Di susun oleh:
Kelompok 4
T.A 2023/2024
Kata Pengantar:
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Korupsi sudah sering kita dengar saat ini, baik di media masa maupun media elektronik. Korupsi
berada di sekitar kita, bahkan mungkin kita tidak menyadarinya. Korupsi bisa terjadi mulai dari
hal yang sangat kecil dan sepele sampai dengan hal yang besar. Korupsi juga bisa terjadi di
rumah, di sekolah, di masyarakat, maupun di insatansi tertinggi serta dalam pemerintahan.
Mereka yang melakukan korupsi terkadang mengangap remeh hal yang dilakukan itu. Hal ini
sangat menghawatirkan, sebab bagaimana pun, apabila suatu organisasi dibangun dari korupsi
akan dapat merusaknya.
Maraknya praktek korupsi di Indonesia tampaknya sudah sangat parah. Korupsi terlanjur kuat,
tak terkendali, dan menjadi sistem tersendiri yang mengakar di Indonesia. Orang yang awalnya
baik, dapat dengan mudah berubah menjadi korup. Hal ini menyebabkan kepercayaan publik
terhadap instansi pemerintah menurun drastis.
Celah hukum dan pengawasan yang lemah sering dianggap sebagai penyebab utama terjadinya
korupsi. Namun demikian sebenarnya sikap individu dan masyarakat yang menganggap remeh
praktek korupsi merupakan pendorong yang sangat kuat untuk melakukan tindakan korupsi.
Sering kali oknum pejabat mau menerima pemberian dari orang lain berupa makanan atau oleh-
oleh. Memang hal itu sangatlah sepele, namun apabila dibiarkan dan diremehkan secara terus
menerus, nantinya pemberian tersebut berubah menjadi parcel, uang saku, atau lebih besar lagi
dan jadilah tindakan penyuapan. Kebiasaan-kebiasaan seperti inilah yang menyebabkan tindakan
korupsi tumbuh subur di Indonesia.
A. Tujuan
1. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari tindakan korupsi dari aspek ekonomi.
2. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari tindakan korupsi dari aspek sosial.
3. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari tindakan korupsi dari aspek politik
BAB II
PEMBAHASAN
Di Indonesia, korupsi memiliki dampak yang merugikan dalam berbagai bidang. Selain merusak
perekonomian, korupsi juga menghambat pembangunan infrastruktur, merugikan pelayanan
publik, serta menciptakan pelanggaran terhadap HAM. Untuk mengatasi masalah ini, upaya
pencegahan harus dilakukan dan tindakan hukum terhadap koruptor harus ditegakkan dengan
tegas.
d. Korupsi menjadi bagian dari welfare cost memperbesar biaya produksi, dan selanjutnya
memperbesar biaya yang harus dibayar oleh konsumen dan masyarakat (dalam kasus pajak),
sehingga secara keseluruhan berakibat pada kesejahteraan masyarakat yang turun.
f. Korupsi mengurangi legitimasi dari peran pasar pada perekonomian, dan juga proses
demokrasi. Kasus seperti ini sangat terlihat pada negara yang sedang mengalami masa transisi,
baik dari tipe perekonomian yang sentralistik ke perekonomian yang lebih terbuka atau
pemerintahan otoriter ke pemerintahan yang lebih demokratis, sebagaimana terjadi dalam kasus
Indonesia.
g. Korupsi memperbesar angka kemiskinan. Ini sangat wajar, selain dikarenakan program-
program pemerintah sebagaimana disebut di atas tidak mencapai sasaran, korupsi juga
mengurangi potensi pendapatan yang mungkin diterima oleh si miskin. MenurutTanzi (2002),
perusahaan-perusahaan kecil adalah pihak yang paling sering menjadi sasaran korupsi dalam
bentuk pungutan tak resmi (pungutan liar). Bahkan, pungutan tak resmi ini bisa mencapai hampir
dua puluh persen dari total biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan ini amat
mengkhawatirkan, dikarenakan pada negara negara berkembang seperti Indonesia, perusahaan
kecil (UKM adalah mesin pertumbuhan karena perannya yang banyak menyerap tenaga kerja).
Beberapa tahun terakhir, banyak dilakukan penelitian dengan menggunakan angka indeks
korupsi untuk melihat hasilnya pada variabel-variabel ekonomi yang lain. Beberapa hasil
penelitian tersebut adalah:
a. Korupsi Mengurangi Nilai Investasi
Korupsi membuat sejumlah investor kurang percaya untuk menanamkan modalnya di Indonesia
dan lebih memilih menginvestasikannya ke negara-negara yang lebih aman seperti Cina dan
India. Sebagai konsekuensinya, mengurangi pencapaian actual growth dari nilai potential growth
yang lebih tinggi. Berkurangnya nilai investasi ini diduga berasal dari tingginya biaya yang harus
dikeluarkan dari yang seharusnya. Hal ini berdampak pada menurunnya growth yang dicapai.
Korupsi mengurangi pengeluaran untuk biaya operasi dan perawatan dari infrastruktur
Korupsi menurunkan produktivitas dari investasi publik dan infrastruktur suatu negara.
Dalam konteks sosial, dampak korupsi menimbulkan problem yang besar. Deviasi
pembangunan fasilitas yang berkaitan dengan pelayanan pendidikan dan kesehatan menyebabkan
masyarakat rentan terhadap berbagai penyakit dan menurunkan tingkat kompetensinya.
Masyarakat juga menjadi kian permisif pada tindak korupsi. Korupsi dianggap sebagai suatu
kelaziman dan bahkan menjadi pelumas bagi proses ekonomi dan politik.
Sikap dan perilaku kolusif dan koruptif itu pada akhirnya akan meniadakan etos kompetisi secara
sehat. Memperkuat anggapan bahwa siapa yang berkuasa dan mempunyai uang bisa mengatur
segalanya, kesenjangan antarkelompok sosial kian melebar sehingga menciptakan kerawanan
sosial.
Kekuasaan politik di Indonesia tidak terpusat pada satu tangan melainkan dibagi ke tiga lembaga
negara yang independen dan dalam tingkat yang sejajar yaitu Eksekutif, Legislatif, dan
Yudikatif. Kekuasaan yang tidak terpusat bertujuan agar terdapat sistem saling kontrol dan tidak
ada pihak yang mendominasi di antara pemegang kekuasaan. Penyalahgunaan kekuasaan, yang
menjadi salah satu pangkal dari korupsi, akan dapat segera terlihat dan bisa diminimalisir.
Isu korupsi sering bersifat personal karena pertanggungjawabannya bersifat personal (personal
liability), tapi dampaknya bisa organisasional, bahkan sosial. Organisasional kalau korupsi
berdampak pada kinerja lembaga (tempat oknum ada/bekerja). Sosial kalau dampaknya meluas
kepada masyarakat.
Dampak sosial sering implisit, ketimbang dampak organisasional, yang nyata dan eksplisit.
Kasus tipikor anggota DPR adalah kisah yang nyata. Di satu sisi, anggota DPR memangku
jabatan untuk sebuah menjadi bagian lembaga yang mengatasnamakan rakyat, yang artinya
dituntut tanggung jawab dan komitmen yang utuh dan serius. Di sisi lain, anggota DPR yang
tersandung dugaan korupsi berpotensi menyita perhatian dan menguras energi, baik sebagai
pribadi maupun sebagai anggota dewan legislatif. Belum lagi kalau kita berbicara tentang
kemungkinan faksionalisasi di tubuh DPR antara yang pro dan yang kontra terhadap tipikor yang
menjerat rekan seprofesi mereka. Singkat kata, kasus seperti ini berpotensi menjadi kendala bagi
kinerja lembaga/sistem, sehingga solusi yang paling bijaksana adalah menonaktifkan anggota
DPR yang terjerat tipikor sampai proses hukum selesai.
Dalam konteks politik, terjadi distorsi kepentingan pada lembaga politik tempat proses legislasi
berlangsung. Karena wakil rakyat yang dipilih melalui proses pemilu yang tidak sepenuhnya
jujur, adil dan sikap koruptif menjadi bagian tak terpisahkan di dalamnya. Karena itu, elite dan
lembaga politik punya kecenderungan mengabaikan aspirasi rakyat dan konstituennya.
Untuk lembaga bergengsi seperti DPR yang, tuduhan korupsi pada salah satu anggotanya tentu
berdampak pada bagaimana masyarakat politik memandang DPR sebagai sebuah lembaga publik
yang mengatasnamakan rakyat. Maka, kalau mau bersikap sebagai negarawan sejati,
selayaknyalah pemimpin yang memangku jabatan publik mundur dari jabatannya ketika
tersandung dugaan pidana. Ini juga bagian dari etika jabatan.
Kita tentu tahu bahwa tuduhan yang paling sering dilontarkan oleh kalangan antineoliberalis
adalah bahwa lembaga multinasional seperti PBB, IMF, dan Bank Dunia adalah perpanjangan
kepentingan kaum kapitalis global dan para hegemon global yang ingin mencaplok politik dunia
di satu tangan raksasa. Tuduhan seperti ini sangat mungkin terjadi pada pejabat publik yang
memperalat lembaga untuk kepentingan diri. Dalam kasus seperti ini, hanya masyarakat sipil
yang berdaya dan supremasi hukum yang kuat yang bisa menyelamatkan kepentingan umum.
Perbuatan korupsi dalam sektor kesehatan dapat menyebabkan kurangnya akses terhadap layanan
kesehatan yang berkualitas serta kemungkinan penerimaan suap dalam pengobatan.
Korupsi dapat mengakibatkan kurangnya akses pendidikan yang adil dan berkualitas, terutama
bagi kelompok masyarakat yang memiliki keterbatasan ekonomi.
Praktik korupsi dapat merugikan masyarakat dengan menyebabkan pengangguran, inflasi, dan
kesenjangan ekonomi yang semakin memburuk.
Untuk mengurangi laju korupsi di Indonesia, diperlukan upaya pencegahan yang kuat. Beberapa
langkah yang dapat dilakukan antara lain adalah peningkatan transparansi dalam penganggaran
negara, pemberantasan nepotisme, serta pelaksanaan sistem pengawasan dan pengendalian yang
ketat.
Untuk memberikan efek jera terhadap pelaku korupsi, pemberian sanksi hukum yang tegas
menjadi salah satu solusi. Kasus korupsi harus ditangani dengan cepat dan proses hukum harus
berjalan adil. Hal ini penting untuk memperbaiki tata kelola negara dan memberikan keadilan
kepada masyarakat yang menjadi korban korupsi.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Korupsi adalah suatu tindak pidana yang memperkaya diri yang secara langsung merugikan
negara atau perekonomian negara. Beberap unsur yang terdapat dalam perbuatan korupsi
meliputi menerima hadiah atau janji (penyuapan), pemerasan dalam jabatan, ikut serta dalam
pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), menerima gratifikasi, serta
menyalahgunakan kewenangan.
Korupsi berdampak pada berbagai lintas sendi kehidupan negara seperti efek domino yang
berantai. Semakin tingginya praktik korupsi di suatu negara akan secara instan maupun bertahap
melemahkan kondisi keuangan negara, penyelenggaraan negara, dan kondisi sosial masyarakat.
Dampak korupsi terhadap kondisi keuangan negara disumbangkan dari dampak langsungnya
pada bidang perpajakan dan ekonomi. Adapun dampak korupsi terhadap penyelenggaraan negara
adalah akumulasi dari dampak langsung korupsi dalam bidang politik, demokrasi, dan hukum.
Sedangkan dampak korupsi terhadap kondisi sosial masyarakat adalah wujud dari dampak
langsung korupsi dalam bidang akhlak dan moral, sosial, budaya, kode etik, dan sumber daya
manusia
B. SARAN
Sikap untuk menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak dini. Dan pencegahan korupsi
dapat dimulai dari hal yang kecil.
Setelah mengetahui jenis perbuatan korupsi dan dampak masifnya dalam berbagai aspek
kehidupan bernegara, sebaiknya kita melakukan tindakan pencegahan sebagai berikut:
http://www.scribd.com/doc/57680938/Dampak-Korupsi-Terhadap-HAK-dan-KEWAJIBAN-
bagi-Rakyat-Sipil. diakses tanggal 08 oktoberi 2015