PEMBUKUAN HADIS
Ulumul Hadits I
DISUSUN OLEH:
M. RIYADI 2042115013
SAMARINDA
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Esa atas
segala nikmatNya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul:
“Pembukuan Hadis”. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kaharibaan
junjungan kita nabi Muhammad SAW, yang menjadi suri tauladan bagi kita
semua.
Selesainya makalah ini tidak terlepas bantuan dari berbagai pihak, dan
kami hanya dapat mengucapkan terimakasih atas berbagai bimbingan dan
pengarahnnya kepada H. Muhammad Hasan,M.I.S selaku dosen pengampu mata
kuliah Ulumul Hadis I
Samarinda,
Kelompok 4
DAFTAR ISI
i
KATA PENGANTAR...................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................3
A.Kesimpulan................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................9
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah ini
adalah:
1
1. Bagaimana sejarah dan perkembangan pembukuan hadis?
2. Bagaimana pembukuan hadis abad II dan seterunya?
C. Tujuan
1. Mengetahui sejarah daan perkembangan pembukuan hadis.
2. Mengetahui pembukuan hadis pada abad II dan seterusnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2
A. Sejarah Dan Perkembangan Pembukuan Hadis
Secara resmi, kodifikasi hadits dilakukan dan dimulai pada masa Dinasti
Umayyah yang dipimpin oleh Umar Bin Abdul Aziz, seorang khalifah yang
terkenal adil dan wara’ hingga beliau di sebut khalifah rasyidin yang kelima.
Beliau menetapka ulama-ulama pada masanya untuk melakukan kodifikasi
hadis disesbabkan karena kesadaran beliau atas banyaknya oara perawi hadits
semkin lama banyak yang meninggal. Sehingga beliau khawatir jika hadis
tidak segera dibukukan maka akan hilang lenyap.1tetapi sebenarnya penulisan
hadis sudah ada pada masa sebelum-sebelumnya. maka disini dibagi menjadi
2 bagian, yaitu:
1. Pada masa Nabi Muahmmad SAW.
Pada masa nabi penulisan hadits ada dua pendapat, ada yang
mengatakan penulisan hadis di larang oleh nabi dan ada pendapat
penulisan hadis di perbolehkan. Kedua pendapat ini sama-sama
dikuatkan oleh hadis. Adapun dalil-dalil yang melarang dan
memperbolehkan sebagai berikut.
a. Dalil-dalil yang tidak memperbolehkan
1) Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Said al-Khuzri r.a
bahwa Rasulullah bersabda: “janganlah kamu sekalian
menulis apapun dariku, dan barang siapa yang menulis
dariku selain al-Quran maka hapuslah” ( H.R. Muslim ).
2) Abu Said al-Khudri berkata:”kita telah berusaha minta
ijin menulis (hadis) pada Nabi saw, tapi Nabi saw
menolaknya. dalam riwayat lain beliau berkata; kita
telah minta ijin pada Nabi saw, tentang penulisan hadis
dan Nabi tidak memberikan ijin pada kita” (HR.
Muslim).2
b. Dalil-dalil yang memperbolehkan
1
Munawir Umar, Journal Of Quran And Hadis Studies, UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Nomor 1,
Januari – Juni 2017
2
Masturi Irham, Sistematika Kodifikasi Hadis Nabi Dari Tinjauan Sejarah, IAIN Kudus Indonesia
2013
3
1) Hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amru bin
al-Asr r.a. “Aku telah mencatat segala sesuatu yang
telah aku dengan dari Rasulullah saw, karena hendak
menghafalnya. mengetahui itu kaum Quraisy
melarangku seraya berkata; apakah kamu menulis
segala sesuatu dari Rasulullah, sementara Rasulullah
manusia biasa yang bertutur baik saat marah dan ridlo.
Kemudian aku menghentikan aktivitas menulis tersebut
dan menyampaikan hal tersebut kepada Rasulullah,
maka Rasul mengangguk dan mengarahkan jarinya
pada mulutnya dan berkata; “Tulislah demi dzat yang
jiwaku dalam kekuasaan-Nya tidak ada sesuatu yang
keluar dari (mulutku) kecuali ia merupakan kebenaran”.
2) Abu Hurairah r.a. berkata, “tiada seorangpun dari para
sahabat Nabi saw yang lebih banyak haditsnya kecuali
Abdullah bin Amr, dia mencatat dan aku tidak”.3
Beberapa hadis ini bila dilihat sekilas saling kontradiksi, tetapi
apabila dilihat lebih lanjut hadis-hadis ini singkron. Hadis tentang
larangan lebih dahulu ada daripada hadis yang memperbolehkan. Hal
ini mungkin di pengaruhi beberapa faktor, diantaranya:
a. Rasulullah ingin memfokuskan para sahabat agar menulis Al
quran terlebih dahulu.
b. Dihawatirkan penulisan Al quran tercampur aduk dengan hadis.
Setelah para sahabat menyatu dengan Al quran, barulah di
perbolehkan menulis hadis.
3
Ibid
4
dipungkiri tidak semua sahabat mengetahui segala aktivitas Nabi.
Maka terjadilah pertukaran pengetahuan hadis antar para sahabaat
guna menjadi bekal kedua setelah Al quran. Tukar menukar hadits ini
dikenal dengan ar-rihlah fit thalib al-‘ilm.
Tukar menukar hadis ini dilakukan dalam rangka mencari,
memantapkan, dan menyebarkan pengetahuan. Termasuk dalam
rangka cross refence dalam rangka pembuktian kebenaran suatu
informasi yang pernah diterima mereka.4
Pada masa sahabat sanad belum sangatlah di anggap penting karena
setiap sahabat memiliki sifat yang jujur dan dapat dipercaya.
Adapun tolak ukur yang sering digunakan para sahabat sebagai
acuan untuk saling koreksi/kritik atas perawian hadits, pada umunya
dapat diklarifikasi menjadi tolak ukur yaitu:
a. Metode perbandingan dengan Al quran.
b. Metode rujuk silang atau cross reference antar periwayat
hadis;d dan
c. Pendekatan rational yang digunakan untuk menilai kelayakan
isi hadis sebagai sebuah sabda Nabi.5
3. Masa Tabi’in
Jika pada masa sahabat banyak mengkoreksi hadis, pada masa
tabi’in juga mengkoreksi hadis. Bahkan lebih dari itu, pengkoleksian
ini mulai disusun menjadi sebuah kitab yang beraturan. Adapun
metode yang di tempuh tabi’in adalah dengan melalui pertemuan-
pertemuan (al-talaqqi). Pada masa ini karena keilmuan sudah mulai
berkembang, maka banyak catatan-catatan hadits (sahaif) hasil karya
tabi’in.
Diantara sahaif yang pertama dan monumental ditulis pada masa ini
adalah sahifah “ As- shahihah”, ditulis Hmmaam bin al-Munabbin,
merupakan peninggalan catatan-catatan pertama (dicatat pada
4
Muhammad Nasikhul Abid, Sejarah Kodifikasi Hadis, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, April 2020
5
Ibid
5
pertengahan abad pertama hijriyah) diriwayatkan dari gurunya yaitu
Abu Hurairah.
6
Munawir umar, Journal Of Quran And Hadis Studies, UIN Ar-Raniry Aceh, Nomor 1, Januari –
Juni 2017
6
KESIMPULAN
7
kodifikasi hadis pada masa khalifah umar bin abdul aziz karena
kekhawatiran hadis akan punah atau hilang karena banyaknya para
perawi hadis yang meninggal maka dikakukanlah kodifikasi hadis
secara besar-besaan.
DAFTAR PUSTAKA
8
9