ILMU HADIS
Artinya: “Ilmu hadis adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana hadis-hadis bisa tersambung hingga sampai
kepada Rasul SAW. baik dari sisi ke-ḍabit-an dan keadilan periwayatnya, maupun dari sisi sambung atau
putusnya rangkaian rantai sanad.”
Ilmu hadis juga diartikan sebagai suatu ilmu yang dapat digunakan untuk mengetahui
betul atau tidaknya ucapan, perbuatan, ketetapan dari Nabi Muhammad Saw. Dapat juga diartikan sebagai
Artinya: Ilmu hadis adalah ilmu untuk mengetahui kaidah-kaidah yang berkaitan dengan periwayat atau sesuatu
yang diriwayatkan.”
Artinya: Ilmu yang membahas tentang pemindahan (periwayatan) segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi
Saw, berupa perkataan, perbuatan, taqrir (ketetapan atau pengakuan), sifat jasmaniah, atau tingkah laku (akhlak)
dengan cara yang teliti atau terperinci.
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa ilmu hadis riwāyah pada dasarnya adalah membahas tentang
tata cara periwayatan, pemeliharaan, dan penulisan atau pembukuan hadis Nabi Muhammad SAW. Objek kajian
ilmu hadis riwāyah adalah hadis Nabi Muhammad SAW. dari segi periwayatan dan pemeliharaannya. Hal tersebut
mencakup:
1) Cara periwayatan hadis, baik dari segi cara penerimaan dan demikian juga dari cara penyampaiannya dari
seorang perawi ke perawi lain.
2) Cara pemeliharaan hadis, yaitu dalam bentuk hafalan, penulisan, dan pembukuannya. Ilmu hadis riwāyah
ini sudah ada sejak Nabi SAW. masih hidup, yaitu bersamaan dengan dimulainya periwayatan dengan hadis
itu sendiri. Para sahabat Nabi SAW. menaruh perhatian yang tinggi terhadap hadis Nabi SAW. Mereka
berusaha untuk memperoleh hadis-hadis Nabi SAW. dengan cara mendatangi majelis-majelis Nabi
Muhammad SAW. serta mendengar dan menyimak pesan atau nasihat yang disampaikan Nabi SAW..
Demikianlah periwayatan dan pemeliharaan hadis Nabi SAW. berlangsung hingga usaha penghimpunan
hadis secara resmi pada masa pemerintahan khalifah ‘Umar ibn ‘Abdul ‘Azīz (memerintah pada 99 H/717
M- 124 H/ 742 M).
Sedangkan pembahasan mengenai matan (teks hadis) adalah meliputi segi kesahihan atau keda ̣if an matan
tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari:
1) Apakah matan hadis tersebut sesuai atau tidak dengan kandungan/ajaran al-Qur’an
2) Bebas dari kejanggalan redaksi (rakiku al-alfaẓ)
3) Bebas dari cacat atau kejanggalan makna (fasād al- ma’na), karena bertentangan dengan akal dan panca
indera, atau dengan kandungan dan makna Al-Qur’an, atau dengan fakta sejarah; dan
4) Bebas dari kata-kata asing (garīb), yaitu kata-kata yang tidak bisa dipahami berdasarkan maknanya yang
umum dikenal.
BAB II
4. Basrah
tokoh dari kalangan sahabat: ‘Utbah bin Ghazwan, ‘Imrān bin Hu ̣ sain dan lain-lain. kalangan tabi’in:
al-Ha ̣ san al-Basrī (w. 110 H), Abū al- ‘Aliyah, dan lain-lain.
5. Syam
tokoh dari kalangan sahabat: Mu’āź bin Jabal, Abū al-Darda’, ‘Ubadah bin Ṣamit, dan lain-lain.
Tokoh dari tabi’in: Abū Idrīs, Qabiṣah ibn Zuaib, dan Makhul ibn Abῑ Muslim.
6. Mesir,
tokoh dari kalangan sahabat: Abdullah bin Amr bin al-‘Aṣ, ‘Uqbah bin ‘Amir, dll
Dari kalangan tabi’in: Yazῑd bin Abῑ Hubaib, Abu Baṣrah al-Gifari dan lain-lain.