2
Kukira Aku Tak Sanggup Jadi Ibu
Mawar Firdausi
Diterbitkan oleh:
PT Linimasa Esa Inspirasa
Kantor Redaksi:
Jl. Golf Barat Raya No. 54 Bandung
Pos-el: halo@linimasabooks.com
Web: lineas.id, books.lineas.id
Instagram: @linimasabooks
4
Daftar Isi
Prakata
5
Gelombang 4: Menjadi Ibu Penuh Cinta
Sedih Itu Boleh, Kok
Menjalin Cinta Antar-saudara
Anak, Pribadi yang Berbeda
Mulutmu Cantikmu
Mengejar Cinta Sempurna
6
Prakata
Apa aku nikah aja, ya, biar aku bahagia? Biar aku disayangi,
dihargai, dan dianggap ada?
7
cintaku kosong. Aku tampak tangguh di luar, tetapi hatiku
rapuh luar biasa.
8
Lalu hidayah itu datang, aku pun pindah haluan. Aku
harus segera menikah. Se-ce-pat-nya. Jijik sekali aku melihat
diriku mengemis cinta ke mana-mana. Setidaknya, setelah
menikah, aku akan mendapatkan cinta itu sepanjang waktu.
Akan ada orang yang selalu memujiku sehingga aku bisa
berhenti meminta validasi. Akan ada orang yang selalu
tertawa bersamaku dan memelukku di setiap tangis. Akan ada
orang di sampingku sepanjang hari, yang dengannya, aku
akan selalu merasa ada dan dihargai. Lalu kami akan bersama-
sama membangun mimpi, sederhana saja: berbincang dan nge-
teh berdua di teras sambil memandangi anak-anak kami
berlarian di tengah gerimis. Aku membayangkan saat itu
hatiku akan hangat penuh cinta, dengan luka yang tak lagi
menganga.
Aku tak tahu, kalau semua luka yang belum kering itu
akan merembes, menitis di setiap tutur kata dan perilakuku,
mewarnai caraku menjadi ibu, lalu kelak akan berlanjut dari
generasi ke generasi setelahku. Kalau tak diobati, anakku akan
punya luka yang sama, merasakan kesepian yang sama,
kehausan yang sama, dan akan melakukan kebodohan-
kebodohan yang sama denganku. Nggak, aku nggak mau itu.
Cukup aku saja. Jangan anakku, jangan cucuku, cicitku,
keturunanku.
9
Buku ini berisi perjalanan seorang gadis yang merasa tak
cukup berharga untuk dicintai, hingga ia menemukan cinta
terbaik dari Rabb-nya. Ia menyadari: perlu lebih dahulu
mencintai dirinya sendiri, sebelum bisa mencintai orang lain.
Ia perlu mengasuh jiwa kecilnya dahulu, sebelum bisa
mengasuh manusia-manusia kecil yang lahir dari rahimnya. Ia
perlu menyembuhkan lukanya dahulu agar bisa jadi versi
terbaik dirinya, sebagai ibu. Menjadi ibu tak hanya butuh
naluri, tetapi juga ilmu dan hati.
Teman berjuangmu,
Mawar Firdausi
10
11
2 | Bukankah Rumah Tempat Bersandar?
“The most important thing a father can do to his children is to love their
mother.”
—Unknown
Ayah ibuku bertemu di komunitas dakwah kampus.
Ayahku aktivis senior, sedangkan ibuku adalah mahasiswi
hijrah newbie. Sebelumnya, ibuku adalah gadis populer yang
aktif. Ibuku menggeluti banyak hal, mulai voli hingga menari.
Tarik suara sampai organisasi. Namanya terkenal di seluruh
penjuru kampus dan ibuku punya pacar kaya yang tampan
sekali.
12
Keluarga besar ibuku menentang habis-habisan. Selain
karena kuliah ibu belum selesai, ibu juga belum terlalu
mengenal ayah. Namun, ibuku tetap pada pendiriannya. Ia
tetap ingin menikah karena ayahku saat itu adalah calon ustaz
yang tampak saleh dan sangat memahami agama. Apalagi, ada
juga hadis yang menyebutkan keharusan menerima pinangan
pria saleh. Akhirnya pernikahan itu pun dilaksanakan.
13
Hingga aku beranjak dewasa, ibuku masih tetap
merangkap jadi tulang punggung keluarga. Berbagai jenis
usaha dijalani. Berjualan sembako, busana muslim, jahe, pala,
bahkan dengan cadar dan gamis lebarnya, ibu naik turun
gunung mengejar kambing tiap menjelang Iduladha.
14
Ayahku ada, tetapi tiada. Sebagian besar memori yang
tersimpan tentangnya membangkitkan trauma.
15
dapur dalam keadaan basah kuyup hingga tengah malam.
Dengan alasan yang sama pula, ayahku pernah menunggu
adikku di depan sekolah, hanya demi menabraknya dengan
motor dan memukulinya di depan teman-temannya. Entah,
aku tak tahu hati ayahku terbuat dari apa. Ibuku juga pernah
masuk rumah sakit karenanya.
16
kado bahkan diguyur dan disiram tepung oleh mahasiswinya?
Tampaknya dugaan guna-guna itu memang benar adanya.
17
Ibuku dirawat di rumah sakit, beberapa hari dalam
keadaan gegar otak dan lebam sekujur tubuh.
19
20
13 | Ujian Bertubi-tubi
22
Drama belum usai. Faruq tantrum saat kami akan
menaiki taksi. Dugaanku, Faruq marah karena taksi yang
datang itu joknya bolong-bolong. Kulit Faruq sebagai ABK
dengan masalah sensori memang sesensitif itu. Sering sekali,
Faruq marah dan menangis hanya karena ada sebutir pasir di
sandalnya. Ia tak akan mau berjalan sebelum cuci kaki dan
kakinya dikeringkan kembali. Rumput juga membuatnya geli.
Bukan sekali saja, Faruq tantrum saat mendapat kursi dengan
plastik robek ketika kami makan di restoran. Faruq baru mau
diam dan ikut makan kalau kami bertukar kursi. Di
kesempatan lain, Faruq lebih memilih berdiri. Kelak, baru aku
tahu kalau tekstur tertentu membuat kulit Faruq sakit sekali.
23
“Yuk, Nak, di belakang banyak mobil. Yuk masuk biar
taksinya cepat jalan.”
24
klinik tumbuh kembang dua kali seminggu. Paling tidak,
meski tak berbahasa Inggris, guru Faruq di sekolah lama lebih
bisa memahami dan mengarahkan Faruq dengan baik.
25
seminggu dua kali. Belum ditambah urusan pekerjaan dan
rumah tangga. Saat itu, agensi terjemahan kami mendapat
proyek besar untuk menerjemahkan aplikasi media sosial
terbesar di dunia. Pekerjaan datang setiap hari dan aku
hampir selalu tidur larut malam untuk menanganinya.
26
menghadapi anak-anak, tetapi ia selalu sabar menghadapi
emosiku yang naik turun. Ia juga selalu sabar setiap malam
memijati kakiku yang pegal setelah seharian mengurus anak-
anak. Sungguh, 12 hari itu aku baru menyadari: tanpa
suamiku, aku tak sekuat itu.
27
18 | Healing and Reparenting
28
menumpahkan cat dan meratakannya di dinding dan lantai,
memecahkan perabot, atau mengacak-acak makanan yang
kubuat dengan susah payah. Aku bisa sabar.
29
psikologi yang datang ke rumah kami setiap hari selama
pandemi untuk mendampingi Faruq sekolah. Semuanya
berawal dari pertanyaan sederhana, “Kapan kita perlu
bantuan psikolog?”
30
Satu kisah yang disampaikan Bu Silmy dan begitu
membekas: tentang Rasulullah yang begitu larut dalam
kesedihan setelah beliau ditinggal Khadijah dan Abu Thalib.
Kesedihan itu begitu mendalam hingga tahun tersebut
termasyhur dengan nama ‘Aamul Huzni, artinya: tahun
kesedihan. Kemudian Allah menghibur Rasulullah dengan
peristiwa Isra Mikraj. Allah membawa Rasulullah dari
Masjidilharam ke Masjidilaqsa, kemudian ke Sidratulmuntaha
dengan buraq.
31
Di pertemuan kedua, perasaan dan lukaku mulai tergali.
Ternyata lukaku banyak sekali. Orang yang terluka cenderung
melukai. Hurt people hurt people. And all those pain can be traced
waaayyy back in my childhood.
32
shalih, dan sukses dunia akhirat! Semua harus sempurna,
keluargaku harus sempurna!
33
Aku harus menerima ketidaksempurnaanku
sehingga aku pun bisa menerima bahwa orang tua,
suami, dan anak-anakku juga tak sempurna. And that’s
okay.
34
Kusembuhkan lukaku agar aku bisa sebaik mungkin tak
memberi luka di hati anak-anak. Kumaafkan dan kuikhlaskan
semua yang memberiku luka, agar hatiku lebih ringan dan
semoga kelak tak membebani mereka yang menyakitiku.
Kuterima semua takdir Allah untukku. Mungkin pahit, tetapi
bukankah kadang Allah memberi yang tak kita sukai (meski
itu baik)?
35
tanpa merasa bersalah. Kamu orang baik, kamu cantik, kamu
pintar, kamu hebat, dan kamu layak dicintai. You deserve to be
happy, you are worth protecting. I see you, I hear you. Aku bersyukur
memilikimu. I love you. Terima kasih sudah kuat bertahan
hingga saat ini, ya!”
36
Tentang Penulis
37
Hai, Pengawal Buku!
39