Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Berbicara tentang lingkungan berarti melibatkan diri dalam persoalan yang

sangat luas, yang meliputi seluruh aspek yang berhubungan dengan lingkungan hidup

manusia, di antaranya, alam semesta dengan segala fasilitasnya merupakan

lingkungan yang berpengaruh terhadap lingkungan, baik makhluk hidup maupun

benda-benda lainnya. Setiap makhluk yang diciptakan Allah swt., memiliki

ketergantungan antara satu dengan yang lain, manusia dapat melangsungkan

kehidupannya dengan baik atas keterlibatan dan peran serta dari makhluk lain, seperti

tumbuh-tumbuhan, hewan dan jasad renik1.

Allah menyediakan segala fasilitas hidup untuk semua makhluk-Nya di dunia,

seperti udara dan air. Udara yang terdiri dari berbagai macam gas, demikian juga

dengan air dengan berbagai macam bentuk uap, cair dan padat, kemudian Allah swt.,

menyebutkan dalam al-Quran bahwa segala sesuatu di atas bumi disediakan untuk

memenuhi kebutuhan dan mengatasi kepentingan manusia. Sebagaimana firmannya

dalam QS. al-Baqarah (2):29 berikut.



Terjemahnya:
Dialah yang telah menciptakan bagi kalian segala apa yang ada di bumi.

Demikian juga Allah swt., menjadikan manusia dari tanah, kemudian mereka

ditugaskan untuk memakmurkannya dalam arti memelihara, mengelola, mengurus

1
Otto Sumarwoto, Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan (Cet. VII, Jakarta:
Djambatan, 1997), h. 51.
dan memanfaatkannya dengan baik dan tepat dalam rangka mambangun kehidupan

yang lebih baik (maju dan sejahtera)2. Sebagaimana tersebut dalam Q.s. Hud(11):61.

Manusia sebagai salah satu unsur dari sebuah ekosistem (sistem kehidupan)

yang tergabung dalam sebuah komunitas makhluk hidup dari berbagai jenis yang

dapat berinteraksi membentuk suatu sistem kehidupan.3 Ekosistem dicirikan dengan

berlangsungnya pertukaran materi dan transformasi energi yang sepenuhnya

berlangsung di antara berbagai komponen dalam sistem itu sendiri atau dengan sistem

lain di luarnya.

Baik lingkungan biotik maupun abiotik semua adalah makhluq ciptaanNya

sehingga manusia yang memiliki akal diamanahkan untuk melestarikannya dan

dilarang membuat kerusakan QS. al-Baqarah (2) :27; QS. al-Ru>m (30) : 41.




.
Terjemahnya:
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Memelihara lingkungan hidup (menjaga air dari pencemaran) sesungguhnya


untuk kepentingan spesies manusia itu sendiri. Larangan membuat kerusakan

lingkungan berimpilikasi pada keharusan menjaganya bukan untuk diri sendiri tetapi

lebih jauh untuk keturunan kita di masa datang.

2
Muhammad Suryani dkk., Lingkungan Sumber Daya Alam dan Kependudukan dalam
Pembangunan (Jakarta: UI-Press, 1987), h. 3.
3
Muhammad Suryani dkk., Lingkungan Sumber Daya Alam dan Kependudukan dalam
Pembangunan , h. 4.

2
Allah memperingatkan bahwa hendaklah kita ..takut jika meninggalkan

anak keturunan dalam kondisi taraf hidup yang rendah (Qs. Al-Nisa> [4]:9) tidak

dapat dipandang hanya sebatas ikhtiar finansial semata, yang oleh karena itu kita

harus meninggalkan harta yang cukup pada mereka. Tetapi kualitas hidup yang

rendah yang lingkungannya telah kita eksploitasi habis-habisan hendaknya patut

diperhitungkan pula.

B. Rumusalan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat ditarik sebuah rumusan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Hubungan antara Air dan Lingkungan ?

2. Bagaimana Hadis-hadis tentang Menjaga Air dari Pencemaran ?

3. Bagaimana fiqh al-hadis tentang Menjaga Air dari Pencemaran ?

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Keterkaitan antara Air dan Lingkungan

Pengertian dari Lingkungan adalah sesuatu yang berada di luar atau sekitar

makhluk hidup. Para ahli lingkungan memberikan definisi bahwa Lingkungan

(enviroment atau habitat) adalah suatu sistem yang kompleks dimana berbagai faktor

berpengaruh timbal-balik satu sama lain dan dengan masyarakat tumbuh-tumbuhan.

Menurut Ensiklopedia Kehutanan menyebutkan bahwa Lingkungan adalah jumlah

total dari faktor-faktor non genetik yang mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi

pohon. Ini mencakup hal yang sangat luas, seperti tanah, kelembaban, cuaca,

pengaruh hama dan penyakit, dan kadang-kadang intervensi manusia.4

Pengertian lingkungan dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah 1). daerah

(kawasan dsb) yang termasuk di dalamnya; 2) bagian wilayah dalam kelurahan yg

merupakan lingkungan kerja pelaksanaan pemerintahan desa; 3) golongan; kalangan:

ia berasal dari~ bangsawan; 4 semua yg mempengaruhi pertumbuhan manusia atau


hewan.5. Lingkungan adalah sebuah lingkup di mana manusia hidup, ia tinggal di

dalamnya, baik ketika bepergian atau pun mengasingkan diri, sebagai tempat ia

kembali, baik dalam keadaan rela atau pun terpaksa6. Dalam Undang-undang tentang

ketentuan-ketentuan Pokok Lingkungan Hidup, dikemukakan bahwa lingkungan

4
http://pengertian-definisi.blogspot.com/Selasa - April 2017
5
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, (1996), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet.
VII, Balai Pustaka :1996, h. 595
6
Yusuf Qardhawi, Riayah al-Biah fi Syariah al-Islam, diterjemahkan oleh Abdullah Hakam
Shah dkk dengan judul Islam Agama Ramah Lingkungan, Cet. I, Jakarta : Pustaka al-Kautsar, 2001, h.
5

4
hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup

termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan

prikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya7.

Lingkungan tidak saja bersifat fisik, seperti tanah, udara, air, cuaca, dan

sebagainya, tetapi juga berupa lingkungan sosial8. Lingkungan meliputi yang dinamis

(hidup) dan yang statis (mati). Lingkungan dinamis adalah meliputi wilayah manusia,

hewan dan tumbuhan. Lingkungan dinamis adalah meliputi alam yang diciptakan

Allah dan industri yang diciptakan manusia. Alam yang diciptakan Allah meliputi

di bumi, luar angkasa, langit matahari, bulan, hewan dan tumbuhan. Industri ciptaan

manusia meliputi segala apa yang digali manusia dari sungai-sungai, pohon yang di

tanam, rumah yang di bangun, peralatan yang dibuat, yang dapat menyusut atau

membesar untuk tujuan damai atau pun perang9. Dengan demikian, lingkungan

merupakan tempat bagi makhluk, baik hidup maupun mati, yang secara langsung atau

pun tidak, saling mempengaruhi.

Lingkungan air dengan tema larangan kencing pada air yang tenang/yang

tergenang. Kata yang diambil untuk pembahasan ini adalah atau


yang artinya air yang tenang.
Landasan Normatif

1. Al-Quran

a. QS. Al-Hijr (15) : 19-20 :

7
RI, Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Bab I, Pasal 1 ayat 2
8
Slamet Riyadi, Ekologi Ilmu Lingkungan : Dasar-dasar dan Pengertiannya, Surabaya :
Usaha Nasional, 1981, h. 22
9
Mujiono Abdullah, Agama Ramah Lingkungan Perspektif al-Quran (Cet. I; Jakarta :
Paramadina, 2001), h. 30-31

Artinya :
Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-
gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran. Dan
Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, dan
(Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan
pemberi rezeki kepadanya.

b. QS. Abasa (80) :24-32









Artinya :
Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya.Sesungguhnya Kami
benar-benar telah mencurahkan air (dari langit), kemudian Kami belah bumi
dengan sebaik-baiknya, lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur
dan sayur-sayuran, Zaitun dan pohon kurma, kebun-kebun (yang) lebat, dan
buah-buahan serta rumput-rumputan, untuk kesenanganmu dan untuk binatang-
binatang ternakmu.

c. QS. Ar Ruum (30) : 9, di bawah ini :

Artinya :
Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi dan
memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang sebelum
mereka? orang-orang itu adalah lebih kuat dari mereka (sendiri) dan telah
mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya lebih banyak dari apa yang
telah mereka makmurkan. Dan telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka

6
dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Maka Allah sekali-kali tidak berlaku
zalim kepada mereka, akan tetapi merekalah yang berlaku zalim kepada diri
sendiri.

2. Perundang-undangan/Landasan Yuridis

Pencemaran lingkungan hidup (dalam hal ini mencemari air), bukan hanya

akan berdampak buruk bagi kehidupan masyarakat yang ada sekarang namun juga

akan mengancam kelangsungan hidup generasi selanjutnya. Oleh karena itu baik

masyarakat, maupun pemerintah berhak dan wajib untuk melindungi lingkungan

hidup. Masyarakat diharapkan secara aktif dapat berperan serta aktif dalam pelestrian

lingkungan sedangkan pemerintah berupaya dengan memberikan perlindungan bagi

lingkungan hidup negaranya dan masyarakat yang tinggal dalam lignkungan hidup

negaranya melalui berbagai peraturan perundang-undangan. UU Lingkungan Hidup

No. 23 tahun 1997 adalah suatu produk pemerintah untuk menjaga kelestarian

lingkungan hidup sekaligus memberi perlindungan hukum bagi masyarakat agar

selalu dapat terus hidup dalam lingkungan hidup yang sehat.

Melihat realitas perusakan lingkungan yang sangat mengerikan akhir-akhir

ini, ada baiknya para ulama di negeri ini lebih memfokuskan kajian dan dakwahnya

kepada perbaikan yaitu dengan memanfaatkan atau menanaminya, baik dengan

tanaman pangan maupun dengan tanaman pohon untuk kepentingan tertentu. Oleh

karena itu perlu dijaga dari kerusakan dengan jalan penghijauan.

Berdasarkan pentingnya aturan tentang lingkungan hidup, maka gagasan fiqh

lingkungan, hendaklah disambut oleh para alim ulama negeri ini, sehingga menjadi

sebuah disiplin kajian fiqh tersendiri disamping fiqh ibadah yang banyak menyita

perhatian umat Islam selama ini. Landasan-landasan yang tertuang dalam Al-Quran,

7
Al-Hadis>\, bahkan pendapat para ulama terdahulu sudah lebih dari cukup untuk

melahirkan sebuah Fiqh Lingkungan.

Dalam rangka mewujudkan kemaslahatan di dunia dan akhirat, menurut ahli

ushul fiqih ada lima unsur pokok (al-kulliya>t al-khams) yang harus diperlihara,

agama, jiwa, akal, keturunan, jiwa dan akal. Dalam hubungannya dengan lingkungan,

kelima pokok ini sangat relevan untuk dikembangkan. Terpeliharanya jiwa adalah

salah satu dari kelima unsur di atas yang dapat dijadikan prinsip dalam rangka

mewujudkan kemaslahatan dan menghindarkan kemafsadatan.10 Memelihara

lingkungan berarti juga memelihara jiwa untuk menjadi manusia yang menghargai

hak hidupnya sendiri dan makhluk hidup lainnya.

10
A. Qadir Gassing HT, Fiqih Lingkungan : Telaah Kritis tentang Penerapan Hukum Taklifi
dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Hukum Islam
Fakultas Syariah UIN Alauddin Makassar, 8 Februari 2005, h. 103-104

8
B. Hadis- hadis tentang Menjaga Air dari Pencemaran

Dalam hal ini, penelusuran hadis tentang menjaga air dari pencemaran dengan

menggunakan al-Mujam al-Mufahras li Alfa>z} al-H{adi>s\ al-Nabawi> karya

Arnold John Wensinck (w. 1939 M). Adapun hasilnya sebagai beikut:

Lafal al-Ma>' al-Da>'im/al-Ra>kid dan derivasinya.

,,67 , , ,
,,95 ,,36 ,,51 ,139 ,45 ,,1
,,25 ,,54 .529 ,433 ,362 ,265 ,259 ,34 ,2
, () , ,
,,94 ,,30 ,25 ,,1 ,474 ,288 ,2
.533 ,492
[ ] [] ,,36
,,51 ,,139 ,30 .25
,,96 .316 ,3
.16
11
.52

)a. Hadis tentang larangan pencemaran lingkungan (Air


Al-Bukhari



.1
-

Arnold John Wensinck, al-Mujam al-Mufahras li Alfa>z} al-H{adi>s\ al-Nabawi>, jilid 3


11

(Cet. I; Leiden, Brill, 1946), h. 478-479.

9
-
12

.
Muslim

.2
- -

13

Abu Daud


.3

- -

14
.


.4
- -


15

Al-Turmuzi


.5

- -
16
. .
.

12
Abu Abdullah Muhammad bin Isma>'i>l bin Ibra>hi>m bin al-Mugi>rah al-Bukhari,
Shahi>h al-Bukhari>, Juz XX (Bairut: Da>r Ibn Kas\ir, 1987 M/1407 H), Juz 1, h. 95-96
13
Abu al-Husain Muslim bin al-Hajja>j bin Muslim al-Qusyairi> al-Naisabu>ri>, Shahih
Muslim, Juz V (Bairut: Da>r al-Afa>q al-Jadi>dah, t.th.), h. 162.
14
Abu Daud, Sunan Abi Daud, Juz 1, h. 47.
15
Abu Daud, Sunan Abi Daud, Juz 1, h. 48.
16
Muhammad bin I<sa Abu I<sa al-Turmuzi> al-Salami>, Sunan al-Turmuzi, Juz V (Bairut:
Da>r Ihya' al-Turas\ al-Arabi>, t.th.), h. 100.

10
Al-Nasa'i


.6





17


.7





18



.8
- -
19
.


.9
- -
20

.
.10

.


- -
21
.

17
Al-Nasa>'i, Sunan Al-Nasa>'i, Juz I, h. 104.
18
Al-Nasa>'i, Sunan Al-Nasa>'i, Juz I, h. 105.
19
Al-Nasa>'i, Sunan Al-Nasa>'i, Juz I, h.364.
20
Al-Nasa>'i, Sunan Al-Nasa>'i, Juz I, h. 151.
21
Al-Nasa>'i, Sunan Al-Nasa>'i, Juz I, h. 154.

11
Ibn Majah



.11
- -
22
.

.12

- -
23
.
>Al-Darimi

.13

- - :

24

Ahamd bin Hanbal

: .14

:


25
.

22
Ibn Majah, Sunan Ibnu Majah, Juz 1, h. 443.
23
Ibn Majah, Sunan Ibnu Majah, Juz 1,h. 444.
24
Abdullah bin Abdurrahman Abu Muhammad al-Da>rimi>, Sunan al-Da>rimi>, Juz VIII
(Cet. 1; Bairut: Da>r al-Kutub al-Arabi>, 1407 H), h. 367.
25
Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hila>l bin Asad al-Syaibani>,
Musnad Ahmad bin Hanbal, Jilid 3 (Cet. I; Bairut: 'A<lim al-Kutub, 1998 M/1419 H),h. 259.

12

.15
:

26
.
.16

:

:

:

.
27

: .17
:
:

.
28

.18 :
:



: .
29

.19
:

:
30
.

Muslim

26
Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hila>l bin Asad al-Syaibani>,
Musnad Ahmad bin Hanbal, Jilid , h. 265.
27
Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hila>l bin Asad al-Syaibani>,
Musnad Ahmad bin Hanbal, Jilid 3, h. 346.
28
Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hila>l bin Asad al-Syaibani>,
Musnad Ahmad bin Hanbal, Jilid 3, h. 362.
29
Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hila>l bin Asad al-Syaibani>,
Musnad Ahmad bin Hanbal, Jilid , h. 492.
30
Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hila>l bin Asad al-Syaibani>,
Musnad Ahmad bin Hanbal, Jilid 3, h. 529.

13

.20
- -

31
.

Al-Nasa'i




.21

32


Ibnu Majah




.22
33
.

- -

.23
- -
34
.

Ahmad bin Hanbal


: .24


:
35
.

31
Abu al-Husain Muslim bin al-Hajja>j bin Muslim al-Qusyairi> al-Naisabu>ri>, Shahih
Muslim, Juz I, h. 162.
32
Al-Nasa>'i, Sunan Al-Nasa>'i, Juz I, h. 37
33
Ibn Majah, Sunan Ibnu Majah,Juz I, h. 442.
34
Ibn Majah, Sunan Ibnu Majah,h. 443.
35
Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hila>l bin Asad al-Syaibani>,
Musnad Ahmad bin Hanbal, Juz II, h. 288.

14
: : .25
:
: :



. : :
36
.
. :
.26

:


37
.

b. Hadis tentang larangan buang air pada air yang tenang

.1 :
38

.2

39

.3 :
.


36
Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hila>l bin Asad al-Syaibani>,
Musnad Ahmad bin Hanbal, h. 464
37
Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hila>l bin Asad al-Syaibani>,
Musnad Ahmad bin Hanbal, h. 532
38
Abu Muhammad Mahmu>d bin Ahmad bin Mu>sa> bin Ahmad bin Husain al-Gaita>bi al-
Hanafiy Badr al-Di>n al-Ai>niy, Syarh Sunan Abiy Da>wu>d Juz I (Cet. I; Riyad}: Maktabah al-
Rusyd, 1420 H/ 1999 M), h. 191.
Zaid al-Di>n Muhammad al-Madu bi Abd al-Rau>f bin Ta>j al-A<rifi>n bin Aliy bin
39

Zain al-A<bidi>n al-Hadda>diy s\umma al-Mana>wiy al-Qa>hiriy, al-Taisi>r bi Syarh} al-Ja>mi


al-S{agi>r,Jilid 2(Cet. III; Riyad}: Maktabah al-Ima>m al-Sya>fiiy, 1408 H/ 1988 M), h. 476.

15

:
.4




.5
.6 -

.
.
c. Larangan buang hajat di tempat umum.

.1 :

.2 :

2. Itibar Sanad

16






3. Deskripsi Sanad dan matan hadi>s\

Hadis Tentang Larangan Mencemari Air

Dari 26 jumlah jalur periwayatan hadis tentang Pencemaran Air yang

menggunakan kata maupun yang menggunakan kata


kebanyakan sumbernya dari Abu Hurairah dengan jumlah jalur sebanyak 22 jalur

hadis, masing-masing;

a. 1 yang diriwayatkan oleh al-Bukhari pada hadis nomor 1;

b. 1 yang diriwayatkan Muslim pada hadis nomor 2; 2 dari Abu Dawud

pada hadis nomor 3 dan 4;

c. 1 dari al-Turmuzi pada hadis nomor 5;


d. 5 dari al-Nasa'I pada hadis nomor 6, 7, 8, 9, dan 10;

17
e. 2 dari Ibnu Majah pada hadis nomor 11 dan 23;

f. 1 dari al-Darimi pada hadis nomor 13;

g. 9 dari Ahmad bin Hanbal pada hadis nomor 14 sampai 19 dan 24

sampai 26.

Hanya ada 4 jalur hadis dari sahabat yang lain (sebagai Syahid dari Abu

Hurairah), masing-masing

a. 1 jalur dari Ibn Umar sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah

pada hadis nomor 12; dan

b. 3 jalur dari Jabir sebagaimana yang diriwayatkan oleh masing-masing 1

dari Muslim pada hadis nomor 20; 1 dari al-Nasa'I pada hadis nomor 21;

dan 1 dari Ibnu Majah pada hadis nomor 22.

Sementara mutabi' Muhammad ibn Sirrin dari jalur Abu Hurairah ada 7

masing-masing;

1. Abdurrahman ibn Hurmuz yaitu hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari

pada hadis nomor 1;

2. Abi (Ajlan) yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud pada hadis

nomor 4, Ibnu Majah pada hadis nomor 11 dan 23;


3. Hammam ibn Munabbih yaitu hadis yang diriwayatkan oleh al-Turmuzi

pada hadis nomor 5, dan al-Nasa'i pada hadis nomor 9;

4. Abihi ('Utsman) yaitu hadis yang diriwayatkan oleh al-Nasa'i pada hadis

nomor 8 dan Ahmad bin Hanbal pada hadis nomor 25;

5. Khilas yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal pada hadis

nomor 14, 18 dan 19;

18
6. Humain ibn Abdurrahman al-Himyary yaitu hadis yang diriwayatkan oleh

Ahmad bin Hanbal pada hadis nomor 16;

7. Abu Maryam yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal pada

hadis nomor 24 dan 26.

Sementara mutabi' Muhammad ibn Sirrin dari jalur lain (selain Abu Hurairah)

ada 2 yaitu;

1. Nafi dari Jalur Ibnu 'Umar pada hadis nomor 12; dan

2. Abi al-Zubair jalur dari Jabir pada hadis nomor 20. 21 dan 22.

Adapun fokus penelitian perawi pada tulisan ini adalah pada jalur periwayatan

at-Turmudzi. Berdasarkan hadis riwayat Tirmidzi, maka rangkaian sanad yang diteliti

adalah :

1. Al-Tirmiziy

a. Nama Lengkap, Kuniyah, Laqab, Waktu Lahir dan Wafatnya

Beliau adalah Muhammad bin Isa bin Saurah bin Muas bin al-Dahhak, dan

dikatakan pula ia adalah Muhammad bin Isa bin Yazid bin Saurah bin al-Sakan al-

Hafidz,40 kuniyahnya Abu Isa, laqabnya al-Aslamiy, al-Tirmiziy, al-Darir dan al-
Bangiy.41beliau lahir pada tahun 207 H42 dan wafat pada tanggal 13 bulan Rajab

tahun 279 H.

40
Al-Imam al-Hafidz al-Hajjaj Syihab al-Din Abi al-Fadhl Ahmad bin Ali bin Hajar al-
Asqalaniy, Tahzib al-Tahzib , Juz 9 (Bairut: Dar al-Kutub al-Alamiyah, t.th), h. 335 lihat juga al-
Hafidz al-Mutqab Jamaluddin al-Hajjaj Yusuf al-Maziy, Tahzib al-Kamal fi Asmai al-Rijal, Jilid 26
(Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992), h. 250
41
Abd al-Gaffar Sulaiman al-Bandariy dan Sayyid al-Kasradiy Hasan, Mausuah al-Rijal
Kutub al-Tisah, Juz 3 (Bairut: Dar al-Kutub al-Alamiyah, 1993) h. 441
42
Ahmad Sutarmadi, al-Imam al-Tirmidzi; Peranannya dalam pengembangan hadits dan
fiqh,cet 1 (Jakarta: Logos, 1998), h. 51

19
b. Guru dan Muridnya

Beliau meriwayatkan hadits dari Ishaq bin Rahawaiy, Muhammad ibn Amru

al-Sawaq, Qutaibah bin Said, Ali ibn al-Madaniy dan Lainnya43. Belaiu

meriwayatkan hadits kepada Abu bakar Ahmad ibn Ismail, Amir al-Samarkandiy,

Abu Dawaud, Ahmad b. Hanbal, Ahmad Yusuf dan lainya44.

c. Penilaian Para Kritikus Hadits

Ibnu Hibban menyebutkan dalam kitab al-Tsiqat beliau berkata: beliau

adalah salah seorang penyusun kitab, Hafidz dan yang selalu diingat45.

Abu Said al-Samaniy berkata: salah seorang dari imam yang bergelut di

bidang hadits, ia menyusun Kitab al-Jami, Sejarah al-Ilal dan seorang

yang berilmu dan mutqin46.

Al-Zahabi dalam al-Mizan berkata: Tsiqah terkumpul padanya47.

Muhammad ibn Hazm menyatakan dalam kitabnya al-Islah bahwa ia tidak

terkenal. Tidak diketahui asal-usulnya dan tidak pula dikenal adanya dua

kitab yang disusunnya48. Pernyataan ini kemudian ditanggap oleh Ahmad

43
Al-Imam al-Hafidz al-Hajjaj Syihab al-Din Abi al-Fadhl Ahmad bin Ali bin Hajar al-
Asqalaniy, Tahzib al-Tahzib , Juz 9 (Bairut: Dar al-Kutub al-Alamiyah, t.th), h. 335
44
Al-Imam al-Hafidz al-Hajjaj Syihab al-Din Abi al-Fadhl Ahmad bin Ali bin Hajar al-
Asqalaniy, Tahzib al-Tahzib , Juz 9 (Bairut: Dar al-Kutub al-Alamiyah, t.th), h. 335
45
juga al-Hafidz al-Mutqab Jamaluddin al-Hajjaj Yusuf al-Maziy, Tahzib al-Kamal fi Asmai
al-Rijal, Jilid 26 (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992), h. 250

46
juga al-Hafidz al-Mutqab Jamaluddin al-Hajjaj Yusuf al-Maziy, Tahzib al-Kamal fi Asmai
al-Rijal, Jilid 26 (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992), h. 234

47
juga al-Hafidz al-Mutqab Jamaluddin al-Hajjaj Yusuf al-Maziy, Tahzib al-Kamal fi Asmai
al-Rijal, Jilid 26 (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992), h. 250

48
juga al-Hafidz al-Mutqab Jamaluddin al-Hajjaj Yusuf al-Maziy, Tahzib al-Kamal fi Asmai
al-Rijal, Jilid 26 (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992), h. 209

20
Sutarmadi, ia memperkirakan ini dianggapi oleh Ibnu Hazm karena imam

al-Tirmiziy tidak sempat melawat ke Andalusia tempat inggal Ibn Hazm,

kemungkinan tulisannya tidak sampai kesana49.

Dari uraian tersebut diatas dapat diketahui bahwa Imam al-Tirmidzi benar

telah meriwayatkan hadits dari Mahmud bin Ghailan dengan menggunakan lambang

periwayatan ( )dan tidak diragukan pula tentang keterpercayaanya dan tingkat

intelektualnya.

2. Mahmud bin Ghailan al-Adawiy

a. Nama Lengkap, Laqab, Waktu Lahir dan Wafatnya

Beliau adalah al-Imam, al-Hafidz, al-Hujjah Abu Ahmad al-Marwaziy Ahmad

bin Muhammad bin Umar bin bistham al-Marwaziy berkata: saya mendengar Abu

Raja berkata :Saya lahir pada tahun 150 H, dan dia mati malam kedua bulan

Syaban tahun 240 H dan dia berumur 90 tahun.50

b. Guru dan Muridnya

Guru Beliau adalah Sufyan bin Uyainah, Fadhil bi Musa, Walid bin Muslim,

Abi Muawiyah, Waqi', Yahya bin Salim, Abd Razzaq.40

c. Pernyataan Kritikus hadits Terhadapnya

49
juga al-Hafidz al-Mutqab Jamaluddin al-Hajjaj Yusuf al-Maziy, Tahzib al-Kamal fi Asmai
al-Rijal, Jilid 26 (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992),h. 91
50
Syamsuddin Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad az-Dzahabiy, Sirah A'lam an-Nubala'
juz 23 (muassah ar-Risalah: t;th) h. 123. Lihat : Ahmad bin Muhammad bin Husain Abu Nashir al-
Bukhary al-Kalabazy, al-Hidayah wa al-Irsyad Fi Ma'rifati ahli Tsiqah Wa as-Sidad, (Beirut: Dar al-
Ma'rifat; 1407 M). h. 68. Lihat : Muglathi bin Qaliij bin Abdullah al-Bakrajiy al-Mishriy al-Hukriy
al-Hanafiy Abu Abdullah Alauddin, Ikmal Tahzibul Kamal Fi Asma ar-Rijaal (Beirut: Dar al-Fikr:
2001 M) h. 134.

21
Ahmad bin Abi Khaitsama berkata : dari Yahya bin Main, Abu Hatim

dan al-NasaI : Tsiqah.

Al-NasaI menambahkan : Shuduq. Ibn Khirasyi berkata : Shuduq.

Ahmad bin Muhammad bin Umar bin bistham al-Marwaziy berkata:

beliau terpercaya dari apa yang diriwayatkan, selalu menjaga sunnah dan

jamaah.

Dan Abdullah bin Muhammad bin Sayyar al-Faryahaniy : Qutaibah

adalah Shuduq41

Tidak seorang pun kritikus hadits yang memeberikan penilaian yang negative

terhadap diri beliau. Itu berarti, kualitas pribadi dan kapasitas intelektualnya tidak

diragukan. Oleh karena itu, pernyataannya bahwa ia menerima hadits dari Abu

Awanah dengan lambang (), diyakini kebenarannya. Dengan demikian, sanad

antara keduanya dalam keadaan bersambung. Demikikian pula dengan Mahmud bin

Ghailan dengan al-Turmuzi pernah bertemu.

3. Abdu ar-Razzaq

a. Nama Lengkap, Kuniyah, Laqab, Waktu Lahir dan Wafatnya

Beliau adalah Abdul ar-Razzaq bin Hammam bin Nafi' al-Humairy. Beliau
wafat pada tahun 175 atau 176 H.51

b. Guru dan Muridnya

Guru dan Murid Beliau adalah Hisyam bin Hassam, Ubaidillah bin Umar,

Ibnu Juraij, Ma'mar. Hajjaj bin Artha, Abdul Malik bin Sulaiman, Umar bin Dzar,

Muhammad bin Rasyid, Sakariyah bin Ishaq, .


51
Syamsuddin Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad az-Dzahabiy, Sirah A'lam an-Nubala'
juz 23 (muassah ar-Risalah: t;th) h. 203
51
Jamaluddin Abi al-Hajja>j Yusuf al-Mizzi, Tahzi>b al-Kama>l,Juz 30, (t.t., t.th., t.p.), h.
441al-Maktabah al-Syamilah, http://www.shamela.ws.

22
c. Penilaian Para Kritikus Hadits

Abu Hati>m berkata; Beliau seorang yang tsiqah, shaduq..

Abd al-Rahman bin Mahdi berkata: "Kitab Abu 'Awa>nah lebih terpercaya

dari pada hafalan Hasyim".

Ibn Harra>sy berkata: "Dipercaya hadisnya".

Ibnu Hibban berkata; Tsiqah.52

kualitas pribadi dan kapasitas intelektualnya tidak diragukan. Oleh karena itu,

pernyataannya bahwa ia menerima hadits (dapat dipercaya). Begitu pula dengan

adanya pengakuan antara guru dan murid pernah bertemu.

4. Ma'mar

a. Nama Lengkap, Kuniyah, Laqab, Waktu Lahir dan Wafatnya

Beliau adalah al-Hafidz Abu Abdillah al-Hadramiy al-Kufiy al-Shaffar ar-

Rasyid.53

b. Guru dan Muridnya

Guru beliau adalah Syariq, Abdi as-Salam bin al-Harb, Ali bin 'Abis al-Kuufiy
dan Hammam. Murid beliau adalah Al-Bukhary, Ishaq bin Hasan at-Thahhan

al-Mishry, Abbas ad-Dhury, Bakr bin Sahal, al-Fasawy, Abdu al-Razzaq.

52
Jamaluddin Abi al-Hajja>j Yusuf al-Mizzi, Tahzi>b al-Kama>l,Juz 30, (t.t., t.th., t.p.), h.
441
53
Jamaluddin Abi al-Hajja>j Yusuf al-Mizzi, Tahzi>b al-Kama>l,Juz 30, (t.t., t.th., t.p.), h.
441al-Maktabah al-Syamilah, http://www.shamela.ws. Lihat: 53Syamsuddin Abu Abdullah Muhammad
bin Ahmad az-Dzahabiy, Sirah A'lam an-Nubala' juz 23 (muassah ar-Risalah: t;th) h. 123. Lihat :
Ahmad bin Muhammad bin Husain Abu Nashir al-Bukhary al-Kalabazy, al-Hidayah wa al-Irsyad Fi
Ma'rifati ahli Tsiqah Wa as-Sidad, (Beirut: Dar al-Ma'rifat; 1407 M). h. 168. Lihat : Muglathi bin
Qaliij bin Abdullah al-Bakrajiy al-Mishriy al-Hukriy al-Hanafiy Abu Abdullah Alauddin, Ikmal
Tahzibul Kamal Fi Asma ar-Rijaal (Beirut: Dar al-Fikr: 2001 M) h. 139.

23
c. Penilaian Para Kritikus Hadits

Said Ibn Musayyib berkata; saya tidak mendapatkan di Irak orang yang

banyak hafalannya malainkan dari Qatadah.

Ibnu Sirrin berkata; Qatadah adalah orang yang banyak menghafal.

Ma`mar berkata; Saya belum pernah melihat dari mereka yang lebih faqih

daripada al-Zuhri, Hammad dan Qatadah.

Yahya b. Ma`in berkata; Qatadah Tsiqah.

Ibn Sa`ad berkata; Tsiqah, Mamun, Hujjatan fi al-hadis.

Ibnu Hibban berkata; Tsiqah.

5. Hammam Bin Munabbih

a. Nama Lengkap, Kuniyah, Laqab, Waktu Lahir dan Wafatnya

Beliau adalah Hammam bin Munabbih Kamil in sijah al-Abnawiy. Nama Kuniah

beliau adalah Abu Uqbah (beliau menghafal 400 ribu lebih hadis) Wafat pada Tahun

183 H54

b. Guru dan Muridnya

Guru beliau adalah Abu Hurairah, muawiyah. Adapun murid beliau antara

lain Uqiyl bin Ma;qil, Ali bin Hasan bin Anas As-Shan'ani, Ma'mar bin Rasyid.
c. Penilaian Para Kritikus Hadits

Al-Zuhri dari Anas berkata; Rasulullah saw tinggal lama di Madinah dan

saya saat itu berumur 10m tahun, dan beliau wafat saat saya berumur 20

tahun.

54
Syamsuddin Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad az-Dzahabiy, Sirah A'lam an-Nubala'
juz 23 (muassah ar-Risalah: t;th) h. 153. Lihat : Ahmad bin Muhammad bin Husain Abu Nashir al-
Bukhary al-Kalabazy, al-Hidayah wa al-Irsyad Fi Ma'rifati ahli Tsiqah Wa as-Sidad, (Beirut: Dar al-
Ma'rifat; 1407 M). h. 238. Lihat : Muglathi bin Qaliij bin Abdullah al-Bakrajiy al-Mishriy al-Hukriy
al-Hanafiy Abu Abdullah Alauddin, Ikmal Tahzibul Kamal Fi Asma ar-Rijaal (Beirut: Dar al-Fikr:
2001 M) h. 249.

24
Dari Tsabit dari Anas berkata; Rasulullah saw. Mendoakan saya,
sehingga Allah swt menambah hartaku,

sampai saya mempunyai kebun dan dipanen dua kali dalam setahun dan dari

tulang punggungku dilahirkan daripadanya sebanyak 106 keturunan.

6. Abu Hurairah

Nama Lengkap, Kuniyah, Laqab, Waktu Lahir dan Wafatnya

Beliau adalah Abu Yunus Sulaim bin Jubair.55

Guru dan Muridnya

Guru beliau adalah Abu Said al Hudriy, Usaid As-Saaidiy, Nabi Muhammad

SAW. Adapun murid beliau antara lain Amr bin Haris, Haywah bin Suraih, al-Laits,

Hammam bin Munabbih.

Penilaian Para Kritikus Hadits

Ibnu Hajar al-Asqalany berkata; "Lahu Shuduq"

Dari Tsabit dari Anas berkata; "siqah"

Antara Abu Hurairah dan Nabi Muhammad saw. terjalin hubungan sangat

dekat karena beliau adalah sahabat Nabi saw. Itu berarti terjadi persambungan

periwayatan hadits.

55
Ahmad bin Muhammad bin Husain Abu Nashir al-Bukhary al-Kalabazy, al-Hidayah wa al-
Irsyad Fi Ma'rifati ahli Tsiqah Wa as-Sidad, (Beirut: Dar al-Ma'rifat; 1407 M). h. 198. Lihat :
Muglathi bin Qaliij bin Abdullah al-Bakrajiy al-Mishriy al-Hukriy al-Hanafiy Abu Abdullah Alauddin,
Ikmal Tahzibul Kamal Fi Asma ar-Rijaal (Beirut: Dar al-Fikr: 2001 M) h. 279. Syamsuddin Abu
Abdullah Muhammad bin Ahmad az-Dzahabiy, Sirah A'lam an-Nubala' juz 23 (muassah ar-Risalah:
t;th) h. 153. Lihat :

25
C. Pemahaman (Fiqh al-Hadis) tentang Menjaga Air dari Pencemaran

Kaitannya dengan matan hadis di atas, pertama, bila ditinjau dari kualitas

sanadnya maka penelitian tersebut bisa dilanjutkan ke tahap selanjutnya karena

kualitasnya sudah tidak diragukan kesahihannya.

Penelitian matan hadis dilakukan untuk melacak apakah terjadi riwa>yah bi al-

mana> sehingga lafal hadisnya berbeda dengan cara membandingkan matan-matan

hadis yang semakna.


Setelah melakukan perbandingan antara matan satu dengan matan yang lain,

disimpulkan bahwa hadis tersebut diriwayatkan secara al-mana> karena matan-

matan tersebut berbeda satu sama lain meskipun kandungannya sama.

Kandungan hadis di atas yang menekankan agar bahwa setiap individu

mempunyai tanggung jawab terhadap alam (lingkungan) tidak bertentangan dengan

ayat-ayat al-Quran, karena banyak ayat yang juga menjelaskan tentang hal tersebut

26
demikian juga dengan hadis, di antaranya adalah QS.al-Qashash ayat 77 yang

berbunyi:




.

Terjemahnya:
Dan carilah apa yangtelah Allah anugrahkan kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat. Dan jamganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telahberbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu membuat kerusakan di
muka bumi, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan. (Qs. Al-Qashash[28]:77)


Terjemahannya:

Dialah yang telah menumbuhkan dari apa yang terdapat di bumi supaya kalian

memakmurkannya. (Q.s. Hud [11]:61)

Syarah Hadi>s\ (jika terbukti s}ah}i>h}/h}asan)

1. Larangan mencemari lingkungan (Air)

Nabi saw., melarang berkemih di air yang tenang tidak mengalir. Berkemih di
air tergenang berarti mencemari air, padahal air sangat penting dan perlu dijaga
kebersihan dan kesuciannya agar bisa digunakan untuk bersuci. Berkemih di tempat
yang dilarang oleh Nabi saw., berarti melanggar aturan agama.56Karena itu seorang
muslim wajib menaati ajaran agamanya. Sebagaimana pada hadis Nabi saw., berikut:







Artinya:

56
Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari' fii Syarh Shahih al-Bukhari, Juz I, (t.tp., Dar Mishar li
Tiba'ah, 2001 M/1421 H), h. 501

27
Jabir berkata: Rasulullah saw., melarang berkemih pada air yang tergenang.

HR. al-Bukhari, Muslim, dan ini lafal dari al-Nasa'i.

Demikian juga Nabi melarang sesorang mandi di air yang tergenang, sebagai

mana hadis Nabi saw., yang diriwayatkan oleh Abi Dawud dari Abu Hurairah:

- -

57

Artinya:
Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah saw., bersabda: jangan berkemih
salah seorang di antara kamu pada air tergenang dan jangan pula mandi
janabah di dalamnya. HR. Abi Dawud.

Mandi dalam air yang tergenang dilarang oleh Rasulullah saw., sebab pada air

tergenang sangat mungkin berkembang mikro organisme yang beracun, akibat

terjadinya pencemaran. Air tercemar dengan sesuatu najis atau berkembangnya mikro

organisme yang beracun dalam air yang tergenang itu, maka air itu tidak dapat

digunakan untuk bersuci, sebab akan berbahaya pada diri manusia. Air yang

tergenang yang sudah berubah warna dan baunya sudah dinilai najis.

Karena itu, Nabi saw., melalui hadis-hadis tersebut melarang setiap orang
berkemih pada air yang diam atau tidak mengalir.58 maksudnya adalah
air yang tergenang. Menurut al-Munziri bahwa ada riwayat dari Muslim, al-Nasa'I,

dan hadis A'raj dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Bukhari, diriwayatkan oleh

57
Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari' fii Syarh Shahih al-Bukhari, h. 98
58
Al-Hafid Ibnu Qayyim al-Jauziyah, 'Aun al-Ma'bud Syarh Sunan Abi Daud, Jilid I, (Bairut:
Dar Fikri li Tiba'ah wa al-Nasyr wa al-Tauzi', tth.), h. 132

28
Muslim, al-Turmuzi, al-Nasa'i, dari hadis Hamam bin Munabbih dari Abi Hurairah

lafal al-Turmuzi, pada lafal al-Nasa'i dicegah.59

Ulama menilai bahwa kencing itu najis. Sehingga ketika berkemih pada air

yang tergenang berarti memasukkan najis pada air itu. Yang demikian sangat jelas

tidak dibenarkan oleh Nabi saw., sedangkan mandi di air yang tergenang juga

dilarang sebab kalau mandi di dalam air itu maka air itu menjadi musta'mal karena

menjadi bekas mandi. Sebagian pandangan ulama Hanafi bahwa air itu menjadi

bernajis karena musta'mal.60

Dengan demikian, larangan berkemih pada air yang diam atau tergenang

berarti Nabi melarang mencemari air. Karena air yang tergenang mungkin dapat

digunakan orang dengan sesuatu maksud. Selain itu, Nabi pun melarang mandi dalam

air yang tergenang tersebut. Hal tersebut juga bermakna sebagai larangan mencemari

lingkungan, sebab mandi di dalam air yang tergenang berarti memasukkan kotoran ke

dalam air itu.

Analisis Pengembangan

1. Analisis Pengembangan Air

Dalam ilmu fiqhi dikenal beberapa kategorisasi air. Sayyid Sabiq dalam Kitab

Fiqh al-Sunnah membagi air ke dalam empat kategori61;

a. Air Mutlak, yang terdiri atas air hujan, salju, es, sebagaimana firman Allah swt.:

)11 : (

59
Al-Hafid Ibnu Qayyim al-Jauziyah, 'Aun al-Ma'bud Syarh Sunan Abi Daud, h. 133.
60
Al-Hafid Ibnu Qayyim al-Jauziyah, 'Aun al-Ma'bud Syarh Sunan Abi Daud, h. 134.
61
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah., Jilid I, (Qahirah: Dar al-Fath Li 'ilam al-Arabiy, 1421 H), h.
11.

29
Terjemahnya:
dan Allah menurunkan kepadamu air dari langit untuk mensucikanmu.

)48 : (


Terjemahnya:
... dan Kami turunkan air dari langit air yang suci.

Demikian juga air laut itu dinyatakan sebagai air yang suci sebagaimana hadis

Nabi saw., yang diriwayatkan oleh Imam Malik dari Abu Hurairah:











) (
Artinya:
Sesungguhnya Abu Hurairah pernah bercerita bahwa telah dating seorang
laki-laki kepada Rasulullah saw., lalu ia bertanya: Ya Rasulullah saw.,
sesungghnya kami melaut dan hanya membawa sedikit air, jika air itu kami
pakai berwudhu, kami bias kehausan, maka apakah boleh kami berwudhu
dengan air laut? Maka Rsullah saw., menjawab: air laut itu suci, bangkainya
halal. (HR. Malik)

Ulama hadis mengemukakan bahwa air yang berubah karena lamanya

tergenang dan bercampur dengan sesuatu yang biasanya tidak terpisah dari air,

seperti daun, kayu dan lain-lain. Maka ulama sepakat bahwa air itu tetap masuk air

mutlak.

b. Air Musta'mal adalah air yang sudah dipakai atau air bekas. Air seperti ini tidak

dapat lagi digunakan untuk bersuci. Tetapi kalau air itu sekedar merupakan air

yang tersisa setelah seseorang melakukan wudhu atau mandi dari air itu maka

tidak mengapa.

30
c. Air yang bercampur dengan benda suci seperti sabun, tidak dapat digunakan

untuk bersuci.

d. Air yang bernajis

1) Air bernajis tetap dapat dipakai bersuci apabila tidak berubah warna, bau, dan

rasa, serta volume air itu cukup dua kullah atau air itu keadaannya mengalir.

2) Air bernajis dan tidak dapat dipakai bersuci, apabila volume airnya tidak

cukup dua kullah atau berubah warna, bau dan rasanya atau air itu diam atau

tergenang.

Menurut Wahbah al-Zuhaily dalam kitab Fiqhinya "al-Fiqh al-Islam wa

Adillatuhu" membagi air ke dalam tiga jenis, yaitu:

Pertama, Air yang suci atau mutlak, yakni air yang suci lagi mensucikan.

Adalah semua air yang dari langit, semua air yang muncul dari tanah selama tetap

dalam sifat keaslian ciptaannya, tidak berubah salah satu dari tiga sifatnya (warna,

rasa dan bau).

Kedua, air yang suci, tidak mensucikan:

1) Bercampurnya sesuatu yang suci ke dalam air, yang dapat merubah salah

satu sifat air tersebut, seperti sabun, susu, gula dan lain-lain, menyebabkan
air tidak dapat digunakan bersuci.

2) Air musta'mal dengan volume kecil, yakni air yang kurang dari dua kullah.

Air yang sudah menjadi bagian dari yang digunakan bersuci, wudhu, mandi

atau mencuci pakaian, tidak dapat digunakan bersuci.

Ketiga, air bernajis, yakni air yang terdapat padanya najis yang tidak

dimaafkan. Atau air yang sudah bercampur dengan barang bernajis, seperti:

31
kencing di air tergenang yang tidak cukup dua kullah tidak dapat dipakai

bersuci.62

Mengapa Nabi saw., melarang berkemih atau kencing di air yang

tergenang lalu tidak ditemukan larangan berkemih di air yang mengalir?

Manusia membutuhkan air bersih atau air yang berkualitas yang dapat

menunjang kesehatan, tetapi dalam berbagai aktifitas sering kali mereka

mencemarinya sehingga menyebabkan terbatasnya ketersediaan air bersih.63

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

1. Pengertian dari Lingkungan adalah sesuatu yang berada di luar atau sekitar

makhluk hidup. Para ahli lingkungan memberikan definisi bahwa Lingkungan

(enviroment atau habitat) adalah suatu sistem yang kompleks dimana berbagai

faktor berpengaruh timbal-balik satu sama lain dan dengan masyarakat tumbuh-

tumbuhan. Menurut Ensiklopedia Kehutanan menyebutkan bahwa Lingkungan

adalah jumlah total dari faktor-faktor non genetik yang mempengaruhi


pertumbuhan dan reproduksi pohon. Ini mencakup hal yang sangat luas, seperti

tanah, kelembaban, cuaca, pengaruh hama dan penyakit, dan kadang-kadang

intervensi manusia.

62
Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa 'Adillatuhu", Juz I (lLibanon: Dar al-Fikr, 1997
M/1418 H), h. 264-278.
63
Muhammad Ardi, Kualitas Lingkungan Hidup di Indonesia, (Makassar: PPs UNHAS,
1992), h. 55.

32
2. penelusuran hadis tentang menjaga air dari pencemaran dengan menggunakan al-

Mujam al-Mufahras li Alfa>z} al-H{adi>s\ al-Nabawi> karya Arnold John

Wensinck (w. 1939 M). Maka, ditemukan Hadis Tentang Larangan Mencemari

Air sebanyak 26 riwayat. Dari 26 jumlah jalur periwayatan hadis tentang

Pencemaran Air yang menggunakan kata maupun yang

menggunakan kata kebanyakan sumbernya dari Abu Hurairah

dengan jumlah jalur sebanyak 22 jalur hadis dan 4 riwayat oleh sahabat yang

lain.

3. Nabi saw., melarang berkemih di air yang tenang tidak mengalir. Berkemih di air

tergenang berarti mencemari air, padahal air sangat penting dan perlu dijaga

kebersihan dan kesuciannya agar bisa digunakan untuk bersuci. Berkemih di

tempat yang dilarang oleh Nabi saw., berarti melanggar aturan agama.

B. Implikasi

Implikasi dari penelitian ini adalah bahwa pemeliharaan/menjaga air dari

pencemaran merupakan tugas manusia, khususnya umat Islam karena lingkungan

adalah kehidupan. lingkungan tidak hanya untuk sekarang, tapi akan diwariskan
kepada generasi mendatang.

Masyarakat diharapkan secara aktif dapat berperan serta dalam pelestarian

lingkungan, sedangkan pemerintah berupaya dengan memberikan perlindungan bagi

lingkungan hidup negaranya dan masyarakat yang tinggal dalam lingkungan hidup

negaranya melalui berbagai peraturan perundang-undangan. UU Lingkungan Hidup

No. 23 tahun 1997 adalah suatu produk pemerintah untuk menjaga kelestarian

33
lingkungan hidup sekaligus memberi perlindungan hukum bagi masyarakat agar

selalu dapat terus hidup dalam lingkungan hidup yang sehat.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Imam al-Hafidz al-Hajjaj Syihab al-Din Abi al-Fadhl Ahmad bin Ali bin Hajar al-
Asqalaniy, Tahzib al-Tahzib , Juz 9; Bairut: Dar al-Kutub al-Alamiyah, t.th

al-Hafidz al-Mutqab Jamaluddin al-Hajjaj Yusuf al-Maziy, Tahzib al-Kamal fi Asmai


al-Rijal, Jilid 26; Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992

Abd al-Gaffar Sulaiman al-Bandariy dan Sayyid al-Kasradiy Hasan, Mausuah al-
Rijal Kutub al-Tisah, Juz 3; Bairut: Dar al-Kutub al-Alamiyah, 1993

Ahmad Sutarmadi, Al-Imam al-Tirmidzi; Peranannya dalam pengembangan hadits


dan fiqh,cet 1; Jakarta: Logos, 1998

Arnold John Wensinck, al-Mujam al-Mufahras li Alfa>z} al-H{adi>s\ al-Nabawi>,


jilid 3, Cet. I; Leiden, Brill, 1946

34
Abdullah bin Abdurrahman Abu Muhammad al-Da>rimi>, Sunan al-Da>rimi>, Juz
VIII, Cet. 1; Bairut: Da>r al-Kutub al-Arabi>, 1407 H

Abu Abdullah Muhammad bin Isma>'i>l bin Ibra>hi>m bin al-Mugi>rah al-Bukhari,
Shahi>h al-Bukhari>, Juz XX; Bairut: Da>r Ibn Kas\ir, 1987 M/1407 H

Abu al-Husain Muslim bin al-Hajja>j bin Muslim al-Qusyairi> al-Naisabu>ri>,


Shahih Muslim, Juz V; Bairut: Da>r al-Afa>q al-Jadi>dah, t.th.

Muhammad bin I<sa Abu I<sa al-Turmuzi> al-Salami>, Sunan al-Turmuzi, Juz V;
Bairut: Da>r Ihya' al-Turas\ al-Arabi>, t.th.

Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hila>l bin Asad al-Syaibani>,
Musnad Ahmad bin Hanbal, Jilid 3, Cet. I; Bairut: 'A<lim al-Kutub, 1998
M/1419 H

Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah, al-Ja>mi al-Shahi>h, Cet. 2; t.t.,
Must}afa al-Bab al-Haliy, 1398 H/1978 M

Al-Nawawi, Shahih Muslim Bisyarh al-Nawawi, Juz IX, Beirut ; Dar al-Fikr, 1981
M/1401 H

Al-Hafid Ibnu Qayyim al-Jauziyah, 'Aun al-Ma'bud Syarh Sunan Abi Daud, Jilid I;
Bairut: Dar Fikri li Tiba'ah wa al-Nasyr wa al-Tauzi', tth.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, (1996), Kamus Besar Bahasa


Indonesia, Cet. VII, Balai Pustaka :1996Yusuf Qardhawi, Riayah al-Biah fi
Syariah al-Islam, diterjemahkan oleh Abdullah Hakam Shah dkk dengan
judul Islam Agama Ramah Lingkungan. Cet. I, Jakarta : Pustaka al-Kautsar,
2001.

http://pengertian-definisi.blogspot.com/Kamis 11 Oktober 2012

Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari bisyarh Shahih Bukhari, Juz V, Beirut :
Maktabah al-Salafiyah, t.th

Kamaruddin Amin, Menguji Kembali Keakuratan Metode Kritik Hadis, Cet. I;


Jakarta: Hikmah, 2009

35
Muhammad bin Abdurrahman bin Abdurrahim Al-Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwadzi bi
Syarh Jami al-Tirmidzi, Juz VII; t.p.: Dar al-Fikr, t.th.

RI, Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok


Pengelolaan Lingkungan Hidup, Bab I, Pasal 1 ayat 2.

Slamet Riyadi, Ekologi Ilmu Lingkungan : Dasar-dasar dan Pengertiannya,


Surabaya : Usaha Nasional, 1981.

Mujiono Abdullah, Agama Ramah Lingkungan Perspektif al-Quran. Cet. I, Jakarta :


Paramadina, 2001.

Qadir Gassing HT, Fiqih Lingkungan : Telaah Kritis tentang Penerapan Hukum
Taklifi dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pidato Pengukuhan Guru
Besar dalam Bidang Hukum Islam Fakultas Syariah UIN Alauddin Makassar,
8 Februari 2005

Subhi Shalih, Ulum al-Hadi>s\ wa Must}alahuh. Beirut : Dar al-Ulum li al-


Malayin, 1988

S{ala>h al-Di>n ibn Ah}mad al-Adlabi>, Manhaj Naqd al-Matn 'Inda Ulama>' al-
H{adi>s\ al-Nabawi>, terj. Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, Metodologi
Kritik Matan Hadis, Ciputat; Gaya Media Pratama, 2004

Wahbah al-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islami wa 'Adillatuhu, Juz I; lLibanon: Dar al-Fikr,


1997 M/1418 H

Muhammad Ardi, Kualitas Lingkungan Hidup di Indonesia, Makassar: PPs UNHAS,


1992

Otto Sumarwoto, Ekologi Lingkungan Hidup dan pembangunan, Jakarta: Djambata,


Cet. VII, 1997

Muhammad Suryani dkk., Lingkungan Sumberdaya ALam dan Kependudukan dalam


Pembangunan, Jakarta: UI-Press, 1987

Muhammad Suryani dkk., Lingkungan sumber daya Alam dan Kependudukan dalam
Pembangunan, Jakarta: UI-Press, 1987

Joko Subagyo, Metode Penelitian, Cet. IV; Jakarta: Rineka Cipta, 2004 M

36
37

Anda mungkin juga menyukai