Kelas : PTIK 4A
Disusun Oleh :
Kelompok 6
Anggi Fradila (2518016)
BUKITTINGGI
2020 M/1442 H
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya
yang telah diberikan penulis dapat menyusun Makalah yang berjudul “Ulum al-Hadits”
dengan lancar. Dan terima kasih pada teman-teman yang telah membantu sehingga
Makalah ini dapat diseslesaikan.
Adapun tujuan penulisan Makalah untuk memenuhi tugas dengan mata kuliah Ilmu
Hadits. Semoga apa yang ditulis dalam Makalah dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kata kesempurnaan, untuk
itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang berguna untuk kesempurnaan
Makalah ini. Penulis berharap semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan .......................................................................................... 9
B. Saran .................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ulum Hadits adalah istilah ilmu hadits di dalam tradisi ulama hadits. ‘Ulum al-
hadist terdiri dari 2 kata, yaitu ‘ulum dan al-hadits. Kata ‘ulum dalam bahasa Arab,
sebagai bentuk jamak dari ‘ilm, berarti ilmu-ilmu, sedangkan al-hadits di kalangan
ulama hadits berarti “segala perbuatan, perkataan, taqrir, atau sifat yang
disandarkan kepada Nabi.”
Ada banyak ulama periwayat hadits, namun yang sering dijadikan referensi
hadits-haditsnya ada tujuh ulama, yakni Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu
Daud, Imam Turmudzi, Imam Ahmad, Imam Nasa’i, dan Imam Ibnu Majah. Hadits
yang dapat dijadikan pegangan adalah hadits yang dapat diyakini kebenarannya.
Untuk mendapatkan hadits tersebut tidaklah mudah karena hadits yang ada sangatlah
banyak dan sumbernya pun berasal dari berbagai kalangan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa maksud pengertian ‘Ulum al-Hadits Riwayah dan Dirayah ?
2. Apa saja cabang-cabang ‘Ulum al-Hadits ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian ‘Ulum al-Hadits Riwayah dan Dirayah.
2. Untuk mengetahui cabang-cabang ‘Ulum al-Hadits.
1
BAB II
PEMBAHASAN
سلَّ َم
َ علَ ْي ِه َوَ ُصلَّى للا َ ف الَى النَّبِي َ علَى نَ ْق ِل َما ا ُ ِض ْي َ ا َ ْل ِع ْل ُم الَّ ِذ ى يَقُ ْو ُم
ِم ْن قَ ْو ٍل ا َ ْو ِف ْع ٍل ا َ ْوت َ ْق ِر ْي ٍرا َ ْو ِصفَ ٍة َخ ْل ِقيَّ ٍة ْاو ُخلُ ِقيَّ ٍة نَ ْقالً َد ِق ْيقًا ُم َح َّر ًرا
Artinya : “Ilmu yang mempelajari hadits-hadits yang disandarkan kepada Nabi
Saw., baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, tabi’at maupun tingkah-
lakunya.”
Dari definisi di atas, dapat dipahami bahwa objek ilmu hadits riwayah adalah
bagaimana cara penerimaan dan penyampaian hadits kepada orang lain, bagaimana
pula tata cara memindahkan atau membukukannya. Adapun manfaat mempelajari
ilmu hadits riwayah adalah untuk menghindari adanya kesalahan dalam mengakses
hadits dari sumbernya yang pertama, yaitu Nabi Saw.
2
b. Keadaan yang diriwayatkan () َم ْر ِوى, baik dari sisi keshahihan dan ke-
dhai’fan-nya maupun dari sisi lain yang berkaitan dengan keadaan matan.
Adapun para perawi yang menjadi objek kajian ilmu rijal al-hadits adalah :
a. Para sahabat sebagai penerima peratama; thabaqat awwal (generasi
pertama); atau sanad terakhir karena menjadi penerima langsung dari
sumber asalnya, yaitu Nabi Saw.
b. Para tabi’in sebagai thabaqat tsani (generasi ke dua).
ْ )ا ْل ُم َح, yaitu orang-orang yang mengalami hidup
c. Para muhadhramin ( َضرمِ ْين
pada masa jahiliyyah dan masa Nabi Saw., dalam kondisi Islam, tetapi tidak
sempat menemui Nabi dan mendengarkan hadits darinya.
d. Para mawaliy, yaitu para perawi hadits dan ulama yang pada awalnya
berstatus budak .
Adapun kitab yang membahas biografi para perawi hadits secara periodik dari
generasi ke generasi adalah :
َ (, karya muhammad bin Sa’ad (w.230H).
a. Thabaqat al-Kubra )طبَقَاتُ ا ْل ُكب َْرى
b. Thabaqat ar-Ruwwat (الر َّوا ِةُّ ُطبَقَاتَ ), karya Khalifah bin Ashfariy (240 H).
3
Dalam perkembangan selanjutnya, muncullah pembahasan lanjutan dari kedua
kitab tersebut, dengan lebih menekankan pada jarh wa at-ta’dil dan ilmu tarikh ar-
ruwwat, seperti :
a. “سل ٍِمْ ْح ُم ِ ”رجَا ُل صَحِ ي, ِ karya Ibnu Manjawaih (428 H).
b. “ْ طأ
َّ ”رجَا ُل ا ْل ُم َو,
ِ karya Imam as-Suyuthiy (911 H).
c. “سنَ ِن االَ ْربَعَ ِة ُّ ”رجَا ُل ال,
ِ karya Ahmad bin Muhammad al-Kurdiy (763 H).
d. “َارى ِ ْح ا ْلبُج ِ ”رجَا ُل صَحِ ي,
ِ karya Muhammad bin Dawud al-Kurdiy (925 H).
ُّ ) ِع ْل ُم ت َ ِاريْح
2. ‘Ilmu Tarikh ar-Ruwwat (الر َّوا ِة
Ilmu Tarikh ar-ruwwat ialah :
Maksudnya ialah ilmu yang membahas sejarah hidup para perawi, mulai dari
kapan dan dimana mereka dilahirkan, dari siapa mereka menerima hadits, siapa saja
orang yang pernah mengambil hadits dari mereka, sampai pada masalah dimana dan
kapan mereka meninggal. Bahkan, guru-guru dan aliran madzhab yang dianut,
negara-negara yang pernah dikunjungi, termasuk tempat studi dan teman-teman
mereka yang segenerasi (se-thabaqat), tak luput dibahas.
Akan tetapi, terkait pengertian seperti di atas, jika dihubungkan dengan ilmu
َ )ع ِْل ُم, komentar para ahli berbeda-beda, misalnya :
ِ ط َبقَا
thabaqat ar-ruwwat (ت ال ُّر َّوا ِة
a. Imam as-Suyuthi berpendapat bahwa ‘ilmu thabaqat ar-ruwwat dan ‘ilmu
tarikh ar-ruwwat adalah ilmu yang sama.
b. As-Sakhawi berpendapat bahwa antara kedua ilmu itu ada perbedaan.
Perbedaan tersebut dapat dilihat pada eksistensi ‘ilmu tarikh ar-ruwwat
sebagai ilmu yang memfokuskan perhatian terhadap seluk-beluk, sifat dan
perjalanan hidup para perawi hadits.
4
ِ )ع ِْل ُم ْال َج َر
3. ‘Ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil ( ح َوالت َّ ْع ِد ْي ِل
Untuk mengetahui reputasi para periwayat hadits, dibutuhkan ilmu lain yang
dikenal dengan sebutan “jarh wa ta’dil”, yaitu :
Ilmu jarh wa ta’dil bisa dijadikan sebagai salah satu untuk mengungkapkan sifat
ْ dan positif (keadilannya/ta’dil/ )الت َّ ْع ِد ْي ِلyang
negative (yaitu ketercelaan/jarah /)ال َج َرح
melekat pada perawi hadits. Penilaian jarh seorang perawi dilihat dari dua hal,
pertama integritas moral agama (‘adalah), ke-dua kapasitas intelektual (dhabith). Dua
hal ini pula yang dijadikan dasra penilaian positif seorang perawi.
َ ص ُل ِب ِه اِلَى
غايَتِ ِه َّ ش ْي ٍئ يَت َ َو
َ ُك ُّل
Artinya : “ Segala sesuatu yang dapat mengantarkan pada tujuan.”
Atau dapat didefinisikan sebagai “suatu jalan menuju terbentuknya suatu hukum,
tanpa adanya pengaruh apa pun dalam hukum itu sendiri.”
Sedangkan kata wurud ()و ُر ْود ُ artinya” sampai”, “muncul”, atau “mengalir”,
seperti ucapan “ ُ” ا َ ْل َما ُء الَّذِى ي ُْو َرد, artinya “air yang memancar” atau “air yang mengalir.”
Jadi, asbab al-wurud al-hadits ialah “sesuatu yang membatasi arti sebuah hadits,
baik yang berkaitan dengan arti umum maupun khusus, muqayyad atau muthlaq,
dinasakh atau tidak seterusnya.” Secara lebih gampang dapat disebut sebagai “ suatu
arti yang dikehendaki oleh hadits pada saat kemunculannya.
5
Menurut definisi di atas, az-Zuhiry berkomentar bahwa ilmu naskh dan
mansukh termauk salah satu disiplin ilmu yang paling banyak menyita waktu dan
banyak energi, sebab tingkat kesulitan dan ketelitian yang dibutuhkan untuk
menguasainya lebih tinggi.Terutama ketika melakukan Istinbath hukum dari
ketentuan nash yang masih belum jelas atau kurang jelas kepastian hukum yang
dikehendakinya.
ث اَنَّ َها
ُ ض ِة ِم ْن َح ْي
َ امِ َب ا ْل َخ ِفيَّ ِة ا َ ْلغ ْ َث ع َِن اال
ِ سبَا ُ ُه َو ِع ْل ٌم اَلَّذِى يَ ْب َح
ٍ ف َواِ ْد َجا ِل َح ِد ْي
ث ٍ ث ك ََوصْل ُم ْنقَ ِط ٍع َو َر ْف ِع َم ْو قُ ْو ِ ح فِى ِص َّح ِة ا ْل َح ِد ْي ُ ت َ ْق ِد
َث َو َما شَابَهَ ذَ ِلك ٍ فِى َح ِد ْي
Artinya : “Ilmu yang membahas tentang sebab-sebab tersembunyi yang dapat
membuat hadits shahih menjadi tercemar. Seperti menyatakan hadits muttashil
pada hadits yang pada hakikatnya munqathi, menyatakan hadits marfu’ pada
hadits yang pada hakikatnya mauquf atau memasukkan hadits ke dalam hadits
lain dan sebagainya.”
Imam al-Hakim berkomentar bahwa ilmu ‘Ilal al-hadits termasuk ilmu yang
berdiri sendiri, apalagi bila melihat pembahasan yang ada didalamnya, dimana selain
menjelaskan jarh Dan ta’dil, juga membahas illat hadits yang pada hakikatnya tidak
masuk kedalam pembahasan ilmu jarh-hadits yang sudah majruh merupakan hadits
yang gugur dan tidak terpakai. Padahal ‘illat hadits banyak sekali ditemukan pada
hadits yang, bahkan diriwayatkan oleh para perawi terpercaya. Dengan kata lain,
perawi hadits meriwayatkan hadits cacat-tetapi cacatnya tersembunyi dan karena illat
itu tersembunyi dikenal sebutan hadits ma’lul ( ) َح ِديْث َم ْعلُ ْولsekalipun dasar penetapan
ada tidaknya ‘illat itu hanya pada kesempurnaan hafalan dan kedalaman pemahaman
serta pengetahuan yang cukup memadai.
ِ ب ْال َح ِد ْي
7. ‘Ilmu Gharib al-Hadits ( ث ِ )ع ِْل ُم غ َِر ْي
a. Arti Gharib al-Hadits
Yang dimaksud dengan ‘ilmu gharib al-hadits ialah :
6
Artinya : “Ungkapan arti kosakata matan hadits yang sulit dimengerti dan
rumit dipahami lantaran kosakata tersebut memang asing dan tidak dikenal.”
Para ahli berupaya menjelaskan kandungan kta asing dalam sebuah hadits,
dengan melakukan berbagai persyaratan. Bahkan ada yang menggunakan hadits
lain, yang memiliki kesamaan kata asing, seperti :
7
ِ )ع ِْل ُم ُم ْختَلِفِ ْال َح ِد ْي
8. ‘Ilmu Mukhtalif al-Hadits ( ث
Yang dimaksud ‘ilmu mukhtalif al-hadits ialah :
ض َهاُ ار ُ َض فَيَ ِز ْي ُل تَع ٌ ظا َها ُمتَعَ ِار َ ث اَلَّتِى ِ ث فِى االَ َحا ِد ْي ُ ا ْل ِع ْل ُم الَّذِى يَ ْب ُح
َ َ ش ِك ُل فَ ْه َم َها ا َ ْوت
ص ُّو ُر َها ْ ُث الَّتِى يِ ث فِى االَ َحا ِد ْي ُ ق بَ ْينَ َها َك َما يَ ْب َح
ُ ِا َ ْويُ ْوف
ض ُح َح ِق ْيقَت ُ َهاَ شكَالُ َها َويُ ْو ْ ِفَيُ ْدفَ ُع ا
Artinya : “Ilmu yang membahas hadits-hadits yang secara lahiriah saling
bertentangan, lalu dihilangkanlah pertentangannya atau keduanya
dikompromikan, sebagaimana membahas masalah hadits-hadits, yang
kandungannya sulit dipahami atau sulit dicari gambaran yang sebenarnya, lalu
kesulitan tersebut dihilangkan dan dijelaskan hakikat yang sebenarnya.”
Dari kedua defenisi diatas , dapat diambil pemahaman bahwa objek pembahasan
ilmu ini adalah hadits-hadits yang secara lahirlah saling bertentangan sehingga
dengan mempergunakan ilmu ini, kesulitan untuk memahami hadits-hadits itu bisa
teratasi.
Kaidah yang digunakan adalah, bila ada dua (atau lebih) hadits yang secara
lahiriah bertentangan, sementara makna keduanya bisa di talfiq kan (digabungkan/
dikompromikan), tidak dibenarkan mengamalkan salah satu dan meninggalkan yang
lain. Sedang metode talfiq dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ilmu hadits riwayah adalah bagaimana cara penerimaan dan penyampaian hadits
kepada orang lain, bagaimana pula tata cara memindahkan atau membukukannya.
Adapun manfaat mempelajari ilmu hadits riwayah adalah untuk menghindari adanya
kesalahan dalam mengakses hadits dari sumbernya yang pertama, yaitu Nabi Saw.
Dari definisi di atas, dapat diambil pemahaman bahwa objek pembahasan ilmu-
hadits dirayah ialah :
a. Keadaan para perawi (را ِوى/اة
َ )ر َّو,
ُ baik yang berkaitan dengan kepribadian
(seperti perilaku keseharian, watak dan kualitas daya ingatan) maupun
masalah bersambung tidaknya mata rantai para perawi tersebut.
b. Keadaan yang diriwayatkan () َم ْر ِوى, baik dari sisi keshahihan dan ke-
dhai’fan-nya maupun dari sisi lain yang berkaitan dengan keadaan matan.
B. Saran
Demikianlah Makalah yang telah kami uraikan. kami menyadari bahwa dalam
penyusunan Makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan Kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
Makalah kami berikutnya . Semoga Makalah ini bermanfaat dan menambah
pengetahuan kita.
9
DAFTAR PUSTAKA
Zein, Ma’shum. 2013. Ilmu Memahami Hadits Nabi. Yogyakarta : Pustaka Pesantren.