Tentang :
Disusun oleh :
Kelompok 9
UNIVERSITAS JEMBER
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya yang telah memberikan
kami kesehatan jasmani maupun rohani sehingga dapat menyusun dan menyelesaikan tugas
makalah dengan judul “MASYARAKAT MADANI DAN KESEJAHTERAAN UMAT” dengan baik dan
tepat waktu.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Indah Rohmatus Zahro, M.Pd.I yang
berperan sebagai Doden Mata Kuliah (MatKul) Pendidikan Agama Islam (PAI) dan kepada
berbagai pihak yang telah membantu kami untuk menyelesaikan makalah ini.
Demikian yang bisa kami sampaikan, emoga apa yang telah kami susun ini dapat
memberi manfaat bagi pembaca dengan menambah pengalam dan wawasan mengenai
masyarakat madani dan kesejahteraan umat. Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun
ini masih belum sempurna sehingga kami mengharapkan saran dan kritik yang sangat
membangun demi kebaikan perbaikan makalah .
Penulis
DAFTAR ISI
Cover…………………………………………………………………………………………………………………………….i
Kata Pengantar……………………………………………………………………………………………………………..ii
Daftar Isi………………………………………………………………………………………………………………………iii
BAB I. Pendahuluan
1. Latar Belakang………………………………………………………………………………………………….1
2. Rumusan Masalah…………………………………………………………………………………………….1
3. Tujuan……………………………………………………………………………………………………………….1
Daftar Pustaka………………………………………………………………………………………………………………………….32
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
PEMBAHASAN
ت أ ُ َّمة َخي َْر ُك ْنت ُ ْم ْ اس أ ُ ْخ ِر َج ِ َّوف تَأ ْ ُم ُرونَ ِللن ِ اّللِ َوتُؤْ ِمنُونَ ْال ُم ْنك َِر َع ِن َوت َ ْن َه ْونَ بِ ْال َم ْع ُر
َّ ِأ َ ْه ُل َءا َمنَ َولَ ْو ب
ِ ْالفَا ِسقُونَ َوأ َ ْكث َ ُر ُه ُم ْال ُمؤْ ِمنُونَ ِم ْن ُه ُم لَ ُه ْم َخي ًْرا َل َكانَ ْال ِكتَا
ب
Artinya : “Kamu adalah umat terbaik untuk seluruh umat manusia. Kamu
menyuruh kepada yang ma’ruf, mencegah yang munkar untuk beriman kepada Allah.
Apabila Ahli kitab beriman, maka itu lebih baik bagi mereka, ada yang beriman
diantara mereka, dan kebanyakan mereka adalah fasik.”
1. Asas kebebasan beragama yakni negara mengakui dan melindungi kelompok yang
beribadah sesuai dengan keyakinan masing-masing.
2. Asas persamaan yakni semua orang yang mempunyai kedudukan sama sebagai
anggota masyarakat untuk saling membantu dan tidak boleh memperlakukan orang
lain dengan buruk.
3. Asas kebersamaan yaitu anggota masyarakat memiliki hak dan kewajiban sama
kepada Negara.
4. Asas keadilan yaitu setiap warga negara memiliki kedudukan sama di hadapan hukum
dimana hukum harus ditegakkan.
5. Asas perdamaian yakni warga negara hidup berdaampingan tanpa perbedaan suku,
agama dan ras.
6. Asas musyawarah yaitu semua permasalah yang terjadi di negara tersebut
diselesaikan melalui dewan syura.
1. Islam Humanis
Islam yang humanis berarti bahwa ajaran Islam yang diberikan oleh Rasulullah
adalah kompatibel dengan fitrah manusia. Allah berfirman dalam QS Al-Rum ayat 30
yang artinya : “Maka hadapkan wajah dengan lurus pada agama Allah, tetap berada
pada fitrah Allah yang telah emnciptaka manusia sesuaai dengan fitrahnya.
Tidak ada yang berubah pada fitrah Allah, tetapi manusia tidak mengetahuinya.”
Oleh karena itu, ajaran Islam yang disampaikan oleh Rasulullah mudah diterima oleh
nalar dan naluri umat manusia.
2. Islam Moderat
Keseimbangan ajaran Islam yang diterapkan dalam berbagai kehidupan manusia
baik secara vertikal maupun horizontal. Kemoderatan inin yang membuat ajaran
Islam berbeda dengan ajaran lainnya.
Dalam sejarahnya, karakteristik ini diaplikasikan sempurna dalam diri manusia.
Jadi, kemoderatan adlaah salah satu karakteristik fundamental agama Islam sebagai
agama yang sangat kompatibel dengan naluri dan fitrah manusia.
Dari asas kemoderatan inilah, konsepsi kemasyarakatn menjadi konsep yang utuh
untuk membangun masyarakat yang memegang teguh nilai-nilai dan kemormaan
dalam Islam.
3. Islam Toleran
Kata toleran di dalam ajaran Islam berkaitan dengan penganut agama Islam sendri
dan penganut agama lain. Apabila dikaitkan dengan kaum muslimin, maka toleran
berarti kelonggaran, kemudahan dan fleksibilitas Islam. Sebab pada hakikatnya ajaran
Islam mudah sekali untuk disampaikan dan diaktulisasikan kepada umat manusia.
1. Free Public Sphere, adanya ruang publik yang bebas sebagai sarana dalam
mengemukan pendapat. Pada ruang publik yang bebaslah individu dalam posisinya
yang setara mampu melakukan transaksi-transaksi wacana dan praksis politik tanpa
mengalami distorsi dan kekhawatiran. Sebagai sebuah prasyarat, maka untuk
mengembangkan dan mewujudkan masyarakat madani dalam sebuah tatanan
masyarakat, maka free publik sphere menjadi salah satu bagian yang harus
diperhatikan. Karena dengan menafikan adanya ruang publik yang bebas dalam
tatanan masyarakat madani, maka akan memungkinkan terjadinya pembungkaman
kebebasan warga Negara dalam menyalurkan aspirasinya yang berkenaan dengan
kepentingan
umum oleh penguasa yang tiranik dan otoriter.
2. Demokratis, merupakan suatu entitas yang menjadi penegak yang menjadi penegak
wacana masyarakat madani, dimana dalam menjalani kehidupan, warga negara
memiliki kebebasan penuh untuk menjalankan aktivitas kesehariannya, termasuk
berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.
3. Toleran, merupakan sikap yang dikembangankan dalam masyarakat madani untuk
menunjukan sikap saling menghargai dan menghormati aktivitas yang dilakukan oleh
orang lain.
4. Pluralisme, adalah pertalian sejati kebhenikaan dalam ikatan-ikatan keadaban.
Bahkan pluralisme adalah suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia antara lain
melalui mekanisme pengawasan dan pengimbangan,
5. Keadilan Sosial, dimaksudkan adanya keseimbangan dan pembagian yang
proporsional terhadap hak dan kewajiban setiap warga Negara yang mencakup
seluruh aspek kehidupan.
6. Partisipasi sosial, yaitu partisipasi masyarakat yang benar-benar bersih dari rekayasa,
intimidasi, ataupun intervensi penguasa/pihak lain, sehingga masyarakat memiliki
kedewasaan dan kemandirian berpolitik yang bertanggungjawab.
7. Supremasi hukum, yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan.
Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan
dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.
Dengan dasar ini, negara dan masyarakat Madinah yang dibangun oleh Nabi
Muhammad SAW merupakan negara dan masyarakat yang kuat dan solid. Peristiwa
hijrah telah menciptakan keberagaman penduduk Madinah. Penduduk Madinah tidak
terdiri dari Suku Aus, Khazraj dan Yahudi saja, tetapi juga Muhajirin Quraisy dan suku-
suku Arab lain. Nabi SAW menghadapi realitas pluralitas, karena dalam struktur
masyarakat Madinah yang baru dibangun terdapat beragam agama, yaitu: Islam, Yahudi,
Kristen, Sabi’in, dan Majusi—ditambah ada pula yang tidak beragama (atheis) dan
bertuhan banyak (polytheis). Struktur masyarakat yang pluralistik ini dibangun oleh Nabi
SAW di atas pondasi ikatan iman dan akidah yang nilainya lebih tinggi dari solidaritas
kesukuan (ashabiyah) dan afiliasi-afiliasi lainnya.
Selain itu, masyarakat pada saat itu terbagi ke dalam beberapa kelompok yang
didasarkan atas ikatan keimanan, yaitu: mu'minun, munafiqun, kuffar, musyrikun, dan
Yahudi. Dengan kata lain, masyarakat Madinah pada saat itu merupakan bagian dari
komunitas masyarakat yang majemuk atau plural. Kemajemukan masyarakat Madinah
diawali dengan membanjirnya kaum Muhajirin dari Makkah, hingga kemudian
mengakibatkan munculnya persoalan-persoalan ekonomi dan kemasyarakatan yang harus
diantisipasi dengan baik. Dalam konteks itu, sosialisasi sistem persaudaraan menjadi
kebutuhan mendesak yang harus diwujudkan.
4. Mewujudkan tata sosial politik yang demokratis dan sistem ekonomi yang adil.
Peranan umat islam di Indonesia untuk mewujudkan masyarakat madani sangat
diperlukan dikarenakan umat islam merupakan masyarakat mayoritas. Untuk
mewujudkan harus ada upaya–upaya yang perlu dilakukan yaitu:
Umat islam adalah umat yang diberikan oleh Allah di antara pemeluk agama yang
lainnya. Umat islam memiiki aturan hidup yang sempurna dan sesuai dengan fitrah
hidupnya. Dalam konteks masyarakat Indonesia, dimana umat islam adalah mayoritas
maka sudah sangat pasti peranan umat islam sangat menentukan.
Sistem ekonomi islam menggunakan prinsip ekonomi yang diasaskan dan dibatasi
oleh ajaran . Dimana dalam Al-Qur’an dan Hadits dipelajari adanya motif laba (profit)
dalam kegiatan ekonomi, namun terbatasi oleh syarat-syarat moral kehidupan. Kehidupan
sosial dan pembatasan pada setiap diri masyarakat. Islam mengharamkan riba, tipu daya,
pemaksaan dan eksploitasi berlebihan dan mudarat. Islam lebih mengedepankan ekonomi
pasar untuk mengembangkan harta. Sebab harta bukan saja untuk kesejahteraan pribadi
tetapi juga melihat kesejahteraan sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
Dalam ajaran islam ada dua dimensi hubungan yang harus dipelihara yaitu
hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia lain dalam kehidupan
bermasyarakat, kedua hubungan ini harus berjalan seimbang dan penuh dengan aturan.
Dengan terlaksanakannya hubungan tersebut maka manusia akan sejahtera baik dunia
maupun akhirat. Untuk mencapai tujuan itu, maka diadakan zakat, sedekah, infaq, hibah
dan wakaf. Dengan pengelolaan zakat dan wakaf dengan baik maka akan terwujud
masyarakat madani yaitu masyarakat akan sejahtera sosial ekonomi.
2.3 Sistem Ekonomi Islam Dan Kesejahteraan Umat
Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia
yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid
sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam. Sistem Ekonomi Islam
berbeda sama sekali dengan sistem ekonomi kufur buatan manusia. Secara dasarnya,
pengelolaan kepemilikan harta kekayaan yang telah dimiliki mencakup dua kegiatan,
yaitu:
1. Pembelanjaan Harta (Infaqul Mal) Pembelanjaan harta (infaqul mal) adalah
pemberian harta kekayaan yang telah dimiliki. Dalam pembelanjaan harta milik
individu yang ada, Islam memberikan tuntunan bahwa harta tersebut haruslah
dimanfaatkan untuk nafkah wajib seperti nafkah keluarga, infak fi sabilillah,
membayar zakat, dan lain-lain. Kemudian nafkah sunnah seperti sedekah, hadiah
dan lain-lain. Baru kemudian dimanfaatkan untuk hal-hal yang mubah (harus).
Dan hendaknya harta tersebut tidak dimanfaatkan untuk sesuatu yang terlarang
seperti untuk membeli barang- barang yang haram seperti minuman keras, babi,
dan lain-lain
2. Pengembangan Harta (Tanmiyatul Mal) Pengembangan harta (tanmiyatul mal)
adalah kegiatan memperbanyak jumlah harta yang telah dimiliki. Seorang muslim
yang ingin mengembangkan harta yang telah dimiliki, wajib terikat dengan
ketentuan Islam berkaitan dengan pengembangan harta. Secara umum Islam telah
memberikan tuntunan pengembangan harta melalui cara-cara yang sah seperti
jual-beli, kerja sama syirkah yang Islami dalam bidang pertanian, perindustrian,
maupun perdagangan.
Sistem ekonomi Islam harus terikat dengan syariat Islam, sebab segala aktivitas
manusia ( termasuk kegiatan ekonomi) wajib tunduk kepada syariat Islam. Sistem
ekonomi Islam adalah suatu konsep penyelenggaraan kegiatan kehidupan perekonomian
baik yang berhubungan dengan produksi, distribusi, ataupun penukaran yang
berlandaskan kepada syariat Islam yaitu al-Qur‟an dan as- Sunnah. Sistem ekonomi
Islam kontras dengan system ekonomi kapitalis yaitu sekulerisme di mana paham
sekularisme yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Dalam kapitalisme pemanfaatan
kepemilikan tidak membuat batasan tatacaranya, dan tidak ada pula batasan jumlahnya.
Sebab pada sistem ekonomi kapitalisme adalah cermin dari paham kebebasan
(freedom/liberalisme) di bidang pemanfaatan hak milik. Seseorang boleh memiliki harta
dalam jumlah berapa saja dan diperoleh dengan cara apa saja.oleh karena itu tidak heran
dibolehkan seseorang bekerja dalam usaha perjudian dan pelacuran. Sedang dalam Islam
ada batasan tatacara tetapi tidak membatasi jumlahnya. Tatacara itu berupa hukum-
hukum syariah yang berkaitan dengan cara pemanfaatan (tasharruf) harta, baik
pemanfaatan yang berupa kegiatan pembelanjaan (infaqul mâl), seperti nafkah, zakat,
shadaqah, dan hibah, maupun berupa pengembangan harta (tanmiyatul mal), seperti jual
beli, ijarah, syirkah, shina‟ah (industri), dan sebagainya. Seorang Muslim boleh memiliki
harta berapa saja, sepanjang diperoleh dan dimanfaatkan sesuai syariah Islam.
1. Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah SWT
kepada manusia
2. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu
3. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama.
4. Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir
orang saja.
5. Seorang muslim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti.
6. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab).
7. Islam melarang riba dalam segala bentuk.
Pelaksanaan zakat didasarkan pada firman Allâh SWT yang terdapat dalam al-
Qur`ân surat at-Taubah ayat 60 yang menjelaskan tentang kelompok yang berhak
menerimanya (mustahiq) dan ayat 103 yang menjelaskan tentang pentingnya zakat untuk
diambil (dijemput) oleh para petugas (amil) zakat. Demikian pula petunjuk yang
diberikan oleh Rasulullah SAW kepada Muadz Ibn Jabal ketika diutus ke Yaman, beliau
mengatakan:
Seperti telah dikemukakan di atas dan juga berdasarkan petunjuk al-Qur`ân, hadis
Nabi dan pelaksanaannya di zaman Khulafa’ al-Rasyidin, bahwa pelaksanaan zakat
bukanlah sekedar amal karitatif (kedermawanan), tetapi merupakan kewajiban bersifat
otoritatif (ijbari). Jadi zakat tidaklah seperti shalat, shaum, dan ibadah haji yang
pelaksanaannya diserahkan kepada individu masing-masing (sering disebut sebagai
masalah dayyani), tetapi juga disertai keterlibatan aktif dari para petugas yang amanat,
jujur, terbuka, dan profesional yang disebut amil zakat (sering disebut sebagai masalah
qadha’i).
Pengelolaan zakat melalui lembaga amil zakat, menurut Didin (2002), didasarkan
pada beberapa pertimbangan. Pertama, untuk menjamin kepastian dan disiplin
pembayaran zakat. Kedua, menjaga perasaan rendah diri para mustahiq apabila
berhadapan langsung untuk menerima haknya dari para muzakki. Ketiga, untuk
mencapai efisiensi, efektifitas, dan sasaran yang tepat dalam penggunaan harta zakat
menurut skala prioritas yang ada di suatu tempat. Misalnya, apakah disalur-kan dalam
bentuk konsumtif ataukah dalam bentuk produktif untuk meningkatkan kegiatan usaha
para mustahiq. Keempat, untuk memperlihatkan syi’ar Islam dan semangat
penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang Islami. Sebaliknya, jika
penyelenggaraan zakat itu begitu saja diserahkan kepada para muzzaki, maka nasib dan
hak-hak orang miskin dan para mustahiq lainnya terhadap orang-orang kaya tidak
memperoleh jaminan yang pasti.
1. Berbadan hukum
4. Memiliki pembukuan
4. Badan amil zakat dan lembaga amil zakat harus mengelolah zakat dengan sebaik-
baiknya.
Selain itu amil juga harus berpegang teguh pada tujuan pengelolaan zakat, antara lain:
1. Mengangkat harkat dan martabat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan
dan penderitaan.
3. Menjembatani antara yang kaya dan yang miskin dalam suatu masyarakat.
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak serta tidak menafkahkannya
pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, siksa yang pedih.” (terj. At
Taubah: 34)
Zakat pada emas dan perak berlaku baik yang berbentuk logam, masih belum
diolah (seperti barang tambang), sudah menjadi perhiasan dsb. berdasarkan keumuman
dalil wajibnya zakat pada emas dan perak tanpa perincian. Ukuran wajib zakat (nishab)
pada emas adalah 20 dinar. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam,
َت ِإذَا ْ د ِْرهَم ِمائَتَا لَكَ كَان-َو َحا َل ا َ ْل َح ْو ُل َعلَ ْي َها- سةُ فَ ِفي َها
َ د َ َراه َِم َخ ْم, ْس َ ش ْيء َعلَيْكَ َولَي
َ لَكَ َي ُكونَ َحتَّى
ََارا ِع ْش ُرون ً دِين, اَ ْل َح ْو ُل َع َل ْي َها َو َحا َل, فَ ِفي َها فُ ص ْ دِينَار ِن, ب زَ ادَ َف َما ِ سا َ َيحُولَ َحتَّى زَ كَاة َمال ِفي َولَي
َ ذَلِكَ فَ ِب ِح, ْس
اَ ْل َح ْو ُل َعلَ ْي ِه
“Apabila kamu memiliki dua ratus dirham dan telah lewat satu tahun, maka
zakatnya lima dirham, dan tidak wajib bagimu zakat sampai kamu memiliki dua puluh
dinar dan berlalu satu tahun terhadapnya, maka (jika demikian) zakatnya setengah dinar.
Jika lebih, maka zakatnya menurut perhitungan itu dan tidak ada zakat pada harta kecuali
setelah lewat satu tahun.” (Hasan, HR. Abu Dawud dan Daruquthni)
1 dinar = 4 ¼ gram. Jadi 20 dinar = 85 gram emas. Untuk nishab perak adalah 200
dirham (595 gram perak), zakat yang dikeluarkan pada emas dan perak adalah 1/40 (2,5
%).
Zakat juga wajib pada uang kertas, karena ia pengganti perak, apabila uang kertas
tersebut telah mencapai nishab perak, maka wajib dikeluarkan zakatnya setelah lewat satu
tahun penuh (haul) dengan menggunakan tahun hijriah. Kewajiban zakat pada emas,
perak dan mata uang ini berlaku baik hartanya ada padanya maupun pada tanggungan
orang lain (piutang), oleh karena itu zakat wajib pada piutang (baik pemberian pinjaman,
orang lain belum membayar barangnya yang sudah dibeli maupun orang lain menyewa
tetapi belum dibayar), yakni jika piutang tersebut ada pada orang kaya atau pada
seseorang, di mana dia mampu mengambilnya kapan saja jika mau, maka ia zakatkan
dengan cara menggabungkan dengan harta yang ada di tangannya untuk setiap tahun atau
ia tunda zakatnya hingga menerima piutang tersebut lalu ia zakatkan untuk beberapa
tahun yang telah lewat. Namun jika piutang itu ada pada orang yang susah atau suka
menunda-nunda pembayaran di mana si peminjam agak sulit mengambilnya maka tidak
dikenakan zakat sampai ia menerima, lalu ia keluarkan zakatnya setahun saja meskipun
telah berlalu beberapa tahun.
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang
baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” (terj. Al
Baqarah: 267)
Dikenakan zakat pada biji dan buah-buahan apabila telah mencapai nishab
(ukuran wajib zakat), yaitu 5 wasaq, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam,
“Tidak kena zakat pada biji dan buah-buahan sampai mencapai lima wasaq.” (HR.
Muslim)
1 wasaq = 60 sha’, jadi 5 wasaq = 300 sha’, yakni sesuai sha’ Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam yang timbangannya jika berdasarkan ukuran burr/gandum yang bagus 1
sha’= 2040 gram atau 2,04 kg, sehingga nishab tanaman berdasarkan ukuran tersebut
adalah 612 kg, kurang dari ukuran ini tidak kena zakat. Yang wajib dikeluarkan adalah
1/10 apabila disirami tanpa beban/biaya (yakni atsariy, tanaman tersebut menyerap air
dengan akarnya, terkena aliran air dari mata air atau sungai termasuk yang tumbuh
dengan siraman air hujan) dan apabila disirami dengan biaya/beban (seperti dengan timba
atau tenaga binatang) maka yang wajib dikeluarkan adalah 1/20.
Buah yang wajib dizakatkan adalah tamar (kurma) dan zabib (anggur
kering/kismis). Adapun buah-buahan lainnya seperti apel, semangka, mangga dsb.
termasuk sayur-sayuran maka tidak terkena zakat.
Biji-bijian yang harus dizakatkan adalah segala biji yang dapat mengenyangkan
(makanan pokok) dan bisa disimpan seperti gandum, sya’ir (semisal dengan beras),
jagung, beras dsb. Zakat pada buah dan biji-bijian ini tidak memakai haul. Buah dan biji-
bijian dikeluarkan zakatnya ketika hari memetiknya (lihat surat Al An’aam: 141).
3. Binatang ternak
Syaratnya adalah: (1) Sampai batas nishabnya, (2) Lewat satu tahun, (3) Binatang
yang cari makan sendiri (saa’imah) di rerumputan mubah pada sebagian besar hari-
harinya dalam setahun bukan dengan biaya dan (4) Binatang tersebut bukan untuk
dipekerjakan, tetapi untuk ternak/nasl dan diambil susunya.
a. Unta
Nishab unta adalah 5 ekor, dan perhitungannya adalah sebagai berikut :
5 ekor 1 syaath
10 ekor 2 syaath
15 ekor 3 syaath
20 ekor 4 syaath
seekor bintu
makhadh atau
25 ekor
ibnu labun bila
tidak ada.
Selanjutnya dalam setiap 40 ekor zakatnya 1 bintu labun, dan dalam setiap 50 ekor
zakatnya 1 hiqqah. Contoh:
121
3 ekor bintu labun
ekor
Catatan:
Sehingga jika jumlah kambing 400 ekor, maka zakatnya empat kambing, 500
ekor zakatnya lima kambing dst.
Catatan:
1. Tidak ada zakat dalam waqsh. Waqsh artinya antara dua batasan. Pada
zakat kambing misalnya, antara 40 dengan 121 (yakni 41-120) disebut
waqsh, tidak kena zakat. Jika sudah mencapai 121, barulah terkena dua
ekor kambing.
2. Hendaknya petugas zakat mengambil hewan zakat yang pertengahan
(tidak hewan yang jelek atau yang sangat berharga).
3. Anak hewan yang baru lahir dari hewan saa’imah yang sudah terkena
zakat dan pada laba yang baru dari barang yang hendak didagangkan,
maka haul keduanya (yakni anak hewan saa’imah dan laba yang baru)
mengikuti asalnya (hewan sa’imah dan harta perniagaan yang sudah
mencapai nishab). Jika asalnya belum mencapai nishab, maka haulnya
dimulai dari sejak sempurna nishabnya.
4. Barang yang hendak didagangkan,
Barang tersebut bisa berupa rumah, tanah, hewan, makanan, mobil maupun
barang-barang yang lain, ia jumlahkan berapa nilainya. Jika dijumlahkan telah mencapai
nishab (baik nishab emas maupun perak), maka setelah lewat haul wajib dikeluarkan
zakatnya yaitu 1/40, hal ini untuk barang-barang dagangan mudaarah/dipasarkan (yang
dijual dengan harga hari itu juga, tanpa menunggu naiknya harga). Sedangkan untuk
barang-barang yang muhtakarah/disimpan (yang dijual ketika harga naik) maka jika telah
mencapai nishab, ia wajib mengeluarkan pada hari penjualannya untuk setahun saja
meskipun barang tersebut sudah ada padanya bertahun-tahun karena menunggu naiknya
harga. Namun menimbun barang jika mengakibatkan orang-orang menderita karena
dibutuhkannya barang tersebut, hukumnya adalah haram.
maka zakat yang wajib dikeluarkan setelah berlalu haul adalah 150.000.000 x
1/40 = 3.750.000,-
Catatan:
Tidak ada zakat pada barang-barang yang disiapkan seseorang untuk memenuhi
kebutuhannya misalnya makanan, minuman, kasur, tempat tinggal, hewan, kendaraan,
barang-barang yang dipakai lainnya selain perhiasan emas dan perak. Demikian juga
tidak ada zakat pada barang-barang yang disiapkan untuk disewa seperti rumah,
kendaraan, dsb. yang kena zakat adalah upahnya jika sudah mencapai nishab atau akan
mencapai nishab jika digabung dengan harta sejenisnya dan telah lewat satu tahun.
Di antara kelompok masyarakat yang berhak menerima zakat dari kouta ini adalah:
a. Orang-orang yang dirayu untuk memeluk Islam; sebagai pendekatan terhadap hati
orang yang diharapkan akan masuk Islam atau ke-Islam-an orang yang berpengaruh
untuk kepentingan Islam dan umat Islam.
b.Orang-orang yang dirayu untuk membela umat Islam: dengan memersuasikan
hati para pemimpin dan kepala negara yang berpengaruh, baik personal maupun lembaga,
dengan tujuan ikut bersedia memperbaiki kondisi imigran warga minoritas muslim dan
menghalangi keberhakan mereka menerima zakat.
membela kepentingan mereka. Atau, untuk menarik hati para pemikir dan ilmuwan
demi memperoleh dukungan dan pembelaan mereka dalam membantu permasalahan
kaum muslim.
c.Orang-orang yang baru masuk Islam kurang dari satu tahun yang masih memerlukan
bantuan dalam beradaptasi dengan kondisi baru mereka, meskipun tidak berupa
pemberian nafkah, atau dengan mendirikan lembaga keilmuan dan sosial yang akan
melindungi dan memantapkan hati mereka dalam memeluk Islam serta yang akan
menciptakan lingkungan yang serasi dengan kehidupan baru mereka, baik moril maupun
materil.
5. Hamba yang Disuruh Menebus Dirinya
Mengingat golongan ini sekarang tidak ada lagi, maka kuota zakat mereka
dialihkan ke golongan mustahiq lain menurut mayoritas pendapat ulama. Namun,
sebagian ulam berpendapat bahwa golongan ini masih ada, yaitu para tentara muslim
yang menjadi tawanan.
6. Orang yang Berutang
Orang yang berutang yang berhak menerima kuota zakat golongan ini adalah:
a. Orang yang berutang untuk kepentingan pribadi yang tidak bisa dihindarkan, dengan
syarat-syarat sebagai berikut:
1. Utang itu tidak timbul karena kemaksiatan
2. Utang itu melilit pelakunya.
3. Si pengutang sudah tidak sanggup lagu melunasi utangnya.
4. Utang itu sudah jatuh tempo, atau sudah harus dilunasi ketika zakat itu
diberikan kepada si pengutang.
b. Orang-orang yang berutang untuk kepentingan sosial, seperti yang berutang untuk
mendamaikan antara pihak yang bertikai dengan memikul biaya diyat (denda kriminal)
atau biaya barang-barang yang dirusak.
c. Orang-orang yang berutang karena menjamin utang orang lain, dimana yang menjamin
dan yang dijamin keduanya berada dalam kondisi kesulitan keuangan.
7. Fi Sabilillah
Fi sabilillah adalah orang yang berjuang di jalan Allah dalam pengertian luas
sesuai dengan yang ditetapkan oleh para ulama fikih. Intinya adalah melindungi dan
memelihara agama serta meninggikan kalimat tauhid, seperti berperang, berdakwah,
berusaha menerapkan hukum Islam, menolak fitnah-fitnah yang ditimbulkan oleh musuh-
musuh Islam, membendung arus pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan Islam.
Oleh karena itu, pengertian jihad tidak terbatas pada aktivitas kemiliteran saja.
Kuota zakat untuk golongan ini disalurkan kepada para mujahidin, da’i sukarelawan,
serta pihak-pihak yang mengurusi aktivitas jihad dan dakwah, seperti berupa berbagai
macam peralatan perang dan perangkat dakwah berikut seluruh nafkah yang diperlukan
para mujahidin dan da’i.
8. Ibn Sabil
Orang yang dalam perjalanan (ibn sabil) adalah orang asing yang tidak memiliki
biaya untuk kembali ke tanah airnya. Golongan ini diberi zakat dengan syarat-syarat
sebagai berikut:
a. Sedang dalam perjalanan di luar lingkungan negeri tempat tinggalnya. Jika masih di
lingkungan negeri tempat tinggalnya, lalu ia dalam keadaan membutuhkan; maka ia
dianggap sebagai fakir atau miskin.
b. Perjalanan tersebut tidak bertentangan dengan syariat Islam, sehingga pemberian
zakat itu tidak menjadi bantuan untuk berbuat maksiat.
c. Pada saat itu ia tidak memiliki biaya untuk kembali ke negerinya, meskipun di
negerinya sebagai orang kaya. Jika ia mempunyai piutang yang belum jatuh tempo, atau
pada orang lain yang tidak diketahui keberadaannya, atau pada seseorang yang dalam
kesulitan keuangan, atau pada orang yang mengingkari utangnya, maka semua itu tidak
menghalanginya berhak menerima zakat.
Dalam perkembangannya wakaf tidak hanya berasal dari benda-benda tetap tetapi
wakaf juga dapat berbentuk benda bergerak misalnya seperti wakaf tunai sebagaimana
menurut keputusan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang Wakaf Tunai.
Pengelolaan dana wakaf ini juga harus disadari merupakan pengelolaan dana publik.
Untuk itu tidak saja pengelolaannya yang harus dilakukan secara profesional, akan tetapi
budaya transparansi serta akuntabilitas merupakan satu faktor yang harus diwujudkan.
Pentingnya budaya ini ditegakan karena disatu sisi hak wakif atas asset (Wakaf Tunai)
telah hilang, sehingga dengan adanya budaya pengelolaan yang professional, transparansi
dan akuntabilitas, maka beberapa hak konsumen (wakif) dapat dipenuhi, yaitu:
1. hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/
jasa
2. hak untuk didengar dan keluhannya atas barang/jasa yang digunakan
3. hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
Untuk itulah, agar wakaf tunai dapat memberikan manfaat yang nyata kepada
masyarakat maka diperlukan sistem pengelolaan (manajemen) yang berstandar
profesional. Manajemen wakaf tunai melibatkan tiga pihak utama yaitu: yang pertama
adalah pemberi wakaf (wakif), kedua pengelola wakaf (Nazir), sekaligus akan bertindak
sebagai manajer investasi, dan ketiga beneficiary (mauquf alaihi).
BAB III
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran