusan yang diambil oleh pejabat Negara menjadi titik optimal.
Heboh privatisasi sejumlah BUMN, lahirnya perundang-undangan aneh
semacam UU energi, juga RUU SDA, import gula dan beras dan sebagainya
dituding banyak pihak kebijakan yang sangat kolutif karena di belakangnya ada
motivasi korupsi. Bentuk korupsi terhadap uang Negara tidak hanya terhadap
utang luar Negeri. Namun, juga utang domestik dalam bentuk obligasi rekap
bank-bank sebesar 650 Triliun. Skandal BLBI yang tak kunjung usai setidaknya
menunjukkan terjadinya korupsi tingkat tinggi di kalangan pejabat keuangan,
konglomerat serta banker.
Kasus yang masih belum cukup lama adalah skandal Bank Century pun telah
menyebabkan uang lenyap, namun pelakunya tak ada yang ditangkap. Kasus
korupsi BNI dengan nilai 1,7 Triliun yang ternyata kemudian juga diikuti
dengan Bank plat merah yaitu BRI dalam kasus jual-beli quota haji di wilayah
kewenangan Kementerian Agama dan kasus “tarif” untuk calon legislatif untuk
nomor-nomor jadi yang bernilai hingga ratusan juta rupiah. Tidak hanya itu,
korupsi pun terjadi di daerah-daerah setingkat provinsi dan kota. Dalam harian
Jurnal Bogor memberitakan bahwa sekitar 90 persen bantuan sosial (bansos)
dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat dipastikan diselewengkan.
Menurut Kepala Kejaksaan tinggi (Kejati) Drs. H.M. Amari, SH. MH, dari total
dana yang disalurkan ke semua daerah di Jabar termasuk Bogor itu, hanya 10%
saja yang sampai ke masyarakat. Sementara yang 90% nya tidak tersalurkan
oleh penerima bansos, seperti pengurus politik, yayasan, panitia
pembangunan rumah ibadah dan lembaga pendidikan
Salah satu efek negatif yang paling berbahaya dari korupsi pada jangka
panjang adalah rusaknya generasi muda. Dalam masyarakat yang korupsi telah
menjadi makanan sehari-hari, anak tumbuh dengan pribadi antisosial,
selanjutnya generasi muda akan menganggap bahwa korupsi sebagai hal biasa
(atau bahkan budaya), sehingga perkembangan pribadinya menjadi terbiasa
dengan sifat tidak jujur dan tidak bertanggung jawab. Jika generasi muda suatu
bangsa keadaannya seperti itu, bisa dibayangkan betapa suramnya masa
depan bangsa tersebut.
3. Bahaya Korupsi terhadap Politik
1. Hambatan Struktural
Hambatan yang bersumber dari praktik-praktik penyelenggaraan negara dan
pemerintahan yang membuat penanganan tindak pidana korupsi tidak
berjalan sebagaimana mestinya. Yang termasuk dalam kelompok ini di
antaranya: egoisme sektoral dan institusional yang menjurus pada pengajuan
dana sebanyak-banyaknya untuk sektor dan instansinya tanpa memperhatikan
kebutuhan nasional secara keseluruhan serta berupaya menutup-nutupi
penyimpangan-penyimpangan yang terdapat di sektor dan instansi yang
bersangkutan; belum berfungsinya fungsi pengawasan secara efektif;
lemahnya koordinasi antara aparat pengawasan dan aparat penegak hukum;
serta lemahnya sistem pengendalian intern yang memiliki korelasi positif
dengan berbagai penyimpangan dan inefesiensi dalam pengelolaan kekayaan
negara dan rendahnya kualitas pelayanan publik.
2.Hambatan Kultural
4.Hambatan Manajemen
BAB 3
PENUTUP