LATAR BELAKANG
Menurut Artidjo Alkostar (Hakim Agung dan Kepala Pidana Mahkamah
Agung Republik Indonesia), masalah utama yang dihadapi negara Indonesia saat
ini adalah maraknya korupsi, terutama korupsi politik, karena korupsi merupakan
hambatan ekonomi, sosial politik dan budaya bangsa. Indonesia menganggap
korupsi di negaranya sudah merajalela dan sistemik di berbagai sektor dan juga
kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif serta sektor swasta (private sector),
menjadikannya dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime)
dan melanggar hak-hak ekonomi masyarakat. Dalam semua studi yang
membandingkan korupsi antar negara, Indonesia secara konsisten menempati
peringkat tertinggi sementara pemberantasannya masih sangat lamban. Untuk itu,
diperlukan cara-cara yang luar biasa untuk memberantas korupsi.
PENYEBAB KORUPSI
Dari unsur-unsur diatas, banyak faktor-faktor penyebab yang mempengaruhi
tindakan korupsi, yaitu:
1. Penegakan hukum yang tidak konsisten: Penegakan hukum hanyalah
konstruksi politik, sifatnya sementara, dan berubah setiap ada perubahan
pemerintahan,
2. Penyalahgunaan kekuasaan/otoritas,
3. Kurangnya lingkungan anti korupsi: sistem dan pedoman antikorupsi
hanya diterapkan secara formal,
4. Rendahnya pendapatan penyelenggara negara. Pendapatan yang dihasilkan
harus memenuhi kebutuhan pejabat pemerintah, memungkinkan mereka
untuk melakukan yang terbaik, dan memberikan layanan terbaik kepada
masyarakat.
5. Kemiskinan, Keserakahan: Kesulitan ekonomi membuat orang tidak bisa
melakukan korupsi. Di sisi lain, orang kaya serakah, tidak pernah puas,
dan mereka melakukan korupsi karena mereka menghalalkan segala cara
yang diperlukan untuk mendapatkan keuntungan.
6. Budaya memberi upeti, penghargaan, dan hadiah.
7. Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi:
jika ditangkap, aparat penegak hukum dapat disuap untuk dibebaskan atau
setidaknya dikurangi hukumannya.
8. Budaya toleran/toleran; tidak mau tahu: menganggap korupsi itu wajar
karena sering terjadi. Dia tidak peduli dengan orang lain selama
kepentingannya sendiri dilindungi.
9. Kegagalan Pendidikan dan Etika Keagamaan: Franz Magnis Suseno
berpendapat bahwa agama telah gagal sebagai penghalang moral bagi
negara untuk mencegah korupsi karena perilaku mereka yang
menganutnya. Pengikut agama berpikir bahwa agama hanya berurusan
dengan pertanyaan tentang bagaimana beribadah. Dengan demikian,
agama memainkan sedikit peran sosial. Menurut Franz, agama dapat
memainkan peran yang lebih besar daripada institusi lain dalam konteks
kehidupan sosial karena memiliki hubungan dan ikatan emosional dengan
pemeluknya. Penggunaan kekuatan emosional agama yang tepat dapat
menyadarkan masyarakat bahwa korupsi dapat berdampak sangat buruk
(indopos.co.id, 27 September 2005).
DAMPAK KORUPSI
Korupsi dianggap sebagai budaya, mereka beralasan bahwa hal tersebut
"sudah sesuai prosedur". Akibatnya, para koruptor tidak lagi malu dan takut
bahkan memperlihatkan hasil korupsi mereka. Politisi tidak lagi melayani
konstituen mereka. Partai politik tidak digunakan sebagai alat untuk
memperjuangkan kepentingan rakyat, tetapi menjadi arena untuk meraih kekayaan
dan ambisi pribadi. Tindak pidana korupsi merupakan masalah yang sangat serius,
karena tindak pidana korupsi dapat mengancam stabilitas dan keamanan negara
dan masyarakat, mengancam perkembangan sosial, politik dan ekonomi
masyarakat, bahkan dapat melemahkan lembaga-lembaga dan nilai-nilai
demokrasi, nilai-nilai moral bangsa dan keadilan serta membahayakan
pembangunan berkelanjutan (suistanable development) dan penegakan
supremasi hukum. Oleh karena itu, harus dipahami bahwa pertumbuhan korupsi
yang tidak terkendali tidak hanya membawa kerugian bagi negara dan
perekonomian nasional, tetapi juga bagi kehidupan masyarakat dan negara.
PEMBERANTASAN KORUPSI
Masalah korupsi bukan masalah baru dan selalu menjadi perbincangan di
bangsa ini seakan-akan pemberantasan korupsi sangat sulit untuk diberantas,
tetapi kita tidak boleh menyerah dalam memberantasnya karena dampak yang
ditimbulkan sudah parah, merusak tatanan perekonomian social dan membuat
masyarakat menderita. Indonesia adalah negara hukum dan berdaulat, maka dari
itu harus menyadarkan diri sendiri untuk berbuat sesuai hukum yang berlaku.
Berdaulat bukan berarti bebas melakukan korupsi, tetapi berdaulat untuk berbuat
baik bagi orang lain. Berbagai peraturan perundang-undangan telah muncul untuk
memberantas korupsi, namun secara konsisten dicanangkan tidak berhasil
memberantas korupsi secara fundamental. Dalam hal ini siapa yang harus dimintai
pertanggungjawaban, apakah pemerintah, masyarakat, penegakan hukum perlu
ditingkatkan, polisi, jaksa, hakim, dan pengacara, sebagai aparat penegak hukum,
harus bekerja keras untuk memberantas korupsi di Indonesia atau semua bagian
dari masyarakat.
Korupsi di Indonesia sudah dalam situasi yang sangat kompleks karena
banyak hal yang saling terkait dan semakin sulit untuk dicegah dan diberantas.
Salah satu upaya pemberantasan korupsi di Indonesia perlu dicermati secara
intensif oleh berbagai faktor. Pengawasan dalam upaya pemberantasan korupsi,
(Taufik Effendi, 2006 : 14) dalam Jurnal Hukum dan HAM bidang pendidikan
Depdiknas bahwa pengawasan yang harus dilakukan adalah :
a. Peranan sistem pengendalianintern (pengawasan melekat).
b. Peranan pengawasan fungsional.
c. Pengawasan legislatif.
d. Pengawasan masyarakat.
Pemberantasan korupsi merupakan prioritas utama untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat dan kekuatan NKRI serta dalam rangka pencapaian tujuan
nasional. Maka dari itu pemberantasan korupsi tidak hanya dikendalikan oleh
penegak hukum saja, namun membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, mulai
dari aparat penegak hukum itu sendiri seperti KPK, Kejaksaan Agung, Kepolisian,
Pengacara dan dukungan masyarakat agar dapat melaporkan korupsi yang terjadi.
Laporan tidak boleh didasarkan pada kebencian pribadi, iri dan dengki terhadap
siapa pun, tetapi laporan tersebut harus benar-benar spesifik dan dapat diverifikasi
secara hukum. Selain itu, semua unsur masyarakat harus dapat memahami yang
berkaitan dengan pemberantasan korupsi, agar bangsa ini berkembang lebih cepat
karena pengelolaan keuangan negara dapat dilakukan dengan maksimal sehingga
dapat melaksanakan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pemberantasan korupsi memerlukan pengawasan ketat terhadap instansi
pemerintah dan bagian masyarakat yang menggunakan keuangan pemerintah,
seperti perusahaan yang bertindak sebagai pemborong, dll, selama mereka
menggunakan keuangan pemerintah untuk menjalankan bisnis mereka.
A. KESIMPULAN
B. SARAN
Abdi , H. (2021, Desember 7). Pengertian Korupsi Menurut Para Ahli, Penyebab, dan
Dampaknya. Retrieved from m.liputan.com:
https://m.liputan6.com/hot/read/4730252/pengertian-korupsi-menurut-para-
ahli-penyebab-dan-dampaknya