Anda di halaman 1dari 46

CINCIN EMAS

Makalah
DiajukanuntukMemenuhi Salah SatuTugas
Mata KuliahHadisTah}li>li>
Semester 2

Oleh:
Muammar
NIM 80100316002

DosenPemandu:
Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag.
Prof. Dr. Hj. Rosmania Hamid, M.Ag.

PROGRAM PASCASARJANA (S3)


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAKASSAR
2017
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LatarBelakang
Islam agama yang indah dan mengajarkan ajaran keindahan. Al-Quran,
sebagai sumber utamanya, telah memperkenankan bahkan menyerukan kepada
umatnya supaya berhias dan berpakaian dengan baik.1 Ajaran Islam itu sendiri
menganjurkan kepada umatnya untuk selalu berpenampilan indah, bersih, enak
dipandang. Oleh karena itu, orang-orang berusaha untuk selalu berhias diri agar
terlihat menarik dan indah. Salah satunya dengan mengenakan pakaian serta
perhiasan-perhiasan. Tentunya, ia masih dalam batasan yang diperbolehkan dan
tidak berlebih-lebihan. Akan tetapi, sebelum Islam membincangkan perihal
masalah perhiasan dan gerak yang baik, terlebih dahulu Islam memulainya dengan
mengarahkan kepada masalah kebersihan yang merupakan dasar pokok bagi
setiap perhiasan yang baik.2
Akan tetapi, dibalik semua itu, Islam telah mengharamkan kepada lelaki
dua macam perhiasan, dimana kedua perhiasan tersebut justru paling manis untuk
kaum wanita. Dua macam perhiasan itu adalah :1) Berhias dengan emas, dan
2)Memakai kain sutera.3
Melihat realitas sekarang ini, banyak macam perhiasan yang dikenakan,
baik oleh kaum wanita maupun laki-laki. Di berbagai tempat banyak kita jumpai
perhiasan-perhiasan untuk laki-laki yang terbuat dari emas, seperti jam tangan,
kaca mata, kancing baju, pena, cincin dan sebagainya. Namun, bagi kaum laki-
laki berbagai macam perhiasan tersebut tak luput dari problem mengenai
penggunaannya.

1












)26:(
2
Muhammad Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, terj. Muammal Hamidy
(Jakarta: Bina Ilmu, 1993), h. 105.
3
Muhammad Yusuf al-Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, terj. Muammal
Hamidy, h. 108.
2

Makalah ini menfokuskan kajian tahlili hadis tentang cincin emas dengan
redaksi hadis berikut:










...




B. RumusanMasalah
Pembahasan diatas mengantarkan penulis merumuskan beberapa rumusan
masalah:

1. Bagaimana kualitas hadis tentang cincin emas?

2. Bagaimana analisis pemaknaan hadis tentang cincin emas?


3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Takhri>j al-H{adi>s\

Pada makalah ini, penulis menggunakan takhrij dengan metode


komputerisasi hadis (al-hasib al-Aly)4. Cara ini sangat efektif untuk menelusuri
hadis, karena dengan menggunakan teori komputerisasi hadis dapat menemukan
kolesi hadis yang jauh lebih lengkap jika dibandingkan dengan menggunakan
mujam, 5maudhu>a>t 6dan atau menggunakan at\ra>f7 karena teori-teori ini
koleksi hadis yang dapat didapati hanya terbatas pada kitab-kitabcanonical saja.
Sedangkan metode komputerisasi hadis dapat menelusuri beberapa kitab-kitab
hadis baikdari canonical maupun non-canonical hadis.

Program yang digunakan yaitu software maktabah syamilah8 dengan


menggunakan keyword dan .
Setelah dilakukan proses takhrijal-hadis dengan bantuan makatabah sya>milah,
didapatkan beberapa hadis berkenaan dengan tema hadis diatas. Di antara hadis-
hadis tersebut, terdapat beberapa hadis yang dikatakan setema namun dengan
varian redaksi yang berbeda. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel di
bawah ini:

4
Hatim ibn Arif al-Syarif. t.th. at-Takhrij wa Dira>sah al-Asa>ni>d. CD Shoftware
Maktabah al-Sya>milah. h. 2.
5
Kitab Al- Mujam Al- Mufahras li Alfash Al-Hadis\ Al-Nabawi> Dr.Arnold Jonh
Wensink dan ditashih oleh Dr. Fuad Abdul Ba>qi>.

6
Kutub al-fiqhiyyah seperti kutub sittah dan tisah.
7
Metode atra>f adalah sebuah buku yang mengkaji awal dari pada sebuah hadis. Metode
ini dapat dilihat jelas pada kitabTuhfatu al-Afra>f li Marifatu al-Atra>f dan tahzi>bu al-
Kama>l oleh imam al-Mizzi>.
8
Maktabah Sya>milah terbaru yang memuat 6405 kitab yang langsung tersambung
kekitab pdf. Program ini bekapasitas 56.9 gigabyte yang terakhir terup to date padatanggal 09
oktober 2016.
4
5

5525 1
5526
5868




5591 3
5510
-


1737 2
2808

2809 -




6

-
629 - 4
631 -
9465
9467 -
9468 - -
- -
9479
9481 -
9482 -
9488 - -
9492 -
- -
9499 -
94500 -

9568 -



-
-
-
7

-













3643 5
3654 -



4053 6
(
)
816 7
8


829
939
1004 - -
1044 - -
1102 - -
1113 - -
1162 - -
3715 - -
- -
18527
19995




-


Adapun uraian hadis dapat dilihat pada koleksi hadis yang terekam di
beberapa kitab hadis.

>1. S}ahih al-Bukha>ri


9

- 5525


:






9.

- 5526



.

10 .

- 5868


:



9
Muh}ammad bin Isma>il Abu>Abdillah al-Bukha>ri al-Jufi>, Sahih Bukhari, juz 5
(Beirut: Da>r Ibn Kas\i>r, 1987H), h.2202.
10
Muh}ammad bin Isma>il Abu>Abdillah al-Bukha>ri al-Jufi>, Sahih Bukhari, juz 5,
h.2202.
10


11 .

2. S}ahih Muslim

- 5510





- -



.


12.

- 5591


- -
13 .

>3. Sunan al-Tarmizi

11
Muh}ammad bin Isma>il Abu>Abdillah al-Bukha>ri al-Jufi>, Sahih Bukhari, juz 5,
h.2297.
12
Muslim bin al-H}ajja>j abu al-Hasan al-Nai>sabu>ri>, S}ah}ih Muslim, juz 6
(Beirut: Dar Jail, t.th), h. 135.

13
Muslim bin al-H}ajja>j abu al-Hasan al-Nai>sabu>ri>, S}ah}ih Muslim, juz 6, h.
149.
11

- 1737



:


14. 4226
- 2808

:


15 .

- 2809



:






16 .

14
Muh}ammad bin I<sa bin Su>rah bin Musa bin al-Dhahhak Al-Tarmiz\i>, Sunan al-
Tarmiz\i, juz 5 (Cet. II; Mesir Syirkah Maktabah wa Mathbaah Musthafa al-Babi al-Hilabi, 1395
H/1975 M), h. 226.
15
Muh}ammad bin I<sa bin Su>rah bin Musa bin al-Dhahhak Al-Tarmiz\i>, Sunan al-
Tarmiz\i, juz 5, h. 116.
16
Muh}ammad bin I<sa bin Su>rah bin Musa bin al-Dhahhak Al-Tarmiz\i>, Sunan al-
Tarmiz\i, juz 5, h. 117.
12

>4. Sunan al-Nasa>i

- 629


:

17.

- 631


:

18 .

- 9465




:



19.

17
Ah}mad bin Syuaib Abu> Abdirrahma>n al-Nasa>i>, Sunan al-Nasa>i>, juz 1
(Beriut: Dar Kutub al-Ilmiyyah, 1996), h. 217.

18
Ah}mad bin Syuaib Abu> Abdirrahma>n al-Nasa>i>, Sunan al-Nasa>i>, juz 1,
h. 218.
19
Ah}mad bin Syuaib Abu> Abdirrahma>n al-Nasa>i>, Sunan al-Nasa>i>, juz 5,
h. 440.
13

- 9467

:


20.

- 9468

:

21 .

- 9479


:



22 .

- 9481


:

20
Ah}mad bin Syuaib Abu> Abdirrahma>n al-Nasa>i>, Sunan al-Nasa>i>, juz 5,
h. 441.
21
Ah}mad bin Syuaib Abu> Abdirrahma>n al-Nasa>i>, Sunan al-Nasa>i>, juz 5,
h. 441.
22
Ah}mad bin Syuaib Abu> Abdirrahma>n al-Nasa>i>, Sunan al-Nasa>i>, juz 5,
h. 443.
14


23 .

- 9482


:


24 .

- 9488




:


25 .

- 9492


:

23
Ah}mad bin Syuaib Abu> Abdirrahma>n al-Nasa>i>, Sunan al-Nasa>i>, juz 5,
h. 443.
24
Ah}mad bin Syuaib Abu> Abdirrahma>n al-Nasa>i>, Sunan al-Nasa>i>, juz 5,
h. 443.
25
Ah}mad bin Syuaib Abu> Abdirrahma>n al-Nasa>i>, Sunan al-Nasa>i>, juz 5,
h. 445.
15




26 .

- 9499


:


27 .

- 9500


:

.
28

- 9545
:




26
Ah}mad bin Syuaib Abu> Abdirrahma>n al-Nasa>i>, Sunan al-Nasa>i>, juz 5,
h. 446.
27
Ah}mad bin Syuaib Abu> Abdirrahma>n al-Nasa>i>, Sunan al-Nasa>i>, juz 5,
h. 447.
28
Ah}mad bin Syuaib Abu> Abdirrahma>n al-Nasa>i>, Sunan al-Nasa>i>, juz 5,
h. 447.
16


29 .

- 9568


:








30 .

5. Sunan Ibn Ma>jah

- . 3643


31.

- 3654 .

29
Ah}mad bin Syuaib Abu> Abdirrahma>n al-Nasa>i>, Sunan al-Nasa>i>, juz 5,
h. 456.
30
Ah}mad bin Syuaib Abu> Abdirrahma>n al-Nasa>i>, Sunan al-Nasa>i>, juz 5,
h. 461.
Ibnu Ma>jahAbu> AbdillahMuh}ammad bin Yazid al-Qazwaini, Sunan Ibnu
31

Ma>jah, juz 2 (Beirut: Dar al-Fikr, t.th), h. 1202.


17


32

6. Sunan Abi> Da>ud

- 4053

- -
- -

33.

7. Musnad Ahmad bin Hanbal

- 816

:


34.

- 829




:

32
Ibnu Ma>jahAbu> AbdillahMuh}ammad bin Yazid al-Qazwaini, Sunan Ibnu
Ma>jah, juz 2 (Beirut: Dar al-Fikr, t.th), h. 1205.
33
Abu> Da>ud Sulai>man bin al-Asy'asy al-Sajsata>ni>, Tali>q: Al-alba>ni>, al-
Sunan, Juz: 4 (Beirut: Dar al-Kutub al-Arabi, t.th), h.87.
34
Abu Abdillah Ah}mad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad Al-Syaibani,
al-Musnad, Juz: 1 (Cet.I; Beirut: Muassasah al-Risalah, 1421 H/2001 M), h.104.
18


35 .

- 939



:



:
36 .

- 1004


:

.
: 37 .

- 1044


:
35
Abu Abdillah Ah}mad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad Al-Syaibani,
al-Musnad, Juz: 1, h.105.
36
Abu Abdillah Ah}mad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad Al-Syaibani,
al-Musnad, Juz: 1, h.116.
37
Abu Abdillah Ah}mad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad Al-Syaibani,
al-Musnad, Juz: 1, h.123.
19






:
38 .

-

:


:

39 .

- 1113


:

. :
40 .

38
Abu Abdillah Ah}mad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad Al-Syaibani,
al-Musnad, Juz: 1, h.126.
39
Abu Abdillah Ah}mad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad Al-Syaibani,
al-Musnad, Juz: 1, h.132.
40
Abu Abdillah Ah}mad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad Al-Syaibani,
al-Musnad, Juz: 1, h.133.
20

- 1162

:








.
:
41 .

- 3715



:


:
42 .

- 10053

41
Abu Abdillah Ah}mad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad Al-Syaibani,
al-Musnad, Juz: 1, h.138.
42
Abu Abdillah Ah}mad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad Al-Syaibani,
al-Musnad, Juz: 1, h.392.
21


:
.
:
43 .

- 18527


:






.
:
44 .

- 19995


:

.

43
Abu Abdillah Ah}mad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad Al-Syaibani,
al-Musnad, Juz: 2, h.468.

44
Abu Abdillah Ah}mad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad Al-Syaibani,
al-Musnad, Juz: 4, h.284.
22

. :
45

B.Kritik Sanad dan MatanHadis


1. Kritik Sanad
Hadis yang hendak penulis teliti adalah hadis yang terdapat dalam Shahih
al Bukhari Kitab Al-Libas, Bab Khawatim Al-Zahab, Nomor: 5525 dengan redaksi
beritkut:

- 5525


:






5 .
2202

No Periwayat Tahun Guru Murid Jarh wa Tadil


Lahir-Wafat
1 Al-Bara ibn Wafat: 72 H a. Khalid bin a. Sad bin Ash-sahabat
Azib Zaid Ubaidah Ibn Hajar:
b. Abdullah b. Umar bin S|iqah
bin Utsman Syarahil
bin Umar c. Muawiyah

Abu Abdillah Ah}mad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad Al-Syaibani,
45

al-Musnad, Juz: 4, h.443.


23

b. dll bin Suwaid


b. Dll
2 Muawiyah - Al-Bara ibn Al-Asyats bin Al-Ajali:
ibn Suwaid Azib Abi Asyats Tsiqah
Ibn Ibnu Hibban:
Muqarrin Tsiqah
3 Al-Asyats Wafat: 120 a. Aswad bin a. Sufyan bin Yahya bin
bin Abi H Hilal Sad Muain:Tsiqah
Asyats b. Muawwiyah b. Salam bin Abu Hatim:
bin Suwaid Said Tsiqah
c. Salim bin c. Syubah Ahmad bin
Aswad ibn Hajjaj Hanbal: tsiqah
b. dll b. dll
4 Syubah ibn Wafat: 160 a. Ibrahim bin a. Adam bin Sufyan Ats-
Hajjaj H Muhammad abi Iyas Tsauri: Amirul
b. Arzaq bin b. Ibrahim bin mukminin fil
Qais Sad hadis
c. Asyats bin c. Ibrahim bin Al-Ajali:
Abi Asyats Tamhan Tsiqah
d. Anas bin b. dll Muhammad
Sirin bin Sad:
b. dll Tsiqah
5 Adam bin Wafat: 220 a. Israil bin - Yahya bin
Abi Iyas H Yunus Muain:Tsiqah
b. Hafs bin Abu Hatim:
Maisarah Tsiqah
c. Syubah bin Al-Ajali:
Al Hajjaj Tsiqah
d. Syaiban bin Abu Daud As-
Abdirrahma Sijistani:
e. Laits bin Tsiqah
Sad
f. Muhammad
bin
Abdirahma
b. dll
6 Imam Lahir: 194 a. Ali bin Al a. Muslim bin -
Bukhari H Madani Al Hajjaj
Wafat: 256 b. Ahmad bin b. Al Tirmidzi
H Hanbal c. Al Nasai
24

c. Yahya bin d. Ibnu


Main Khuzaimah
d. Ibnu e. Abu Daud
Ruhawaih b. dll
b. dll

Seluruh perawi dalam sanad ini berkualitas s\iqah. Memperhatikan


tahammul dan shighat al-ada, maka hadis tersebut disampaikan dengan iltiqa
langsung dengan periwayat yang lain. Di samping itu, penulis berkesimpulan
bahwa sanad dalam hadis tersebut muttashil karena adanya relasi guru-murid.
Berdasar statement di atas, maka penulis memberikan level sanad hadis tersebut
dengan hadis marfu. Dengan demikian, maka hadis tersebut telah memenuhi
kaidah kesahihan hadis.

2. Kritik Matan
Hadis tentang larangan memakai cincin dari emas bagi laki-laki, secara
tekstual, intertekstual maupun kontekstual yang terkandung di dalamnya sesuai
dengan beberapa hadis dan ayat al-Quran. Allah telah memberikan pakaian dan
perhiasan untuk dinikmati oleh manusia. Dalam pandangan Islam, pakaian
digunakan untuk menutup aurat dan keperluan berhias. Sebagaimana firman Allah
Q.S. Al-Araf: 26



















Terjemahannya:
Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu
pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan
pakaian takwa. Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah
sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka
selalu ingat. (Al-Araf:26)

Akan tetapi, dibalik semua itu, Islam juga mengharamkan perhiasan bagi
laki-laki, yaitu salah satunya adalah cincin dari emas. Hal ini telah banyak
disebutkan dalam berbagai varian hadis yang melarang akan hal tersebut. Namun
25

bukan berarti tidak tanpa alasan mengapa Islam melarang hal tersebut bagi kaum
Adam. Sesungguhnya dibalik palarangan tersebut terdapat hikmah dan pendidikan
moral yang tinggi bagi kaum Adam khususnya.46
Dengan memperhatikan redaksi dan makna hadis di atas, maka penulis
berkesimpulan bahwa matan hadis tersebut berkualitas sahih dan layak untuk
dijadikan hujjah.

C. Pemaknaan Matan Hadis


1. Kajian Linguistik
Redaksi hadis-hadis tentang larangan memakai cincin emas bagi laki-laki
ada beberapa redaksi sebagaimana telah dipaparkan di atas.












Artinya: Rasulullah telah melarang kami dari tujuh perkara, beliau melarang
kami memakai cincin dari emas dan sutera,.....

Berkaitan dengan hadis pertama apabila dicermati, maka ada perbedaan


lafal antara sumber dari Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Turmudzi dengan
sumber dari Imam Nasai dan Imam Muslim kaitannya dengan redaksi matan
hadis memakai cincin emas walaupun sumber perawi hadis dari Imam Ahmad
bin Hanbal, Imam Turmudzi, Imam Nasai, dan Imam Muslim berasal dari
sumber yang sama, yaitu sahabat Al-Bara ibn A>zib. Perbedaan lafal matan hadis
tersebut masih dapat diterima karena sama sekali tidak bertentangan dengan
kandungan maksud hadis.

46
Muhammad Yusuf al-Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, terj. Muammal
Hamidy, h. 110.
26

Hadis-hadis tentang larangan bagi laki-laki memakai cincin emas


kesemuanya berbentuk nahy, yaitu dengan memakai kata . Pada dasarnya

sighat nahyi itu bermakna larangan, yaitu tuntutan untuk tidak melakukan suatu
pekerjaan.47 Dan apabila dilihat dari sighat nahyi-nya, maka larangan itu berarti
haram.48
Berdasarkan matan hadis-hadis di atas, maka larangan memakai cincin
emas berlaku umum, baik itu laki-laki maupun perempuan. Akan tetapi hal ini
ditakhsis dengan hadis lain yang setema dari sahabat Ali bin Abi Thalib,

- 9446



:


(
49.)
Artinya:
Sesungguhnya Rasulullah saw mengambil sutera, beliau letakkan di tangan
sebelah kanan, kemudian mengambil emas dan beliau letakkan di tangan
sebelah kiri, kemudian bersabda: Sesungguhnya kedua barang ini haram
bagi orang laki-laki dari umatku. (HR. Nasa>I)

Dihadis lain Rasulullah saw memperjelas keharaman emas dan sutra bagi
laki-laki.

- 234

47
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh (Beirut: Dar Al-Fikr, t. Th), h. 181
48
Amir Abdul Aziz, Usul Fiqh al-Islami (Mesir: Dar as-Salam, 1997), h. 703
49
Ah}mad bin Syuaib Abu> Abdirrahma>n al-Nasa>i>, Sunan al-Nasa>i>, juz IV
(Beriut: Dar Kutub al-Ilmiyyah, 1996), h. 93.
27

:
:
( 50

)
Artinya:
Emas dan sutra halal bagi perempuan dan harab bagi laki-laki dari
ummatku. (HR. Al-Tabra>ni)

Kata adalah kebalikan dari kata yang bearti yang terlarang,

haram.51 Larangan tersebut dikhususkan bagi laki-laki karena lafalnya jelas


menunjukkan kepada jenis mudzakkar (laki-laki). Kemudian kalimat
(yang dimaksudkan adalah sutera dan emas) merupakan

isyarat/petunjuk kepada jenis keduanya yang haram. Kata haram di sini tidak
ditulis dengan bentuk mutsanna/jama, hal ini dimaksudkan supaya tidak
menimbulkan keraguan bahwa masing-masing dari sutera dan emas adalah haram
bagi laki-laki. Haram di sini adalah haram dalam arti menggunakannya, yakni
haram memakainya untuk dikenakan di badan. Adapun keharaman bagi laki-laki
juga masih umum, mencakup di dalamnya laki-laki dewasa atau anak-anak yang
sudah terkena taklif.
Para ulama berbeda pendapat berkenaan dengan sebab-sebab
diharamkannya emas dan sutera bagi laki-laki. Di antara pendapat tersebut adalah
bahwa sutera san emas merupakan icon kemewahan. Hal ini tentu merupakan
suatu ketidakwajaran apabila laki-laki mengenakan keduanya.
Pendapat lain mengatakan bahwa mengenakan emas dan sutera akan
menyerupai pakaian kaum musyrik. Dalam kitab Fath al-Mabadi disebutkan

50
Sulai>man bin Ahmad bin Ayyu>b al-Tabra>ni>, Pentahqiq: Hamdi> bin Abdu al-
Majid, al-Mujam al-Kabi>r, Juz 2 (Cet.II; al-Mausal: Maktabah al-Ulum wa al-Hakam, 1983), h.
97.
51
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al Munawwir; Kamus Arab-indonesia (Yogyakarta:
t.tp, 1984), h. 277.
28

tentang sebab-sebab keharamannya, yaitu karena congkak, kesombongan, 52 atau


karena kondisinya yang merupakan baju mewah dan perhiasan yang dikenakan
oleh kaum wanita, atau menyerupai terhadap kaum musyrik, atau karena
berlebihan. Nabi saw telah bersabda,

- 4033


-
-
53
Artinya:
Rasulullah bersabda, Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka
dia termasuk dari (golongan) mereka. (HR. Abu Daud)









-5546







- -

- -









.




54

Artinya:Rasulullah saw telah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita
dan wanita yang menyerupai laki-laki. (HR. Bukhari)

Kedua hadis di atas memberikan pemahaman bahwa penyerupaan itu


mencakup berbagai hal, baik itu dalam bicara, geraknya, cara berjalannya
pakaiannya, dan sebagainya. Menyerupai dalam beragam sisi hidup kepada suatu
golongan, maka berarti dia termasuk dalam golongan mereka. Sejahat-jahat
bencana yang akan mengancam kehidupan manusia dan masyarakat adalah karena

52
Abdullah bin Hijazy al-Syarqawi, fath Al Mabadi Syarh Mukhtasar Al Zabidi juz 3
(Birut: Dar Al-Fikr, 1994), h. 297.
53
Abu> Da>ud Sulai>man bin al-Asy'asy al-Sajsata>ni>, Tali>q: Al-alba>ni>, al-
Sunan, Juz: 4, h.78.
54
Muh}ammad bin Isma>il Abu>Abdillah al-Bukha>ri al-Jufi>, Sahih Bukhari, juz 5
(Beirut: Da>r Ibn Kas\i>r, 1987H), h.2207.
29

sikap yang abnormal dan menentang tabiat. Sedangkan tabiat itu ada dua hal,
yaitu tabiat laki-laki dan tabiat wanita. Masing-masing mempunyai
keistimewaan dan karakteristik sendiri. Maka jiakalau ada laki-laki yang berlagak
seperti wanita, dan begitu juga sebaliknya, wanita berlagak seperti laki-laki, maka
hal ini adalah suatu sikap yang tidak normal dan derajatnya akan jatuh.55
2. Hadis-Hadis yang Terjalin Satu Tema tentang Larangan Memakai
Cincin Emas Bagi Laki-Laki
Untuk berhasil memahami al-Sunnah dengan benar, maka hadis-hadis
yang terjalin dalam satu tema harus dihimpun. Hal ini dilakukan agar antara hadis
yang satu dengan yang lain saling menguatkan dan menjelaskan. Kemudian
mengembalikan kandungannya yang mutasyabih kepada yang muhkam,
mengaitkan yang muthlaq dengan yang muqayyaddan menafsirkan yang am
dengan yang khas.56
Setelah dilakukan analisa terhadap hadis yang penulis teliti, maka ada
beberapa hadis yang terjalin dalam satu tema.








:
:


55
Muhammad Yusuf al-Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, terj. Muammal
Hamidy, h. 111.
56
M. Yusuf Al-Qardhawi, terj. Moh. Al Baqir, Bagaimana Memahami Hadis Nabi saw,
(Bandung: Karisma, 1993), h. 43.
30



) )
Artinya: Rasulullah bersabda: Tidak akan masuk surga barang siapa yang di
dalam hatinya terdapat kesombongan walaupun hanya seberat biji atom,
dan tidak akan masuk neraka barang siapa yang di dalam hatinya terdapat
iman walaupun hanya seberat biji atom. Seseorang berkata: Wahai
Rasulullah! Sesungguhnya seseorang yang senang pakaiannya indah dan
alas kakinya indah (Apakah termasuk keangkuhan?) Nabi menjawab:
Sesungguhnya Allah itu Indah, senang kepada keindahan, keangkuhan
adalah menolak kebenaran dan menghina orang lain. (HR. Muslim)

Hadis di atas menyatakan secara implisit bahwa berhias adalah naluri


manusia . Di samping itu, hadis tersebut mengandung pemahaman, bilamana
seseorang berlebih-lebihan dalam hal berhias, maka secara tidak langsung dia
telah menampakkan keangkuhan dan tentu hal ini mempengaruhi kesucian hati.
Dan sesungguhnya yang menjadi prioritas agama adalah niat serta motivasi yang
berada di balik suatu perbuatan yang dilakukan oleh seorang hamba.











-
-









-






-








Artinya:
Rasulullah bersabda: Barang siapa memakai pakaian yang berlebih-
lebihan, maka Allah akan memberikan pakaian kehinaan nanti pada hari
kiamat.

Hadis di atas mengandung peringatan untuk tidak berlebih-lebihan dalam


hal berpakaian. Hal ini dapat juga dianalogikan dengan berhias. Rasulullah tidak
merinci bagaimana berhias yang berlebihan itu, entah itu jenis bahannya,
harganya, modelnya, atau yang lainnya, sehingga ketika dipakai akan
menimbulkan kesan berlebih-lebihan. Sebagai contoh dalam pembahasan ini
adalah emas. Emas bisa jadi masuk dalam perhiasan yang berlebih-lebihan, karena
31

emas merupakan barang mewah. Sehingga siapa saja yang memakainya akan
terkesan berlebih-lebihan.

3. Konfirmasi Hadis-Hadis Tentang Larangan Memakai Cincin


Emas Bagi Laki-Laki dengan Al-Quran
Agar dalam memahami al-Sunnah dengan pemahaman yang benar, tidak
ada penyimpangan, pemalsuan dan penafsiran yang buruk, maka pemahaman
tersebut haruslah berdasarkan petunjuk Al-Quran. Hal ini tidak lain dalam rangka
bimbingan Ilahi yang pasti benarnya dan tidak diragukan lagi kebenarannya.57
Beberapa ayat-ayat al-Quran yang sesuai dengan tema hadis tentang
haramnya memakai cincin dari emas untuk laki-laki adalah sebagai berikut.
Dalam firman Allah Q.S. Al-Araf: 31

Terjemahannya:
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki)
mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.

Pada dasarnya semua jenis perhiasan itu dihalalkan sebagaimana telah


disebutkan ayat di atas, selain itu ayat tersebut juga merupakan counter balik atas
perbuatan orang-oranh jahiliyah yang telah mewajibkan melepas fungsi pakaian
sebagai penutup aurat, perhiasan, dan nikmat Allah atas hamba-hamba-
Nya.Kemudian selanjutnya dalam firman Allah Q.S. Al-Araf: 32

57
M. Yusuf al-Qardhawi, terj. Moh. Al Baqir, Bagaimana Memahami Hadis Nabi saw, h.
43.
32


















Terjemahannya:
Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang
telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah
yang mengharamkan) rezki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu
(disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia,
khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat." Demikianlah Kami
menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.

Dalam ayat di atas, Islam telah memperkenankan bahkan menyerukan


kepada umatnya supaya berhias dan menentang keras bagi siapa saja yang
mengharamkan apa yang telah dihalalkan oleh-Nya. Ayat di atas juga
mengandung pemahaman berkaitan dengan masalah perhiasan dengan segala
bentuknya, bahwasanya syariat bersikap lunak dan tidak terlalu mencampuri
kecuali dalam batas-batas tertentu demi mencegah timbulnya penonjolan
kemewahan dan sikap tabdzir dalam kehidupan.
Dalam Q.S. Fatir: 33 dijelaskan




















Terjemahannya:
(bagi mereka) syurga 'Adn mereka masuk ke dalamnya, di dalamnya
mereka diberi perhiasan dengan gelang-gelang dari emas, dan
dengan mutiara, dan pakaian mereka didalamnya adalah sutera.

Dalam Q.S. Al-Kahfi: 31

































Terjemahannya:
33

Mereka Itulah (orang-orang yang) bagi mereka surga 'Adn,


mengalir sungai-sungai di bawahnya; dalam surga itu mereka dihiasi
dengan gelang mas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutera
Halus dan sutera tebal, sedang mereka duduk sambil bersandar di
atas dipan-dipan yang indah. Itulah pahala yang sebaik-baiknya, dan
tempat istirahat yang indah.

Kandungan ayat di atas, sekilas bertentangan dengan tema hadis yang


penulis bahas, akan tetapi sebenarnya tidak, karena yang dimaksud emas dalam
ayat tersebut tidaklah dapat dianalogikan dengan nama bahan yang sama di
dunia.58

3. Konfirmasi Hadis-Hadis Tentang Larangan Memakai Cincin


Emas Bagi Laki-Laki dengan hadis yanglebih s}ari>h

- 5594


- -



.
.
.
149 6 : .
- 9466

:

58
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran (Bandung: Mizan, 1996), h.165.
34




:5
4409466 :
- 9545
:






: 5 4569545
- 5596

-
-



- -
. . :6
150
1021






35


: : . .
1112102 3

4.

5. Kajian Historis Pelarangan Emas


Dalam tahap ini, pemaknaan terhadap suatu pernyataan dilakukan dengan
kajian terhadap realitas, situasi dan problematika di mana pernyataan itu
dimunculkan. Dengan kata lain bahwa memahami hadis Nabi sebagai respon
terhadap situasi umum masyarakat pada zaman Nabi maupun situasi-situasi
khususnya. Tahapan ini mensyaratkan adanya kajian terhadap situasi makro, yaitu
situasi kehidupan secara menyeluruh di Arab pada saat kehadiran Nabi maupun
kultur mereka, dan situasi mikro, yaitu sebab khusus dimunculkannya hadis
tersebut (asbab al-wurud).
Islam lahir di jazirah Arab yang memiliki peranan yang sangat besar
karena letak geografisnya. Dilihat dari kondisi internalnya, Jazirah Arab hanya
dikelilingi gurun dan padang pasir di segala sudutnya. Kaitannya dengan
hubungan dengan dunia luar, Jazirah Arab terletak di benua yang sudah terkenal
sejak dahulu kala, yang mempertautkan daratan dan lautan. Sebelah barat laut
merupakan pintu masuk ke benua Afrika, sebelah timur laut merupakan kunci
untuk masuk ke banua Eropa, dan sebelah timur adalah pintu masuk bagi bangsa-
bangsa non-Arab, timur tengah dan timur dekat, terus membentang ke India dan
Cina. Karena letak geografis inilah sebelah utara dan selatan Jazirah Arab menjadi
tempat berlabuh berbagai bangsa untuk saling tukar menukar perniagaan,
peradaban, agama, dan seni.59
Kondisi ekonomi mengikuti kondisi sosial, yang bisa dilihat dari jalan
kehidupan bangsa Arab. Perdagangan merupakan sarana yang paling dominan
untuk memenuhi kebutuhan hidup. Jalur-jalur perdagangan tidak bisa dikuasai

59
Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyyah (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2007), h. 1.
36

begitu saja kecuali jika sanggup memegang kendali keamanan dan perdamaian.
Sementara itu kondisi yang aman seperti ini tidak terwujud di Jazirah Arab
kecuali pada bulan-bulan suci. Pada saat itu dibuka pasar-pasar Arab yang sangat
terkenal, seperti Ukazh, Dzil-Majaz, Majinnah, dan lain-lain.60
Alat transaksi yang digunakan saat itu menggunakan mata uang dinar
(emas) dan dirham (perak). Emas dan perak pada zaman Nabi disebut dengan
naqdain. Transaksi dengan menggunakan kedua mata uang ini sudah dikenal sejak
zaman pra Islam meskipun masih terdapat segolongan kecil yang menggunakan
sistem barter (barang ditukar dengan barang).
Oleh karena itu, menurut analisa penulis, maka larangan mamakai
memakai cincin emas pada saat itu, karena mendasarkan bahwa emas merupakan
barang yang sangat mewah dan memiliki nilai tukar yang tinggi. Sehingga pada
selanjutnya digunakan sebagai alat tukar dalam melakukan perniagaan. Dapat
dibayangkan jika kaum laki-lakipun memakai emas untuk menghias dirinya, yang
memungkinkan berakibat tidak ada lagi bahan untuk membuat mata uang yang
akan memudahkan mereka dalam bertransaksi.
Adapun situsai mikro (asbab al-wurud) berkenaan dengan larangan memakai
cincin emas bagi laki-laki, sejauh penelusuran penulis, maka tidak diketemukan
dalam berbagai sumber.
5. Generalisasi Makna
Setelah menganalisa matan hadis tentang larangan memakai cincin emas
bagi laki-laki, maka selanjutnya makna-makna tersebut digeneralisasikan dengan
mempertimbangkan situasi-situasi historis hadis tersebut agar dapat ditangkap
makna universal yang tercakup dalam hadis tersebut.
Melihat pemaknaan tekstual dan kondisi sosio-historisnya, penyusun
berkesimpulan bahwa hadis tersebut tidak hanya dapat dipahami secara tekstual,
tetapi juga kontekstual. Secara tekstual, hadis tersebut memberikan pemahaman
tentang larangan memakai cincin emas bagi laki-laki, tepatnya ketika masa Nabi
saw. Larangan ini berlaku karena emas pada saat itu merupakan icon perhiasan

60
Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah, h.34.
37

yang sangat mewah dan barang yang mempunyai nilai jual tinggi di samping
sebagai alat tukar (dinar). Oleh karena itu, hanya segelintir orang saja yang dapat
memakainya, yaitu orang kaya. Melihat fenomena seperti ini, maka dengan
sendirinya akan nampak jurang pemisah antara si kaya dan si miskin, walaupun
memiliki emas bukan satunya-satunya patokan yang membedakan antara
keduanya. Jadi sangat wajar apabila Rasulullah melarang sutera dan emas pada
waktu itu dengan maksud mengurangi kesenjangan sosial di masyarakat Arab.
Emas merupakan perhiasan yang biasa dipakai oleh kaum wanita. Hal ini
tidak lain untuk memenuhi perasaan, sesuai dengan tuntutan sifat kewanitaannya
dan kecenderungan fitrahnya, yaitu suka berhias. Oleh karena itu, dikhawatirkan
apabila laki-laki memakainya, walaupun hanya sekedar untuk berhias, akan
menghilangkan sifat keperwiraannya. Hal ini dilakukan karena konteks pada saat
itu, peran laki-laki sangat diperlukan demi kepentingan perang.
Kemudian yang tidak kalah penting adalah kekhawatiran apabila
seseorang memakainya, maka akan timbul kesombongan dalam dirinya. Hal ini
tentu sangat wajar karena memang emas merupakan barang mewah dan bernilai
tinggi pada saat itu. Hemat penulis, apabila ini dijadikan alasan pengharamannya,
maka bukan hanya laki-laki saja yang dilarang, akan tetapi termasuk wanita.
Mengingat masalah kesombongan merupakan sifat yang dapat menjangkiti
siapapun tanpa terkecuali. Dan apabila dicermati, maka tolak ukur keharaman
tersebut lebih ditekankan pada etika dan pembinaan akhlak.
Dengan demikian jika kita merujuk pada pendapat Yusuf al-Qardhawi,
apabila kondisi telah berubah dan tidak ada lagi illah, maka hukum yang
berkenaan dengan suatu nashakan gugur dengan sendirinya. Hal ini sejalan
dengan kaidah suatu hukum berjalan seiring dengan illah-nya, baik dalam halal
damaupun tidak adanya. Begitu pula terhadap hadis yang berlandaskan su atu
kebiasaan temporer yang berlaku pada zamanNabi danmengalami perubahan pada
masa kini, maka yang dipegangi adalah maksud yang dikandungnya dan bukan
pengertian harfiyahnya.
Dari pemaparan di atas, penulis memberikan kesimpulan, secara tekstual
hadis tentang larangan memakai cincin emas bagi laki-laki tepat bersifat temporal
38

mengingat kondisi sosial ekonomi masyarakat saat itu. Di sisi lain juga adanya
kekhawatiran Nabi saw akan penyerupaan antara laki-laki dan perempuan dalam
segala hal.
Sedangkan pemahaman secara kontekstual terhadap hadis-hadis tentang
larangan memakai cincin emas bagi laki-laki, maka di sini memberikan beberapa
pemahaman. Menurut penulis, larangan memakai cincin emas bagi laki-laki lebih
ditekankan pada kondisi sosial ekonomi. Apabila kondisi sosial, ekonomi, dan
politik pada suatu masyarakat telah mapan dan terorganisir dengan baik, maka
larangan dalam hadis tersebut tidak berlaku lagi. Begitupun sebaliknya, apabila
tatanan sosial, ekonomi, dan politik masyarakat belum tertata dengan baik, maka
hukum dalam hadis tersebut masih berlaku.
Adapun faktor sombong, angkuh, congkak, dan yang lainnya adalah lebih
ditekankan pada tujuan pendidikan moral. Sekecil apapun nilai perbuatan yang
dilakukan seseorang, apabila di dalamnya masih terdapat unsur sombong, maka
hal tersebut dilarang, dan itu tidak hanya berlaku pada laki-laki saja, melainkan
termasuk juga wanita. Hal ini menunjukkan bahwa niat mempunyai posisi yang
penting dalam perbuatan seseorang.

D. Analisis Hadis-Hadis Tentang Larangan Memakai Cincin Emas Bagi


Laki-Laki; Relevansi Teks dan Konteks
Arus modernisasi telah menyebabkan rumitnya mode pakaian dan upaya
menghias diri. Umat muslim sebenarnya dapat mengenakan pakaian apa saja dan
bebas menghias diri asalkan tidak menjurus kepada pemborosan ataupun
kesombongan. Ada sebuah hadis yang menyatakan: makanlah apa yang kau
ingini dan kenakanlah pakaian yang kau ingini, selama kau menghindar dari dua
hal: pemborosan dan kesombongan.61 Hal ini berdasar pada hadis Nabi SAW:

61
Muhammad al-Ghazali, Studi Kritis Atas Hadis Nabi Saw: Antara Pemahaman Tekstual
dan Kontekstual (Bandung: Mizan, 1994), h. 111
39






62

Artinya:
Tidak masuk surga orang yang dalam hatinya terdapat kesombongan
sebesar biji sawi. Seorang laki-laki berkata, ada orang ingin bajunya
bagus dan sandalnya bagus. Nabi Saw. bersabda, sesungguhnya Allah
Maha Indah dan menyukai keindahan. Kesombongan itu mengingkari
kebenaran dan menghina orang lain. (HR. Muslim)

Emas adalah salah satu dari barang yang bisa dijadikan sebagai penghias
diri. Akan tetapi, menurut Sunnah Nabi, Emas, sebagai perhiasan, diharamkan
bagi kaum laki-laki dan tidak bagi kaum perempuan. Hal ini menjadi pertanyaan
besar, mengapa dilarang bagi kaum laki-laki dan diperbolehkan hanya bagi
perempuan.
Menurut kaca mata penulis, maka ada dua aspek yang perlu diketengahkan
dalam menjawab masalah ini, yaitu:
1. Ekonomi
Emas adalah instrument ekonomi yang paling tuadan kekal sepanjang
sejarah manusia. Emas dipersepsikan bernilai dan sangat disukai setiap zaman.
Kedudukan emas yang istimewa dihadapan manusia bukankarena manusia yang
menetapkannya, tetapi manusia mengikuti ketetapan dari Pencipta Alamini.
Firman Allah dalam Surat Ali Imran ayat 14 berbunyi:

62
Muslim bin al-H}ajja>j abu al-Hasan al-Nai>sabu>ri>, S}ah}ih Muslim, juz V
(Beirut: Dar Jail, t.th), h. 247.
40






































Artinya:
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa
yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari
jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah
ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat
kembali yang baik (surga)63

Jelas sudah bahwa kecintaan manusia kepada emas dan perak bukan tidak
berdasar. Dan ayat ini pun telah menunjukkan kepada kita Umat yang baru lahir
ini untuk mengikuti dan menjalankan urutan-urutan investasi yang dimulai dari
Investasi Istri Solehah, Investasi Anak Soleh dan yang ketiga Investasi Emas.
Urut-urutan ini pun bukanlah dari penulis tetapi juga dari yang menciptakan Alam
Semestaini. Dan jikaadateori/produkInvestasi yang tidak didasarkan dengan Al
Quran dan As Sunnah , makabisa dibilang teori dan produkinvestas tersebut
tidakakan lama.
Melihat kedudukan emas yang begitu istemewa dalam perekonomian
sedangkan hasil pertambangan emas di negara-negara Arab tidaklah tinggi, maka
pelarangan pemakaian emas pun tidak bisa dihindari. Pelarangan berlaku untuk
kaum laki-laki agar pemakaian emas tidak menjadi sebuah trend dalam
masyarakat. Jika kaum laki-laki banyak yang mengenakan emas maka hal ini akan
cepat menjadi sebuah trend. Sebab dahulu yang selalu terexpose adalah kaum
laki-laki, dalam pergaulan di masyarakat, peperangan, dan sebagainya. Pemakaian
emas oleh laki-laki juga bisa mengancam keselematan harta. Misalnya, dalam
peperangan yang kalah, selain akan mempersulit pertarungan, emas yang
dikenakan oleh para prajurit juga bisa menjadi harta rampasan.

Al-Quran surat al-Baqarah: 14.


63
41

2. Sosial
Emas adalah barang yang begitu istemewa sehingga untuk
mendapatkannya sangatlah sulit. Perlu banyak alat untuk menggali atau
menambangnya. Perlu banyak uang untuk membelinya. Sehingga bagi yang punya
cukup alat atau uang akan merasa kedudukannya lebih tinggi dari orang biasa. Hal
ini bisa menimbulkan kesenjangan sosial dalam masyarakat.
Dua aspek tersebut tentu yang ada dalam kondisi masyarakat Makkah atau
Madinah pada zaman dahulu. Jika kita tarik ke kondisi Indonesia pada saat ini,
maka sudah sepatutnya jika fatwa bisa berubah. Indonesia adalah
PenghasilEmasterbesarketujuhduniadannegara yang
mempunyaikandungemasterbesardunia
Saat ini fungsi emas juga semakin bertambah dan semakin diminati.
Antara lain karena selain emas sebagai perhiasan dan merupakan alat
pembayaran yang tidak akan terganti sampai kapanpun, Emas juga dipakai pada
alat-alat elektronik karena emas bisa menjadi alat penghantar yang baik
dibandingkan logam lainnya sehingga ia menjadi sebuah teknologi canggih.
42

BAB III
PENUTUP

Dari penjelasan dari makalah ini dapat disimpulkanbahwa:

1. Hadis tentang cincin emas tererkam dalam beberapa kitab hadis yang

mutabarah. Hadis ini sahih karena semua periwayat hadis s\iqah dan

tanpa ada cacat dari ulama jarh wa al-tadi>l

2. Adapun pemaknaan pelarangan hadis tentang cincin emas atau pakaian

lain yang terbuat dari emas hanyalah dilarang pada kaum laki-laki saja
karena emas adalah simbol kelembutan. Perhiasan ini hanya

diperuntukkan pada kaum hawa saja yang sesuai dengan karakter dan

kelembutannya.
43

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran al-Karim

Abdul Aziz, Amir. Usul Fiqh al-Islami. Mesir: Dar as-Salam, 1997.

Abu Zahrah, Muhammad, Ushul Fiqh. Beirut: Dar Al-Fikr, t.th.

A. J. Wensink, Mujam al-Mufahras li al-Fadz al-H}adis\, Juz I Leiden;

E.J. Brill. 1955 M.

Al- Bukha>ri, Muh}ammad bin Ismail abu Abdillah al-Jufi, juz II, Cet. I;

Beirut: Dar Thuq al-Najat, 1422 H

Al- Darimi, Abu> Muh}ammad Abdullah bin Abdurrahman bin al-Fadhl

bin Bahram bin Abd al-Shamad. Sunan al-Darimi, juz III, Cet. I;

al-Mamlakah al-Arabiyyah al-Suudiuuah: Dar al-Mughni li al-

Nasyar wa al-Tauzi, 1412 H/2000 M.

Departemen Agama RI, Al-Qur'an danTerjemahannya, Jakarta:

YayasanPenyelenggaraPenterjemah/Pentafsir Al-Qur'an, 1990.

Al- Ghazali, Muhammad, Studi Kritis Atas Hadis Nabi Saw: Antara

Pemahaman Tekstual dan Kontekstual. Bandung: Mizan, 1994.

Al- Mizzi, Yusuf bin al-Zaki Abdurrahman abu al-Hajjaj Tahdzib al-

Kamal fi Asma al-Rijal. Cet. I; Beirut: Muassasat al-Risalat, 1400

H./1980 M.

Al- Mubarakfu>ri>, Syaikh Shafiyyurrahman. Sirah Nabawiyyah. Jakarta:

Pustaka Al-Kautsar, 2007.


44

Munawwir, Ahmad Warson. Kamus Al Munawwir; Kamus Arab-

indonesia. Yogyakarta: t.tp, 1984.

Al- Naisabu>ri>, Muslim bin al-Hajjaj abu al-Hasan al-Qusyairi. S}ahih

Muslim, juz IV, Beirut: Dar al-Turats al-Arabi

Al- Nasa>i, Ah}mad bin Syuaib Abu> Abdirrahma>n >, Sunan al-

Nasa>i>, juz 4. Beriut: Dar Kutub al-Ilmiyyah, 1996.

Al- Qardhawi, M. Yusuf, terj. Moh. Al Baqir, Bagaimana Memahami

Hadis Nabi saw. Bandung: Karisma, 1993.

-------, terj. Muammal Hamidy. Halal dan Haram dalam Islam. Jakarta:

Bina Ilmu, 1993.

Al- Sajasta>ni, Abu DawudSulaIma>n bin al-Asyats bin Ishaq bin

Basyir bin Syadad bin Amr al-Azdi, SunanabiDawud, juz IV,

Beirut: al-Maktabah al-Ashriyyah

Shihab, M. Quraish, Wawasan Al-Quran. Bandung: Mizan, 1996.

Syarif, Hatim ibn Arif. at-Takhrij wa Dira>sah al-Asa>nid. CD

Shoftware Maktabah al-Sya>milah. t.th.

Syarqawi, Abdullah bin Hijazy. Fath Al Mabadi Syarh Mukhtasar Al

Zabidi juz III. Beirut: Dar Al-Fikr, 1994.

Al- Tarmiz\i>, Muh}ammad bin I<sa bin Su>rah bin Musa bin al-

Dhahhak. Sunan al-Tarmiz\i, juz V, Cet. II;

MesirSyirkahMaktabahwaMathbaahMusthafa al-Babi al-Hilabi,

1395 H/1975 M
45

Al- Tabra>ni>, Sulai>man bin Ahmad bin Ayyu>b, Pentahqiq: Hamdi>

bin Abdu al-Majid, al-Mujam al-Kabi>r, Juz 2. Cet.II; al-Mausal:

Maktabah al-Ulum wa al-Hakam, 1983.

Anda mungkin juga menyukai