Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Tentang :

“MASYARAKAT MADANI DAN KESEJAHTERAAN UMAT”

Disusun oleh :

Kelompok 9

Aufa Shofi Alfiana (18071010179)

Ilda Indriyani (180710101244)

Rila Putri Lesmana (180810201042)

Mega Pratiwi (180810201074)

UNIVERSITAS JEMBER

Jalan Kalimantan No 37 Kampus Tegalboto Sumbersari Jember 68121 Telp/Fax.

https://unej.ac.id, email: humas@unej.ac.id

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya yang telah memberikan
kami kesehatan jasmani maupun rohani sehingga dapat menyusun dan menyelesaikan tugas
makalah dengan judul “MASYARAKAT MADANI DAN KESEJAHTERAAN UMAT” dengan baik dan
tepat waktu.

Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Indah Rohmatus Zahro, M.Pd.I yang
berperan sebagai Doden Mata Kuliah (MatKul) Pendidikan Agama Islam (PAI) dan kepada
berbagai pihak yang telah membantu kami untuk menyelesaikan makalah ini.

Demikian yang bisa kami sampaikan, emoga apa yang telah kami susun ini dapat
memberi manfaat bagi pembaca dengan menambah pengalam dan wawasan mengenai
masyarakat madani dan kesejahteraan umat. Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun
ini masih belum sempurna sehingga kami mengharapkan saran dan kritik yang sangat
membangun demi kebaikan perbaikan makalah .

Jember, 5 Maret 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Cover…………………………………………………………………………………………………………………………….i

Kata Pengantar……………………………………………………………………………………………………………..ii

Daftar Isi………………………………………………………………………………………………………………………iii

BAB I. Pendahuluan

1. Latar Belakang………………………………………………………………………………………………….1
2. Rumusan Masalah…………………………………………………………………………………………….1
3. Tujuan……………………………………………………………………………………………………………….1

BAB II. Pembahasan

1. Konsep Masyarakat Madani……………………………………………………………………………..2


2. Peran Umat Islam dalam Mewujudkan Masyarakat Madani…………………………….8
3. System Ekonomi Islam dan kesejahteraan Umat……………………………………………10
4. Manajemen Zakat…………………………………………………………………………………………….
5. Manajemen Wakaf……………………………………………………………………………………………

BAB III. Kesimpulan Dan Saran………………………………………………………………………………………...........31

Daftar Pustaka………………………………………………………………………………………………………………………….32
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Untuk mewujudkan kehidupan yang demokratis


diperlukan terciptanya masyarakat madanin. Kehidupan masyarakat madani ditandai
dengan adanya keterbukaan di bidang politik juga memiliki tingkat kemampuan dan
kemajuan masyarakat yang tinggi untuk bersikap kritis dan partisipatif dalam menghadapi
berbagai persoalan sosial. Ditemukan suatu kemiripan dalam masyarakatpedesaan" yaitu
suatu sistem dan karakteristik masyarakat madani seperti gotong royong
, saling tolong menolong, beradab, dan lain sebagainya. Namun mayoritas kehidupan di
kota bertolak belakang dengan hal-hal tersebut, padahal demi tercapainya cita-cita
negara yang adil, makmur, sejahterah dan beradab diperlukan syarat-
syarat untukmenjadi masyarakat madani tersebut terutama di wilayah.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu konsep masyarakat madani?


2. Bagaimana peran umat islam dalam mewujudkan masyarakat madani?
3. Bagaimana system ekonomi islam dan kesejahteraan umat?
4. Apa itu manajemen zakat?
5. Apa itu manajemen wakaf?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui itu konsep masyarakat madani.


2. Mengetahui peran umat islam dalam mewujudkan masyarakat madani.
3. Mengetahui system ekonomi islam dan kesejahteraan umat.
4. Mengetahui manajemen zakat.
5. Mengetahui manajemen wakaf.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Masyarakat Madani


Madani pertama kali berasal dari bahasa Arab dari terjemahan al-mujtama al-
madany. Kemudian dicetuskan oleh Naquib al-Attas, seorang guru besar sejarah dan
peradaban Islam dari Malaysia yang mengambil istilah tersebut dari karakteristik
masyarakat Islam yang diaktulisasikan Rasulullah di Madinah dengan fenomena saat ini.
istilah tersbeut kemudian dibawa oleh Anwar Ibrahim, Deputi Perdana Menteri dalam
Festival Istiqlal September 1995.
Beliau menjelaskan masyarakat madani pada kehidupan kontemporer seperti rasa
kesediaan untuk saling menghargai dan memahami. Kemudian muncul beberapa karya-
karya dari intelektual Muslim Indonesia, diantarnya Azyumardi Azra dengan bukunya
“Menuju Masyarakat Madani” tahun 1999 dan Lukman Soetrisno dengan bukunya
“Memberdayakan Rakyat dalam Masyarkat Madani” tahun 2000.
Konsep masyarakat madani menurut prespektif Islam sudah diatur dalam Al-
Quran yang dibagi menjadi 3 jenis yait masyarakat terbaik (khairah ummah), masyarakat
seimbang (ummatan wasathan) dan masyarakat moderat (ummah muqtashidah). Berikut
adalah kutipan ayat yang mengatur ketiga jenis istiilah tersebut :

1. Khairah Ummah dalam QS Ali Imran 3:110, yaitu :

‫ت أ ُ َّمة َخي َْر ُك ْنت ُ ْم‬ ْ ‫اس أ ُ ْخ ِر َج‬ ِ َّ‫وف تَأ ْ ُم ُرونَ ِللن‬ ِ ‫اّللِ َوتُؤْ ِمنُونَ ْال ُم ْنك َِر َع ِن َوت َ ْن َه ْونَ بِ ْال َم ْع ُر‬
َّ ِ‫أ َ ْه ُل َءا َمنَ َولَ ْو ب‬
ِ ‫ْالفَا ِسقُونَ َوأ َ ْكث َ ُر ُه ُم ْال ُمؤْ ِمنُونَ ِم ْن ُه ُم لَ ُه ْم َخي ًْرا َل َكانَ ْال ِكتَا‬
‫ب‬

Artinya : “Kamu adalah umat terbaik untuk seluruh umat manusia. Kamu
menyuruh kepada yang ma’ruf, mencegah yang munkar untuk beriman kepada Allah.
Apabila Ahli kitab beriman, maka itu lebih baik bagi mereka, ada yang beriman
diantara mereka, dan kebanyakan mereka adalah fasik.”

2. Ummatan wasathan dalam QS Al-Baqarah 2:143, yaitu :


َ‫طا أ ُ َّمةً َج َع ْلنَا ُك ْم َو َكذَلِك‬ ً ‫س‬ ُ ‫اس َعلَى‬
َ ‫ش َهدَا َء ِلتَ ُكونُوا َو‬ ِ َّ‫سو ُل َو َي ُكونَ الن‬ َّ ‫ش ِهيدًا َعلَ ْي ُك ْم‬
ُ ‫الر‬ َ ‫ُك ْنتَ الَّ ِتي ْال ِق ْبلَةَ َج َع ْلنَا َو َما‬
‫سو َل يَتَّبِ ُع َم ْن ِلنَ ْعلَ َم إِ َّّل َعلَ ْي َها‬ َّ ‫َت َوإِ ْن َع ِقبَ ْي ِه َعلَى يَ ْنقَلِبُ ِم َّم ْن‬
ُ ‫الر‬ َ ِ‫ّللاُ َهدَى الَّذِينَ َعلَى إِ َّّل لَ َكب‬
ْ ‫يرة ً كَان‬ َّ ‫ّللاُ َكانَ َو َما‬ َّ
ِ ‫ّللاَ إِ َّن إِي َمانَ ُك ْم ِلي‬
‫ُضي َع‬ ِ َّ‫َر ِحيم لَ َر ُءوف بِالن‬
َّ ‫اس‬
Artinya : “Dan demikian Kami menjadikan umat Islam sebagai umat yang adil
sebagai saksi perbuatan manusia dan Rasul adalah saksi perbuatan kamu. Dan Kami
tidak menetapkan kiblat sebagai kiblat mu keculai agar Kami mengetahui siapa yang
mengikuti Rasul dan yang ingkat. Dan sungguh memindahkan kiblat ke berat adalah
orang yang mendapat petunjuk dan Allah tidak akan menyiakan imanmu. Allah Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang.”
3. Ummah Muqtasidah dalam QS Al-Maidah 5:66k, yaitu :

ِ ْ ‫ت َو ِم ْن فَ ْوقِ ِه ْم ِم ْن ََل َ َكلُوا َر ِب ِه ْم ِم ْن ِإلَ ْي ِه ْم أ ُ ْن ِز َل َو َما َو‬


‫اْل ْن ِجي َل التَّ ْو َراة َ أَقَا ُموا أَنَّ ُه ْم َو َل ْو‬ ِ ْ‫أ ُ َّمة ِم ْن ُه ْم أَ ْر ُج ِل ِه ْم تَح‬
‫َصدَة‬ ِ ‫سا َء ِم ْن ُه ْم َو َكثِير ُم ْقت‬ َ ‫َي ْع َملُونَ َما‬
Artinya : “Dan mereka menjalankan Taurat, Injil dan Al-Quran yang diturunkan
Tuhannya, mereka mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah. Diantara
mereka ada golongan pertengaham. Dan alangkah buruk yang dikerjakan mereka.”

Penjelasan dari masing-masing ayat di atas adalah :

Konsep khairan ummah dalam QS Ali-Imran 3:110 adalah konsep masyarakat


yang ideal. Mereka ditugasi untuk mengembangkan beberapa fungsi diantaranya
menyerukan kebaikan dan mencegah terjadinya kemungkaran. Selain itu, mereka juga
tidak boleh bercerai berai dan saling berselisih paham. Al Quran telah memberikan Cara
Meningkatkan Iman dan Taqwa serta cara berdamai untuk memecahkan masalah internal
yaitu metode syurah atau musyawarah, ishlah atau rekonsiliasi dan berdakwah dnegan
cara al-hikmah wa al-mujadalah bi allatu hiya ahsan yang berarto kebijaksanaan dan
perundingan dengan cara baik.

Konsep ummatan wasathan dalam QS Al-Baqarah 2:143 menjelaskan bahwa


masyarakat seimbang adalah masyarakat yang berada di posisi tengah-tengah yaitu
menggabungkan yang baik dari yang bertentangan.
Konsep ummah muqtashidah dalam QS Al-Maidah 5:66 adalah masyarakat
moderat yakni entitas di kalangan ahli kitab dan posisi ummah yang minoritas. Artinya
bahwa kelompok tersebut meskipun kecil, tetap dapat melakukan kebaikan dan perbaikan
dan meminimalisir kerusakan. Hampir sama dengan ummatan wasathan bahwa keduanya
memelihara penerapan nilai-nilai utama di tengah komunitas sekitar yang menyimpang.
Yang membuat beda ummah muqtashid adalah komunitas agama Yahudi atau Nashrani,
dan ummah wasath adalah komunitas agama sendiri yakni Islam.

Konsep-konsep yang sudah dijelaskan tersebut sungguh telah diterapkan di


Mdinah yang dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW. Diterapkan setelah Nabi berhijrah
dengan para sahabat dan dikeluarkannya Sahifah ay Watsiqah Madinah atau Piagam
Madinah atau Madinah Charter yang berisi hal-hal berikut ini :

1. Asas kebebasan beragama yakni negara mengakui dan melindungi kelompok yang
beribadah sesuai dengan keyakinan masing-masing.
2. Asas persamaan yakni semua orang yang mempunyai kedudukan sama sebagai
anggota masyarakat untuk saling membantu dan tidak boleh memperlakukan orang
lain dengan buruk.
3. Asas kebersamaan yaitu anggota masyarakat memiliki hak dan kewajiban sama
kepada Negara.
4. Asas keadilan yaitu setiap warga negara memiliki kedudukan sama di hadapan hukum
dimana hukum harus ditegakkan.
5. Asas perdamaian yakni warga negara hidup berdaampingan tanpa perbedaan suku,
agama dan ras.
6. Asas musyawarah yaitu semua permasalah yang terjadi di negara tersebut
diselesaikan melalui dewan syura.

Karakteristik keislaman pembangunan masyarakat madani, Rasulullah mengajarkan tiga


karakteristik keislaman yang menjadi akar pembangunan masyarakat madani,diantaranya:

1. Islam Humanis
Islam yang humanis berarti bahwa ajaran Islam yang diberikan oleh Rasulullah
adalah kompatibel dengan fitrah manusia. Allah berfirman dalam QS Al-Rum ayat 30
yang artinya : “Maka hadapkan wajah dengan lurus pada agama Allah, tetap berada
pada fitrah Allah yang telah emnciptaka manusia sesuaai dengan fitrahnya.
Tidak ada yang berubah pada fitrah Allah, tetapi manusia tidak mengetahuinya.”
Oleh karena itu, ajaran Islam yang disampaikan oleh Rasulullah mudah diterima oleh
nalar dan naluri umat manusia.
2. Islam Moderat
Keseimbangan ajaran Islam yang diterapkan dalam berbagai kehidupan manusia
baik secara vertikal maupun horizontal. Kemoderatan inin yang membuat ajaran
Islam berbeda dengan ajaran lainnya.
Dalam sejarahnya, karakteristik ini diaplikasikan sempurna dalam diri manusia.
Jadi, kemoderatan adlaah salah satu karakteristik fundamental agama Islam sebagai
agama yang sangat kompatibel dengan naluri dan fitrah manusia.
Dari asas kemoderatan inilah, konsepsi kemasyarakatn menjadi konsep yang utuh
untuk membangun masyarakat yang memegang teguh nilai-nilai dan kemormaan
dalam Islam.
3. Islam Toleran
Kata toleran di dalam ajaran Islam berkaitan dengan penganut agama Islam sendri
dan penganut agama lain. Apabila dikaitkan dengan kaum muslimin, maka toleran
berarti kelonggaran, kemudahan dan fleksibilitas Islam. Sebab pada hakikatnya ajaran
Islam mudah sekali untuk disampaikan dan diaktulisasikan kepada umat manusia.

Adapun pendapat lain yang diungkapkan oleh Arendt dan Habernas :

1. Free Public Sphere, adanya ruang publik yang bebas sebagai sarana dalam
mengemukan pendapat. Pada ruang publik yang bebaslah individu dalam posisinya
yang setara mampu melakukan transaksi-transaksi wacana dan praksis politik tanpa
mengalami distorsi dan kekhawatiran. Sebagai sebuah prasyarat, maka untuk
mengembangkan dan mewujudkan masyarakat madani dalam sebuah tatanan
masyarakat, maka free publik sphere menjadi salah satu bagian yang harus
diperhatikan. Karena dengan menafikan adanya ruang publik yang bebas dalam
tatanan masyarakat madani, maka akan memungkinkan terjadinya pembungkaman
kebebasan warga Negara dalam menyalurkan aspirasinya yang berkenaan dengan
kepentingan
umum oleh penguasa yang tiranik dan otoriter.
2. Demokratis, merupakan suatu entitas yang menjadi penegak yang menjadi penegak
wacana masyarakat madani, dimana dalam menjalani kehidupan, warga negara
memiliki kebebasan penuh untuk menjalankan aktivitas kesehariannya, termasuk
berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.
3. Toleran, merupakan sikap yang dikembangankan dalam masyarakat madani untuk
menunjukan sikap saling menghargai dan menghormati aktivitas yang dilakukan oleh
orang lain.
4. Pluralisme, adalah pertalian sejati kebhenikaan dalam ikatan-ikatan keadaban.
Bahkan pluralisme adalah suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia antara lain
melalui mekanisme pengawasan dan pengimbangan,
5. Keadilan Sosial, dimaksudkan adanya keseimbangan dan pembagian yang
proporsional terhadap hak dan kewajiban setiap warga Negara yang mencakup
seluruh aspek kehidupan.
6. Partisipasi sosial, yaitu partisipasi masyarakat yang benar-benar bersih dari rekayasa,
intimidasi, ataupun intervensi penguasa/pihak lain, sehingga masyarakat memiliki
kedewasaan dan kemandirian berpolitik yang bertanggungjawab.
7. Supremasi hukum, yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan.
Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan
dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.

Masyarakat Madani Dalam Pandangan Islam

Dalam perspektif Islam, civil society lebih mengacu kepada penciptaan


peradaban. Kata al-din, yang umumnya diterjemahkan sebagai agama, berkaitan dengan
terma al-tamaddun atau peradaban. Keduanya menyatu ke dalam pengertian al-madinah
yang arti harfiahnya adalah kota. Dengan demikian, masyarakat madani mengandung tiga
hal, yakni: agama, peradaban, dan perkotaan. Dari konsep ini tercermin bahwa agama
merupakan sumbernya, peradaban sebagai prosesnya, dan masyarakat kota adalah
hasilnya.
Secara etimologis, madinah adalah derivasi dari kosakata Arab yang mempunyai
dua pengertian. Pertama, madinah berarti kota atau disebut dengan "masyarakat kota”.
Kedua, “masyarakat berperadaban” karena madinah adalah juga derivasi dari kata
tamaddun atau madaniyah yang berarti “peradaban”, yang dalam bahasa Inggris dikenal
sebagai civility dan civilization. Kata sifat dari kata madinah adalah madani (Sanaky,
2002:30).

Adapun secara terminologis, masyarakat madani adalah komunitas Muslim


pertama di kota Madinah yang dipimpin langsung oleh Rasul Allah SAW dan diikuti oleh
keempat al-Khulafa al-Rasyidun. Masyarakat madani yang dibangun pada zaman Nabi
Muhammad SAW tersebut identik dengan civil society, karena secara sosio-kultural
mengandung substansi keadaban atau civility. Model masyarakat ini sering dijadikan
model masyarakat modern, sebagaimana yang diakui oleh seorang sosiolog Barat, Robert
N. Bellah, dalam bukunya The Beyond of Belief (1976). Bellah, dalam laporan
penelitiannya terhadap agama-agama besar di dunia, mengakui bahwa masyarakat yang
dipimpin Rasul Allah SAW itu merupakan masyarakat yang sangat modern untuk zaman
dan tempatnya, karena masyarakat Islam kala itu telah melakukan lompatan jauh ke
depan dengan kecanggihan tata sosial dan pembangunan sistem politiknya (Hatta,
2001:1).

Nabi Muhammad SAW melakukan penataan negara tersebut, dengan cara:


pertama, membangun infrastruktur negara dengan masjid sebagai simbol dan perangkat
utamanya. Kedua, menciptakan kohesi sosial melalui proses persaudaraan antara dua
komunitas yang berbeda, yaitu Quraisy dan Yatsrib, serta komunitas Muhajirin dan
Anshar dalam bingkai solidaritas keagamaan. Ketiga, membuat nota kesepakatan untuk
hidup berdampingan dengan komunitas lain, sebagai sebuah masyarakat pluralistik yang
mendiami wilayah yang sama, melalui Piagam Madinah. Keempat, merancang sistem
negara melalui konsep jihad fi sabilillah (berjuang di jalan Allah).

Dengan dasar ini, negara dan masyarakat Madinah yang dibangun oleh Nabi
Muhammad SAW merupakan negara dan masyarakat yang kuat dan solid. Peristiwa
hijrah telah menciptakan keberagaman penduduk Madinah. Penduduk Madinah tidak
terdiri dari Suku Aus, Khazraj dan Yahudi saja, tetapi juga Muhajirin Quraisy dan suku-
suku Arab lain. Nabi SAW menghadapi realitas pluralitas, karena dalam struktur
masyarakat Madinah yang baru dibangun terdapat beragam agama, yaitu: Islam, Yahudi,
Kristen, Sabi’in, dan Majusi—ditambah ada pula yang tidak beragama (atheis) dan
bertuhan banyak (polytheis). Struktur masyarakat yang pluralistik ini dibangun oleh Nabi
SAW di atas pondasi ikatan iman dan akidah yang nilainya lebih tinggi dari solidaritas
kesukuan (ashabiyah) dan afiliasi-afiliasi lainnya.

Selain itu, masyarakat pada saat itu terbagi ke dalam beberapa kelompok yang
didasarkan atas ikatan keimanan, yaitu: mu'minun, munafiqun, kuffar, musyrikun, dan
Yahudi. Dengan kata lain, masyarakat Madinah pada saat itu merupakan bagian dari
komunitas masyarakat yang majemuk atau plural. Kemajemukan masyarakat Madinah
diawali dengan membanjirnya kaum Muhajirin dari Makkah, hingga kemudian
mengakibatkan munculnya persoalan-persoalan ekonomi dan kemasyarakatan yang harus
diantisipasi dengan baik. Dalam konteks itu, sosialisasi sistem persaudaraan menjadi
kebutuhan mendesak yang harus diwujudkan.

2.2 Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat Madan


Dalam menghadapi perkembangan dan perubahan zaman, maka umat Islam harus
aberperan aktif dalam mewujudkan Masyarakat Madani. “Kamu adalah umat yang
terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah
dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu
lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka
adalah orang-orang yang fasik.” (Q.S.Ali Imron:110).
Oleh karena itu maka Umat Islam harus menunjukan perannya dalam
mewujudkan Masyarakat Madani yaitu antara lain;

1. Melakukan pembenahan kedalam tubuh umat Islam untuk menghapus kemiskinan.

2. Menciptakan keadilan sosial dan demokrasi.

3. Merangsang tumbuhnya para intelektual.

4. Mewujudkan tata sosial politik yang demokratis dan sistem ekonomi yang adil.
Peranan umat islam di Indonesia untuk mewujudkan masyarakat madani sangat
diperlukan dikarenakan umat islam merupakan masyarakat mayoritas. Untuk
mewujudkan harus ada upaya–upaya yang perlu dilakukan yaitu:

1. Keniscayaan peranan umat islam

Umat islam adalah umat yang diberikan oleh Allah di antara pemeluk agama yang
lainnya. Umat islam memiiki aturan hidup yang sempurna dan sesuai dengan fitrah
hidupnya. Dalam konteks masyarakat Indonesia, dimana umat islam adalah mayoritas
maka sudah sangat pasti peranan umat islam sangat menentukan.

2. Keniscayaan sistem ekonomi dan kesejahteraan umat

Sistem ekonomi islam menggunakan prinsip ekonomi yang diasaskan dan dibatasi
oleh ajaran . Dimana dalam Al-Qur’an dan Hadits dipelajari adanya motif laba (profit)
dalam kegiatan ekonomi, namun terbatasi oleh syarat-syarat moral kehidupan. Kehidupan
sosial dan pembatasan pada setiap diri masyarakat. Islam mengharamkan riba, tipu daya,
pemaksaan dan eksploitasi berlebihan dan mudarat. Islam lebih mengedepankan ekonomi
pasar untuk mengembangkan harta. Sebab harta bukan saja untuk kesejahteraan pribadi
tetapi juga melihat kesejahteraan sosial dalam kehidupan bermasyarakat.

3. Zakat dan wakaf sebagai instrumen kesejahteraan umat

Dalam ajaran islam ada dua dimensi hubungan yang harus dipelihara yaitu
hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia lain dalam kehidupan
bermasyarakat, kedua hubungan ini harus berjalan seimbang dan penuh dengan aturan.

Dengan terlaksanakannya hubungan tersebut maka manusia akan sejahtera baik dunia
maupun akhirat. Untuk mencapai tujuan itu, maka diadakan zakat, sedekah, infaq, hibah
dan wakaf. Dengan pengelolaan zakat dan wakaf dengan baik maka akan terwujud
masyarakat madani yaitu masyarakat akan sejahtera sosial ekonomi.
2.3 Sistem Ekonomi Islam Dan Kesejahteraan Umat
Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia
yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid
sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam. Sistem Ekonomi Islam
berbeda sama sekali dengan sistem ekonomi kufur buatan manusia. Secara dasarnya,
pengelolaan kepemilikan harta kekayaan yang telah dimiliki mencakup dua kegiatan,
yaitu:
1. Pembelanjaan Harta (Infaqul Mal) Pembelanjaan harta (infaqul mal) adalah
pemberian harta kekayaan yang telah dimiliki. Dalam pembelanjaan harta milik
individu yang ada, Islam memberikan tuntunan bahwa harta tersebut haruslah
dimanfaatkan untuk nafkah wajib seperti nafkah keluarga, infak fi sabilillah,
membayar zakat, dan lain-lain. Kemudian nafkah sunnah seperti sedekah, hadiah
dan lain-lain. Baru kemudian dimanfaatkan untuk hal-hal yang mubah (harus).
Dan hendaknya harta tersebut tidak dimanfaatkan untuk sesuatu yang terlarang
seperti untuk membeli barang- barang yang haram seperti minuman keras, babi,
dan lain-lain
2. Pengembangan Harta (Tanmiyatul Mal) Pengembangan harta (tanmiyatul mal)
adalah kegiatan memperbanyak jumlah harta yang telah dimiliki. Seorang muslim
yang ingin mengembangkan harta yang telah dimiliki, wajib terikat dengan
ketentuan Islam berkaitan dengan pengembangan harta. Secara umum Islam telah
memberikan tuntunan pengembangan harta melalui cara-cara yang sah seperti
jual-beli, kerja sama syirkah yang Islami dalam bidang pertanian, perindustrian,
maupun perdagangan.

Pengelolaan kepemilikan yang berhubungan dengan kepemilikan umum itu adalah


hak negara (Daulah Islamiyah), kerana negara (Daulah Islamiyah) adalah wakil ummat.
Meskipun menyerahkan kepada negara (Daulah Islamiyah) untuk mengelolanya, namun
Allah SWT telah melarang negara (Daulah Islamiyah) untuk mengelola kepemilikan
umum tersebut dengan jalan menyerahkan penguasaannya kepada orang tertentu.
Sementara mengelola dengan selain dengan cara tersebut diperbolehkan, asal tetap
berpijak kepada hukum-hukum yang telah dijelaskan oleh syara'.
Ekonomi Islam pada hakekatnya bukanlah sebuah ilmu dari sikap reaksioner
terhadap fenomena ekonomi konvensional.awal keberadaannya sama dengan awal
keberadaan Islam di muka bumi ini (1500 tahun yang lalu), karena ekonomu uslam
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Islam sebagai system hidup.Islam yang
diyakini sebagai konsep hidup tentu melingkupi ekonomi sebagai salah satu aktivitas
hidup manusia.jadi dapat dikatakan bahwa ekonomi Islam merupakan aktivitas agama
atau ibadah kita dalam berekonomi. Ilmu ekonomi sebagaimana ilmu kemanusiaan
lainnya sampai saat sekarang masih tetap sebagai ilmu dalam proses diterima atau
ditolak.ilmu ini belum sampai atau tidak samapi kepada titik kematangan untuk
menetapkan suatu paham yang benar.

Sistem ekonomi Islam harus terikat dengan syariat Islam, sebab segala aktivitas
manusia ( termasuk kegiatan ekonomi) wajib tunduk kepada syariat Islam. Sistem
ekonomi Islam adalah suatu konsep penyelenggaraan kegiatan kehidupan perekonomian
baik yang berhubungan dengan produksi, distribusi, ataupun penukaran yang
berlandaskan kepada syariat Islam yaitu al-Qur‟an dan as- Sunnah. Sistem ekonomi
Islam kontras dengan system ekonomi kapitalis yaitu sekulerisme di mana paham
sekularisme yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Dalam kapitalisme pemanfaatan
kepemilikan tidak membuat batasan tatacaranya, dan tidak ada pula batasan jumlahnya.
Sebab pada sistem ekonomi kapitalisme adalah cermin dari paham kebebasan
(freedom/liberalisme) di bidang pemanfaatan hak milik. Seseorang boleh memiliki harta
dalam jumlah berapa saja dan diperoleh dengan cara apa saja.oleh karena itu tidak heran
dibolehkan seseorang bekerja dalam usaha perjudian dan pelacuran. Sedang dalam Islam
ada batasan tatacara tetapi tidak membatasi jumlahnya. Tatacara itu berupa hukum-
hukum syariah yang berkaitan dengan cara pemanfaatan (tasharruf) harta, baik
pemanfaatan yang berupa kegiatan pembelanjaan (infaqul mâl), seperti nafkah, zakat,
shadaqah, dan hibah, maupun berupa pengembangan harta (tanmiyatul mal), seperti jual
beli, ijarah, syirkah, shina‟ah (industri), dan sebagainya. Seorang Muslim boleh memiliki
harta berapa saja, sepanjang diperoleh dan dimanfaatkan sesuai syariah Islam.

Dalam melakukan aktivitas ekonomi Islam, para pelaku ekonomi memegang


teguh prinsip-prinsip dasar yaitu Prinsip Ilahiyah, dimana dalam ekonomi Islam
kepentingan individu dan masyarakat memiliki hubungan yang sangat erat sekali yaitu
asas keselarasan, keseimbangan, dan bukan persaingan, sehingga tercipta ekonomi yang
seadil-adilnya. Prinsip ini menerangkan bahwa semua aktivitas manusia termasuk
ekonomi harus selalu bersandar kepada Tuhan. Dalam ajaran Islam tidak ada pemisahan
antara dunia dan akhirat, berarti dalam mencari rizki harus halal dan baik. Secara garis
besar ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip dasar sebagai berikut:

1. Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah SWT
kepada manusia
2. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu
3. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama.
4. Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir
orang saja.
5. Seorang muslim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti.
6. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab).
7. Islam melarang riba dalam segala bentuk.

2.4 Manajemen Zakat


Tugas hidup manusia sebagai makhluk ciptaan Allah swt adalah beribadah
kepada-Nya. (QS. Al-Dzariyat: 56). Cara beribadah kepada Allah dilakukan dengan
(lebih menekankan melalui) jasmani (badaniyyah) saja atau dengan harta benda (maliyah)
atau melalui keduanya. Salah satu bentuk ibadah dengan harta benda (maliyah) adalah
zakat.
Zakat adalah salah satu di antara rukun Islam yang ke lima. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ي‬ َ ‫ّللاَ ي َُو َّحدَ أ َ ْن َعلَى خ َْم‬


ِ ْ ‫سة َعلَى‬
َ ِ‫اْلس ََْل ُم بُن‬ َّ ‫ص ََل ِة َو ِإقَ ِام‬ َّ ‫ص َي ِام‬
َّ ‫الزكَا ِة َو ِإيت َِاء ال‬ َ ‫َو ْال َحجِ َر َم‬
ِ ‫ضانَ َو‬

“Islam dibangun di atas lima dasar; Mentauhidkan Allah (bersyahadat


Laailaahaillallah dan Muhammad Rasulullah), mendirikan shalat, menunaikan zakat,
puasa Ramadhan dan berangkat Haji.” (HR. Muslim)
Zakat adalah memberikan harta yang telah mencapai nisab dan haul kepada orang
yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu. Nisab adalah ukuran tertentu
dari harta yang dimiliki yang mewajibkan dikeluarkannya zakat, sedangkan haul adalah
berjalan genap satu tahun dapat diartikan bahwa barang yang kita miliki namun belum
tepat 1 satu tahun tidak di wajibkan keluar zakatnya. Zakat juga berarti kebersihan, setiap
pemeluk Islam yang mempunyai harta cukup banyaknya menurut ketentuan (nisab) zakat,
wajiblah membersihkan hartanya itu dengan mengeluarkan zakatnya.
Dari sudut bahasa, kata zakat berasal dari kata “zaka” yang berarti berkah,
tumbuh, bersih, dan baik. Menurut istilah fikih zakat berarti sejumlah harta tertentu yang
diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada yang berhak. Orang yang wajib zakat disebut
“muzakki”,sedangkan orang yang berhak menerima zakat disebut ”mustahiq.” Zakat
merupakan pengikat solidaritas dalam masyarakat dan mendidik jiwa untuk mengalahkan
kelemahan dan mempraktikan pengorbanan diri serta kemurahan hati.

Pelaksanaan zakat didasarkan pada firman Allâh SWT yang terdapat dalam al-
Qur`ân surat at-Taubah ayat 60 yang menjelaskan tentang kelompok yang berhak
menerimanya (mustahiq) dan ayat 103 yang menjelaskan tentang pentingnya zakat untuk
diambil (dijemput) oleh para petugas (amil) zakat. Demikian pula petunjuk yang
diberikan oleh Rasulullah SAW kepada Muadz Ibn Jabal ketika diutus ke Yaman, beliau
mengatakan:

“.....jika mereka telah mengucapkan dua kalimat syahadat dan melak-sanakan


salat, maka beritahukanlah bahwasanya Allâh SWT telah mewajibkan zakat yang diambil
dari harta mereka dan diberikan kepada orang-orang fakirnya....”

Seperti telah dikemukakan di atas dan juga berdasarkan petunjuk al-Qur`ân, hadis
Nabi dan pelaksanaannya di zaman Khulafa’ al-Rasyidin, bahwa pelaksanaan zakat
bukanlah sekedar amal karitatif (kedermawanan), tetapi merupakan kewajiban bersifat
otoritatif (ijbari). Jadi zakat tidaklah seperti shalat, shaum, dan ibadah haji yang
pelaksanaannya diserahkan kepada individu masing-masing (sering disebut sebagai
masalah dayyani), tetapi juga disertai keterlibatan aktif dari para petugas yang amanat,
jujur, terbuka, dan profesional yang disebut amil zakat (sering disebut sebagai masalah
qadha’i).
Pengelolaan zakat melalui lembaga amil zakat, menurut Didin (2002), didasarkan
pada beberapa pertimbangan. Pertama, untuk menjamin kepastian dan disiplin
pembayaran zakat. Kedua, menjaga perasaan rendah diri para mustahiq apabila
berhadapan langsung untuk menerima haknya dari para muzakki. Ketiga, untuk
mencapai efisiensi, efektifitas, dan sasaran yang tepat dalam penggunaan harta zakat
menurut skala prioritas yang ada di suatu tempat. Misalnya, apakah disalur-kan dalam
bentuk konsumtif ataukah dalam bentuk produktif untuk meningkatkan kegiatan usaha
para mustahiq. Keempat, untuk memperlihatkan syi’ar Islam dan semangat
penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang Islami. Sebaliknya, jika
penyelenggaraan zakat itu begitu saja diserahkan kepada para muzzaki, maka nasib dan
hak-hak orang miskin dan para mustahiq lainnya terhadap orang-orang kaya tidak
memperoleh jaminan yang pasti.

Asas operasional dan pelaksanaan zakat seperti dikemukakan di atas tidak


mengabaikan sifat dan kedudukan zakat itu sendiri sebagai ibadah mahdhah yang harus
dilaksanakan atas dasar kesadaran, keikhlasan, dan ketaqwaan seseorang kepada Allâh
SWT. Demikian asas ikhlas dan sukarela tetap dominan dalam pelaksanaan zakat
sebagaimana yang berlaku pada zaman Rasulullah SAW., Khulafa’ al-Rasyidin, dan
pemerin-tahan Islam sesudahnya. Zakat yang sudah dikumpulkan oleh Lembaga Amil
Zakat (LAZ) atau Badan Amil Zakat (BAZ) harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya
bagi kepentingan mustahiq, sebagaimana digambarkan dalam al-Qur`ân surat at-Taubah
ayat 60. karena itu LAZ harus dikelola dengan amanah, jujur, transparan dan profesional.
Dalam pasal 22 KMA Nomor 581 tahun 1999 dikemukakan bahwa LAZ yang baik
memenuhi persyaratan, yaitu:

1. Berbadan hukum

2. Memiliki muzakki dan mustahiq

3. Memiliki program kerja

4. Memiliki pembukuan

5. Melampirkan surat pernyataan bersedia diaudit


Zakat yang dikumpulkan disalurkan langsung untuk kepentingan mustahiq, baik
yang bersifat konsumtif, sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur`ân surat al-Baqarah ayat
273, maupun yang bersifat produktif sebagaimana pernah terjadi di zaman Rasulullah
SAW dan dikemukakan dalam hadits riwayat Imam Muslim dari Salim Ibn Abdillah ibn
Umar dari ayahnya bahwa Rasulullah Saw telah memberinya pemberian (zakat)
menyuruhnya untuk dikembangkan (tamawwalah) dalam kaitan itu, terdapat pendapat
yang menarik dari sebagian ulama bahwa perintah (dalam hal ini BAZ dan LAZ yang
amanah, terpercaya, dan profesional) diperbolehkan mem-bangun perusahaan-
perusahaan, pabrik-pabrik dan yang lainnya dari uang zakat, untuk kemudian
kepemilikan dan keuntungannya diberikan kepada para mustahiq dalam jumlah yang
relatif besar, sehingga terpenuhi kebutuhan mereka dengan lebih leluasa. Pengembangan
usaha yang lainnya dapat dianalogikan kepadanya. Hanya saja, dalam pelaksanaannya
perlu kesungguhan, kehati-hatian, dan kecermatan, agar jangan sampai terjadi kerugian
karena kesalahan para pengelola.

Sehubungan pengelolaan zakat yang kurang optimal, sebagian masyarakat yang


tergerak hatinya untuk memikirkan pengelolaan zakat secara produktif, sehingga mampu
meningkatkan kesejahteraan umat Islam pada umumnya dan masyarakat pada umumnya.
Oleh karena itu, pada tahun 1990-an, beberapa perusahaan dan masyarakat membentuk
Baitul Mal atau lembaga yang bertugas mengelola dan zakat, infak dan sedekah dari
karyawan perusahaan yang bersangkutan dan masyarakat. Sementara pemerintah juga
membentuk Badan Amil Zakat Nasional.

Dalam pengelolaan zakat diperlukan beberapa prinsip, antara lain:

1. Pengelolaan harus berlandasakn Alquran dan Assunnah.

2. Keterbukaan. Untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga amil


zakat, pihak pengelola harus menerapkan manajemen yang terbuka.

3. Menggunakan manajemen dan administrasi modern.

4. Badan amil zakat dan lembaga amil zakat harus mengelolah zakat dengan sebaik-
baiknya.
Selain itu amil juga harus berpegang teguh pada tujuan pengelolaan zakat, antara lain:

1. Mengangkat harkat dan martabat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan
dan penderitaan.

2. Membantu pemecahan masalah yang dihadapi oleh para mustahik

3. Menjembatani antara yang kaya dan yang miskin dalam suatu masyarakat.

4. Meningkatkan syiar Islam

5. Mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara.

6. Mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial dalam masyarakat.

Harta Yang Wajib Di Zakati

1. Emas dan perak

Allah Azza wa Jalla berfirman:

“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak serta tidak menafkahkannya
pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, siksa yang pedih.” (terj. At
Taubah: 34)

Tidak menafkahkannya di ayat ini adalah tidak mengeluarkan zakatnya.

Zakat pada emas dan perak berlaku baik yang berbentuk logam, masih belum
diolah (seperti barang tambang), sudah menjadi perhiasan dsb. berdasarkan keumuman
dalil wajibnya zakat pada emas dan perak tanpa perincian. Ukuran wajib zakat (nishab)
pada emas adalah 20 dinar. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam,

‫َت ِإذَا‬ ْ ‫ د ِْرهَم ِمائَتَا لَكَ كَان‬-‫َو َحا َل‬ ‫ا َ ْل َح ْو ُل َعلَ ْي َها‬- ‫سةُ فَ ِفي َها‬
َ ‫د َ َراه َِم َخ ْم‬, ‫ْس‬ َ ‫ش ْيء َعلَيْكَ َولَي‬
َ ‫لَكَ َي ُكونَ َحتَّى‬
َ‫َارا ِع ْش ُرون‬ ً ‫دِين‬, ‫اَ ْل َح ْو ُل َع َل ْي َها َو َحا َل‬, ‫فَ ِفي َها‬ ‫ف‬ُ ‫ص‬ ْ ‫دِينَار ِن‬, ‫ب زَ ادَ َف َما‬ ِ ‫سا‬ َ ‫َيحُولَ َحتَّى زَ كَاة َمال ِفي َولَي‬
َ ‫ذَلِكَ فَ ِب ِح‬, ‫ْس‬
‫اَ ْل َح ْو ُل َعلَ ْي ِه‬
“Apabila kamu memiliki dua ratus dirham dan telah lewat satu tahun, maka
zakatnya lima dirham, dan tidak wajib bagimu zakat sampai kamu memiliki dua puluh
dinar dan berlalu satu tahun terhadapnya, maka (jika demikian) zakatnya setengah dinar.
Jika lebih, maka zakatnya menurut perhitungan itu dan tidak ada zakat pada harta kecuali
setelah lewat satu tahun.” (Hasan, HR. Abu Dawud dan Daruquthni)

1 dinar = 4 ¼ gram. Jadi 20 dinar = 85 gram emas. Untuk nishab perak adalah 200
dirham (595 gram perak), zakat yang dikeluarkan pada emas dan perak adalah 1/40 (2,5
%).

Zakat juga wajib pada uang kertas, karena ia pengganti perak, apabila uang kertas
tersebut telah mencapai nishab perak, maka wajib dikeluarkan zakatnya setelah lewat satu
tahun penuh (haul) dengan menggunakan tahun hijriah. Kewajiban zakat pada emas,
perak dan mata uang ini berlaku baik hartanya ada padanya maupun pada tanggungan
orang lain (piutang), oleh karena itu zakat wajib pada piutang (baik pemberian pinjaman,
orang lain belum membayar barangnya yang sudah dibeli maupun orang lain menyewa
tetapi belum dibayar), yakni jika piutang tersebut ada pada orang kaya atau pada
seseorang, di mana dia mampu mengambilnya kapan saja jika mau, maka ia zakatkan
dengan cara menggabungkan dengan harta yang ada di tangannya untuk setiap tahun atau
ia tunda zakatnya hingga menerima piutang tersebut lalu ia zakatkan untuk beberapa
tahun yang telah lewat. Namun jika piutang itu ada pada orang yang susah atau suka
menunda-nunda pembayaran di mana si peminjam agak sulit mengambilnya maka tidak
dikenakan zakat sampai ia menerima, lalu ia keluarkan zakatnya setahun saja meskipun
telah berlalu beberapa tahun.

2. Yang keluar dari bumi; berupa biji, buah-buahan, dan rikaz

Allah Ta’ala berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang
baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” (terj. Al
Baqarah: 267)
Dikenakan zakat pada biji dan buah-buahan apabila telah mencapai nishab
(ukuran wajib zakat), yaitu 5 wasaq, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam,

َ ‫سةَ َي ْبلُ َغ َحتَّى‬


َ ‫صدَقة ثَ َمر َو َّل َحب فِ ْي لَي‬
‫ْس‬ ُ ‫أ َ ْو‬
َ ‫سق َخ ْم‬

“Tidak kena zakat pada biji dan buah-buahan sampai mencapai lima wasaq.” (HR.
Muslim)

1 wasaq = 60 sha’, jadi 5 wasaq = 300 sha’, yakni sesuai sha’ Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam yang timbangannya jika berdasarkan ukuran burr/gandum yang bagus 1
sha’= 2040 gram atau 2,04 kg, sehingga nishab tanaman berdasarkan ukuran tersebut
adalah 612 kg, kurang dari ukuran ini tidak kena zakat. Yang wajib dikeluarkan adalah
1/10 apabila disirami tanpa beban/biaya (yakni atsariy, tanaman tersebut menyerap air
dengan akarnya, terkena aliran air dari mata air atau sungai termasuk yang tumbuh
dengan siraman air hujan) dan apabila disirami dengan biaya/beban (seperti dengan timba
atau tenaga binatang) maka yang wajib dikeluarkan adalah 1/20.

Buah yang wajib dizakatkan adalah tamar (kurma) dan zabib (anggur
kering/kismis). Adapun buah-buahan lainnya seperti apel, semangka, mangga dsb.
termasuk sayur-sayuran maka tidak terkena zakat.

Biji-bijian yang harus dizakatkan adalah segala biji yang dapat mengenyangkan
(makanan pokok) dan bisa disimpan seperti gandum, sya’ir (semisal dengan beras),
jagung, beras dsb. Zakat pada buah dan biji-bijian ini tidak memakai haul. Buah dan biji-
bijian dikeluarkan zakatnya ketika hari memetiknya (lihat surat Al An’aam: 141).

Rikaz adalah harta pendaman orang-orang jahiliyyah yang diambilnya tanpa


membutuhkan biaya dan tanpa susah-payah, orang yang menemukan di area tanahnya
atau di rumahnya harta pendaman tersebut, ia wajib mengeluarkan zakatnya yaitu 1/5.
Zakat pada rikaz tidak memakai nishab dan haul.

3. Binatang ternak
Syaratnya adalah: (1) Sampai batas nishabnya, (2) Lewat satu tahun, (3) Binatang
yang cari makan sendiri (saa’imah) di rerumputan mubah pada sebagian besar hari-
harinya dalam setahun bukan dengan biaya dan (4) Binatang tersebut bukan untuk
dipekerjakan, tetapi untuk ternak/nasl dan diambil susunya.

a. Unta
Nishab unta adalah 5 ekor, dan perhitungannya adalah sebagai berikut :

Jumlah Jumlah yang


Onta dikeluarkan.

5 ekor 1 syaath

10 ekor 2 syaath

15 ekor 3 syaath

20 ekor 4 syaath

seekor bintu
makhadh atau
25 ekor
ibnu labun bila
tidak ada.

36 ekor seekor bintu labun

46 ekor seekor hiqqah

61 ekor seekor jadza’ah

76 ekor 2 ekor bintu labun

91 ekor 2 ekor hiqqah


1) Syaath artinya kambing, yakni jika domba (kira-kira yang usianya hampir setahun
(seperti 8 atau 9 bulan)), sedangkan jika kambing biasa (yang usianya setahun).
2) Bintu makhaadh adalah unta betina yang berumur satu tahun dan masuk tahun kedua.
3) Ibnu Labun adalah unta jantan yang berumur dua tahun dan masuk tahun ketiga.
4) Bintu labun adalah unta betina yang berumur dua tahun dan masuk tahun ketiga.
5) Hiqqah adalah unta betina yang berumur tiga tahun dan masuk tahun keempat.
6) Jadza’ah adalah unta betina yang berumur empat tahun dan masuk tahun kelima.

Selanjutnya dalam setiap 40 ekor zakatnya 1 bintu labun, dan dalam setiap 50 ekor
zakatnya 1 hiqqah. Contoh:

121
3 ekor bintu labun
ekor

130 seekor hiqqah dan 2


ekor ekor binta labun

140 2 ekor hiqqah dan 1


ekor ekor bintu labun

Catatan:

Jika seseorang terkena kewajiban mengeluarkan binatang yang berusia tertentu,


namun ternyata tidak ada, maka ia boleh mengeluarkan binatang yang kurang usianya
dengan ditambah mengeluarkan dua kambing atau uang senilai dua puluh dirham. Tetapi
jika ternyata binatang yang ada usianya lebih dari yang ditentukan, maka ia boleh
mengeluarkannya, hanya saja si ‘amil (petugas zakat) harus memberikan kepadanya dua
kambing atau dua puluh dirham untuk menutupi kelebihannya. Contoh: ia terkena zakat
jadza’ah, namun tidak punya jadza’ah, yang dimilikinya adalah hiqqah maka bisa
diterima hiqqahnya dengan ditambah 2 kambing atau 20 dirham.
Jika ia terkena zakat hiqqah, namun ia tidak punya hiqqah, tetapi ia mempunyai
jadza’ah maka bisa diterima jadza’ahnya, hanya saja nanti si amil memberikan kepada
pemberi zakat 20 dirham atau dua kambing.
Lain halnya dengan Ibnu Labun, ia bisa sebagai pengganti bintu makhaadh tanpa
tambahan.

b. Sapi (termasuk juga kerbau)


Nishab sapi adalah 30 ekor, dan perhitungannya adalah sbb:

Jumlah Jumlah yang di


Sapi keluarkan
30 ekor seekor tabi’ atau tabi’ah

40 ekor seekor Musinah


60 ekor 2 ekor tabi’ atau 2 ekor
tabi’ah
70 ekor seekor tabi’ dan seekor
musinah
80 ekor 2 ekor Musinnah

1) Tabi’/tabi’ah adalah sapi yang berusia 1 tahun.


2) Musinnah adalah sapi yang berusia 2 tahun.
3) Selanjutnya, dalam setiap 30 ekor zakatnya 1 tabi’ dan dalam setiap 40 ekor
zakatnya 1 musinnah.

c. Kambing (baik kambing domba maupun kambing biasa)


Nishab kambing adalah 40 ekor, dan perhitungannya adalah sbb:

Jumlah Jumlah yang


kambing dikeluarkan

40 ekor seekor syaath

121 ekor 2 ekor syaath.


201 ekor 3 ekor syaath.

Lebih dari setiap seratus satu


300 ekor ekor syath.

Sehingga jika jumlah kambing 400 ekor, maka zakatnya empat kambing, 500
ekor zakatnya lima kambing dst.

Catatan:

1. Tidak ada zakat dalam waqsh. Waqsh artinya antara dua batasan. Pada
zakat kambing misalnya, antara 40 dengan 121 (yakni 41-120) disebut
waqsh, tidak kena zakat. Jika sudah mencapai 121, barulah terkena dua
ekor kambing.
2. Hendaknya petugas zakat mengambil hewan zakat yang pertengahan
(tidak hewan yang jelek atau yang sangat berharga).
3. Anak hewan yang baru lahir dari hewan saa’imah yang sudah terkena
zakat dan pada laba yang baru dari barang yang hendak didagangkan,
maka haul keduanya (yakni anak hewan saa’imah dan laba yang baru)
mengikuti asalnya (hewan sa’imah dan harta perniagaan yang sudah
mencapai nishab). Jika asalnya belum mencapai nishab, maka haulnya
dimulai dari sejak sempurna nishabnya.
4. Barang yang hendak didagangkan,

Barang tersebut bisa berupa rumah, tanah, hewan, makanan, mobil maupun
barang-barang yang lain, ia jumlahkan berapa nilainya. Jika dijumlahkan telah mencapai
nishab (baik nishab emas maupun perak), maka setelah lewat haul wajib dikeluarkan
zakatnya yaitu 1/40, hal ini untuk barang-barang dagangan mudaarah/dipasarkan (yang
dijual dengan harga hari itu juga, tanpa menunggu naiknya harga). Sedangkan untuk
barang-barang yang muhtakarah/disimpan (yang dijual ketika harga naik) maka jika telah
mencapai nishab, ia wajib mengeluarkan pada hari penjualannya untuk setahun saja
meskipun barang tersebut sudah ada padanya bertahun-tahun karena menunggu naiknya
harga. Namun menimbun barang jika mengakibatkan orang-orang menderita karena
dibutuhkannya barang tersebut, hukumnya adalah haram.

Contoh perhitungannya adalah sbb:

Seorang pedagang menjumlahkan barang dagangan dengan jumlah total Rp.


200.000.000,- dan laba bersih sebesar Rp.50.000.000,- sementara dia mempunyai hutang
sebesar 100.000.000,-. Maka modal dikurangi hutang:

200.000.000 – 100.000.000 = 100.000.000.

Jumlah harta zakat:

100.000.000 + 50.000.000 = 150.000.000

maka zakat yang wajib dikeluarkan setelah berlalu haul adalah 150.000.000 x
1/40 = 3.750.000,-

Catatan:

Tidak ada zakat pada barang-barang yang disiapkan seseorang untuk memenuhi
kebutuhannya misalnya makanan, minuman, kasur, tempat tinggal, hewan, kendaraan,
barang-barang yang dipakai lainnya selain perhiasan emas dan perak. Demikian juga
tidak ada zakat pada barang-barang yang disiapkan untuk disewa seperti rumah,
kendaraan, dsb. yang kena zakat adalah upahnya jika sudah mencapai nishab atau akan
mencapai nishab jika digabung dengan harta sejenisnya dan telah lewat satu tahun.

Orang Yang Berhak Menerima Zakat


Allah swt telah menentukan orang-orang yang berhak untuk menerima zakat
sebagaimana tercantum dalam QS. Al-Taubah [9]: 60,
Kelompok penerima zakat itu dikenal dengan asnaf , yaitu:
1. Fakir
Fakir ialah orang yang penghasilannya tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok
(primer) sesuai dengan kebiasaan masyarakat dan wilayah tertentu.
Menurut pandangan mayoritas ulama fikih, fakir adalah orang yang tidak memiliki harta
dan penghasilan yang halal, atau yang mempunyai harta yang kurang dari nishab zakat
dan kondisinya lebih buruk daripada orang miskin.
Orang fakir berhak mendapat zakat sesuai kebutuhan pokoknya selama setahun, karena
zakat berulang setiap tahun patokan kebutuhan pokok yang akan dipenuhi adalah berupa
makanan, pakaian, tempat tinggal dan kebutuhan pokok lainnya.
Di antara pihak yang dapat menerima zakat dari kuota fakir, yaitu orang-orang yang
memenuhi syarat “membutuhkan”. Maksudnya tidak mempunyai pemasukan atau harta,
atau tidak mempunyai keluarga yang menanggung kebutuhannya. Orang-orang tersebut
adalah: anak yatim, anak pungut, janda, orang tua renta, jompo, orang sakit, orang cacat
jasmani, orang yang berpemasukan rendah, pelajar, para pengangguran, tahanan, orang-
orang yang kehilangan keluarga, dan tawanan, sesuai dengan syarat-syarat yang
dijelaskan dalam aturan penyaluran zakat dan dana kebajikan.
2. Miskin
Miskin adalah orang-orang yang memerlukan, yang tidak dapat menutupi
kebutuhan pokoknya sesuai dengan kebiasaan yang berlaku. Miskin menurut jumhur
ulama adalah orang yang tidak memiliki harta dan tidak mempunyai pencarian yang
layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
3. Amil zakat
Amil zakat ialah semua pihak yang bertindak mengerjakan yang berkaitan dengan
pengumpulan, penyimpanan, penjagaan, pencatatan, dan penyaluran atau distribusi harta
zakat. Amil zakat diangkat oleh pemerintah dan memperoleh izin darinya atau dipilih
oleh instansi pemerintah yang berwenang atau oleh masyarakat Islam untuk memungut
dan membagikan serta tugas lainnya yang berhubungan dengan zakat, seperti penyadaran
atau penyuluhan masyarakat tentang hukum zakat, menerangkan sifat-sifat pemilik harta
yang terkena kewajiban membayar zakat serta dan mereka yang menjadi mustahiq,
mengalihkan, menyimpan dan menjaga serta menginvestasikan harta zakat.
Para amil zakat berhak mendapat bagian dari zakat dari kuota amil yang diberikan oleh
pihak yang mengangkat mereka, dengan catatan bagian tersebut tidak melebihi dari upah
yang pantas, walaupun mereka orang fakir. Dengan penekanan supaya total gaji para amil
dan biaya administrasi itu tidak lebih dari seperdelapan zakat (13,5%).
4. Muallaf
Pihak ini merupakan salah satu mustahiq yang delapan yang legalitasnya masih
tetap berlaku sampai sekarang, belum dinasakh. Pendapat ini adalah pendapat yang
diadopsi mayoritas ulama fikih (jumhur). Sehingga kekayaan kaum mualaf tidak

Di antara kelompok masyarakat yang berhak menerima zakat dari kouta ini adalah:
a. Orang-orang yang dirayu untuk memeluk Islam; sebagai pendekatan terhadap hati
orang yang diharapkan akan masuk Islam atau ke-Islam-an orang yang berpengaruh
untuk kepentingan Islam dan umat Islam.
b.Orang-orang yang dirayu untuk membela umat Islam: dengan memersuasikan
hati para pemimpin dan kepala negara yang berpengaruh, baik personal maupun lembaga,
dengan tujuan ikut bersedia memperbaiki kondisi imigran warga minoritas muslim dan
menghalangi keberhakan mereka menerima zakat.
membela kepentingan mereka. Atau, untuk menarik hati para pemikir dan ilmuwan
demi memperoleh dukungan dan pembelaan mereka dalam membantu permasalahan
kaum muslim.
c.Orang-orang yang baru masuk Islam kurang dari satu tahun yang masih memerlukan
bantuan dalam beradaptasi dengan kondisi baru mereka, meskipun tidak berupa
pemberian nafkah, atau dengan mendirikan lembaga keilmuan dan sosial yang akan
melindungi dan memantapkan hati mereka dalam memeluk Islam serta yang akan
menciptakan lingkungan yang serasi dengan kehidupan baru mereka, baik moril maupun
materil.
5. Hamba yang Disuruh Menebus Dirinya
Mengingat golongan ini sekarang tidak ada lagi, maka kuota zakat mereka
dialihkan ke golongan mustahiq lain menurut mayoritas pendapat ulama. Namun,
sebagian ulam berpendapat bahwa golongan ini masih ada, yaitu para tentara muslim
yang menjadi tawanan.
6. Orang yang Berutang
Orang yang berutang yang berhak menerima kuota zakat golongan ini adalah:
a. Orang yang berutang untuk kepentingan pribadi yang tidak bisa dihindarkan, dengan
syarat-syarat sebagai berikut:
1. Utang itu tidak timbul karena kemaksiatan
2. Utang itu melilit pelakunya.
3. Si pengutang sudah tidak sanggup lagu melunasi utangnya.
4. Utang itu sudah jatuh tempo, atau sudah harus dilunasi ketika zakat itu
diberikan kepada si pengutang.
b. Orang-orang yang berutang untuk kepentingan sosial, seperti yang berutang untuk
mendamaikan antara pihak yang bertikai dengan memikul biaya diyat (denda kriminal)
atau biaya barang-barang yang dirusak.
c. Orang-orang yang berutang karena menjamin utang orang lain, dimana yang menjamin
dan yang dijamin keduanya berada dalam kondisi kesulitan keuangan.
7. Fi Sabilillah
Fi sabilillah adalah orang yang berjuang di jalan Allah dalam pengertian luas
sesuai dengan yang ditetapkan oleh para ulama fikih. Intinya adalah melindungi dan
memelihara agama serta meninggikan kalimat tauhid, seperti berperang, berdakwah,
berusaha menerapkan hukum Islam, menolak fitnah-fitnah yang ditimbulkan oleh musuh-
musuh Islam, membendung arus pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan Islam.
Oleh karena itu, pengertian jihad tidak terbatas pada aktivitas kemiliteran saja.
Kuota zakat untuk golongan ini disalurkan kepada para mujahidin, da’i sukarelawan,
serta pihak-pihak yang mengurusi aktivitas jihad dan dakwah, seperti berupa berbagai
macam peralatan perang dan perangkat dakwah berikut seluruh nafkah yang diperlukan
para mujahidin dan da’i.
8. Ibn Sabil
Orang yang dalam perjalanan (ibn sabil) adalah orang asing yang tidak memiliki
biaya untuk kembali ke tanah airnya. Golongan ini diberi zakat dengan syarat-syarat
sebagai berikut:
a. Sedang dalam perjalanan di luar lingkungan negeri tempat tinggalnya. Jika masih di
lingkungan negeri tempat tinggalnya, lalu ia dalam keadaan membutuhkan; maka ia
dianggap sebagai fakir atau miskin.
b. Perjalanan tersebut tidak bertentangan dengan syariat Islam, sehingga pemberian
zakat itu tidak menjadi bantuan untuk berbuat maksiat.
c. Pada saat itu ia tidak memiliki biaya untuk kembali ke negerinya, meskipun di
negerinya sebagai orang kaya. Jika ia mempunyai piutang yang belum jatuh tempo, atau
pada orang lain yang tidak diketahui keberadaannya, atau pada seseorang yang dalam
kesulitan keuangan, atau pada orang yang mengingkari utangnya, maka semua itu tidak
menghalanginya berhak menerima zakat.

2.5 Manajemen Wakaf


Pada masa kini masih banyak masyarakat khususnya umat Islam belum
memahami dan mengerti keberadaan lembaga wakaf. Padahal lembaga wakaf di
Indonesiatelah dikenal dan berlangsung seiring dengan usia agama Islam masuk
ke Nusantara, yakni pada pertengahan abad ke-13 Masehi. Kenyataannya dalam
perkembangannya, lembaga wakaf belum dipahami masyarakat serta belum memberikan
kontribusi yang berarti dalam rangka peningkatan kehidupan ekonomi umat Islam.
Masalah wakaf merupakan masalah yang masih kurang dibahas secara intensif. Hal ini
disebabkan karena umat Islam hampir melupakan kegiatan-kegiatan yang berasal dari
lembaga perwakafan.
Wakaf sebagai wadah atau perwakafan sebagai suatu proses cara normatif di
dalam Islam dipahami sebagai suatu lembaga/institusi keagamaan yang sangat penting.
Lembaga wakaf dari kata kerja waqaf yang berarti menghentikan, berdiam di tempat atau
menahan sesuatu. Sinonim waqaf adalah habis, artinya menghentikan atau menahan.
Syekh Syarbaini Al-Khatib dalam kitabnya “Al-Iqna” menyatakan,wakaf ialah
menahan sejumlah harta benda yang tahan lama dan bermanfaat, dengan menetapkan
transaksi kepada yang dibenarkan agama.” Di dalam perundang-undangan disebutkan;
Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau sekelompok orang atau badan hukum
yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk ibadah
atau kepentingan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.
Dasar hukum wakaf sebagai lembaga yang diatur dalam ajaran Islam tidak
dijumpai secara tersurat dalam Al-Qur’an. Namun demikian terdapat beberapa ayat yang
memberi petunjuk dan dapat dijadikan sebagai sumber hukum perwakafan. Ayat-ayat Al-
Qur’an tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
1. Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian yang baik-baik dari hasil
usahamu dan dari hasil-hasil (kerjamu) yang kamu keluarkan dari bumi. Janganlah kamu
pilih yang buruk-buruk di antaranya yang kamu nafkahkan (QS 2 : 267).
2. Kamu belum mendapatkan kebijakan, sebelum kamu nafkahkan sebagian dari harta
yang kamu sukai. Apa saja yang kamu nafkahkan itu Allah mengetahuinya (QS: 3 : 92).
Sebagian besar ulama menyatakan kedua ayat tersebut menunjukkan di antara
cara mendapatkan kebaikan adalah dengan menginfakkan sebagian harta yang dimiliki
seseorang, di antaranya melalui wakaf. Selanjutnya di zaman Rasulullah istilah wakaf
belum dikenal, yang ada istilah habs, sadaqah dan tasbil, sebagaimana tercermin dalam
enam hadist yang diriwayatkan oleh para sahabat. Lembaga wakaf baru dikenal untuk
berwakaf dipopulerkan oleh para ahli Fiqh yang dapat disandarkan pada salah satu hadist
riwayat Jamaah yang berasal dari Ibnu Umar yang menceritakan Umar pernah
mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, kemudian ia bertanya kepada Rasulullah:
“Ya Rasulullah aku mendapat sebidang tanah di Khaibar yang belum pernah aku
dapat sama sekali, yang lebih baik bagiku selainnya tanah itu, lalu apa yang hendak
engkau perintahkan kepadaku, jika engkau suka tahanlah pangkalnya dan sedekahkan
hasilnya. Kemudian Umar menyedekahkannya dengan syarat tidak boleh diberikan dan
tidak boleh diwariskan”
Inilah hadist yang menunjukkan bahwa Umar telah mewakafkan tanahnya di
Khaibar untuk kebaikan umum. Sikaf wakaf ini dilanjutkan oleh para sahabat. Umar bin
Khatab mewakafkan tanah perkebunan di Khaibar sehingga segala hasil perkebunan
tersebut dipergunakan untu kepentingan pembangunan masyarakat dan kesejahteraan
umat. Usman Bin Affan mewakafkan sumur di Kota Madinah. Sumber air tersebut dibeli
kemudian diwakafkan sehingga semua orang dapat mengambil air dari sumur tersebut.
Sejarah menyatakan tidak ada seorang pun dari sahabat Rasulullah yang tidak melakukan
wakaf, karena semua berlomba untuk mengejar pahala sedekah jariyah yang akan
mengalir ke alam barzakh dan sebagai simpanan deposito bagi kehidupan di akhirat
kelak.
Pada masa pra kemerdekaan Republik Indonesialembaga perwakafan sering
dilakukan oleh masyarakat yang beragama Islam. Sekalipun pelaksanaan wakaf
bersumber dari ajaran Islam namun wakaf seolah-olah merupakan kesepakatan ahli
hukum dan budaya bahwa perwakafan adalah masalah hukum adat Indonesia. Sejak masa
dahulu praktek wakaf ini telah diatur oleh hukum adat yang sifatnya tidak tertulis dengan
berlandaskan ajaran yang bersumber dari nilai-nilai ajaran Islam.
Untuk mengelola wakaf diIndonesia, yang pertama-tama adalah pembentukan
suatu badan atau lembaga yang mengkordinasi secara nasional bernama Badan
Wakaf Indonesia. (BWI). Badan WakafIndonesiadi berikan tugas mengembangkan wakaf
secara produktif dengan membina Nazhir wakaf (pengelola wakaf) secara nasional,
sehingga wakaf dapat berfungsi untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dalam
pasal 47 ayat 2 disebutkan bahwa Badan WakafIndonesiabersifat independent, dan
pemerintah sebagai fasilitator. Tugas utama badan ini adalah memberdayaan wakaf
melalui fungsi pembinaan, baik wakaf benda bergerak maupun benda yang bergerak yang
ada diIndonesiasehingga dapat memberdayakan ekonomi umat.
Disamping memiliki tugas-tugas konstitusional, BWI harus menggarap wilayah
tugas:
1. Merumuskan kembali fikh wakaf baru diIndonesia, agar wakaf dapat dikelola lebih
praktis, fleksibel dan modern tanpa kehilangan wataknya sebagai lembaga Islam yang
kekal.
2. Membuat kebijakan dan strategi pengelolaan wakaf produktif, mensosialisasikan
bolehnya wakaf benda-benda bergerak dan sertifikat tunai kepada masyarakat.
3. Menyusun dan mengusulan kepada pemerintah regulasi bidang wakaf kepada
pemerintah.

Sesuai dengan Undang-undang Nomor 41 / 2004 ; Tabung WakafIndonesia(adalah


Nazhir Wakaf) berbentuk badan hukum, dan karenanya, persyaratan yang insya-Allah
akan dipenuhi adalah :

1. Pengurus badan hukum Tabung WakafIndonesiaini memenuhi persyaratan sebagai


Nazhir Perseorangan sebagaimana dimaksud pada pasal 9, ayat (1) Undang-undang
Wakaf Nomor 41/2004, dan
2. Badan hukum ini adalah badan hukumIndonesiayang dibentuk sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan
3. Badan hukum ini bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan atau
keagamaan Islam
4. Tabung Wakaf Indonesiamerupakan badan unit atau badan otonom dari dan dengan
landasan badan hukum Dompet Dhuafa REPUBLIKA, sebagai sebuah badan hukum
yayasan yang telah kredibel dan memenuhi persyaratan sebagai Nazhir Wakaf
sebagaimana dimaksud Undang-undang Wakaf tersebut.

Dalam perkembangannya wakaf tidak hanya berasal dari benda-benda tetap tetapi
wakaf juga dapat berbentuk benda bergerak misalnya seperti wakaf tunai sebagaimana
menurut keputusan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang Wakaf Tunai.

Pengelolaan dana wakaf ini juga harus disadari merupakan pengelolaan dana publik.
Untuk itu tidak saja pengelolaannya yang harus dilakukan secara profesional, akan tetapi
budaya transparansi serta akuntabilitas merupakan satu faktor yang harus diwujudkan.
Pentingnya budaya ini ditegakan karena disatu sisi hak wakif atas asset (Wakaf Tunai)
telah hilang, sehingga dengan adanya budaya pengelolaan yang professional, transparansi
dan akuntabilitas, maka beberapa hak konsumen (wakif) dapat dipenuhi, yaitu:

1. hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/
jasa
2. hak untuk didengar dan keluhannya atas barang/jasa yang digunakan
3. hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.

Untuk itulah, agar wakaf tunai dapat memberikan manfaat yang nyata kepada
masyarakat maka diperlukan sistem pengelolaan (manajemen) yang berstandar
profesional. Manajemen wakaf tunai melibatkan tiga pihak utama yaitu: yang pertama
adalah pemberi wakaf (wakif), kedua pengelola wakaf (Nazir), sekaligus akan bertindak
sebagai manajer investasi, dan ketiga beneficiary (mauquf alaihi).

Dalam melakukan pengelolaan wakaf diperlukan sebuah institusi yang memenuhi


kriteria sebagai berikut:

1. kemampuan akses kepada calon wakif.

2. kemampuan melakukan investasi dana wakaf.


3. kemampuan melakukan administrasi rekening beneficiary.

4. kemampuan melakukan distribusi hasil investasi dana wakaf.

5. mempunyai kredibilitas di mata masyarakat, dan harus dikontrol oleh hukum/regulasi


yang ketat.

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-


nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Allah SWT memberikan gambaran dari masyarakat madani dengan firman-Nya dalam
Q.S. Saba’ ayat 15: “Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di
tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri.
(kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan)
Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan
(Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun”.

3.2 Saran

Masyarakat madani dapat menjadi pedoman bagi kehidupan masyarakat masa


kini. Masyarakat madani dapat mewujudkan masyarakat yang menjunjung tinggi
toleransi sehingga terwujud perdamaian di segala kalangan. Sehingga terwujud
kesejahteraan dan perdamaian dunia.
DAFTAR PUSTAKA

3 https://pengusahamuslim.com/3513-hukumhukum-zakat-1860.html (diakses pada tanggal 6


Maret 2019)
4 https://hamzahjohan.blogspot.com/2016/08/prinsip-tujuan-dasar-hukum-zakat.html (diakses
pada tanggal 6 Maret 2019)
5 http://luthfianandini.blogspot.com/2015/01/manajemen-zakat-dan-wakaf-dalam.html (diakses
pada tanggal 6 Maret 2019)
6 https://www.google.com/amp/s/dalamislam.com/landasan-agama/tauhid/konsep-masyarakat-
madani-menurut-prespektif-islam/amp (diakses pada tanggal 5 Maret 2019)
7 http://indonesiahistoric.blogspot.com/2013/01/masyarakat-madani-menurut-islam.html?m=1
(diakses pada tanggal 5 Maret 2019)
8 _Ekonomi_Islam_dan_Kesejahteraan_Umat (diakses pada tanggal 5 Maret 2019)
9 https://ekofaisalyusuf.wordpress.com/2011/04/15/pengelolaan-wakaf/ (diakses pada tanggal
6 Maret 2019)

Anda mungkin juga menyukai