Anda di halaman 1dari 8

Makalah Penugasan Bahasa Indonesia

Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

Disusun oleh :

Reinaya Tifa Pratiwi 021911133060

Muhammad Chalim 021911133076

Rifqi Hanindya W 021911133081

Salma Nailah Pradnya P. 021911133086

Nadira Raevanisa 021911133087

Dimas Bayu Paramananda 021911133090

Noor Zain Salsabilla Prabowo 021911133105

Felia Laksita Dewi 021911133108

Alvin Phen 021911133114

Fakultas Kedokteran Gigi

Program Studi Pendidikan Dokter Gigi

Universitas Airlangga

2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


KKN (Korupsi, kolusi dan Nepotisme) merupakan sebuah akronim yang
merupakan suatu praktek bernilai negatif bagi berbagai aspek kehidupan
manusia, terutama dalam ranah hukum dan sosial dalam kehidupan
bermasyarakat. Selain menjadi penghambat utama terhadap jalannya
pemerintahan dan pembangunan negara, tindakan KKN merupakan salah satu
penyimpangan sosial yang berhubungan pada segi ketidakadilan bagi
kesejahteraan rakyat. Banyaknya informasi mengenai kasus-kasus pejabat
negara yang melakukan tindakan KKN menandakan bahwa tindakan ini sudah
menjadi suatu tradisi yang dilakukan oleh para pejabat. Hal ini dapat
diakibatkan oleh kurang tegasnya lembaga hukum dan ketidaksesuainya
hukuman yang diberikan kepada pejabat yang melakukan tindak KKN ini, yang
membuat para pejabat yang lain tidak merasa takut dan terus melakukan
tindakan buruk tersebut. Ditambah lagi faktor internal seperti kurangnya
perbekalan moral dan sikap peduli antar sesama yang membuat seseorang tidak
segan melakukan tindak merugikan tersebut. Oleh karena itu, sebagai
mahasiswa yang diyakini memiliki kompetensi dasar yaitu intelektual,
kemampuan berpikir kritis dalam menyatakan kebenaran dan menjunjung
tinggi keadilan, kami memiliki cara untuk menanggulangi dan meminimalisir
maraknya kasus KKN yang menyebar dan tertanam di Indonesia, sehingga kita
semua dapat terbebas dari sikap dan kebiasaan buruk tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari korupsi, kolusi, dan nepotisme?
2. Apa dampak dari pelaksanaan KKN bagi Negara dan masyarakat?
3. Bagaimana pelaksanaan KKN yang sedang terjadi di Indonesia?
4. Bagaimana evaluasi serta solusi terkait praktik korupsi, kolusi, dan
nepotisme?

1.3 Tujuan
1. Menjelaskan pengertian korupsi, kolusi, dan nepotisme.
2. Menjelaskan pelaksanaan korupsi, kolusi, dan nepotisme yang
sedang terjadi di Indonesia.
3. Menjelaskan dampak dari korupsi, kolusi, dan nepotisme terhadap
masyarakat Indonesia.
4. Memberi evaluasi dan solusi terkait praktik korupsi, kolusi, dan
nepotisme

BAB 2

KONSEP DASAR

2.1 Korupsi
Korupsi berasal dari bahasa latin ‘corruptio’ yang berarti busuk, rusak,
menggoyahkan atau menyogok. Korupsi disini adalah tindakan buruk seorang
pejabat publik, politisi, pegawai negeri serta pihak lain yang menyalahgunakan
kepercayaan publik dan kekuasaan untuk keuntungan sepihak. Menurut UU
No.31 Tahun 1999, korupsi adalah segala perbuatan yang dapat merugikan
perekonomian negara; seperti penyalahgunaan kewenangan dan jabatan,
memberi atau menerima hadiah atau penyuapan dan penggelapan dana negara.

Indonesia sudah tidak asing lagi dengan korupsi, telah banyak pejabat negara
atau wakil rakyat yang diketahui telah melakukan tindak pidana korupsi.
Beberapa kondisi yang menyebabkan munculnya korupsi adalah transparansi
yang kurang saat pemerintah hendak mengambil keputusan, ketertiban hukum
yang lemah dan gaji pegawai pemerintah yang kurang.
2.2 Kolusi
Pengertian kolusi adalah tindakan persekongkolan, permufakatan atau
kerjasama untuk melakukan hal buruk. Kolusi berasal dari bahasa Latin
‘collusio’ yang artinya persekongkolan untuk urusan yang tidak baik. Kolusi
biasanya juga didampingi dengan pemberian gratifikasi dalam bentuk uang
atau fasilitas tertentu agar segala urusannya menjadi lancar.

Kolusi di Indonesia paling sering terjadi di dalam proyek pengadaan barang


dan jasa. Contohnya, pemberian uang licin dari perusahaan tertentu kepada
oknum pejabat atau pemerintah agar perusahaan dapat memenangkan ijin
pengadaan barang dan jasa tertentu. Kerjasama antar beberapa perusahaan
untuk membentuk pasar oligopoli, dimana sejumlah penjual bertindak sebagai
pemililk pasar terbesar, dapat mempengaruhi pasar secara keseluruhan.

2.3 Nepotisme
Kata nepotisme berasal dari bahasa Latin ‘nepos’ yang berarti kepoknakan atau
cucu. Nepotisme disini berarti lebih memilih saudara atau teman akrab hanya
berdasarkan hubungannya tanpa menilai kemampuan yang dimiliki. Tendensi
untuk melakukan nepotisme adalah berdasarkan naluri karena kita cenderung
lebih memilih saudara kita sendiri.

Tindakan nepotisme yang paling sering ditemui di Indonesia di antara lain


adalah penyelenggara negara yang menguntungkan keluarga atau koleganya di
atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Tuduhan adanya nepotisme
biasanya juga didampingi dengan korupsi dan kolusi.
BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 Dampak Pemikiran

Penyimpangan dana menyebabkan beberapa dampak serius terutama dalam


bidang ekonomi, sosial budaya, dan sektor privat. Korupsi memiliki dampak
negatif terhadap budaya dan norma yang berlaku di masyarakat. Ketika korupsi
sudah sering terjadi di dalam masyarakat dan masyarakat menganggap korupsi
sebagai hal yang biasa, maka korupsi akan mengakar dalam masyarakat
sehingga menjadi norma dan budaya. Adapun pengertian norma sosial
merupakan sebuah nilai kehidupan yang berlaku dan disepakati bersama.
Norma sosial merupakan kesepakatan pemahaman atas perilaku yang
dipandang harus dilakukan, boleh dilakukan, atau tidak boleh dilakukan dalam
suatu lingkup masyarakat (Ostrom, 2000).

Pada sektor perekonomian, korupsi akan menghambat pertumbuhan ekonomi


dan merugikan perekonomian nasional yang disebabkan karena kesewenangan
pejabat untuk mencapai kemudahan dalam berurusan dalam pemerintahan,
yang tak sesuai dengan runtutan aturan yang berlaku. Korupsi menambah
beban dalam transaksi ekonomi dan menciptakan sistem kelembagaan yang
buruk seperti adanya suap, pungli dalam sebuah perekonomian dapat
menyebabkan biaya transaksi ekonomi menjadi semakin tinggi. Tingginya
biaya transaksi menyebabkan inefisiensi dalam perekonomian. Biaya transaksi
yang dimaksudkan adalah biaya yang diperlukan dalam penggunaan sumber
daya untuk penciptaan, pemeliharaan, penggunaan, perubahan dan sebagainya
pada suatu institusi dan organisasi (Furubotn dan Richter, 1998)

Pada sektor privat, korupsi yang dilakukan oleh perusahaan dapat terbagi
menjadi dua jenis, yaitu korupsi privat-publik dan korupsi privat-privat.
Korupsi privat-publik merupakan korupsi yang dilakukan oleh perusahaan
terhadap sektor publik. Korupsi privat-privat merupakan korupsi yang
dilakukan antarperusahaan. Suap yang dibayarkan oleh perusahaan ini
menyebabkan tingginya biaya transaksi perusahaan. Sehingga untuk menutupi
biaya suap (biaya transaksi) yang cukup besar ini, perusahaan cenderung untuk
memproduksi barang/jasa kurang berkualitas untuk mendapatkan keuntungan
yang lebih tinggi dalam rangka menutupi biaya transaksi yang sudah cukup
besar.

Sistematika kolusi dan nepotisme dalam pelaksanaan politik negara akan


berdampak kepada terbatasnya suara suara yang mengacu kepada semboyan
“kebebasan berpendapat”. Pembagian kekuasaan tak sebatas mengurangi
gerakan perubahan yang lebih dinamis dan bervariasi bagi negara, namun dapat
mengulangi tradisi tradisi buruk dalam pemerintahan yang sudah lama terjadi.
Hal itu disebabkan oleh jabatan turun temurun yang diamanatkan kepada
pemegang kekuasaan selanjutnya dapat berjalan tanpa banyak perubahan,
sehingga praktik nepotisme dapat diterapkan kembali.

3.1 Evaluasi Kritis


Praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme terjadi di dalam internal pemerintahan
yang sudah membiasakan hal tersebut terjadi. Ketika pengawasan sudah tak
diagggap serius lagi, disitulah para pelaku sewenang-wenang melakukan
praktik KKN tanpa hambatan. Pelaku KKN di Indonesia yang didominasi
pejabat serta pemegang kekuasaan yang memiliki garis keturunan elit politik,
membuat kalangan di bawahnya sulit untuk bertindak karena kursi kekuasaan
yang mereka miliki. Pejabat pemerintahan juga dipilih oleh suara rakyat sendiri
saat pelaksanaan pemilu legislative, yang berarti rakyat sendiri lah yang
menentukan nasib masa depan mereka sendiri yang dipercayai kepada pejabat
pemerintahan. Oleh karena itu, pengawasan dan transparansi yang lebih ketat
sangat dibutuhkan tak memandang siapa yang melanggar aturan tersebut.
Tindakan penggalian informasi latar belakang calon-calon pejabat juga dapat
dilakukan lebih mendalam lagi, karena dari tindakan kecil seperti itu, praktik
KKN dapat diminimalisir.
BAB 4

Simpulan dan Saran

4.1 Simpulan
Korupsi, kolusi dan nepotisme merupakan tindakan penyimpangan hak atas
kekuasaan yang telah diberikan dan berlangsung secara sistematis dan
terorganisir. Tindakan pemberantasan KKN harus dirancang dalam suatu
program berkelanjutan dari pemerintah yang berlangsung dalam jangka
panjang tapi dipastikan harus sukses. Makadari itu, Pelenyapan praktik KKN
tergantung pada kesadaran mereka yang terlibat. Disaat pemerintah memiliki
kebijakan untuk memberantas praktik ini secara serius dan berkala, tak akan
sulit untuk mengubah situasi yang sejak dulu dilaksanakan seperti praktik
KKN.

4.2 Saran
Dibutuhkan suatu perencanaan yang efektif dan transparan, juga diperlukan
suatu pembaharuan sistem administrasi yang dapat mempersempit ruang gerak
pelaku praktik KKN. Sistem transparansi akan berjalan baik jika tidak ada
mark up pada saat penginputan data dilakukan. Dengan adanya
ketransparansian, maka akan menumpas kecurigaan terkait praktik KKN,
karena masyarakat dapat mengakses dan mengawasi langsung aliran dana yang
tersebar.
DAFTAR PUSTAKA

Pradiptyo, Rimawan. 2016. Dampak Sosial Korupsi. Jakarta: Direktorat

Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Gedung Dwiwarna KPK

Jamal, Ridwan. 2016. “Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dalam Perspektif Hukum

Islam”. Research Gate. 22 Juni 2016

Anda mungkin juga menyukai