Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH STUDI HADITS

“PEMBAGIAN HADITS BERDASARKAN KUANTITAS SANAD: MUTAWATIR DAN AHAD”

DOSEN PENGAMPU :
MOH FADHIL NUR, SQ., M.Ag.

OLEH KELOMPOK 6 :
ANDI FAIZ BURHANI
ALDI WIRA PRATAMA
ANJUNG KUSUMAWATI
SITI HAJAR A.M TAMANYOE
MUHAMMAD FATIH FARHAT

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI DATOKARAMA PALU

2022-2023
PEMBAHASAN
A. Hadits Mutawatir
a. Definisi Mutawatir Secara Bahasa
• Mutawatir menurut Dr. Nawir Yuslem,MA.
Mutawatir secara kebahasaan adalah isim fa’il dari ‫ التواتر‬at-
tawaatur yang berarti ‫ التتابع‬at-tataabu’ yaitu berturut-turut.
• Mutawatir menurut Dr. Mahmud Thahhan
Mutawatir menurut bahasa mutawatir merupakan isim fa’il,
pecahan kata dari ‫ تَوات ََر‬tawaatara, yang berarti ‫ تَتَابَ َع‬tataaba’a (berturut-
turut).
َ ‫ تَوات ََر ْال َم‬tawaataral mathar, yang berarti hujan turun
Dikatakan ‫طر‬
secara terus menerus.

b. Definisi Hadits Mutawatir Secara Istilah


Yang dimaksud oleh definisi ini adalah hadits atau khabar yang
diriwayatkan oleh banyak rawi dalam setiap tingkatan (thabaqat)
sanadnya, yang menurut akal dan adat kebiasaan mustahil mereka (para
perawi itu) sepakat untuk menyalahi khabar tersebut.

c. Penjelasan Makna Hadits Mutawatir


Imam Nawawi menjelaskan bahwa hadits mutawatir adalah hadits
yang diriwayatkan oleh orang yang memiliki ilmu dengan kejujuran mereka
secara pasti dari orang yang semisal dengan mereka mulai dari awal sanad
hingga akhir sanad.
Sedangkan M. ‘Ajjaj Al-Khathib mengatakan hadits yang diriwayatkan
oleh sejumlah perawi yang mustahil secara adat (kebiasaan) mereka akan
sepakat untuk melakukan dusta, (yang diterimanya) dari sejumlah perawi yang
sama (semisal) dengan mereka, dari awal sanad sampai kepada akhir sanad
dengan syarat tidak rusak (kurang) jumlah perawi tersebut pada seluruh
tingkatan sanad.
Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa hadits mutawatir adalah
hadits yang memiliki sanad yang pada setiap tingkatannya terdiri atas perawi
yang banyak, dengan jumlah yang menurut hukum adat (kebiasaan) atau akal,
tidak mungkin bersepakat untuk melakukan kebohongan terhadap hadits yang
mereka riwayatkan tersebut.

d. Syarat-syarat Hadits Mutawatir


• Diriwayatkan oleh banyak perawi.
Hadist mutawatir harus diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi
yang membawa keyakinan bahwa mereka tidak bersepakat untuk
berdusta. Para ulama berbeda pendapat ada yang menetapkan jumlah
tertentu dan ada yang tidak menetapkannya. Adapun ulama yang
menetapkan jumlah tertentu masih berselisih mengenai jumlahnya.
• Keseimbangan antar perawi Thabaqat (Lapisan) Pertama dan Thabaqat
berikutnya.
Jika hadis diriwayatkan oleh 20 orang sahabat, kemudian di terima
oleh 10 tabi’in tidak dapat digolongkan sebagai hadis mutawatir sebab
jumlah perawinya tidak seimbang antara thabaqat pertama dan thabaqat
seterusnya.
• Berdasarkan penglihatan langsung (indrawi) atau empiris.
Berita yang disampaikan oleh perawi harus berdasarkan tanggapan
pancaindra, artinya berita yang disampaikan harus merupakan hasil
pendengaran dan penglihatannya sendiri.
• Menurut kebiasaan, mustahil bagi mereka sepakat untuk berdusta.

e. Pembagian Hadits Mutawatir


• Hadis Mutawatir Lafdzi
Yang dimaksud dengan hadits mutawatir lafzhi adalah hadits yang
mutawatir lafazh dan maknanya. Atau hadits yang mutawatir riwayatnya
pada satu lafazh.
Sedangkan menurut ‘Ajjaj al-Khathib, hadits mutawatir lafzhi
adalah hadits yang diriwayatkan dengan lafazhnya oleh sejumlah perawi
dari sejumlah perawi yang lain yang tidak disangsikan bahwa mereka akan
bersepakat untuk berbuat dusta dari awal sanad sampai ke akhir sanad.
Contohnya:
Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda;

‫علَى ُمتَ َع ِّمدًا ف َْليَتَبَوأْ َم ْق َع َدهُ منَ النار‬ َ َ‫َم ْن َكذ‬


َ ‫ب‬
“Siapa saja yang berdusta atas namaku secara sengaja maka hendaklah ia
bersiap-siap menempati tempat duduknya di neraka.” [Hadits riwayat Al-
Bukhari di dalam shahih Al-Bukhari no. 1291 dari Al-Mughirah bin Syu’bah]
Hadits ini diriwayatkan oleh lebih dari 70 orang sahabat.

• Hadits Mutawatir Ma’nawi


Yang dimaksud dengan hadits mutawatir maknawi adalah hadits
yang mutawatir maknanya saja bukan pada lafazhnya. Atau sejumlah
perawi yang mereka itu mustahil bersepakat untuk berdusta, mereka
meriwayatkan beberapa peristiwa yang berbeda, namun pada satu perkara
tertentu memiliki kesamaan, sehingga perkara tersebut menjadi perkara
yang mutawatir. Contohnya:

1) Hadits Mutawatir Makna tentang mengangkat kedua tangan ketika


berdoa.
Hadits-hadits tentang mengangkat kedua tangan ketika
berdoa dari Rasul banyak sekali. Hadits tersebut menggambarkan
keadaan Rasulullah ‫ ﷺ‬berdoa dengan mengangkat tangan dengan
berbagai keadaan. Jumlahnya ada sekitar 100 hadits. Contoh hadits
terkait nabi mengangkat tangan adalah sebagai berikut:
Rasulullah ‫ ﷺ‬Mengangkat Tangan Ketika Sholat Istisqa’

‫ع ْن أَنَس قَا َل‬


َ ‫ع ْن ثَابت‬َ َ‫ش ْعبَة‬
ُ ‫ع ْن‬ َ ‫َحدثَنَا أَبُو بَ ْكر بْن أَبي َش ْيبَ َة َحدثَنَا يَحْ يَى بْنُ أَبي بُ َكيْر‬
َ
‫اض إ ْبطيْه‬
ُ َ‫عاء َحتى ي َُرى بَي‬ َ ‫علَيْه َو َسل َم يَرْ فَ ُع يَ َديْه في ال ُّد‬ َ ‫َرأَيْتُ َرسُو َل للا‬
َ ُ‫صلى للا‬
(5/895: ‫ نمرة‬،‫ كتاب صالة االستسقاء‬،‫)رواه مسلم‬
“Diceritakan kepada kami oleh Abu Bakar bin Abi Syaibah,
diceritakan kepada kami oleh Yahya bin Abi Bukair, dari Syu’bah,
dari Tsabit, dari Anas, ia berkata, ‘Saya melihat Rasulullah ‫ﷺ‬
mengangkat kedua tangannya ketika berdoa, sehingga kelihatan
kedua ketiaknya yang putih.”
Dalam kesempatan lain, Nabi ‫ ﷺ‬menghadap kiblat lalu
mengangkat kedua tangannya dan berdoa untuk Suku Daus,

‫اللهم اهد د َْوسًا‬


“Ya Allah! Berilah petunjuk kepada suku Daus.” [Hadits riwayat Al-
Bukhari di dalam Al-Adab Al-Mufrad no. 611]
Masing-masing hadits itu menyebutkan Rasulullah ‫ﷺ‬
mengangkat kedua tangannya ketika berdoa. Meskipun masing-
masing hadits terkait dengan berbagai perkara (kasus) yang
berbeda-beda.
Masing-masing perkara tadi tidak bersifat mutawatir.
Penetapan bahwa mengangkat kedua tangan ketika berdoa
termasuk mutawatir karena pertimbangan digabungkannya
berbagai jalur hadits tersebut. [Ilmu Hadits Praktis, hal. 21-22]

2) Hadits Mutawatir Makna tentang turunnya Nabi Isa bin Maryam.


Hadits tentang turunnya Nabi Isa bin Maryam sangat
banyak sekali dengan berbagai makna. Ini menunjukkan bahwa hal
tersebut merupakan salah satu hadits mutawatir. Berikut salah satu
contoh lafadz haditsnya:

َ ‫عادالً فَلَ َي ْكس َرن الصلي‬


‫ْب رواه مسلم‬ َ ً ‫َوللا لَ َي ْنزلَن ابْنُ َمرْ َي َم َحكَما‬
“Demi Allah, Isa Ibnu Maryam sungguh akan turun (ke bumi)
sebagai hakim yang adil dan akan menghancurkan salib”. (HR.
Muslim: 155)

3) Hadits Mutawatir Makna tentang tidak kekalnya orang Islam di


neraka. Contohnya:

‫علَيْه‬ َ ‫ب‬ ْ َ‫فَأ ُ ْخر ُج ُه ْم منَ النار َوأُدْخلُ ُه ُم ْال َجنةَ َحتى َما َي ْبقَى في النار إال َم ْن َح َب َسهُ ْالقُرْ آنُ أ‬
َ ‫ي َو َج‬
ُ ْ
‫ال ُخلو ُد‬

“Maka aku mengeluarkan mereka (orang-orang beriman yang


masuk neraka) dari neraka, sehingga tidak tersisa di dalam neraka,
kecuali orang yang ditahan oleh Al Qur’an, yaitu orang yang pasti
kekal (di dalam neraka)”. [HR Bukhari, Muslim, dan lainnya, dari
Anas bin Malik]

4) Hadits Mutawatir Makna tentang datangnya dajjal.


Berikut salah satu hadits yang menunjukkan bahwa setiap
nabi yang diutus Allah itu pasti memperingatkan umatnya tentang
Dajjal:
‫ َما‬: ‫قال النبي صلى للا عليه وسلم‬: ‫وفي )الصحيحين (عن أنس رضي للا عنه قال‬
‫ْس بأَع َْو َر َوإن‬ َ ‫بُعثَ نَبى إال أَ ْنذَ َر أُمتَهُ األَع َْو َر ْالكَذ‬
َ ‫اب أَال إنهُ أَع َْو ُر َوإن َربكُ ْم لَي‬
‫ع ْينَيْه َم ْكتُوب كَافر‬ َ َ‫بَيْن‬
“Di dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim dari Anas
Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, ”Nabi ‫ ﷺ‬bersabda, ”Tidak
seorang nabi pun yang diutus kecuali dia memperingatkan
umatnya tentang Dajjal yang buta sebelah matanya dan
pendusta. Sesungguhnya Rabb kalian tidaklah buta sebelah.
Di antara kedua mata Dajjal tertulis (kata) Kafir.” [Hadits
riwayat Al-Bukhari (7131) dan Muslim (2933). Hadits ini
redaksi dari riwayat Al-Bukhari]

5) Hadits Mutawatir Makna tentang iftiraqul ummah (perpecahan


umat Islam).
Hadits tentang perpecahan umat terdapat dengan berbagai
redaksi yang mencapai derajat mutawatir.
Berikut salah satu contoh lafadz haditsnya:

‫ا ْفت ََرقَت اْليَ ُه ْو ُد‬: ‫علَيْه َو َسل َم قَا َل‬ َ ُ‫صلى للا‬ َ ‫ي اْل َحديْث الصحيْح أَن النبي‬ ْ ‫فَقَ ْد ثَبَتَ ف‬
ً
ُ‫ َو َستَ ْفتَرق‬،‫علَى اثنَتَيْن َو َسبْعيْنَ فرْ قَة‬ْ َ ‫ارى‬ َ ‫ص‬ ً
َ ‫ َوا ْفت ََرقَت الن‬،‫علَى إحْ دَى َو َسبْعيْنَ فرْ قَة‬ َ
‫ي َيا‬ َ ‫ه‬ ْ
‫ن‬ ‫م‬
َ َ
: ‫ل‬ ‫ي‬
ْ ‫ق‬ ،ً ‫ة‬ ‫د‬ ‫اح‬
َ َ ‫و‬ ‫ال‬ ‫إ‬ ‫ار‬ ‫الن‬ ‫ي‬ ‫ف‬
ْ َ ‫ا‬ ‫ه‬ ُّ ‫ل‬ ُ ‫ك‬ ً ‫ة‬ َ ‫ق‬ ْ‫ر‬ ‫ف‬ َ‫ْن‬‫ي‬ ‫ْع‬
‫ب‬ ‫س‬ ‫و‬
َ َ َ‫ث‬ َ
‫ال‬ َ ‫ث‬ ‫ى‬ َ ‫ل‬ ‫ع‬
َ ُ ‫ة‬ ‫م‬ ُ ْ
‫األ‬ ‫ه‬ ‫َذ‬ ‫ه‬
‫الر َوايَات‬ ِّ ‫ي بَ ْعض‬ ْ ‫ َوف‬. ‫ي‬ ْ ‫ص َحاب‬ َ
ْ ‫علَيْه َوأ‬ َ
َ ‫علَى مثل َما أنَا‬ ْ َ َ‫ َم ْن كَان‬: ‫ َرس ُْو َل للا؟ قَا َل‬:
‫صحيح على شرط‬: ‫ وقال‬،‫ي َوابْنُ َما َجه َواْل َحاك ُم‬ ْ ْ‫َاو َد َ ر‬
‫ذ‬‫م‬ ِّ ‫الت‬ ‫و‬ ُ ‫ َر َوا ُه أَب ُْو د‬. ُ‫عة‬ َ ‫ي اْل َج َما‬ َ ‫ه‬
‫مسلم‬

“Bahwa nabi SAW bersabda: Orang-orang yahudi berpecah


belah menjadi 71 golongan, dan orang nashoro berpecah
belah menjadi 72 golongan, dan umat ini akan berpecah
menjadi tujuh puluh tiga golongan. Semuanya masuk ke
dalam neraka, kecuali satu golongan. Para sahabat bertanya,
“Siapakah mereka, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab,
“Mereka adalah golongan yang berjalan di atas jalan ditempuh
oleh aku dan para sahabatku.” Dalam Riwayat lain yaitu al-
jama’ah. (Hadits Riwayat Abu Dauw, Tirmidzi, Ibnu Majah,
dan Hakim. Ini merupakan hadits shahih sesuai syarat Imam
Muslim)

6) Hadits thaifah manshurah (golongan yang selalu mendapat


pertolongan Allah Ta’ala).
Salah satu hadits Thaifah manshurah adalah hadits Imam Al-
Bukhari rahimahulah meriwayatkan dari Al-Mughirah bin Syu’bah
radhiyallahu ‘anhu, Nabi ‫ ﷺ‬bersabda;

‫عن المغيرة بن شعبة عن النبي‬٫‫عن قيس‬٫‫حدثنا عبيد هللا بن موس عن اسمعيل‬


‫حتى يا تيهم‬٫‫صلى هللا عليه وسلم قال ال يزال طا ءفة من امتي ظا هرين‬
٣٦٤٠‫طر فه في‬ ‫امر هللا وهم ظا هرون‬
“Akan senantiasa ada sekelompok orang dari umatku yang
senantiasa meraih kemenangan, sampai ketetapan dari Allah ‘Azza
wa Jalla datang atas mereka dan mereka senantiasa berjaya.”
[Hadits riwayat Al-Bukhari no. 7311]

f. Hukum Hadits Mutawatir


Hadits mutawatir menunjukkan pengetahuan yang bersifat pasti, atau
meyakinkan. Dengan kata lain, manusia dipaksa untuk percaya secara mutlak,
seakan menyaksikan perkara tersebut dengan mata kepala sendiri, sehingga
tidak mungkin dia meragukan apa yang dia saksikan sendiri, seperti itu juga
khabar mutawatir. Oleh karena itu, seluruh khabar mutawatir diterima dan
tidak diperlukan untuk mencari keadaan perawinya.
Syaikh Muhammad Shalih al-Munajid mengatakan tentang hukum
hadits mutawatir bahwa khabar mutawatir itu harus dibenarkan secara pasti
karena hadits tersebut memberikan faedah ilmu yang bersifat qath’i (pasti)
dan dharuri (tidak perlu penelitian lagi), meskipun tidak ada dalil lain yang
menunjukkan kepadanya. Demikian pula tidak perlu melakukan pengkajian
tentang keadaan para perawi. Orang yang berakal tidak akan ragu dalam
masalah ini.

g. Kitab-Kitab Populer tentang Mutawatir


• Al-Azhar Al-Mutanatsirah fil Akhbar al-Mutawatirah, karya Imam
Suyuthi yang tersusun menurut bab per bab.
• Quthaful Azhar karya Imam Suyuthi yang merupakan ringkasan dari
kitabnya yang terdahulu.
• Nazhamul Mutanatsir minal hadits Al-Mutawatir karya Muhammad
bin Ja’far al-Kattani.

B. Hadits Ahad
Secara bahasa kata ‫ اآلحاد‬al- Ahad adalah bentuk jamak dari kata ‫ أ َحد‬yang
berarti ‫ الواحد‬al-wahid yang artinya satu. ‫ خبر اآلحاد‬khabar ahad adalah berita yang
disampaikan oleh satu orang saja.
Adapun pengertian hadits Ahad secara istilah, sebagaimana dijelaskan oleh
Syaikh Manna’ Al-Qathan adalah :

َ ‫شرْ ْو‬
‫ط الت َواتُر‬ ُ ‫َما لَ ْم يَجْ َم ْع‬

“Hadits yang tidak terkumpul padanya syarat-syarat mutawatir atau tidak


memenuhi syarat-syarat mutawatir.”
‘Ajjaj Al-Khathib – yang membagi hadits berdasarkan jumlah perawinya
menjadi tiga macam yaitu Mutawatir, Masyhur dan Ahad – mengemukakan
definisi hadits Ahad sebagai berikut:
“Hadits Ahad adalah hadits yang diriwayatkan oleh satu orang perawi, dua
atau lebih, selama tidak memenuhi syarat-syarat hadits Masyhur atau hadits
Mutawatir.”
Dari definisi ‘Ajjaj Al-Khathib di atas dapat dipahami bahwa hadits Ahad
adalah hadits yang jumlah perawinya tidak mencapai jumlah yang terdapat pada
hadits Mutawatir atau pun hadits Masyhur.
Derajat hukum hadits Ahad tidak seperti hukum hadits Mutawatir yang
wajib diterima dan diamalkan. Akan tetapi, Hadits Ahad memberikan faedah
berupa ilmu nazhari (al-ilmu an – nazhariyy) yaitu ilmu yang untuk
mendapatkannya membutuhkan kepada an-nazhr (penelitian) dan istidlal
(pengambilan dalil).

a. Hadits Masyhur
Menurut bahasa adalah “Nampak atau terkenal”. Sedangkan menurut
istilah hadis masyhur adalah ; “Hadis yang diriwayatkan oleh 3 (tiga) perawi
atau lebih pada setiap thabaqat dan melum mencapai derajat hadis
mutawatir”.
Istilah masyhur disini bukan untuk memberikan sifat-sifat hadis
menurut ketetapan hadis diatas. Namun, kata masyhur disini lebih pada suatu
tempat tertentu di suatu tempat ilmuan tertentu atau masyarakat
ramai. Sehingga dengan demikian ada suatu hadis yang rawi-rawinya kurang
dari tiga orang, atau bahkan ada hadis yang malah tidak bersanad sama
sekali. Namun, tetap bisa dikatakan masyhur karena telah memenuhi syarat:
• Jumlah rawi tiga orang atau lebih
• Telah tersebar luas dikalangan masyarakat.

1. Masyhur selain istilah pakar hadits


Yang di maksud masyhur disini adalah hadits yang familiar di telinga
kalangan tertentu, tanpa melihat syarat-syarat yang baku dalam ilmu
Musthalah, maka mencakup:
✓ Hadits yang memiliki satu jalur (sanad).
✓ Hadits yan memiliki lebih dari satu jalur.
✓ Hadits yang tidak mempunyai jalur sama sekal
Dari sudut kualitasnya:
1) Hadits Masyhur Shahih, yaitu Hadis Masyhur yang memenuhi
syaratsyarat keshahihannya. Maka Hadis Masyhur Shahih dapat
dijadikan hujjah. Contohnya:
“Barang siapa yang hendak pergi melaksanakan shalat jumat,
hendaklah ia mandi.”
2) Hadits Masyhur Hasan, yaitu hadits masyhur yang kualitas perawinya
di bawah hadits masyhur yang shahih. Contohnya:
“Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim”
3) Hadits Masyhur yang dhaif, artinya Hadits Masyhur yang tidak
memiliki syarat-syarat atau kurang salah satu syaratnya dari syarat
hadits shahih. Dan tidak dapat dijadikan hujjah. Contohnya:
“Siapa yang mengetahui dirinya, niscaya ia mengetahui Tuhan-nya”

2. Contoh hadits masyhur dari berbagai kalangan


• Ahli hadits
"Dari Anas radhiyallahu ‘anhu dia berkata,”Nabi ‫ ﷺ‬berqunut
setelah ruku’ selama satu bulan mendoakan (keburukan) bagi
(kabilah) Ri’li dan Dzakwan.” [ Hadits riwayat Al-Bukhari dan
Muslim]
• Ahli Hadits, Para Ulama Maupun Masyarakat Awam.
“Orang Muslim adalah orang yang tidak menyakiti kaum Muslimin
yang lain dengan lisan dan tangannya.” [Hadits muttafaq ‘alaih]
• Ahli Fikih
“Perkara halal yang paling dibenci Allah adalah talak.” [Imam Al-Hakim
menshahihkannya dalam kitab Al-Mustadrak. Imam Adz-Dzahabi juga
menetapkan hal yang sama meskipun dengan lafadz yang berbeda.]
• Ahli Ushul Fikih
“Diangkat dari umatku (dosa) karena kekeliruan (ketidaksengajaan),
lupa dan perbuatan yang dilakukan karena terpaksa.” [Hadits riwayat
Ibnu Hibban dan al-Hakim menshahihkannya]
• Ahli Nahwu
“Sebaik-baik hamba adalah Shuhaib, andai pun dia tidak takut kepada
Allah maka dia tidak akan berbuat maksiat.” [Hadits ini tidak ada asal
muasalnya]
• Masyarakat Awam
“Tergesa-gesa itu berasal dari setan.” [Hadits riwayat At-Tirmidzi dan
dia menyatakannya sebagai hadits hasan]

3. Kitab-Kitab Hadits Masyhur


• Al-Maqasid Al-Hasanah fi Masytahara ‘Alal Alsinah, karya As-
Sakhawi.
• Kasyfu Al-khafa wa Muzial Ilbas fi Masytahara min Al-Hadits ala
Alsinah An-Nas, karya Al-Ajlawani.
• Tanyiz At-Tib min Al-Khabits fi Ma Yaduru ala Alsinah An-Nas
min Al-Hadits, karya Ibnu Ad-Daiba’ As-Syaibani.

b. Al-Aziz
1. Definisi
• Menurut bahasa, merupakan sifat musyabbah dari kata 'azza ya 'izzu
yang artinya sedikit atau jarang; atau juga sifat musyabbahah dari kata
'azza ya'azzu yang artinya kuat atau keras. Disebut demikian karena
sedikit atau jarang keberadaannya, atau juga kuatir melalui jalur lain.
• Menurut istilah, hadits yang perawinya tidak kurang dari dua orang di
seluruh tingkatan sanadnya.

2. Penjelasan definisi :
Maksudnya adalah dimasing-masing tingkat sanad tidak boleh
kurang dari dua orang perawi. Jika di sebagian thabaqat-nya dijumpai tiga
orang atau lebih rawi, hal itu tidak merusak (statusnya sebagai) memiliki
'aziz, asalkan di dalam thabaqat lainnya meskipun hanya satu thabaqat─
terdapat dua rawi. Sebab, yang dijadikan patokan adalah jumlah minimal
rawi di dalam thabaqat sanad.
Ini adalah definisi yang paling kuat seperti yang ditetapkan oleh Al-
Hafidh Ibnu Hajar. Sebagian ulama berpendapat bahwa hadits 'aziz adalah
hadits yang diriwayatkan oleh dua orang atau tiga orang. Mereka tidak
membedakan─dalam kasus ini dengan hadits masyhur.

3. Contoh Hadits
Diriwayatkan oleh Syaikhan dari haditsnya Anas, dan Bukhari dari
haditsnya Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
mengatakan, “Tidak percaya salah seorang di antara kalian hingga aku lebih
dicintai dari bapaknya, dari anaknya, dan manusia secara keseluruhan.
Hadits tersebut diriwayatkan dari Anas, Qatadah, dan Abdul Aziz bin
Shuhaib, dari Qatadah Syu'bah dan Sa'id, dari Abdul Aziz Ismail bin 'Ulayyah dan
Abdul Warits, dan masing-masing kelompok.

c. Al-Gharib
1. Definisi
Menurut bahasa, merupakan sifat musyabbahah yang bermakna al-
mufarid (sendiri), atau jauh dari karib kerabat.
Menurut istilah, hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi, individual.

2. Penjelasan Definisi
Hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi, individual. Bisa disetiap
thabaqat-nya dari seluruh thabaqat sanadnya, atau di sebagian sanad thabaqat;
malahan bisa pada satu thabaqat saja. Adanya jumlah rawi lebih dari seorang
pada thabaqat lainnya tidak merusak hadits gharib karena yang dijadikan sebagai
patokan adalah yang paling minimal.

3. Nama Lain Hadits Gharib


Para ulama banyak menggunakan nama lain untuk hadits gharib, di
antaranya al-fardu, keduanya memiliki arti yang sama. sebagian ulama yang
lainnya membedakan keduanya. Namun Al-Hafidh Ibnu Hajar menganggap
keduanya sama saja, baik ditinjau dari segi bahasa maupun istilah. Meski begitu,
beliau berkata, “Bahwa ahli istilah (maksudnya adalah ahli hadits-pen) telah
membedakan keduanya, dilihat dari banyaknya dan sedikitnya penggunaan.
Disebut hadits fardhu karena lebih banyak digunakan untuk hadits fardhu mutlak.
Sedangkan hadits gharib lebih banyak digunakan untuk hadits fardhu yang nisbi.

4. Pembagian hadits gharib

Gharib mutlak atau fardhu mutlak


Definisinya, jika gharib (kesendiriannya) terdapat pada asal sanad,
dengan kata lain hadits yang diriwayatkan oleh rawi secara individual pada
asal sanadnya. Contohnya hadits, “Sesunggunhya amal perbuatan itu
tergantung pada niatnya.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Umar bin Khathab seorang diri. Hal ini
terus berlanjut (kesendiriannya) hingga akhir sanad. Hadits this juga telah
diriwayatkan kesendiriannya oleh sejumlah rawi.

b. Gharib nisbi atau fardhu nisbi


Definisinya, ke-gharib-annya terletak ditengah-tengah sanad, dengan
kata lain, hadits yang diriwayatkan oleh lebih dari seorang rawi pada asal
sanadnya, kemudian diriwayatkan oleh seorang rawi. Contohnya hadits Malik
dari Az-Zuhri dari Anas bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memasuki
kota Makkah sementara di atas penutup penutup.
Kesendiriannya terletak pada Malik dari Az-Zuhri.

c. Macam-macam Gharib Nisbi


1) Ke-gharib-annya dinisbahkan kepada rawi yang tsiqah (terpercaya) seperti
pernyataan mereka, “Tidak diriwayatkan oleh seorang pun rawi tsiqah kecuali
si fulan.”
2) Ke-gharib-annya karena diriwayatkan oleh rawi tertentu dari rawi tertentu.
Seperti pernyataan mereka, “Diriwayatkan secara menyendiri oleh fulan dari
fulan,” meskipun diriwayatkan dari arah lain selain dia.
3) Ke-gharib-annya pada penduduk negeri tertentu atau penghuni tertentu.
Seperti pernyataan mereka, “Diriwayatkan secara menyendiri oleh penduduk
Makkah,” atau “oleh penduduk Syam.”
4) Ke-gharib-annya karena diriwayatkan oleh penduduk negeri tertentu dari
penduduk begeri tertentu pula. Seperti pernyataan mereka, “Diriwayatkan
secara menyendiri oleh penduduk Bashrah dari penduduk Madinah,” atau
“Diriwayatkan secara menyendiri oleh penduduk Syam dari penduduk Hijaz.”

d. Pembagian Lain
Para ulama juga membagi hadits gharib dilihat dari sisi gharibnya sanad
dan matan, yaitu:
1) Hadits gharib matan dan sanad. Hadits yang matannya diriwayatkan oleh
seorang rawi saja.
2) Hadits gharib sanad, tanpa matan.Seperti hadits yang matannya diriwayatkan
oleh sekelompok sahabat, namun diriwayatkan secara menyendiri dari
sahabat lainnya. Dalam perkara ini, Imam Tirmidzi berkata, “Hadits ini gharib
dilihat dari aspek ini.”

e. Asumsi Gharib
Yaitu Kitab-Kitab yang di dalamnya terdapat banyak contoh hadits gharib.
1) Musnad Al-Bazzar
2) Al-Mu’jam Al-Ausath karya Imam Thabrani.

f. Kitab-Kitab Populer
1) Gharaib Malik, karya Ad-Daruquthni
2) Al-Afraad, karya Ad-Daruqthni
3) As-Sunan allati Tafarrada bikulli Sunnatin minha Ahlu Baldatun, karya Abu
Daud As-Sijistani.
DAFTAR PUSTAKA

Thahhan, Mahmud. 2016. Dasar-dasar Ilmu Hadits. Jakarta: Ummul Qura

https://rachmatfatahillah.blogspot.com/2011/09/pembagian-hadits-dari-segi-kuantitas.html?m=1

https://www.academia.edu/36502197/HADIS_MUTAWATIR_DAN_AHAD

https://www.arobiyahinstitute.com/2021/03/penjelasan-seputar-hadits-mutawatir.html?m=1

https://pabrikjammasjid.com/hadits/hadits-mutawatir-dan-contohnya/

https://kumparan.com/berita-hari-ini/mengenal-hadits-masyhur-beserta-contoh-contohnya-
1wlLhYwfwKi

https://pabrikjammasjid.com/hadits/hadits-masyhur-dan-contohnya/

https://belajarislam.com/2011/01/hadits-masyhur-hadits-mustafidl-hadits-aziz-hadits-gharib/

https://almanhaj.or.id/2911-apakah-neraka-kekal.html

Anda mungkin juga menyukai