Anda di halaman 1dari 2

Nama : Zhafira Khansa Rachmadanti

NIM : 021911133041

Apabila Aku Menjadi


Seorang Ibu

“Apabila aku menjadi seorang Ibu. Di saat itulah aku harus mengesampingkan
egoku, menjadi versi terbaik dari diriku, dan aku tetap tidak boleh berhenti belajar
demi anak-anakku.”
-ZKhansa-

Menjadi seorang Ibu, Ibu dari anak-anak kecil yang lucu dan menggemaskan,
melihat mereka tumbuh dan berkembang di bawah kasih sayang dan bimbingan kita,
betapa membahagiakannya. Aku yakin, itu adalah impian semua wanita di dunia ini.
Menjadi seorang Ibu adalah profesi yang mulia, tidak bisa digantikan, tak lekang
oleh waktu, terus menerus tanpa ada pensiun. Karena Ibu adalah wakil Tuhan yang
bertugas untuk menjadi perantara seorang manusia hadir dalam kehidupan.
Menjadi seorang Ibu bukanlah hal mudah yang dapat disepelekan. Karena
didalamnya seorang Ibu memiliki misi mulia yang berdampak besar terhadap
keberlangsungan kehidupan di dunia. Generasi yang dilahirkan dan dididik oleh Ibu
yang baik dan cerdas maka mereka akan menjadi generasi penerus yang hebat.
Generasi penerus yang hebat, akan menciptakan kehidupan bernegara yang
nyaman dan bermartabat. Sehingga, seorang Ibu tidak boleh lalai dan sembarangan
dalam menjalankan misinya. Jangan hanya mau enaknya saja, “membuat” anak lalu
menelantarkannya. Jika itu definisi dari Ibu, maka semua orang tentu bisa
melakukannya. Semua wanita di dunia ini mungkin bisa memiliki anak, tapi tidak
semua wanita bisa menjadi sosok Ibu.
Sejak kecil aku ingin kelak bisa menjadi ibu yang hebat. Mamaku sendiri yang
menginspirasiku. Oleh karena itu, sejak kecil aku berusaha menghebatkan diri dari
segala segi, skill maupun kepintaran ilmu pengetahuan. Mamaku sering bercerita
kepadaku bahwa dulu, ketika beliau baru memiliki satu anak, yaitu aku, beliau
merasa sedikit kaget. Karena, yang dulunya hanya seorang gadis biasa, kini Allah
menitipkan satu jiwa kepadanya. Tapi mamaku adalah orang yang hebat, mama
banyak belajar tentang parenting dan mengurus anak yang baik. Mama menekankan
padaku agar aku bisa menjadi wanita mandiri dan tidak manja. Berusaha sekuat
mungkin untuk tidak memasrahkan anak-anak kita ke tangan pengasuh atau suster.
Seorang anak yang lebih sering berada di belaian suster akan kehilangan
kehangatan kasih sayang dari Ibunya, mereka juga akan menjadi lebih terikat
dengan susternya yang membuat si anak lebih terbuka kepada susternya
dibandingkan dengan ibunya sendiri. Aku tidak ingin seperti itu. Makan, apabila
kelak aku menjadi seorang Ibu, di saat itulah aku harus berusaha mengesampingkan
egoku, menjadi versi terbaik dari diriku, dan tetap tidak boleh berhenti belajar demi
anak-anakku.
Entah berapa lama lagi aku akan menjadi seorang ibu. Tapi yang pasti, aku
harap ketika waktu itu tiba, aku harus sudah siap. Selain mempersiapkan diri sendiri,
aku juga akan selektif terhadap siapa yang akan menjadi bapak dari anak-anakku.
Karena tugas pertama seorang calon orang tua adalah mencari calon ibu atau bapak
yang baik untuk anak-anaknya kelak. Dan untuk mendapatkan pasangan yang baik,
diri ini harus menjadi pribadi yang baik pula.

“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji
adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah
untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang
baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka
(yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga).” 
(QS. An-Nuur: 26)

Aku sangat berharap semoga Allah memberikanku waktu dan kesempatan


untuk menjadi seorang Ibu yang baik dan nenek yang luar biasa sebelum jiwa ini
meninggalkan raganya.

Anda mungkin juga menyukai