Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

KORUPSI DALAM PATOLOGI SOSIAL

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
RAHMI SEPTIANI_B20121184
ALAN RIADI_B20121023
NABILA BULQIS S. P_210250052
RIFALDI_B20121007
KARYN AFRISA_B20121037
ELLEN_B20121218

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TADULAKO
TAHUN 2024
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pesatnya pertumbuhan perekonomian di Indonesia tidak saja akan
menimbulkan persoalan ekonomi, tetapi juga persoalan lainnya seperti
kriminalitas dalam bentuk korupsi. Tindak pidana korupsi adalah suatu dimensi
baru kejahatan dalam konteks pembangunan yang melibatkan suatu
penyalahgunaan secara melawan hukum dari kekuasaan ekonomi (illegal abuses
of economic power) maupun kekuasaan umum (illegal abuses of public power)
dimana pengaruh dari kekuasaan ekonomi dari para konglomerat sangat erat
kaitannya dengan kekuasaan umum yang melekat kedudukan pejabat umum,
bentuk kejahatan struktural ini yang memasukkan format korupsi sebagai
kejahatan yang teroganisir1. Korupsi di Indonesia sudah sedemikian
mencengangkan.
Berdasarkan data Transparency Internasional 2007 Indonesia menempati
peringkat 36 negara paling korup di dunia. IPK pada tahun 2007 adalah 2,3, IPK
tersebut adalah persepsi korupi disektor publik pada 180 negara. Nilai IPK ini
skalanya dari nol sampai dengan sepuluh. Nol mengindikasikan persepsi
terhadap korupsi yang tinggi, sedangakan sepuluh mengindikasikan tingkat
korupsi yang rendah. Sementara berdasarkan survey political and economic risk
consultancy (PERC) pada Januari 2008 pada 13 negara di Asia, Indonesia berada
di posisi ketiga Negara terkorup dengan nilai 7,98. Survey tersebut sengaja
tidak memasukkan Myanmar dan Bangladesh yang terkenal sangat korup.
Hampir tiap daerah di Indonesia memiliki kasus korupsi, dan hampir semua
lembaga/institusi di republik ini terindikasi korupsi, mulai dari eksekutif,
legislatif, dan yudikatif yang notabene pengawas dari law enforcement, sehingga
saat ini kata korupsi seperti keyword di media massa negeri ini karena kasus
dan ulasan-ulasan tentang korupsi yang muncul setiap hari. Kasus korupsi mantan
Bupati Kutai Kartanagara Syaukani terkait pembebasan tanah untuk pembangunan
bandara Loa Kulu yang menyeret juga Bupati Minahasa Utara Vonnie AP,
kasus Sekretaris Daerah Bintan Azirwan terkait dugaan Suap anggota DPR-RI Al-
Amin Nasution mengenai alih fungsi hutan lindung dan kasus Walikota dan Wakil
Walikota Medan terkait kasus korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran dan
penyalahgunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah
sedikit kasus yang mewakili adanya indikasi korupsi di dalam tubuh pelaksana
pemerintahan (Eksekutif). Sementara kasus suap lebih mendominasi penyebab
terjadinya dugaan korupsi di kalangan lembaga legislatif.
Berdasarkan gambar situasi korupsi yang terjadi, bisa diambil kesimpulan
bahwasannya korupsi di Indonesia sudah seperti sebuah penyakit (patologi)
yang sudah menyebar dan dapat membahayakan bagi kelangsungan
pembangunan di negeri. mewabahnya penyakit korupsi yang terkorelasi dengan
instrument hukum dan rendahnya moral pelaku korupsi sebagai bagian dari
masyarakat (bangsa) Indonesia, sehingga dengan mengetahui adanya
kelemahan dalam suatu istrumen hukum dan mengetahui seberapa pentingnya
faktor moral dalam persoalan korupsi, tindakan preventif bisa dilakukan untuk
menekan terjadinya korupsi dimasa yang akan datang dalam rangka terwujudnya
pemerintahan yang bersih sebagai modal utama pembangunan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. KORUPSI DALAM PATOLOGI SOSIAL


Secara harafiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus atau
politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal
memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya,
dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi mencakup unsur-unsur sebagai
berikut :
a. Perbuatan melawan hukum
b. Penyalahgunaan keweangan
c. Memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi
d. Merugikan keuangan negara atau perekonomian

Korupsi, seperti kita tahu, ada dua macam, pertama, penyalahgunaan dana
anggaran untuk keperluan yang tidak semestinya atau mark-up dari kebutuhan riil.
Kedua, penarikan upeti pada rakyat yang membutuhkan layanan atau bantuan.
Kedua tipe korupsi ini sudah sangat merata di Indonesia. Indonesia adalah negara
yang kaya, tetapi pemerintahnya banyak utang dan rakyatnya pun terlilit dalam
kemiskinan permanen. Sejak zaman pemerintahan kerajaan, kemudian zaman
penjajahan, dan hingga zaman modern dalam pemerintahan NKRI dewasa ini,
kehidupan rakyatnya tetap saja miskin. Akibatnya, kemiskinan yang
berkepanjangan telah menderanya bertubi-tubi sehingga menumpulkan
kecerdasannya dan masuk terjerembab dalam kurungan keyakinan mistik,
fatalisme, dan selalu ingin mencari jalan pintas. Kepercayaan terhadap pentingnya
kerja keras, kejujuran, dan kepandaian semakin memudar karena kenyataan dalam
kehidupan masyarakat menunjukkan yang sebaliknya, banyak mereka yang kerja
keras, jujur dan pandai, tetapi ternyata bernasib buruk hanya karena mereka
datang dari kelompok yang tak beruntung, seperti para petani, kaum buruh, dan
guru. Sementara itu, banyak yang dengan mudahnya mendapatkan kekayaan
hanya karena mereka datang dari kelompok elite atau berhubungan dekat dengan
para pejabat, penguasa, dan para tokoh masyarakat. Akibatnya, kepercayaan
rakyat terhadap rasionalitas intelektual menurun karena hanya dipakai para elite
untuk membodohi masyarakat. Sebaliknya, masyarakat menjadi lebih percaya
adanya peruntungan yang digerakkan oleh nasib sehingga perdukunan dan
perjudian dalam berbagai bentuknya semakin marak di mana-mana.
Mereka memuja dan selalu mencari jalan pintas untuk mendapatkan segala
sesuatu dengan mudah dan cepat, baik kekuasaan maupun kekayaan.
Korupsi lalu menjadi budaya jalan pintas dan masyarakat pun menganggap
wajar memperoleh kekayaan dengan mudah dan cepat. Jika sudah sampai pada
tahap ini, maka perilaku korupsi dapat dikategorikan sebagai perilaku patologis.
Dan patologis yang bersifat sosial karena korupsi dapat menimbulkan efek
domino (mudahnya perilaku ini menular) dan menyebabkan terjadinya perilaku-
perilaku negatif yang lain. Permasalahan korupsi di Indonesia merupakan masalah
yang kompleks. Karena itu pemberantasan praktek korupsi ini harus dilakukan
secara menyeluruh dengan memahami persoalannya secara komprehensif melalui
faktor penyebab dan menganalisa akibatnya. Yang menjadi pertanyaan kemudian
adalah Faktor Apakah yang menyebabkan individu melakukan korupsi?
Bagaimana perilaku korupsi menular dan menjangkiti individu di setiap elemen
masyarakat? Yang kemudian menjadi penyakit patologis sosial. Faktor-faktor
patologis apa yang berkaitan dengan perilakukorupsi? Bagaimana dampak serta
penanggulangan terhadap perilakukorupsi di Indonesia? Dalam konteks psiko-
sosial, hobi korupsi disebabkan oleh banyak halantara lain; reposisi kemiskinan
yg berakibat pada ketamakan luar biasa, pandangan martabat diri artifisial (tidak
hakiki) yang didasari oleh pola piki rmaterialistik, dan lain-lain. Yang pada
gilirannya mengarah pada ketidakpedulian atas akibat perbuatan terkutuknya pada
nasib negara, bangsa dan individu rakyat secara keseluruhan. Para Koruptor di
Indonesia juga diuntungkan dengan produk hukum penjajah Belanda yang sangat
memihak oknum tersebut (sangat wajar mengingat mereka dahulu adalah pelaku
dari tindakan tersebut). Sebagian besar produk hukum kolonial yang menjadi
acuan tersebut tidak jelas dan sudah sangat ketinggalan jaman.
Ibarat penyakit, korupsi di Indonesia telah berkembang dalam tiga
tahap, yaitu elitis, endemic dan sistemik. Pada tahap elitis, korupsi menjadi
patologi sosial yang khas di lingkungan para pejabat. Pada tahap endemic,
korupsi mewabah menjangkau masyarakat luas. Lalu ditahap kritis, ketika
korupsi menjadi sistemik, setiap individu dalam sistem terjangkit penyakit yang
serupa. Boleh jadi di bangsa ini telah sampai pada tahap sistemik. Korupsi di
Indonesia telah membawa disharmonisasi politik-ekonomi-sosial. Bahkan
bisa jadi sebuah budaya baru di negeri tercinta ini, grafik pertumbuhan
jumlah rakyat miskin terus naik karena korupsi. Dalam kehidupan demokrasi
di Indonesia, praktek korupsi makin mudah ditemukan diberbagai bidang
kehidupan. Pertama, karena melemahnya nilai-nilai sosial, kepentingan
pribadi menjadi pilihan lebih utama dibandingkan kepentingan umum, serta
kepemilikan benda secara individual menjadi etika pribadi yang melandasi
perilaku sosial sebagian besar orang. Kedua, tidak ada transparansi dan
tanggung gugat sistem integritas public. Biro pelayanan publik justru
digunakan oleh pejabat publik untuk mengejar ambisi politik pribadi, semata-
mata demi promosi jabatan dan kenaikan pangkat. Sementara kualitas dan
kuantitas pelayanan publik semakin terabaikan, bukan prioritas dan orientasi yang
utama. Dan dua alasan ini menyeruak di Indonesia, pelayanan publik tidak pernah
maksimal karena praktik korupsi dan demokratis justru memfasilitasi korupsi.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Korupsi telah menjadi patologi sosial yang merajalela di Indonesia.
Fenomena korupsi ini tidak hanya berkembang dalam lingkungan elit pejabat,
tetapi juga telah menyebar secara endemic ke dalam masyarakat luas. Bahkan,
bisa dikatakan bahwa korupsi telah mencapai tahap sistemik di mana setiap
individu dalam sistem terjangkit olehnya. Hal ini disebabkan oleh melemahnya
nilai-nilai sosial, di mana kepentingan pribadi lebih diutamakan daripada
kepentingan umum, serta transparansi dan akuntabilitas sistem integritas publik
yang masih belum terwujud dengan baik. Akibatnya, pelayanan publik menjadi
terabaikan dan tidak optimal, sementara praktik korupsi semakin mudah
ditemukan di berbagai bidang kehidupan. Oleh karena itu, pemberantasan korupsi
harus dilakukan secara menyeluruh dengan memahami akar penyebabnya serta
menerapkan langkah-langkah preventif dan penegakan hukum yang tegas.
Selain itu, perlu adanya upaya bersama dari semua pihak, baik itu pemerintah,
masyarakat, maupun lembaga terkait, untuk memerangi korupsi secara
komprehensif. Ini termasuk peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya
integritas, transparansi, dan akuntabilitas dalam semua lapisan kehidupan, serta
penguatan lembaga penegak hukum untuk memberantas korupsi tanpa pandang
bulu. Dengan demikian, diharapkan bahwa melalui langkah-langkah yang tepat
dan konsisten, Indonesia dapat melawan penyakit patologis sosial yang merugikan
bagi kemajuan dan keberlangsungan pembangunan negara.
DAFTAR PUSTAKA

Bidari S.H., M. A. (2014). Fenomena Korupsi Sebagai Patologi Sosial di


Indonesia. https://www.neliti.com publication, 3.
Weda, I. B. (2013). Korupsi Dalam Patologi Sosial : Sebab, Akibat Dan
Penanganannya Untuk Pembangunan Di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai