Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

“Ulum al-Hadits dan Cabang-cabang ‘Ulum al-Hadits ”


Diajukan untuk memenuhi salah satu mata kuliah "Ilmu Hadits”

Kelas : PTIK 4A

Disusun Oleh :

Kelompok 6
Anggi Fradila (2518016)

Muhammad Farhan (2518024)

Dosen Pembimbing : Ismiati

PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA DAN KOMPUTER

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

BUKITTINGGI

2020 M/1442 H
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya
yang telah diberikan penulis dapat menyusun Makalah yang berjudul “Ulum al-Hadits”
dengan lancar. Dan terima kasih pada teman-teman yang telah membantu sehingga
Makalah ini dapat diseslesaikan.

Adapun tujuan penulisan Makalah untuk memenuhi tugas dengan mata kuliah Ilmu
Hadits. Semoga apa yang ditulis dalam Makalah dapat bermanfaat bagi pembaca.

Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kata kesempurnaan, untuk
itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang berguna untuk kesempurnaan
Makalah ini. Penulis berharap semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Bukittinggi, 15 Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................ 1
C. Tujuan .................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian ‘Ulum al-Hadits Riwayah dan Dirayah ............................ 2


B. Cabang-cabang ‘Ulum al-Hadits.......................................................... 3

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................... 9
B. Saran .................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ulum Hadits adalah istilah ilmu hadits di dalam tradisi ulama hadits. ‘Ulum al-
hadist terdiri dari 2 kata, yaitu ‘ulum dan al-hadits. Kata ‘ulum dalam bahasa Arab,
sebagai bentuk jamak dari ‘ilm, berarti ilmu-ilmu, sedangkan al-hadits di kalangan
ulama hadits berarti “segala perbuatan, perkataan, taqrir, atau sifat yang
disandarkan kepada Nabi.”

Sedangkan ilmu hadits adalah ilmu yang membahas kaidah-kaidah untuk


mengetahui kedudukan sanad dan matan, apakah diterima atau ditolak. Menurut
Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy: "ilmu hadits, yakni ilmu yang berpautan
dengan hadits, banyak ragam macamnya". Menurut Izzudin Ibnu Jamaah: "Ilmu hadis
adalah ilmu tentang kaidah-kaidah dasar untuk mengetahui keadaan suatu sanad atau
matan (hadis) Dengan demikian, gabungan kata ‘ulumul-hadits mengandung
pengertian “ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan dengan hadits Nabi”. Hadits
dijadikan sumber hukum dalam Agama Islam selain Al-Qur’an, Ijma dan Qiyas,
dimana dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-
Qur’an.

Ada banyak ulama periwayat hadits, namun yang sering dijadikan referensi
hadits-haditsnya ada tujuh ulama, yakni Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu
Daud, Imam Turmudzi, Imam Ahmad, Imam Nasa’i, dan Imam Ibnu Majah. Hadits
yang dapat dijadikan pegangan adalah hadits yang dapat diyakini kebenarannya.
Untuk mendapatkan hadits tersebut tidaklah mudah karena hadits yang ada sangatlah
banyak dan sumbernya pun berasal dari berbagai kalangan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa maksud pengertian ‘Ulum al-Hadits Riwayah dan Dirayah ?
2. Apa saja cabang-cabang ‘Ulum al-Hadits ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian ‘Ulum al-Hadits Riwayah dan Dirayah.
2. Untuk mengetahui cabang-cabang ‘Ulum al-Hadits.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian ‘Ulum al-Hadits Riwayah dan Dirayah


1. Ilmu Hadits Riwayah
Yang dimaksud dengan ilmu hadits riwayah ialah :

‫سلَّ َم‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬َ ُ‫صلَّى للا‬ َ ‫ف الَى النَّبِي‬ َ ‫علَى نَ ْق ِل َما ا ُ ِض ْي‬ َ ‫ا َ ْل ِع ْل ُم الَّ ِذ ى يَقُ ْو ُم‬
‫ِم ْن قَ ْو ٍل ا َ ْو ِف ْع ٍل ا َ ْوت َ ْق ِر ْي ٍرا َ ْو ِصفَ ٍة َخ ْل ِقيَّ ٍة ْاو ُخلُ ِقيَّ ٍة نَ ْقالً َد ِق ْيقًا ُم َح َّر ًرا‬
Artinya : “Ilmu yang mempelajari hadits-hadits yang disandarkan kepada Nabi
Saw., baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, tabi’at maupun tingkah-
lakunya.”

‫سلَّ َم َوا َ ْف َعا ِل ِه َو ِر َو ا َي ِت َها‬


َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ِ ‫َلى نَ ْق ِل ا َ ْق َوا ِل النَّ ِبي‬
َ ُ‫صلَّى للا‬ َ ‫شت َ ِم ُل ع‬ ْ ‫ِع ْل ٌم َي‬
‫اظ َها‬ِ َ‫ض ْب ِط َها َوتَحْ ِر ْي ِر ا َ ْلف‬
َ ‫َو‬
Artinya : “... ilmu (yang dalam pembahasannya) mencakup perkataan dan
perbuatan Nabi Saw., baik yang menyangkut masalah periwayatan, pemeliharaan
maupun penulisan atau pembukuan lafal-lafalnya.”

Dari definisi di atas, dapat dipahami bahwa objek ilmu hadits riwayah adalah
bagaimana cara penerimaan dan penyampaian hadits kepada orang lain, bagaimana
pula tata cara memindahkan atau membukukannya. Adapun manfaat mempelajari
ilmu hadits riwayah adalah untuk menghindari adanya kesalahan dalam mengakses
hadits dari sumbernya yang pertama, yaitu Nabi Saw.

2. Ilmu Hadits Dirayah


Yang dimaksud dengan ilmu-ilmu hadits dirayah ialah :
‫ع َها َواَحْ كَا ُم َها َو َحا ُل‬ ُ ‫ط َها َوا َ ْن َوا‬ ِ ُ‫ف ِم ْنهُ َح ِق ْيقَة‬
ُ ‫الر َوا َي ِة ُوش ُُر ْو‬ ُ ‫ِع ْل ُم يُ ْع َر‬
‫ق ِب َها‬ُ َّ‫ت َو َما َيت َ َعل‬ِ ‫اف ا ْل َم ْر ِويَّا‬
ُ َ‫صن‬ ُ ‫لر َّوا ِة َوش ُُر ْو‬
ْ َ ‫ط ُه ْم َوا‬ ُّ ‫ا‬
Artinya : “Ilmu yang dapat dipakai untuk mengetahui hakikat periwayatan
hadits, syarat-syarat, macam-macam dan hukum-hukumnya serta untuk
menegtahui keadaan para perawi, syarat-syaratnya, macam-macam hadits yang
diriwayatkan dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya.”

Dari definisi di atas, dapat diambil pemahaman bahwa objek pembahasan


ilmu-hadits dirayah ialah :
a. Keadaan para perawi (‫را ِوى‬/‫اة‬
َ ‫)ر َّو‬,
ُ baik yang berkaitan dengan kepribadian
(seperti perilaku keseharian, watak dan kualitas daya ingatan) maupun
masalah bersambung tidaknya mata rantai para perawi tersebut.

2
b. Keadaan yang diriwayatkan (‫) َم ْر ِوى‬, baik dari sisi keshahihan dan ke-
dhai’fan-nya maupun dari sisi lain yang berkaitan dengan keadaan matan.

Adapun manfaat yang dapat diambil dari mempelajari ilmu-hadits dirayah, di


antaranya ialah :

1. Mengetahui perkembangan hadits dan ilmu-hadits dari masa ke masa, mulai


dari Rasulullah Saw., sampai sekarang.
2. Mengetahui para pratiksi hadits serta usaha yang telah mereka lakukan
dalam mengumpulkan, memelihara dan meriwayatkan hadits.
3. Mengetahui kaidah-kaidah yang dipergunakan para pratiksi hadits dalam
mengklasifikasikan hadits lebih lanjut.
4. Mengetahui istilah-istilah, nilai-nilai dan kriteria-kriteria hadits sebagai
pedoman dalam beristinbath.

B. Cabang-cabang ‘Ulum al-Hadits


ِ ‫) ِع ْل ُم ِرجَا ِل ا ْل َح ِد ْي‬
1. ‘Ilmu Rijal al-Hadits ( ‫ث‬
Ilmu rijal al-hadits ialah :

ٌ‫ث اَنَّ ُه ْم ُر َّواة‬ ِ ‫ف ِب ِه ُر َّواةُ ا ْل َح ِد ْي‬


ُ ‫ث ِم ْن َح ْي‬ ُ ‫ث ُه َو ِع ْل ٌم يُ ْع َر‬
ِ ‫ِع ْل ُم ِر َجا ِل ا ْل َح ِد ْي‬
ِ ‫ِل ْل َح ِد ْي‬
‫ث‬
Artinya : “ Ilmu untuk mengetahui para perawi hadits dalam kapasitasnya
sebagai perawi hadits.”

Maksudnya ialah ilmu yang membicarakan seluk-beluk dan sejarah kehidupan


para perawi, baik dari generasi sahabat, tabi’in maupun tabi’it tabi’in.

Adapun para perawi yang menjadi objek kajian ilmu rijal al-hadits adalah :
a. Para sahabat sebagai penerima peratama; thabaqat awwal (generasi
pertama); atau sanad terakhir karena menjadi penerima langsung dari
sumber asalnya, yaitu Nabi Saw.
b. Para tabi’in sebagai thabaqat tsani (generasi ke dua).
ْ ‫)ا ْل ُم َح‬, yaitu orang-orang yang mengalami hidup
c. Para muhadhramin ( َ‫ضرمِ ْين‬
pada masa jahiliyyah dan masa Nabi Saw., dalam kondisi Islam, tetapi tidak
sempat menemui Nabi dan mendengarkan hadits darinya.
d. Para mawaliy, yaitu para perawi hadits dan ulama yang pada awalnya
berstatus budak .

Adapun kitab yang membahas biografi para perawi hadits secara periodik dari
generasi ke generasi adalah :
َ (, karya muhammad bin Sa’ad (w.230H).
a. Thabaqat al-Kubra )‫طبَقَاتُ ا ْل ُكب َْرى‬
b. Thabaqat ar-Ruwwat (‫الر َّوا ِة‬ُّ ُ‫طبَقَات‬َ ), karya Khalifah bin Ashfariy (240 H).

3
Dalam perkembangan selanjutnya, muncullah pembahasan lanjutan dari kedua
kitab tersebut, dengan lebih menekankan pada jarh wa at-ta’dil dan ilmu tarikh ar-
ruwwat, seperti :
a. “‫سل ٍِم‬ْ ‫ْح ُم‬ ِ ‫”رجَا ُل صَحِ ي‬, ِ karya Ibnu Manjawaih (428 H).
b. “ْ ‫طأ‬
َّ ‫”رجَا ُل ا ْل ُم َو‬,
ِ karya Imam as-Suyuthiy (911 H).
c. “‫سنَ ِن االَ ْربَعَ ِة‬ ُّ ‫”رجَا ُل ال‬,
ِ karya Ahmad bin Muhammad al-Kurdiy (763 H).
d. “‫َارى‬ ِ ‫ْح ا ْلبُج‬ ِ ‫”رجَا ُل صَحِ ي‬,
ِ karya Muhammad bin Dawud al-Kurdiy (925 H).

ُّ ‫) ِع ْل ُم ت َ ِاريْح‬
2. ‘Ilmu Tarikh ar-Ruwwat (‫الر َّوا ِة‬
Ilmu Tarikh ar-ruwwat ialah :

ُ َّ‫اح َي ِة الَّ ِتى تَت َ َعل‬


‫ق ِب ِر َوا َي ِت ِه ْم‬ ِ ‫ف ِب ُر َّوا ِة ا ْل َح ِد ْي‬
ِ َّ‫ث ِم َن الن‬ ُ ‫ا ْل ِع ْل ُم الَّذِى يُ َع ِر‬
ِ ‫ِل ْل َح ِد ْي‬
‫ث‬
Artinya : Ilmu untuk mengetahui para perawi hadits dari sisi hubungannya
dengan usaha periwayatan mereka terhadap hadits.

Maksudnya ialah ilmu yang membahas sejarah hidup para perawi, mulai dari
kapan dan dimana mereka dilahirkan, dari siapa mereka menerima hadits, siapa saja
orang yang pernah mengambil hadits dari mereka, sampai pada masalah dimana dan
kapan mereka meninggal. Bahkan, guru-guru dan aliran madzhab yang dianut,
negara-negara yang pernah dikunjungi, termasuk tempat studi dan teman-teman
mereka yang segenerasi (se-thabaqat), tak luput dibahas.

Akan tetapi, terkait pengertian seperti di atas, jika dihubungkan dengan ilmu
َ ‫)ع ِْل ُم‬, komentar para ahli berbeda-beda, misalnya :
ِ ‫ط َبقَا‬
thabaqat ar-ruwwat (‫ت ال ُّر َّوا ِة‬
a. Imam as-Suyuthi berpendapat bahwa ‘ilmu thabaqat ar-ruwwat dan ‘ilmu
tarikh ar-ruwwat adalah ilmu yang sama.
b. As-Sakhawi berpendapat bahwa antara kedua ilmu itu ada perbedaan.
Perbedaan tersebut dapat dilihat pada eksistensi ‘ilmu tarikh ar-ruwwat
sebagai ilmu yang memfokuskan perhatian terhadap seluk-beluk, sifat dan
perjalanan hidup para perawi hadits.

Adapun kitab-kitab yang membahas maslah ini adalah :


a. ‫ار ْي ُج ا َ ْل َك ِبي ُْر‬
ِ َّ ‫ اَلت‬/ at-tarikh al-kabir, karya al-Imam Muhmmad bin Isma’il al-
Bukhari (194-256 H).
b. ‫ ت َ َه ِذيْبُ ْال َك َما ِل‬/ tahzib at-thazib, karya Jamaluddin bin Yusuf al-Muzziy (742 H).
ِ ‫ ت َ ْه ِذيْبُ الت َّ ْه ِذ ْي‬/ tahdzib at- tahdzib, karya al-Hafizh Syihabuddin Abi al-Fadlal
c. ‫ب‬
Ahmad bin Ali (Ibnu Hajar) al-‘Asqalani (732-852 H). Kitab ini hasil
ringkasan dari kitab “ ‫”ت َ ْه ِذيْبُ ْال َك َمال‬.

4
ِ ‫)ع ِْل ُم ْال َج َر‬
3. ‘Ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil ( ‫ح َوالت َّ ْع ِد ْي ِل‬
Untuk mengetahui reputasi para periwayat hadits, dibutuhkan ilmu lain yang
dikenal dengan sebutan “jarh wa ta’dil”, yaitu :

َ ‫ث قَبُ ْو ِل ِر َوايَاتِ ِه ْم‬


‫او َر ِد َها‬ ُ ‫الر َّوا ِة ِم ْن َح ْي‬ ُ ‫ُه َو ا َ ْل ِع ْل ُم اَلَّذِى يَ ْب َح‬
ُّ ‫ث فِى احْ َوا ِل‬
Artinya : “Ilmu yang membahas keadaan para perawi hadits dari sisi diterima
dan ditolaknya periwayatan mereka.”

Ilmu jarh wa ta’dil bisa dijadikan sebagai salah satu untuk mengungkapkan sifat
ْ dan positif (keadilannya/ta’dil/ ‫ )الت َّ ْع ِد ْي ِل‬yang
negative (yaitu ketercelaan/jarah /‫)ال َج َرح‬
melekat pada perawi hadits. Penilaian jarh seorang perawi dilihat dari dua hal,
pertama integritas moral agama (‘adalah), ke-dua kapasitas intelektual (dhabith). Dua
hal ini pula yang dijadikan dasra penilaian positif seorang perawi.

4. ‘Ilmu Asbab al-Wurud (‫ب ْال ُو ُر ْو ِد‬


ِ ‫)ع ِْل ُم ا َ ْسبَا‬
Asbab ( ْ‫ )ا َ ْسبَاب‬adalah jamak dari kata dasar sabab ( ْ‫سبَب‬َ ), yang secara bahasa
berarti sama dengan kata “an-nabl (‫)النَّ ْب ُل‬, artinya tali atau saluran. Maksudnya ialah
segala sesuatu yang menghubungkan benda satu dengan benda yang lain.” Adapun
menurut istilah ialah :

َ ‫ص ُل ِب ِه اِلَى‬
‫غايَتِ ِه‬ َّ ‫ش ْي ٍئ يَت َ َو‬
َ ‫ُك ُّل‬
Artinya : “ Segala sesuatu yang dapat mengantarkan pada tujuan.”

Atau dapat didefinisikan sebagai “suatu jalan menuju terbentuknya suatu hukum,
tanpa adanya pengaruh apa pun dalam hukum itu sendiri.”

Sedangkan kata wurud (‫)و ُر ْود‬ ُ artinya” sampai”, “muncul”, atau “mengalir”,
seperti ucapan “ ُ‫” ا َ ْل َما ُء الَّذِى ي ُْو َرد‬, artinya “air yang memancar” atau “air yang mengalir.”
Jadi, asbab al-wurud al-hadits ialah “sesuatu yang membatasi arti sebuah hadits,
baik yang berkaitan dengan arti umum maupun khusus, muqayyad atau muthlaq,
dinasakh atau tidak seterusnya.” Secara lebih gampang dapat disebut sebagai “ suatu
arti yang dikehendaki oleh hadits pada saat kemunculannya.

5. ‘Ilmu an-Nasikh wa al-Mansukh


Kata “an-naskh (‫ )النَّسْخ‬adalah bahasa arab yang berarti ganda, yaitu al-inzal
(‫ )ا ِال ْنزَ ال‬artinya menghilangkan, dan an-naql (‫ )اَل َّن ْقل‬artinya menyalin, sebagaimana
kalimat “ ‫َاب‬ َ ‫س ْختُ ا َ ْل ِكت‬
َ َ‫( ” ن‬aku telah meyalin kitab), maksudnya “ aku telah menyalin isi
kitab untuk dipindahkan ke kitab lain”. Sedangkan menurut istilah adalah :

‫ع ُح ْك ًما ِم ْنهُ ُمتَقَ ِد ًما ِج ُحك ٍْم ِم ْنهُ ُمتَأ ِخ ًرا‬ ْ


ِ ‫َرف ُع الشَّا ِر‬
Artinya : “Menghapusnya Syari’ (pembuat hukum) terhadap hukum (yang
datangnya lebih) dahulu (untuk) diganti dengan hukum yang (datangnya)
kemudian.”

5
Menurut definisi di atas, az-Zuhiry berkomentar bahwa ilmu naskh dan
mansukh termauk salah satu disiplin ilmu yang paling banyak menyita waktu dan
banyak energi, sebab tingkat kesulitan dan ketelitian yang dibutuhkan untuk
menguasainya lebih tinggi.Terutama ketika melakukan Istinbath hukum dari
ketentuan nash yang masih belum jelas atau kurang jelas kepastian hukum yang
dikehendakinya.

6. ‘Ilmu ‘Ilal al-hadits (‫ث‬ ِ ‫)ع ِْل ُم ِعلَ ِل ْال َح ِد ْي‬


‘Ilal (‫ ) ِعلَ ِل‬adalah jama’ dari kata ‘illah (‫) ِعلَّة‬, yang dalam bahasa berarti “maradh
(‫”) َم َرض‬, artinya penyakit atau sakit. Kemudian ahli hadits mengartikannya dengan
pengertian “sebab yang tersembunyi atau samar-samar yang bisa berakibat pada
tercemarnya hadits. Sedangkan menurut istilah ialah :

‫ث اَنَّ َها‬
ُ ‫ض ِة ِم ْن َح ْي‬
َ ‫ام‬ِ َ‫ب ا ْل َخ ِفيَّ ِة ا َ ْلغ‬ ْ َ‫ث ع َِن اال‬
ِ ‫سبَا‬ ُ ‫ُه َو ِع ْل ٌم اَلَّذِى يَ ْب َح‬
ٍ ‫ف َواِ ْد َجا ِل َح ِد ْي‬
‫ث‬ ٍ ‫ث ك ََوصْل ُم ْنقَ ِط ٍع َو َر ْف ِع َم ْو قُ ْو‬ ِ ‫ح فِى ِص َّح ِة ا ْل َح ِد ْي‬ ُ ‫ت َ ْق ِد‬
َ‫ث َو َما شَابَهَ ذَ ِلك‬ ٍ ‫فِى َح ِد ْي‬
Artinya : “Ilmu yang membahas tentang sebab-sebab tersembunyi yang dapat
membuat hadits shahih menjadi tercemar. Seperti menyatakan hadits muttashil
pada hadits yang pada hakikatnya munqathi, menyatakan hadits marfu’ pada
hadits yang pada hakikatnya mauquf atau memasukkan hadits ke dalam hadits
lain dan sebagainya.”

Imam al-Hakim berkomentar bahwa ilmu ‘Ilal al-hadits termasuk ilmu yang
berdiri sendiri, apalagi bila melihat pembahasan yang ada didalamnya, dimana selain
menjelaskan jarh Dan ta’dil, juga membahas illat hadits yang pada hakikatnya tidak
masuk kedalam pembahasan ilmu jarh-hadits yang sudah majruh merupakan hadits
yang gugur dan tidak terpakai. Padahal ‘illat hadits banyak sekali ditemukan pada
hadits yang, bahkan diriwayatkan oleh para perawi terpercaya. Dengan kata lain,
perawi hadits meriwayatkan hadits cacat-tetapi cacatnya tersembunyi dan karena illat
itu tersembunyi dikenal sebutan hadits ma’lul (‫ ) َح ِديْث َم ْعلُ ْول‬sekalipun dasar penetapan
ada tidaknya ‘illat itu hanya pada kesempurnaan hafalan dan kedalaman pemahaman
serta pengetahuan yang cukup memadai.

ِ ‫ب ْال َح ِد ْي‬
7. ‘Ilmu Gharib al-Hadits ( ‫ث‬ ِ ‫)ع ِْل ُم غ َِر ْي‬
a. Arti Gharib al-Hadits
Yang dimaksud dengan ‘ilmu gharib al-hadits ialah :

ِ ‫اوقَ َع فِى ُمت ُ ْو ِن االَ َحا ِد ْي‬


‫ث ِم َن‬ َ ٌ‫ارة‬
َ ‫ع َّم‬ َ َ‫ث ُه َو ِعب‬ ِ ‫ب ا ْل َح ِد ْي‬ِ ِ‫غ َرائ‬َ ‫ِع ْل ُم‬
ْ ‫ض ِة ا ْلبَ ِع ْي َد ِة ِم َن ا ْلفَه ِْم ِل ِقلَّ ِة ا‬
‫ستِ ْع َما ِل َها‬ َ ‫ام‬ ِ َ‫اظ ا ْلغ‬
ِ َ‫االَ ْلف‬

6
Artinya : “Ungkapan arti kosakata matan hadits yang sulit dimengerti dan
rumit dipahami lantaran kosakata tersebut memang asing dan tidak dikenal.”

Memahami makna kosakata matan hadits merupakan langkah awal yang


harus ditempuh para ahli sebelum melakukan istinbath hukum yang berasal dari
hadits tersebut. Oleh karenanya, ilmu gharib al-hadits sangat membantu
pencapaian pemahaman secara baik, sesuai dengan kandungan yang dikehendaki
suatu hadits.

Para muhadits, ketika menghadapi kosakata asing, akan menyerahkannya


kepada para ahli bahasa, sebab mereka sadar bahwa menafsirkan hadits
berdasarkan perkiraan adalah haram. Demikian, objek pembahasan ilmu gharib
al-hadits adalah kata kata yang sulit, atau susunan kalimat hadits yang sukar
dipahami maksudnya.

b. Metode untuk Mengetahui Keghariban dan Contohnya.

Untuk mencari penafsiran yang benar para hadits yang memandang


kosakata asing, dibutuhkan standarisasi penafsiran, diantaranya ialah :

a. Adanya hadits yang sanadnya berlainan dengan matan yang mengandung


kosakata asing.
b. Adanya penjelasan sahabat yang memang menjadi perawi hadits.
c. Adanya penjelasan sahabat lain yang tidak meriwayatkannya, tetapi ia
paham betul makna kosakata asing tersebut.
d. Adanya penjelasan dari perawi hadit selain sahabat.

Para ahli berupaya menjelaskan kandungan kta asing dalam sebuah hadits,
dengan melakukan berbagai persyaratan. Bahkan ada yang menggunakan hadits
lain, yang memiliki kesamaan kata asing, seperti :

َ ُ‫ فَ َما ذَا ؟ قَا َل اِ ْبن‬, ً ‫سلَّ َم ا ِِنى لَكَ َخ ِبأ‬


:‫صيَّاد‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫قَا َل النَّ ِبى‬
َ ‫صلَّى هلل‬
َ‫ ا ِْخ َبا ْء فَلَ ْن ت َ ْعد َُو قَد َْرك‬:‫سلَّ َم‬ َ ‫ قَا َل للا‬.‫خ‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ُّ ‫ُه َو اَل ُّد‬
Artinya : “Nabi Saw., bersabda bahwa sesungguhnya aku menyimpan sesuatu
untukmu, lalu sahabat bertanya : apa itu? Ibnu Sayyad langsung menjawab
bahwa sesuatu itu adalah “asap”. Kemudian beliau Saw., bersabda “salah
kamu”, makanya kamu tidak akan lepas secepat perkiraanmu.”

7
ِ ‫)ع ِْل ُم ُم ْختَلِفِ ْال َح ِد ْي‬
8. ‘Ilmu Mukhtalif al-Hadits ( ‫ث‬
Yang dimaksud ‘ilmu mukhtalif al-hadits ialah :

‫ض َها‬ُ ‫ار‬ ُ َ‫ض فَيَ ِز ْي ُل تَع‬ ٌ ‫ظا َها ُمتَعَ ِار‬ َ ‫ث اَلَّتِى‬ ِ ‫ث فِى االَ َحا ِد ْي‬ ُ ‫ا ْل ِع ْل ُم الَّذِى يَ ْب ُح‬
َ َ ‫ش ِك ُل فَ ْه َم َها ا َ ْوت‬
‫ص ُّو ُر َها‬ ْ ُ‫ث الَّتِى ي‬ِ ‫ث فِى االَ َحا ِد ْي‬ ُ ‫ق بَ ْينَ َها َك َما يَ ْب َح‬
ُ ِ‫ا َ ْويُ ْوف‬
‫ض ُح َح ِق ْيقَت ُ َها‬َ ‫شكَالُ َها َويُ ْو‬ ْ ِ‫فَيُ ْدفَ ُع ا‬
Artinya : “Ilmu yang membahas hadits-hadits yang secara lahiriah saling
bertentangan, lalu dihilangkanlah pertentangannya atau keduanya
dikompromikan, sebagaimana membahas masalah hadits-hadits, yang
kandungannya sulit dipahami atau sulit dicari gambaran yang sebenarnya, lalu
kesulitan tersebut dihilangkan dan dijelaskan hakikat yang sebenarnya.”

Dari kedua defenisi diatas , dapat diambil pemahaman bahwa objek pembahasan
ilmu ini adalah hadits-hadits yang secara lahirlah saling bertentangan sehingga
dengan mempergunakan ilmu ini, kesulitan untuk memahami hadits-hadits itu bisa
teratasi.

Kaidah yang digunakan adalah, bila ada dua (atau lebih) hadits yang secara
lahiriah bertentangan, sementara makna keduanya bisa di talfiq kan (digabungkan/
dikompromikan), tidak dibenarkan mengamalkan salah satu dan meninggalkan yang
lain. Sedang metode talfiq dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Menguatkan kemutlakkan hadits dan men-takhshish keumumannya.


b. Memilih mata rantai sanad yang lebih kuat,atau yang lebih banyak wurudnya
(muncul dan berlakunya).

9. ‘Ilmu at-Tashhif wa at-Tahrif ( ‫)ع ِْل ُم التَّصْحِ يْفِ َوالت َّ ْح ِريْف‬


َ ‫) ا َ ْل َخ‬
Tashhif secara bahasa artinya al-khatha’ fi ash shahifah ( ‫طا ُء فِى الصَّحِ ْيفَ ِة‬
“ salah dalam lampiran”. Adapun yang dimaksud dengan ilmu at-Tashhif wa at-Tahrif
adalah ilmu yang membahas keadaan hadits-hadits yang sudah diubah titik-titik atau
syakal ( ‫َّف‬
ْ ‫صح‬َ ‫) ُم‬-nya, dan juga bentuknya ( ‫ف‬ ْ ‫) ُم َح َّر‬.

Dalam menanggapi masalah ilmu ini, para ulama berbeda pandangan, di


antaranya ialah :
a. Imam al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalaniy membaginya menjadi dua bagian,
yaitu ilmu at-tashhif ( ‫ )ع ِْل ُم التَّصْحِ يْف‬dan ilmu at-tahrif ( ‫)عِل ْم الت َّ ْخ ِريْف‬.
b. Ibnu shalah menyatakan, ilmu at-tashhif dan ilmu at-tharif ini dapat
membangkitkan semangat para ahli hadits. Sebab sering terjadi di antara
mereka kesalahan dalam bacaan dan pendengaran atas hadits yang telah
diterima dari orang lain. Oleh karena itu, kedua ilmu tersebut pantas menjadi
satu disiplin ilmu yang berdiri sendiri.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Ilmu hadits riwayah adalah bagaimana cara penerimaan dan penyampaian hadits
kepada orang lain, bagaimana pula tata cara memindahkan atau membukukannya.
Adapun manfaat mempelajari ilmu hadits riwayah adalah untuk menghindari adanya
kesalahan dalam mengakses hadits dari sumbernya yang pertama, yaitu Nabi Saw.
Dari definisi di atas, dapat diambil pemahaman bahwa objek pembahasan ilmu-
hadits dirayah ialah :
a. Keadaan para perawi (‫را ِوى‬/‫اة‬
َ ‫)ر َّو‬,
ُ baik yang berkaitan dengan kepribadian
(seperti perilaku keseharian, watak dan kualitas daya ingatan) maupun
masalah bersambung tidaknya mata rantai para perawi tersebut.
b. Keadaan yang diriwayatkan (‫) َم ْر ِوى‬, baik dari sisi keshahihan dan ke-
dhai’fan-nya maupun dari sisi lain yang berkaitan dengan keadaan matan.

Cabang-cabang ‘Ulum al-Hadits :


1. ‘Ilmu Rijal al-Hadits ( ‫ث‬ ِ ‫)ع ِْل ُم ِر َجا ِل ْال َح ِد ْي‬
2. ‘Ilmu Tarikh ar-Ruwwat (ِ‫الر َّواة‬ ُّ ‫)ع ِْل ُم ت َِاريْح‬
3. ‘Ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil ( ‫ح َوالت َّ ْع ِد ْي ِل‬ ِ ‫)ع ِْل ُم ْال َج َر‬
4. ‘Ilmu Asbab al-Wurud (‫ب ْال ُو ُر ْو ِد‬ ِ ‫)ع ِْل ُم ا َ ْسبَا‬
5. ‘Ilmu an-Nasikh wa al-Mansukh
ِ ‫)ع ِْل ُم ِعلَ ِل ْال َح ِد ْي‬
6. ‘Ilmu ‘Ilal al-hadits (‫ث‬
7. ‘Ilmu Gharib al-Hadits ( ‫ث‬ ِ ‫ب ْال َح ِد ْي‬ِ ‫)ع ِْل ُم غ َِر ْي‬
8. ‘Ilmu Mukhtalif al-Hadits ( ‫ث‬ ِ ‫)ع ِْل ُم ُم ْختَلِفِ ْال َح ِد ْي‬
9. ‘Ilmu at-Tashhif wa at-Tahrif ( ‫)ع ِْل ُم التَّصْحِ يْفِ َوالت َّ ْح ِريْف‬

B. Saran
Demikianlah Makalah yang telah kami uraikan. kami menyadari bahwa dalam
penyusunan Makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan Kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
Makalah kami berikutnya . Semoga Makalah ini bermanfaat dan menambah
pengetahuan kita.

9
DAFTAR PUSTAKA

Al-Hakim, an-Naisaburiy. 1937. Ma’rifatu ‘Ulum al-Hadits. Kairo : Maktabah al-‘Ashriyyah.

Zein, Ma’shum. 2013. Ilmu Memahami Hadits Nabi. Yogyakarta : Pustaka Pesantren.

Zuhdi, Masyfu’. 1993. Pengantar Ilmu-Hadits. Surabaya : Bina Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai