Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH TAFSIR AYAT MUAMALAH

“Penafsiran Ayat-Ayat Al-Quran Tentang Masyarakat”


„Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir Ayat muamalah’
Dosen Pengampu : Bapak Dr. H. Mahfudz Masduki, M.A.

Disusun oleh :
Fadly Nashrul Sidiq 19105030014
Zayyan Adib Kausar 19105030017
Ayyun farikha Mutawally 19105030018
Nila Nailatul A.N 19105030016

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR‟AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam yang telah memberikan hidayah dan
taufikNya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Penafsiran Ayat-Ayat
Al-Quran Tentang Masyarakat” ini.

Sholawat beriring salam semoga senantiasa tercurahkan kepada manusia agung panglima
jihad islam Nabi Muhammad SAW yang telah menyebarkan risalah islam dan senantiasa kita
berharap syafaat beliau di hari kiamat kelak.

Tentu kami pahami bahwa dalam penulisan makalah ini banyak sekali kekurangan dan
kesalahan, kami sangat mengharapkan bimbingan dari Bapak Dr. H. Mahfudz Masduki, M.A.
dan rekan-rekan pembaca yang budiman kiranya sudi memberikan masukan yang membangun.

Akhirnya kepada Allah lah kami mengharap ridho semoga kita mendapat petunjuk dan
rahmatNya. Dan kami berharap semoga makalah sederhana ini memberi manfaat kepada para
pembaca. Atas segala perhatian kami ucapkan terima kasih.

Yogyakarta, 31 Oktober 2020

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. ii
BAB I .........................................................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................1
C. Tujuan Pembahasan ..........................................................................................................1
BAB II ........................................................................................................................................2
1. Q.S. Al-An’am Ayat 108 ..................................................................................................2
2. Q.S.Al-Anfal Ayat 53 .......................................................................................................4
3. Q.S. Az-Zukhruf Ayat 32 ................................................................................................6
4. Q.S. Al-Isra Ayat 18 ....................................................................................................... 11
BAB III ..................................................................................................................................... 14
A. Kesimpulan .................................................................................................................... 14
B. Kritik dan Saran ............................................................................................................. 14
C. Penutup .......................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masyarakat adalah sekelompok manusia yang terjalin erat karena sistem tertentu,
tradisi tertentu, konvensi dan hukum tertentu yang sama, serta mengarah pada kehidupan
kolektif. Sistem dalam masyarakat saling berhubungan antara satu manusia dengan manusia
lainnya yang membentuk suatu kesatuan. Dalam al-Qur’an ada banyak istilah terkait pembahasan
tentang masyarakat, diantaranya menggunakan istilah ummah, qaum, qabilah, sya’b, qoryah,
tha’ifah atau jama’ah. Di samping itu, Al-Quran juga memperkenalkan masyarakat dengan sifat-
sifat tertentu, seperti al-mala', al-mustakbirun, al-mustadh'afun, dan lain-lain.
Walaupun Al-Quran bukan kitab ilmiah dalam pengertian umum. Namun, Kitab Suci
ini banyak sekali berbicara tentang masyarakat. Ini disebabkan karena fungsi utama Al-Qur’an
mendorong lahirnya perubahan-perubahan positif dalam masyarakat, atau dalam istilah Al-
Quran: litukhrija an-nas minazh-zhulumati ilan nur (mengeluarkan manusia dari gelap gulita
menuju cahaya terang benderang). Dengan alasan yang sama, dapat dipahami mengapa Kitab
Suci umat Islam ini memperkenalkan sekian banyak hukum-hukum yang berkaitan dengan
bangun runtuhnya suatu masyarakat. Bahkan tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Al-
Quran merupakan buku pertama yang memperkenalkan hukum-hukum kemasyarakatan.
Dalam makalah ini kami akan membahas beberapa ayat-ayat yang berkaitan dengan
masyarakat. Diantaranya ada QS. Al-An’am:108, QS. Al-Anfaal:53, QS. Al-Israa’: 18, dan QS.
AZ-zukhruf:32. Dalam makalah yang membahas ayat-ayat tersebut akan dijelaskan sedikit
banyak terkait kandungan surat, asbabun nuzul, kontekstualitas ayat dan tafsiran-tafsiran dari
beberapa kitab dan tafsiran dari Kementrian Agama.
Dengan demikian, setelah memahami dan mempelajari ayat-ayat tentang masyarakat
yang ada pada QS. Al-An’am:108, QS. Al-Anfaal:53, QS. Al-Israa’: 18, dan QS. AZ-zukhruf:32
diharapkan kita sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan akan saling memberi
pelajaran postif agar tercipta masyarakat yang harmonis.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sikap umat muslim terhadap sesembahan non muslim?


2. Apa yang menyebabkan berubahnya nikmat pada suatu kaum?
3. Siapakah yang mengatur dan menentukan penghidupan manusia di dunia?
4. Apa ganjaran bagi orang yang mencintai dunia tanpa memikitkan akhirat?

C. Tujuan Pembahasan

1. Agar dapat mengetahui rahmat Allah terhadap hambanya


2. Agar dapat mengetahui keadilan dan kebijaksanaan Allah SWT

1
BAB II

PEMBAHASAN

Ayat Ayat Tentang Masyarakat

1. Q.S. Al-An‟am Ayat 108

َ ‫ٱَّللَ ع َۡذ َۢ َوا بِغَ ۡي ِش ع ِۡه ٖۗى َك َٰزَ ِنكَ َصيََُّّا ِنكُ ِ ّم ُ ُ َّي ٍت‬
‫ع ًَهَ ُُىۡ ُ ُ َّى ِِنَ َٰٰ َسبِّ ُِى َّي ۡش ُُِِ ُُىۡ فَيَُُبُِّ ُ ُُى بِ ًَا‬ َّ ْ ‫ٱَّللِ فَيَسُبُّوا‬
َّ ٌِ ‫َو ََل تَسُبُّوا ْ ٱنَّزِي ٍَ يَ ۡذعُوٌَ يٍِ دُو‬
ٌَ ‫كَاَُوا ْ يَ ُۡ ًَهُو‬

Artinya: “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain
Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.
Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada
Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu
mereka kerjakan”. (Q.S. Al-An’am Ayat 108)

 Asbabun Nuzul

Diriwayatkan oleh Abdurrazaq, dari Ma’mar yang bersumber dari Qatadah : bahwa kaum
Muslimin pada waktu itu suka mencaci maki berhala kaum kafir, sehingga kaum kafir itu
mencaci maki Allah. Maka Allah menurunkan ayat ini (Al-An’am ayat 108) sebagai larangan
mencaci maki apa-apa yang disembah oleh kaum kafir. 1

 Tafsir Mufradat

َ “Tasubbu” merupakan fi’il mudari’ ditujukan kepada orang kedua tunggal. Kata tersebut
‫َل تَسُ ُّبوا‬:
terdiri dari sabba-yasuubbu-sabb(an), yang artinya “mencaci” atau “mencela”. Kata “laa”
diartikan “janganlah”. Hal ini merupakan sebuah bentuk larangan untuk mencaci atau mencela.
Sesuatu dicaci atau dicela karena padanya terdapat kelemahan.

ٍَ‫ٱ َّنزِي‬: Menunjuk kepada sesembahan kaum musyirikin yaitu berhala.

‫ ع َۡذ َۢ َوا‬: adalah mereka dhalim dan memusuhi.

‫ ِبغَ ۡي ِش ع ِۡه ٖۗى‬: orang yang tidak berilmu, dalam kebodohan terhadap Allah dan perkara yang wajib
disebutkan.2

1
https://alquran-asbabunnuzul.blogspot.com/2015/01/al-anam-ayat-108.html diakses tanggal 24 oktober 2020 pukul
10:07
2
Fairus, K. M. (2019). Penistaan dalam Al-Quran (Studi Analisis Terhadap Penafsiran surah al-An'am ayat 108).
Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya.

2
 Tafsir Kemenag

Ayat ini secara khusus ditujukan kepada kaum muslim tentang bagaimana seharusnya
bersikap menghadapi sesembahan kaum musyrik. Dan janganlah kamu, wahai kaum muslim,
memaki sesembahan seperti berhala-berhala dan lainnya yang mereka sembah selain Allah,
karena jika kamu memakinya, maka akibatnya mereka nanti akan memaki Allah dengan
melampaui batas atau tanpa berpikir dan tanpa dasar pengetahuan. Demikianlah, sudah menjadi
sebuah ketentuan yang berlaku sepanjang masa bahwa kami jadikan setiap umat menganggap
baik pekerjaan mereka. Mereka harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka. Kemudian
pada saat yang telah ditentukan, kepada tuhan tempat kembali mereka, lalu dia akan
memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan untuk mendapatkan balasan
yang setimpal. Belum jera juga kaum musyrik untuk menampilkan argumen penolakan, bahkan
mereka mengukuhkan penolakan dengan sumpah. Dan mereka, yakni kaum musyrik, bersumpah
mengukuhkan ucapan mereka dengan menggunakan nama Allah dengan segala kesungguhan,
bahwa demi Allah, sungguh jika datang suatu mukjizat, yakni mukjizat apa saja yang mereka
usulkan selama ini, kepada mereka, pastilah mereka akan beriman kepadanya. Katakanlah
kepada mereka, wahai nabi Muhammad, sungguh mukjizat-Mukjizat itu hanya ada pada sisi
Allah atau berdasar kuasa-Nya. Jika dia berkehendak, dia akan menurunkannya kepada kalian,
dan jika dia tidak berkehendak, maka mukjizat itu tidak akan turun. Dan tahukah kamu, yakni
siapa yang memberitahukan kepada kalian, wahai kaum mukmin, bahwa apabila mukjizat datang
mereka akan beriman' kenyataannya mereka tidak juga akan beriman. 3

 Tafsir Al-Qurtubi

Pertama : Firman Allah Swt. : “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang
mereka sembah selain Allah”. Larangan. “karena mereka nanti akan memaki Allah” merupakan
jawaban dari larangan tersebut. Maka Allah Swt melarang orang-orang beriman untuk
menyembah berhala, karena Allah tau bahwa jika orang-orang kafir bertebaran maka
kekufurannya akan bertambah. Ibn Abbas berkata: orang-orang kafir Quraisy berkata kepada
Abu Thalib: “ Apakah kamu melindungi Muhammad beserta para sahabatnya atas perlakuannya
menghina sembahan atau tuhan (yang mati). Lalu turunlah ayat ini.

Kedua : para ulama berpendapat: kesedihannya akan tetap berada di negeri ini dalam hal
apapun, jadi ketika orang kafir berada dalam keadaan seperti ini mereka akan menghina islam,
nabi bahkan Allah, tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk menghina agama mereka
(salib), gereja mereka, atau hal yang berkaitan dengan itu. Itu karena sama saja seperti dosa.

Ketiga : dalam ayat ini juga sekaligus dalil atas jawaban hukum dengan mencegah agar
tidak terjadi kerusakan, sebagaimana yang dijelaskan dalam surat al-Baqarah, orang yang benar

3
https://tafsirweb.com/2232-quran-surat-al-anam-ayat-108.html diakses tanggal 24 oktober 2020 pukul 10:05

3
dapat melepaskan haknya jika membuat kerugian dalam hutangnya. Dan dari makna inilah yang
diriwayatkan oleh Umar bin Khattab ; jangan memutuskan persaudaraan dengan sahabat dekat
dengan alasan kekhawatiran putus. Ibn Arabi berkata: jika kebenaran itu wajib maka aku akan
menerimanya dalam hal apapun, dan jika itu bernilai maka ini merupakan pepatah.

Keempat : Allah Swt berkata : “ musuh” artinya : arah dan serangan, dan diriwayatkan
atas orang-orang mekkah sebuah pengorbanan dengan menggabungkan mata dan kejahatan, yang
menyebabkan kecelakaan yaitu pembacaan al-Hasan dan Abu Raja dan Qatadah. dan ia kembali
ke perkataan yang pertama, yakni dimaknai sebagai kedzahliman

Orang mekkah berkata kembali : ”Musuh” dengan membuka mata dan mengumpulkan
petunjuk yang berarti musuh. Ini adalah salah satu dalil, seperti : “karena sesungguhnya apa yang
kamu sembah itu adalah musuhku, kecuali Tuhan Semesta Alam” Allah Swt berfirman “Mereka
adalah musuh” (Q.S. Al-Munafiqun: 4) dia terfokus pada sumber utama atau objek demi
kepentinganya.

Kelima : Allah berfirman : “Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik
pekerjaan mereka”. Sebagaimana kita menghiasi perbuatan ini untuk mereka, demikian pula
pekerjaan kita untuk ummat. Menurut ibnu Abbas, ia berkata: “kami telah menghiasi
(mengistimewakan) orang-orang yang taat dengan ketaatannya, dan orang-orang kafir dengan
kekafirannya. Allah berfirman: “Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi
petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya.” Itu merupakan respon bagi kaum qadariyah. 4

 Kontekstualisasi Ayat
Hikmah dari diturunkannya Q.S al-An’an ayat 108 ini adalah tidak boleh menghina
sembahan selain Allah. Terkdang ketika seorang menghina seorang yang lain apalagi menghina
agama maka seorang yang dihina tersebut jarang sekali yang merespon dengan kesabaran.
Malahan direspon dengan menghina kembali bahkan melebihi batas kemampuan. Oleh
karenanya Allah melarang menghina agama atau sembahan selain Allah karena Allah telah
menjadikan setiap perkara yang dikerjakan adalah berupa kebaikan, yang kelak akan di
pertanggung jawabkan

2. Q.S.Al-Anfal Ayat 53

‫ع ِه ْي ٌى‬
َ ‫س ًِ ْي ٌع‬
َ ‫ّللا‬ ِ ُ‫َٰر ِنكَ ِبا َ ٌَّ هللاَ نَ ْى َيكُ ًيغَ ِّي ًشا َِّ ُْ ًَتً ا َ َْ َُ ًَ َُا ع ََٰهٰ قَ ْو ٍو َحت َّٰ يُغَ ِّي ُش ْوا َيا ِبا َ َْف‬
َ ّ ٌََّ ‫س ٍُ ْى َوا‬
Artinya: “(siksaan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan
merubah sesuatu nikmat yang telah dianugrahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu

4
Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkamil Qu’ran “Tafsir Al-Qurthubi” (Turki: Daar Ibnul Jauzi, 2006) jilid 8, Hal. 491-
493.

4
merubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesunggyhnya Allah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al-Anfal ayat 53)

 Tafsir Kemenag

Menurut Tafsir Kementrian Agama RI, QS. Al-Anfal ayat 53 menceritakan tentang
penyiksaan terhadap orang-orang Quraisy karena mereka mengingkari nikmat-nikmat Allah,
ketika Allah mengutus seorang rasul dari kalangan mereka sendiri yang membacakan ayat-ayat-
Nya, lalu mereka mendustakan, bahkan mengusirnya dari negerinya, lalu memerangi secara
bertubi-tubi. Allah menyiksa mereka disebabkan dosa-dosanya. Yang demikian ini membuktikan
sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu. Allah tidak merubah suatu nikmat yang telah
dianugerahkan-Nya kepada sesuatu kaum, sehingga kaum itu merubah apa yang ada pada diri
mereka sendiri.

Ayat ini mengandung isyarat, bahwa nikmat-nikmat pemberian Allah yang diberikan
kepada umat atau perorangan, selalu dikaitkan dengan kelangsungan akhlak dan amal mereka itu
sendiri. Jika akhlak dan perbuatan mereka terpelihara baik, maka nikmat pemberian Allah itu
pun tetap berada bersama mereka dan tidak akan dicabut. Karena, Allah tidak akan mencabutnya,
kecuali jika mereka melakukan kezaliman dan pelanggaran. Akan tetapi jika mereka sudah
merubah nikmat-nikmat itu dengan berakhlak yang baik dan perbuatan baik, maka Allah Ta’ala
akan merubah keadaan mereka dan akan mencabut nikmat pemberian-Nya dari mereka sehingga
yang kaya jadi miskin, yang mulia jadi hina dan yang kuat jadi lemah.

Allah berfirman;. ٍَ‫َوقَانُوا ََ ْحٍُ ُ َ ْكث َ ُش ُ َ ْي َو ًاَل َوُ َ ْو ََلدًا َو َيا ََ ْح ٍُ بِ ًَُُزَّبِي‬

Artinya: “Dan mereka berkata: "Kami lebih banyak mempunyai harta dan anak-anak (daripada
kamu), dan kami sekali-kali tidak akan diazab.”(QS. Saba': 35)

Demikianlah bahwa keluhuran sesuatu umat tidak dikaitkan dengan keturunannya atau
kelebihan nenek moyangnya, seperti yang diakui oleh orang-orang Yahudi. Mereka tertipu
dengan keangkuhannya bahwa mereka dijadikan Allah sebagai umat pilihan melebihi umat-umat
yang lain, karena dikaitkan kepada kemuliaan Nabi Musa a.s. Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengelahui apa yang diucapkan oleh orang-orang yang mendustakan rasul-rasul itu. Dia Maha
Mengetahui apa yang mereka kerjakan, apa yang mereka tinggalkan dan pasti akan memberi
balasan yang setimpal dengan perbuatannya. 5

 Tafsir Al-qurthubi

Dalam Tafsir Al-Qurthubi dijelaskan bahwa sebenarnya Allah telah memberikan


kemurahan, keleluasaan, keamanan, dan kesehatan kepada orang-orang Quraisy. Tapi, karena
mereka merubah nikmat yang telah Allah berikan, akhirnya mereka terkena siksa.

5
https://tafsirkemenag.blogspot.com/2014/11/tafsir-surah-al-anfal-53.html diakses tanggal 26 Oktober 2020 pukul
13.25

5
ُ َُّ‫ف آن‬
Allah Swt berfirman: ‫اط يِ ٍْ َح ْو ِن ُِ ْى‬ َ ًُ‫ُ َ َونَ ْى يَ َش ْواَََُّا ََُِ ْهَُا َح َش ًيا َءا ِي‬
ُ َّ‫اويُت َ َخط‬

Artinya: “dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Kami telah
menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman, sedang manusia sekitarnya rampok-
merampok.” (QS. Al-Ankabut:67)

Kemudian Imam Suddai berkata:”nikmatnya Allah terhadap mereka itu adalah Nabi
Muhammad saw. Maka mereka kufur terhadap nikmatnya Allah. Maka akhirnya kanjeng nabi
dipindah ke kota madinah dan ditempatkanlah siksa terhadap orang musyrik.”6

 Konstektualisasi ayat

Dalam QS. Al-Anfal ayat 53 menjelaskan bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala


menyebutkan tentang keadilan dan kebijaksanaan-Nya dalam hukum yang telah ditetapkan-Nya,
bahwa Dia tidak akan mengubah suatu nikmat yang telah Dia berikan kepada seorang hamba
kecuali disebabkan dosa yang dikerjakan hamba yang bersangkutan. seperti yang disebutkan oleh
ayat lain melalui firman-Nya:” Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum
sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya, dan
sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (Ar-Ra'd: 11).

Inti dari penafsiran diatas adalah bahwa Allah tidak akan mengambil atau merubah suatu
kenikmatan kepada suatu kaum atau seorang hamba, kecuali seorang hamba atau kaum itu
sendiri yang melakukakan kesalahan atau dosa kepada Allah Swt.

3. Q.S. Az-Zukhruf Ayat 32

ُ ُْ َ‫ت ِنّيَتَّخِ زَ ب‬
‫ض ُُ ْى بَُْضًا‬ ٍ َِٰ ‫ض د ََس‬ َ َُْ‫شت َ ُُ ْى فِٰ ا ْن َح َٰيو ِة ان ُّذ َْيَ ۙا َو َسفَ َُُْا ب‬
ٍ ُْ َ‫ض ُُ ْى فَ ْوقَ ب‬ َ ‫س ًَُْا بَ ْيَُ ُُ ْى َّي ُِ ْي‬َ َ‫س ًُ ْوٌَ َس ْح ًَتَ َسبِّ ٖۗكَ ََحْ ٍُ ق‬ ِ ‫اَهُ ْى يَ ْق‬
ٌَ‫سُ ْخ ِشيًّا َٖۗو َس ْح ًَتُ َس ِّبكَ َخيْ ٌش ِّي ًَّا يَ ْج ًَُ ُ ْو‬

Artinya : “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kamilah yang menentukan
penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka
atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat memanfaatkan sebagian
yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”. (Q.S. Az-
Zukhruf : 32)

 Tafsir Mufrodat

ِ ‫ يَ ْق‬: Membagi-bagikan
ٌَ‫س ًُ ْو‬

6
Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkamil Qu’ran “Tafsir Al-Qurthubi” (Turki: Daar Ibnul Jauzi, 2006) jilid 10, Hal. 46.

6
َ َ‫ ق‬: Kami telah membagikan/menentukan
‫س ًَُْا‬

‫شت َ ُُ ْى‬
َ ‫ َّي ُِ ْي‬: Penghidupan/rezeki mereka

َ ُْ َ‫ ب‬: Sebagian mereka (yang kaya/dengan kekayaan)


‫ض ُُى‬

‫ سُ ْخ ِشيًّا‬: (dengan cara) menundukkan (memberi upah kerja)

ُ‫ َو َسحْ ًَت‬: Dan rahmat (surga)

ٌَ‫ يَجْ ًَُُ ْو‬: Mereka kumpulkan (harta di dunia)7

 Asbabun Nuzul

Asbabun nuzul dari ayat 32 diatas berkaitan dengan asbabunnuzul ayat 31. Qatadah r.a
menerangkan, bahwa kedua ayat ini diturunkan berkenaan dengan Walid bin Mughirah yang
berkata “Jika apa yang dikatakan Muhammad itu benar bahwa Al Qur’an itu dari Allah, pasti Al
Qur’an itu diturunkan kepadaku atau Mas’ud Ats Tsaqafi.” (Hr. Ibnu Mundzir) 8

 Tafsir Kemenag

Ayat ini menunjukkan penolakan terhadap keinginan orang-orang musyrik yang tak mau
menerima pengangkatan Muhammad saw sebagai rasul; seakan-akan merekalah yang paling
berhak dan berwenang membagi-bagi dan menentukan siapa yang pantas menerima rahmat
Tuhan. Allah menyatakan, Sekali-kali tidaklah demikian halnya, Kamilah yang berhak dan
berwenang mengatur dan menentukan penghidupan hamba dalam kehidupan dunia. Kami-lah
yang melebihkan sebagian hamba atas sebagian yang lain; ada yang kaya dan ada yang lemah,
ada yang pandai dan ada yang bodoh, ada yang maju dan ada yang terbelakang, karena apabila
Kami menyamakan di antara hamba di dalam hal-hal tersebut di atas, maka akan terjadi
persaingan di antara mereka, atau tidak terjadi situasi saling bantu-membantu antara satu dengan
yang lain, dan tidak akan terjadi saling memanfaatkan antara satu dengan yang lain, sebaliknya
mereka saling mengejek. Semuanya itu akan membawa kepada kehancuran dan kerusakan dunia.
Kalau mereka tidak mampu berbuat seperti tersebut di atas mengenai urusan keduniaan,
mengapa mereka berani menentang berbagai kebijaksanaan Allah di dalam menentukan siapa
yang pantas diserahi tugas kerasulan itu. Ayat ini ditutup dengan penegasan bahwa rahmat Allah
dan keutamaan yang diberikan kepada orang yang telah ditakdirkan memangku jabatan kenabian
dan mengikuti petunjuk wahyu dalam Al-Qur'an yang telah diturunkan, jauh lebih baik dan
mulia daripada kemewahan dan kekayaan dunia yang ditimbun mereka. Demikian dikarenakan

7
Lihat Hatta, Ahmad, Dr., MA. Tafsir Qur’an per kata; Dilengkapi dengan Asbabun Nuzul dan Terjemah. Jakarta:
Maghfirah Pustaka, 2009, hal. 491
8
Lihat Ibnu Jarir: 11/58 dan Al Qurthubi: 4/3232

7
dunia dengan segala kekayaannya itu berada di tepi jurang yang akan runtuh dan akan lenyap
tidak berbekas sedikit pun. 9

 Tafsir Al-Azhar

Dalam tafsirnya, Buya Hamka menyebutkan atau mengelompokkan pembahasan ini dari
ayat ke 26. Namun disini hanya akan dijelaskan dari ayat 31 sebagai awal dari tafsir ayat ke 32.

Ayat 31 “Dan mereka berkata,’Mengapa tidak ditununkan Al-Qur’an ini kepada seorang
besar dari dua negeri ini’”.Yang berkata begini sudah lain dari yang mengatakan Al-Qur’an itu
sihir. Mereka sudah mengakui memang suara-suara yang dibawa Al-Qur’an itu amat penting
diperhatikan. Sayang, Al-Qur’an yang penting itu tidak diturunkan kepada orang penting pula,
yaitu orang-orang besar di kedua negeri, Mekah dan Thaif. Mereka itu berpengaruh, berharta,
sebab itu disegani orang banyak. Kalau kepada mereka diturunkan, sebentar saja akan berduyun-
duyunlah pengikutnya. Ketika membaca ayat ini, teringatlah penafsir kepada nasib seorang
mubaligh Islam di Medan Deli sebelum perang. Ketika dia berpidato menerangkan agama di
muka umum, sangat menarik perhatian. Maka datanglah seorang pegawai Belanda bergaji besar
bertanya dengan berbisik,”Apa kerja orang itu? Berapa gajinya sebulan? Kayakah dia?
Tengkukah dia? Setelah dapat jawaban bahwa semuanya itu tidak ada pada mubaligh itu, orang
yang bertanya itu tidak memandangnya dengan hormat lagi. Ditegurnya pun tidak! Sanggahan
ini dipukul oleh wahyu, “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu?” (pangkat ayat
32) .

Merekakah yang menentukan atau Allah? Rahmat, risalah, dan nubuwah adalah yang lain
dari yang mereka pikirkan itu. Soal ini bukan soal kebesaran dan pengaruh karena harta.
“Kamilah yang telah membagi-bagi di antara mereka akan penghidupan mereka dalam hidup di
dunia dan telah Kami tinggikan derajat yang sebagian dari yang sebagian, supaya yang
sebagian mempergunakan yang sebagian.” Ini semua memang telah dibagi-bagikan Allah
kepada mereka. Ada yang kaya raya, berniaga ke Syam, ada yang mempunyai beratus-ratus
binatang ternak. Dan ada pula yang miskin, ada pula yang menjadi hamba sahaya, menjadi
suruh-suruhan, memikul beban, diperas keringatnya. Ada yang kerjanya mencari keuntungan
dengan membungakan uang, dan ada yang nasibnya demikian malang, karena payah melepaskan
diri dari utang. Begitulah nasib yang telah ditakdirkan Allah, hidup di dunia ini terbagi-bagi dan
berbagai-bagai wajah hidup dihadapi. Dan memang telah ada orang-orang besar dan orang
penting dalam lapangan itu. Yaitu lapangan kehidupan dunia semata. Mereka berpengaruh
karena urusan-urusan dunia, tetapi soalnya sekarang ini bukan itu. Ini adalah urusan iman, urusan
budi, urusan hubungan di antara makhluk dengan Allah. Allah yang menentukan untuk
mencurahkan rahmat-Nya memelopori urusan itu, bukan karena hartanya. Orang itu ialah
Muhammad saw. “Dan rahmat Tuhanmu itu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” Ayat
ini meninggalkan kesan yang mendalam pada jiwa orang yang Mukmin. Bahwa pimpinan iman

9
https://quran.kemenag.go.id/sura/43, diakses tanggal 25 Oktober 2020 pukul 08.24 WIB

8
kepada Allah, bukanlah soal hidup mewah. Kalau sekiranya tujuan hidup telah beralih kepada
kemewahan, dunia fanalah yang akan memesona manusia, dan setanlah kelak yang akan menjadi
teman mereka. Ini dijelaskan lagi oleh ayat-ayat selanjutnya. 10

 Tafsir Al-Qurtubi

Sebelum membahas ayat yang ke 32, mari kita tinjau ayat yang ke 31 telebih dahulu.
ُ ‫“ َو ق َ ا ن ُ وا ن َ ْو ََل َ ُ ِ ّض لَ هَٰ َ ز َ ا ا ن ْ ق ُ ْش آ‬Dan mereka berkata: Al qur’an ini tidak diturunkan”
ٌ
yakni mengapa Al qur’an ini t idak diturunkan, ‫“ ع َ ه َ َٰٰ َس ُِ ٍم‬kepada seorang besar.” ٍَ ‫ِي‬
‫“ا ن ْ ق َ ْش ي َ ت َي ْ ٍِ ع َ ِظ ي ٍى‬dari salah satu dua negeri (Makkah atau Thaif) ini?”. Yang
dimaksud dari dua negeri ini adalah Makkah dan thaif. Yang dimaksud dengan dua
orang ini adalah Al Walid bin Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzhum,
paman abu jahal. Sedangkan yang di Thaif adalah Abu Mas’ud Urwah bin Mas’ud
Ats Tsaqafi. Demikian yang dikatakan oleh qatadah. Namun menurut mujahid, yang
di Makkah itu idalah Utbah Bin Rabiah dan yang di Thaif a dalah Umar bin Abd
Yalil Ats Tsaqaf. Sedangkan Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa pembesar Thaif
adalah Habib bin Amr Ats tsaqafi.

Dalam ayat ke-32 As Suddi berkata, “Kinanah bin Abd bin Amr”. As Suddi
meriwayatkan bahwa Al Walid bin Al Mughirah pernah berkata: “Seandainya apa yang
dikatakan oleh Muhammad saw itu benar, niscaya hal itu akan turun kepadaku atau kepada Abu
Mas’ud.” Allah berfirman, َ‫س ًُ ْوٌَ َسحْ ًَتَ َس ِّب ٖۗك‬ ِ ‫“ اَهُ ْى َي ْق‬Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat
tuhanmu?” maksudnya adalah kenabian, sehingga mereka dapat meletakkannya dimanapun
mereka suka. ‫شت َ ُُ ْى فِٰ ا ْن َح َٰيوةِ ان ُّذَْيَ ۙا‬
َ ‫س ًَُْا بَ ْيَُ ُُ ْى َّي ُِ ْي‬َ َ‫“ ََ ْح ٍُ ق‬Kami telah menentukan antara mereka
penghidupan mereka dalam kehidupan dunia,” yakni Kamilah yang membuat miskin suatu
kaum dan membuat kaya kaum yang lain. Jika urusan dunia saja tidak diserahkan kepada
mereka, bagaimana mungkin status kenabian diserahkan kepada mereka.

Qatadah (salah satu sahabat Nabi) berkata, Anugerah itu diterima oleh orang yang lemah
kekuatannya, minim alasannya, lemah bicaranya, namun dia diberikan keberuntungan. Anugerah
itu pun diterima oleh orang yang kuat alasannya dan pandai bicaranya namun dia tidak diberikan
keberuntungan.

Menurut satu pendapat, maksud firman Allah tersebut ialah: Kami memberikan kepada
(kedua) orang besar dari kedua negeri itu apa yang telah Kami berikan kepada keduanya, bukan
karena keduanya mulia disisi Kami. Dan sesungguhnya Kami maha kuasa untuk mencabut
kenikmatan itu dari keduanya. Jika demikian, keutamaan dan kekuasaan apakah yang dimiliki
keduanya?

10
Buya Hamka, Tafsir Al Azhar juz ke 9, hal. 6549-6550, Singapura:Pustaka Nasional, 1990

9
‫ت‬ٍ َِٰ ‫ض د ََس‬ َ ‫ض ُُ ْى فَ ْو‬
ٍ ُْ َ‫ق ب‬ َ َُْ‫“ َو َسفَ َُُْا ب‬dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian
yang lain beberapa derajat.” Yakni, kami telah memberikan keutamaan di antara mereka,
sehingga ada yang memimpin dan ada pula yang dipimpin.

ُ ُْ َ‫“ يَتَّخِ زَ ب‬Agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang


‫ض ُُ ْى بَ ُْضًا سُ ْخ ِش ًّيا‬
lain.” As Suddi dan Ibnu Zaid berkata, maksudnya dapat menjadikannya sebagai budak atau
pelayan. Orang yang kaya dapat menundukan orang yang miskin, sehingga sebagian mereka
menjadi sebab bagi penghidupan sebagian yang lain”. Qatadah dan Adh Dhahak berkata,
“Maksudnya, agar sebagian dari mereka memiliki sebagian yang lain.”

ٌَ‫“ َو َسحْ ًَتُ َسبِّكَ َخي ٌْش ِّي ًَّا يَ ْج ًَُ ُ ْو‬Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka
kumpulkan“. Yakni lebih baik dari dunia yang mereka kumpulkan. Menurut satu pendapat, yang
dimaksud dengan rahmat adalah kenabian. Menurut pendapat yang lain, yang dimkasud dengan
rahmat itu adalah surga. Menurut pendapat yang lain, rahmat itu adalah menyempurnakan yang
wajib itu lebih baik dari pada memperbanyak sunnah. Menurut pendapat yang lainnya lagi, yang
dimaksud dengan rahmat adalah, apa yang Allah berikan kepada mereka sebagai kerunia adalah
lebih baik dari balasan yang Allah berikan kepada mereka atas amal perbuatan mereka. 11

 Kontekstualisasi Ayat

Pada ayat ke 32 dari surat Az Zukhruf ini adalah klimaks dari balasan Allah terhadap
orang-orang kafir yang menolak kerasulan nabi Muhammad Saw. Hal ini dijelaskan dari ayat ke
26 dari surat ini. Allah berpesan kepada nabi Muhammad Saw bahwa jabatan, pangkat,
kedudukan, harta kekayaan dan segala kenikmatan dunia itu tidak menjadi bahan pertimbangan
Allah untuk mengutus Nabi muhammad Saw sebagai Rasul. Seperti yang telah diungkapkan oleh
Buya Hamka dalam tafsirnya; “. Mereka berpengaruh karena urusan-urusan dunia, tetapi
persoalan saat ini bukan itu. Ini adalah urusan iman, urusan budi, urusan hubungan di antara
makhluk dengan Allah. Allah yang tentukan untuk mencurahkan rahmat-Nya memelopori urusan
itu, bukan karena hartanya”.

Selain itu hikmah dari ayat ini adalah; Allah SWT menakdirkan manusia berbeda-beda
rezekinya (kaya dan miskin, lapang dan sulit, sehat dan sakit, susah dan senang, terhormat dan
biasa-biasa saja, dsb), agar mereka semua itu bisa menciptakan rasa dan semangat saling gotong
royong, membantu sesama, berjiwa pemberi, mengasihi sesama, saling menghargai dsb, yang
demikian itu agar tercipta suatu sistem sebagai jalan bagi manusia mencapai kebahagiaan
duniawi dan ukhrowi. Karena kebahagiaan yang hakiki itu ialah kebahagiaan hati nurani.

Dikehidupan seperti sekarang ini, hal seperti yang telah disebutkan diatas adalah sebuah
hal yang sangatlah penting diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat. Janganlah kita

11
Al Qurthubi, Syaikh Imam, Tafsir al Qurthubi jilid. 16 hal 208-211, Jakarta: Pustaka Azzam, 2009.

10
memandang semua yang kaya, terhormat, berpangkat, itu bisa memberikan maslahat, manfaat,
dan membawa kebenaran dan sebaliknya. Jika hal yang demikian itu sampai menjadi mindset
kita, selesai sudah keimanan kita. Diri ini akan sibuk mengejar kenikmatan dunia tanpa
memikirkan sedikitpun apa itu arti kesejahteraan sesama, kebahagiaan sesama, kebermanfaatan
kepada sesama, rasa kemanusiaan, rasa kasihan terhadap yang membutuhkan, dll. Diri ini akan
diselubungi dengan kecintaan dunia yang akan menyesatkan dan menjerumuskan dirinya bahkan
keluarganya kedalam penyesalan di dunianya dan diakhiratnya.

4. Q.S. Al-Isra Ayat 18

‫ص ََل ه َا َي ز ْ ُي و ًي ا‬ َ ُ ‫ِ ُ َ هْ ُ َ ا ن َ ه‬
ْ َ ‫ِ َُ ُ َّ ىَ ي‬ َّ َ ‫اِ ه َ ت َ ع‬
َ َّ‫ج ه ْ ُ َ ا ن َ ه ُ ف ِي َُ ا َي ا َ َ ش َا ءُ ن ِ ًَ ٍْ َ ُ ِش ي ذ ُ ُ ُى‬ ِ َ ُ ْ ‫َي ٍْ ك َا ٌَ ي ُ ِش ي ذ ُ ا ن‬
ُ ْ‫َي ذ‬
‫ح و ًس ا‬

Art inya : “Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan
baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan Kami
tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir”
(Q.S. Al-Isra : 18)

 Tafsir Mufradat

َ‫اِهَت‬ ِ َُ‫ َّيٍ كَاٌَ يُ ِشي ُذ ا ْن‬: (Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang) Yakni kenikmatan
sementara atau kehidupan dunia.
‫ع َّج ْهَُا نَ ۥه ُ فِي َُا‬َ : (maka Kami segerakan baginya di dunia itu) Yakni di dunia.
َ
‫ َيا َشَآ ُء‬: (apa yang Kami kehendaki) Dan bukan tergantung kehendak orang yang
menginginkan hal tersebut.
ُ‫ ِن ًٍَ َُّ ِشيذ‬: (bagi orang yang kami kehendaki) Yakni bagi orang yang Kami kehendaki utuk
mendapatkan kenikmatan sementara tersebut.
‫ ُ ُ َّى ََُِهَُْا نَ ۥه ُ َِ ََُُّ َى‬: (dan Kami tentukan baginya neraka jahannam) Karena ia tidak
menjalankan amal akhirat dengan ikhlas sebagaimana yang diperitahkan.
‫وسا‬ً ‫صهَ َٰى َُا َيزْ ُيو ًيا َّي ْذ ُح‬
ْ َ‫( ; ي‬ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir) Yakni
dijauhkan dari rahmat Allah. 12

 Tafsir Kemenag

Allah mengelompokkan manusia ke dalam dua golongan: golongan yang mencintai


kehidupan dunia dan golongan yang mencintai kehidupan akhirat.

12
https://tafsirweb.com/4622-quran-surat-al-isra-ayat-18.htm,l, diakses pada tanggal2 November 2020 pukul 21: 47

11
Dalam ayat ini, Allah menyebutkan golongan yang pertama, sedangkan golongan yang
kedua disebutkan dalam ayat berikutnya.

Ketika menyebutkan golongan yang pertama, Allah menyatakan bahwa barang siapa
yang menghendaki kehidupan dunia dengan kenikmatannya yang dapat mereka rasakan, maka
Allah menyegerakan keinginan mereka itu di dunia sesuai dengan kehendaknya.Tetapi di akhirat,
mereka tidak mendapat apapun kecuali azab neraka.

Pernyataan ini ditujukan kepada orang-orang yang tidak mempercayai adanya hari
kebangkitan dan hari pembalasan, sehingga mereka yakin bahwa tidak ada lagi kehidupan
sesudah kehidupan di dunia ini.Itulah sebabnya mengapa mereka terlalu rakus terhadap kekayaan
dunia dan kemewahannya, padahal kehidupan dunia serta kenikmatannya bersifat sementara.

Oleh karena itu, kehidupan di dunia dan kemewahannya itu digambarkan Allah sebagai
suatu yang segera dapat diperoleh dan dirasakan, tetapi segera pula musnah dan berakhir.

Sebagaimana firman Allah: “Dan jangan sekali-kali orang-orang kafir itu mengira bahwa
tenggang waktu yang Kami berikan kepada mereka lebih baik baginya.Sesungguhnya tenggang
waktu yang Kami berikan kepada mereka hanyalah agar dosa mereka semakin bertambah, dan
mereka akan mendapat azab yang menghinakan”. (Ali Imran: 178)

Kemudian Allah mengancam mereka dengan ancaman neraka Jahanam sebagai balasan
yang pantas bagi mereka.

Di dunia, mereka akan mengalami kesedihan yang mendalam karena berpisah dengan
kemewahan dunia yang sangat mereka cintai ketika ajal datang merenggut.

Sedangkan di akhirat, mereka akan mengalami penderitaan yang seberat-beratnya dan


menyesali perbuatan tercela yang mereka lakukan di dunia. 13

 Tafsir Al-Qurtubi

Allah SWT berfirman ( َ ‫اِ ه َ ت‬


ِ َ ُ ْ ‫ ) َي ٍْ ك َا ٌَ ي ُ ِش ي ذ ُ ا ن‬yaitu dunia, maksudnya ialah barang
siapa yang menginginkan rumah atau kediaman yang didpatkan secara cepat di
dunia.

( ُ ‫ج ه ْ ُ َ ا ن َ ه ُ ف ِي َُ ا َي ا َ َ ش َا ءُ ن ِ ًَ ٍْ َ ُ ِش ي ذ‬
َّ َ ‫ ) ع‬Allah t idak akan memberikan sesuatu apapun
kecuali yang dikehendakinya, kemudian Allah akan menghukum mereka sesuai
dengan perbuatannya dan konsekuensinya adalah masuk neraka.

(‫ ) َي ز ْ يُ و ًي ا َي ذْ حُ و ًس ا‬maksudnya terusir dan dijauhkan dari rahmat Allah SWT.


Dan inilah sifat orang-orang munafik yang fasik, dan orang-orang munafik yang

13
https://risalahmuslim.id/quran/al-israa/17-18/, diakses pada tanggal 28 November 2020 pukul 15:30

12
benar-benar munafik. Mereka menggunakan islam dan ketaatan untuk mendapatkan
dunia secara cepat, sehingga amal ibadah mereka t idak akan diterima di akhirat
kelak dan t idak akan diberikan apapun lagi di dunia kecuali apa yang sudah menjadi
bagiannya. 14

 Kontekstualisasi Ayat

Melalui ayat ini Allah memberitahukan bahwa di akherat kelak kita akan menerima
sesuai yang kita kerjakan di dunia. Sebagaimana yang kita tau, umat kafir pada umumnya
cenderung menghabiskan masa hidup mereka untuk kebahagiaan dunia tanpa memikirkan
akherat. Hingga akhirnya, hanyalah azab semata yang akan didapatkan di akherat kelak

Allah berfirman dalam Q.S. As-Syura : 20 yang berbunyi “Barangsiapa menghendaki


keuntungan di akhirat, akan kami tambah keuntungan baginya. Dan barang siapa yang
menghendaki keuntungan du dunia, kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia
dan tidak ada bagiannya suatu bagian pun di akhirat”

Sebagai umat muslim, kita diperintahkan untuk menyeimbangkan antara kehidupan dunia
dan kehidupan akhirat. Menggunakan nikmat yang allah diberikan di dunia untuk lebih
mendekatkan diri kepada Allah sebagai bekal di akhirat kelak.

14
Al Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkamil Qu’ran “Tafsir Al-Qurthubi” (Turki: Daar Ibnul Jauzi, 2006) jilid 13, Hal. 48-
49.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Q.S. Al-an’am ayat 108 menjelaskan bahwa kita sebagai umat muslim tidak boleh
memaki sesembahan kaum musyrik yang menyembah selain Allah, seperti: berhala, dll. Karena,
jika kita mencaci maki apa yang mereka sembah, mereka justru akn mencaci maki balik dan
mencela Allah SWT. Oleh karena itu, Allah melarang menghina agama atau sembahan selain
Allah karena Allah telah menjadikan setiap perkara yang dikerjakan adalah berupa kebaikan,
yang kelak akan di pertanggung jawabkan.
Dalam QS. Al-Anfal ayat 53 menjelaskan bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala
menyebutkan tentang keadilan dan kebijaksanaan-Nya dalam hukum yang telah ditetapkan-Nya,
bahwa Dia tidak akan mengubah suatu nikmat yang telah Dia berikan kepada seorang hamba,
kecuali seorang hamba atau kaum itu sendiri yang melakukakan kesalahan atau dosa kepada
Allah Swt.

Q.S. Az-Zukhruf ayat 32 merupakan balasan Allah terhadap orang-orang kafir yang
menolak kerasulan nabi Muhammad Saw. Ayat ini juga menegaskan bahwa rahmat Allah dan
keutamaan yang diberikan kepada orang yang telah ditakdirkan memangku jabatan kenabian dan
mengikuti petunjuk wahyu dalam Al-Qur'an yang telah diturunkan, jauh lebih baik dan mulia
daripada kemewahan dan kekayaan dunia yang ditimbun mereka.

Sebagai umat muslim, kita diperintahkan untuk menyeimbangkan antara kehidupan dunia
dan kehidupan akhirat. Menggunakan nikmat yang allah diberikan di dunia untuk lebih
mendekatkan diri kepada Allah sebagai bekal di akhirat kelak. Dalam Q.S. Al-Isra Ayat 18
dijelaskan,bahwa barang siapa menghendaki kehidupan dunia tanpa memikirkan akhirat maka
Allah akan segerakan baginya kenikmatan dunia. Namun di akhirat kelak, hanya azablah yang
tersisa untuk mereka.

B. Kritik dan Saran


Dengan adanya pembahasan tentang masyarakat berdasarkan berbagai penafsiran surah
dan ayat di dalam al-Qur’an, Kami harap dapat lebih menguatkan, meyakinkan bahkan
menyadarkan kami maupun para pembaca atas kekuasaan Allah SWT yang telah menciptakan
manusia sedemikian rupa detailnya, serta mencurahkan rahmat yang tiada bandingnya.
Kami menyadari banyak kekurangan pada makalah kami. Untuk itu, kami sangat
membuka lebar kritik dan saran dari para pembaca.

14
C. Penutup
Demikian makalah kami yang bertema “Tafsir Ayat-Ayat tentang Masyarakat”. Semoga
dengan paparan singkat kami diatas, dapat bermanfaat dan menambah keilmuan pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

15
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Dr., MA. 2009. Tafsir Qur’an per kata; Dilengkapi dengan Asbabun Nuzul dan
Terjemah. Jakarta : Maghfirah Pustaka

Hamka, Buya. 1990. Tafsir Al-Azhar. Singapura: Pustaka Nasional

Fairus, K. M. 2019. Penistaan dalam Al-Quran (Studi Analisis Terhadap Penafsiran surah al-
An'am ayat 108). Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya.

Qurtubi, Al. 2006. Al-Jami’ Li Ahkamil Quran “Tafsir Al-Qurtubi”. Turki : Daar Ibnul Jauzi

https://alquran-asbabunnuzul.blogspot.com/2015/01/al-anam-ayat-108.html

https://quran.kemenag.go.id/sura/43

https://risalahmuslim.id/quran/al-israa/17-18/

https://tafsirkemenag.blogspot.com/2014/11/tafsir-surah-al-anfal-53.html

https://tafsirweb.com/2232-quran-surat-al-anam-ayat-108.html

https://tafsirweb.com/4622-quran-surat-al-isra-ayat-18.htm,l

16

Anda mungkin juga menyukai