Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga

penulisan tugas mandiri Filsafat Ilmu yang berjudul “Jika Aku Menjadi

Kepala Subbidang Kedokteran Forensik (Subbiddokfor) Bidang Kedokteran

Kepolisian Pusat Kedokteran dan Kesehatan MABES POLRI” dapat tersusun

hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terima kasih atas

bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan

baik materi maupun pikirannya, antara lain :

1. Edhi Jularso, drg., MS selaku dosen pembimbing dalam pembuatan

makalah Tugas Mandiri Filsafat Ilmu.

2. Orangtua penulis selaku pemberi motivasi dan semangat dalam penulisan

makalah ini.

3. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penulisan makalah

ini.

Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman

bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun

menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan

pengetahuan maupun pengalaman kami,

i
Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena

itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari

pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Surabaya, 25 November 2016


Penulis

Krisnynda Ayu Pridanti

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................2
1.3 Tujuan............................................................................................................................3
1.4 Manfaat..........................................................................................................................3
1.4.1 Bagi Penulis.............................................................................................................3
1.4.2 Bagi Mahasiswa.......................................................................................................3
1.4.2 Bagi Masyarakat......................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................................4
2.1 Kedokteran Forensik......................................................................................................4
2.2 Kedokteran Kepolisian....................................................................................................6
2.3 MABES POLRI.................................................................................................................6
2.4 Jika Saya Menjadi Kepala Subbidang Kedokteran Forensik Bidang Kedokteran
Kepolisian Pusat Kedokteran dan Kesehatan MABES POLRI.................................................7
BAB III ISI..................................................................................................................................8
3.1 Objek Material...............................................................................................................8
3.2 Objek Formal..................................................................................................................9
BAB IV PENUTUP....................................................................................................................15
4.1 Kesimpulan.............................................................................................................15
4.2 Saran......................................................................................................................15
KATA PENUTUP......................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa remaja adalah masa transisi dari anak menjadi

dewasa. Batas umurnya tidak jelas, tapi kira-kira berkisar antara 12

hingga belasan tahun dan pertumbuhan fisik hampir selesai.

Periode berfungsi untuk mengembangkan kematangan seksual

remaja, untuk membangun identitas sebagai individu yang terpisah

dari keluarga mereka dan menghadapi tugas menentukan

bagaimana untuk mencari penghidupan. Minat remaja cenderung

masih banyak berubah. Tapi setelah dibentuk, minat akan

menentukan masa depan perencanaan sehubungan dengan karir

yang akan dipilih. Misalnya, seorang remaja yang memiliki minat

dalam desain pakaian, jadi ketika ia menyadari minatnya, dia

cenderung melihat pilihan karirnya sesuai dengan kepentingannya,

misalnya, menjadi butik desainer pakaian atau menjadi pengusaha.

Jadi menurut kepentingan yang dimiliki oleh remaja, pilihan

mereka cenderung dipersepsikannya pilihan pertama karir mereka

(Oktaviana, 2007).

Perencanaan karier adalah suatu proses pengambilan

keputusan untuk menentukan langkah-langkah yang akan

1
dilakukan dalam karier untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Perencanaan karier disini siswa membuat rancangan

tentang perwujudan minat dan tujuan mereka sehingga siswa

mempunyai gambaran yang jelas tentang kariernya di masa depan.

Dalam perencanaan karier, siswa harus mampu mengenal diri,

mencari informasi karier dan mengolahnya, mengetahui seluk

beluk karier, mengetahui jenis dan segala prosedur karier sehingga

siswa dapat merencanakan karier secara mandiri (Miskiya, 2016).

Dalam makalah ini penulis akan membahas cita cita penulis

dan merincikan karir yang diminati penulis. Hal ini dilakukan

supaya penulis dapat merencanakan karir dengan baik.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini antara lain:

1. Apa itu Kedokteran Forensik?

2. Apa manfaat bidang kedokteran dalam kepolisian?

3. Apa yang akan penulis lakukan apabila meniti karir

kelak?

4. Apa objek material dan objek formal dari dokter

forensik?

2
1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:

1. Memenuhi tugas mandiri mata kuliah Filsafat Ilmu

semester ganjil

2. Memberikan detail terhadap karir yang diminati penulis

3. Merencanakan hal hal yang akan dilakukan penulis saat

menjalani karir tersebut

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Penulis

Memberikan motivasi lebih untuk penulis mencapai karir

yang diminati.

1.4.2 Bagi Mahasiswa

Memacu mahasiwa untuk merencanakan karir sejak dini.

1.4.2 Bagi Masyarakat

Memberi pengetahuan tentang kedokteran forensik

MABES POLRI.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kedokteran Forensik

Istilah "forensik kedokteran", "forensik patologi" dan

"kedokteran hukum" telah dan terus digunakan secara bergantian di

seluruh dunia. Kedokteran forensik sekarang umum digunakan

untuk menggambarkan semua aspek pekerjaan forensik - termasuk

patologi forensik - cabang kedokteran yang menyelidiki kematian,

dan kedokteran forensik klinik (istilah yang telah menjadi banyak

digunakan hanya dalam dua dekade terakhir) yang merupakan

cabang ilmu kedokteran yang melibatkan interaksi antara hukum,

peradilan dan kepolisian yang melibatkan (umumnya) orang hidup.

Dalam arti luas ahli patologi forensik tidak berurusan dengan

individu yang hidup, sedangkan dokter forensik klinik (forensic

physician) tidak berurusan dengan orang yang meninggal dunia.

Namun ada dokter di seluruh dunia yang terlibat dalam kedua

aspek klinis dan patologis dari kedokteran forensik. Ada banyak

daerah di mana kedua aspek klinis dan patologis forensik

kedokteran tumpang tindih, dan ini tercermin dalam sejarah dan

perkembangan khusus secara keseluruhan (Payne-James et al,

2003).

4
Kedokteran forensik memainkan peran luar biasa dalam

menjaga keamanan setiap individu dan juga dalam memastikan

bahwa setiap terdakwa tidak dihukum dengan tidak adil. Contoh

mungkin legiun, tetapi ilustrasi tunggal cukup pada saat ini,

seorang pria bisa mati trombosis koroner sambil berjalan di jalan

dan ditabrak kendaraan dan pengemudi dikenakan vonis 'bersalah

pembunuhan namun tidak sebesar pembunuhan berencana'. Studi

histokimia dan biokimia dari jaringan yang terluka akan

mendirikan asal postmortem dari cedera dan pemeriksaan

pembuluh darah koroner akan mengungkapkan adanya penyakit;

dengan demikian membersihkan masalah dan membantu dalam

penyaluran keadilan ketika dokter yang bersangkutan dipanggil

untuk melengserkan dalam pengadilan hukum. Hal ini jelas bahwa

jika aspek medis dari kasus tersebut tidak ditafsirkan dalam

perspektif forensik yang tepat, panci keadilan mungkin tetap tidak

seimbang (Vij, 2014).

Gigi memiliki banyak hal yang ditawarkan untuk

penegakan hukum dalam deteksi dan solusi dari kejahatan atau

dalam proses sipil. Forensik yang berkenaan dengan gigi

membutuhkan pengetahuan interdisipliner ilmu gigi. Paling sering

peran forensik odontologis adalah untuk membangun identitas

seseorang. Gigi, dengan variasi fisiologis mereka, pathoses dan

efek dari terapi, merekam informasi yang tetap sepanjang hidup

5
dan di luar. gigi juga dapat digunakan sebagai senjata dan, dalam

kondisi tertentu, dapat meninggalkan informasi tentang identitas

penggigit tersebut. Odontologi forensik memiliki peran penting

dalam identifikasi kekerasan antara orang-orang dari segala usia.

Dokter gigi memiliki peran besar dalam menjaga catatan gigi yang

akurat dan menyediakan semua informasi yang diperlukan

sehingga otoritas hukum dapat mengenali malpraktek, kelalaian,

penipuan atau penyalahgunaan, dan mengidentifikasi manusia yang

tidak diketahui (Avon, 2004). Dengan itu, odontologi forensik

sangatlah penting dalam bidang ilmu forensik, dan merupakan latar

belakang pendidikan penulis yaitu kedokteran gigi.

2.2 Kedokteran Kepolisian

Menurut UURI No. 2 Tahun 2002, Dalam melaksanakan

tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian

Negara Republik Indonesia bertugas menyelenggarakan

identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium

forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas

kepolisian.

2.3 MABES POLRI

Unsur pimpinan Mabes Polri adalah Kepala Kepolisian

Negara Republik Indonesia (Kapolri). Kapolri adalah Pimpinan

6
Polri yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada

Presiden. Kapolri berpangkat Jenderal Polisi (Polri.co.id).

2.4 Jika Saya Menjadi Kepala Subbidang Kedokteran Forensik

Bidang Kedokteran Kepolisian Pusat Kedokteran dan Kesehatan

MABES POLRI

Dalam mencapai karir yang saya inginkan, tentu perlu

perjuangan tersendiri. Saya tentunya harus belajar lebih giat dan

melatih kemampuan organisasi saya karna karir yang saya inginkan

tak lepas dari kegiatan organisasi. Setelah saya lulus menjadi

dokter gigi, saya harus mengikuti seleksi SIPSS (Sekolah Inspektur

Polisi Sumber Sarjana) dimana tidak mudah untuk lolos dalam

seleksi tersebut. Setelah itupun, saya masih perlu sekolah lagi,

untuk menunjang karir saya sebagai polisi. Saya juga harus mulai

membiasakan diri dalam praktikum yang melibatkan cadaver

(mayat).

7
BAB III

ISI

3.1 Objek Material

Objek material filsafat meliputi segala sesuatu yang ada.

Segala sesuatu itu adalah Tuhan, alam, dan manusia.

Bandingkanlah dengan ilmu empiris dan ilmu agama. Objek ilmu

empiris hanya manusia dan alam. Ilmu empiris tidak

mempermasalahkan atau mengkaji tentang Tuhan, tetapi ilmu-ilmu

agama (teologi) sebagian besar berisi kajian tentang ketuhanan

ditinjau dari perspektif dan interpretasi manusia terhadap wahyu

atau ajaran para Nabi. Ilmu filsafat 5 mengkaji tentang alam,

manusia, dan Tuhan. Sepanjang sejarah filsafat, kajian tentang

alam menempati urutan pertama, kemudian disusul kajian tentang

manusia dan Tuhan. Pada abad pertengahan di Eropa ketika filsafat

menjadi abdi teologi, banyak kajian-kajian filsafati tentang Tuhan.

Setelah masuk zaman modern, fokus kajian filsafat adalah manusia

(Rukiyati dan Purwastuti, 2015).

Dalam Makalah ini yang bertemakan tentang karir yang

diinginkan kelak, objek materialnya adalah Jika Saya Menjadi

Kepala Subbidang Kedokteran Forensik Bidang Kedokteran

Kepolisian Pusat Kedokteran dan Kesehatan MABES POLRI.

8
3.2 Objek Formal

Objek formal (sudut pandang pendekatan) filsafat adalah

dari sudut pandang hakikatnya. Filsafat berusaha untuk membahas

hakikat segala sesuatu. Hakikat artinya kebenaran yang

sesungguhnya atau yang sejati, yang esensial, bukan yang bersifat

kebetulan. Sebagai contoh dapat dikemukakan di sini. Manusia

sebagai objek kajian ilmu dan filsafat dapat dikaji dari berbagai

sudut pandang. Manusia dapat dikaji dari sudut interaksinya dalam

hidup bermasyarakat. Hal ini merupakan sudut pandang sosiologi.

Manusia juga dapat ditinjau dari sisi kejiwaannya. Hal ini

merupakan sudut pandang psikologi. Manusia dapat ditinjau dari

perilakunya dalam memenuhi kebutuhan hidup yang cenderung

tidak terbatas dihadapkan dengan benda-benda yang terbatas. Hal

ini merupakan sudut pandang ilmu ekonomi. Akan tetapi, manusia

dapat pula dibahas dari sudut pandang yang hakiki. Hal ini

merupakan sudut pandang filsafat. Pertanyaan mendasar adalah:

“Siapakah manusia itu sebenarnya?” Ada berbagai macam jawaban

terhadap pertanyaan tersebut. Salah satu jawaban yang terkenal

dari Aristoteles bahwa manusia adalah animal rationale (binatang

yang berpikir (Rukiyati dan Purwastuti, 2015).

Menjadi dokter forensik tentu mempunyai objek formal,

yang akan dibahas satu persatu. Yang pertama ialah dari segi

kesehatan. Menjadi dokter forensik yang menangani suatu kasus,

9
memiliki jangka waktu yang lama. Kasus kasusnya bisa dari

seminggu hingga berbulan bulan. Selain memakan waktu yang

tidak sebentar, tentu dalam menangani kasus sangatlah menguras

tenaga. Hal ini dapat mengganggu kesehatan apabila saya tidak

menjaga kesehatan dengan baik. Agar kesehatan tetap terjaga, saya

harus makan makanan yang bergizi, olahraga yang teratur, dan

tidur yang cukup. Dokter forensik juga harus menjaga kebersihan

saat melakukan pekerjaannya, serta menggunakan perlengkapan,

seperti handscoon dan masker agar tidak terkena bakteri dari jasad

yang sedang diotopsi.

Dari segi hukum, tentu dokter forensik sangat berkaitan erat

dengan hukum. Forensik menjadi salah satu hal yang sangat

penting dalam suatu kasus, karena merupakan bukti yang konkrit

dimana bukti tersebut tidak dapat di bantah karena sesuai dengan

kaedah ilmu kedokteran forensik. Dalam kasus pembunuhan, hasil

otopsi korban dapat menentukan cara korban meninggal dunia,

senjata yang digunakan pelaku, serta waktu korban meninggal

dunia. Selain itu di pelaku dapat juga meninggalkan jejak di tubuh

korban, seperti sidik jari, helai rambut, air liur, sperma, ataupun

partikel kulit. Oleh karena itu kedokteran forensik sangat penting

dalam bidang penegakkan hukum.

Dari segi ekonomi, menjadi seorang polisi, tidak memiliki

gaji yang besar. Namun itu tidak masalah bagi saya, karena

10
seorang polisi mengutamakan pengabdian terhadap negeri, juga

menimbang bahwa saya kelak menjadi seorang istri dimana sumber

utama nafkah keluarga saya berasal dari suami. Memiliki gaji yang

tidak terlalu besar juga melatih saya untuk senantiasa tulus dalam

menjalankan tugas saya. Dengan gaji yang tidak terlalu besar, ini

berarti saya juga harus hemat dalam keseharian saya.

Apabila nanti saya menjabat sebagai kepala subbidang

kedokteran forensik, saya ingin mengajukan kenaikkan gaji bagi

dokter forensik. Hal ini dikarenakan mayoritas dokter forensik

adalah laki laki yang mana mempunyai tanggungan keluarga.

Selain itu, pengorbanan waktu yang dilakukan dokter forensik

sangat besar, padahal banyak karir yang dapat di pilih oleh seorang

dokter selain menjadi dokter forensik. Namun karena keinginan

untuk membantu menegakkan hukum untuk mereka yang tak

bernyawa, mereka memilih menjadi dokter forensik.

Dari segi psikologis, ruang lingkup pekerjaan saya yang

umumnya berhubungan dengan orang yang sudah meninggal tentu

memberi efek psikologis, seperti terbayang bayang, atau sulit

melupakan kasus yang saya tangani. Namun seiring berjalan

waktu, saya akan terbiasa. Menjadi dokter forensik juga

memberikan beban psikologis tertentu, karena apabila salah dalam

mengidentifikasi, bisa menjerumuskan orang tak bersalah ke dalam

jeruji penjara. Salah mengidentifikasi juga bisa mengagalkan orang

11
yang bersalah masuk ke penjara. Jauh dari keluarga juga dapat

menyebabkan beban psikologis untuk saya kelak. Apalagi sebagai

seorang ibu dan seorang istri, saya harus membagi waktu untuk

keluarga.

Selanjutnya ditinjau dari segi sosial. Menjadi dokter

forensik tentu aspek yang paling terlibat adalah jasad, namun di

luar itu terdapat kerjasama tim dari pihak forensik dan polisi yang

bertugas sebagai penyidik. Kerjasama ini merupakan salah satu

bentuk aspek sosial dari dokter forensik. Selain itu, dokter forensik

juga dapat menjadi saksi ahli dalam suatu persidangan. Menjadi

dokter forensik dapat mengurangi hubungan sosial saya dan

keluarga saya untuk beberapa waktu. Tentu hal ini hal yang

merugikan, namun dengan kemajuan teknologi jaman sekarang

seperti smartphone yang dapat digunakan untuk menelpon ataupun

video call, hal ini seharusnya dapat digunakan untuk bersosialisasi

dengan keluarga di rumah. Secara tidak langsung, menjadi dokter

forensik juga mengajarkan kita untuk berhati hati dalam

bersosialisasi. Ini dikarenakan, banyaknya kasus pembunuhan yang

tersangkanya tidak lain adalah kerabat dekat korban.

Kemudian dari segi agama, menjadi dokter forensik tentu

mengingatkan kita akan kematian yang bisa datang kapan saja. Hal

ini tentu dapat meningkatkan keimanan kita terhadap Tuhan YME

karena kita akan selalu berusaha untuk siap saat kematian itu

12
datang menjemput kita. Selain itu, menjadi dokter forensik juga

merupakan hal yang mulia karna kita dapat menegakkan keadilan

bagi korban yang telah meninggal dunia. Dokter forensik juga

harus selalu berdoa sebelum dan setelah mengerjakan tugasnya,

karena tugasnya menyangkut makhluk Tuhan yang sudah tidak

bernyawa lagi. Berdoa juga merupakan bentuk penghormatan

dokter terhadap korban meninggal dunia.

Dari segi keamanan, pekerjaan ini cukup aman, meninjau

dari objeknya ialah orang yang sudah meninggal dunia, sehingga

tidak membahayakan nyawa. Namun, sebagai dokter forensik tentu

ada pihak pihak tertentu, terutama pihak tersangka, yang menjadi

musuh pihak kepolisian. Hal ini tentu mengancam nyawa dokter

forensik, maka dari itu perlu ada perlindungan dari pihak

kepolisian.

Dari segi moral, menajdi dokter forensik membuat kita

lebih menghargai orang yang sudah meninggal dunia. Disamping

itu menjadi dokter forensik juga membuat kita menghargai

kehidupan yang kita punya yang suatu saat akan berakhir.

Pekerjaan ini juga membuat kita sadar bahwa orang yang telah

meninggal juga butuh keadilan, bukan seutuhnya untuk korban,

namun untuk masyarakat. Hal ini penting dalam menegakkan

hukum di masyarakat, dan memastikan pelaku mendapat hukuman

seberat-beratnya.

13
Dari segi pengetahuan, tentunya dokter forensik harus

mendalami pengetahuan forensik. Seorang dokter forensik juga

harus mempunyai nyali besar, karena berurusan dengan jasad

manusia. Selain itu, pengetahuan tentang hukum juga wajib di

miliki dokter forensik, sebab sewaktu-waktu bisa bersaksi di

pengadilan. Dokter forensik juga harus mendalami ilmu

toksikologi, yaitu pengetahuan tentang zat beracun yang dapat

merenggut nyawa. Tidak jarang, penyebab kematian korban

pembunuhan dilakukan dengan memberi racun pada korban,

dimana tidak mudah dalam melacak racun tersebut. Selain

berurusan dengan jasad manusia, dokter forensik juga dapat

memeriksa korban hidup, seperti korban kekerasan dan pelecehan

seksual. Disini, dokter forensik bertugas mengumpulkan bukti

bukti adanya kekerasan pada tubuh korban tersebut. Seorang

dokter forensik juga harus handal, karena ia harus mendapat hasil

otopsi dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, karena tubuh

manusia adalah objek biologis yang tidak bisa bertahan lama.

Terakhir, dokter forensik juga harus mengetahui ilmu pengawetan

mayat. Hal ini penting karena dapat mempengaruhi penyebab

kematian korban, serta dapat menghapus bukti bukti dalam tubuh

korban.

14
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Istilah "forensik kedokteran", "forensik patologi" dan

"kedokteran hukum" telah dan terus digunakan secara bergantian di

seluruh dunia. Kedokteran forensik sekarang umum digunakan

untuk menggambarkan semua aspek pekerjaan forensik - termasuk

patologi forensik - cabang kedokteran yang menyelidiki kematian,

dan kedokteran forensik klinik (istilah yang telah menjadi banyak

digunakan hanya dalam dua dekade terakhir) yang merupakan

cabang ilmu kedokteran yang melibatkan interaksi antara hukum,

peradilan dan kepolisian.

Dalam Makalah ini yang bertemakan tentang karir yang

diinginkan kelak, objek materialnya adalah Jika Saya Menjadi

Kepala Subbidang Kedokteran Forensik Bidang Kedokteran

Kepolisian Pusat Kedokteran dan Kesehatan MABES POLRI.

Sedangkan objek formalnya bisa dilihat dari segi kesehatan,

hukum, psikologis, moral, agama, ekonomi, sosial, dan

pengetahuan

4.2 Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna,


kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan

15
tentang makalah di atas dengan sumber – sumber yang lebih banyak
yang tentunga dapat di pertanggung jawabkan.

Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan


juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan
makalah yang telah di jelaskan.

16
KATA PENUTUP

Demikianlah yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang

menjadi bahasan dalam makalah ini, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan

kerena terbatasnya pengetahuan kurangnya rujukan atau referensi yang kami

peroleh hubungannya dengan makalah ini Penulis banyak berharap kepada para

pembaca yang budiman memberikan kritik saran yang membangun kepada kami

demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi

penulis para pembaca khusus pada penulis.

17
DAFTAR PUSTAKA

Avon, S. (2004). Forensic Odontology: The Roles and Responsibilities of


the Dentist. Journal of the Canadian Dental Association, 70(7).AC.

Miskiya, L. (2013). FAKTOR DETERMINAN KEMAMPUAN

PERENCANAAN KARIER SISWA KELAS XI SMA NEGERI SE-KABUPATEN

TEGAL TAHUN AJARAN 2013/ 2014. 1st ed. [ebook] Semarang: JURUSAN

BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG, pp.3-4. Available at:

http://lib.unnes.ac.id/ [Accessed 27 Nov. 2016].

Oktaviana, S. (2016). HUBUNGAN MINAT KARIR DENGAN

PENENTUAN PILIHAN KARIR PADA REMAJA. eprints.umm.ac.id, 01.

Payne-James, J., Busuttil, A. and Smock, W. (2016). Forensic Medicine:

Clinical and Pathological Aspects. 1st ed. London: Greenwich Medical Media.

Vij, K. (2014). Textbook of Forensic Medicine & Toxicology. 1st ed.

London: Elsevier Health Sciences AP

18

Anda mungkin juga menyukai