Disusun oleh :
A. Latar Belakang
Al-Quran merupakan wahyu yang di turunkan oleh Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW sekaligus wahyu yang diturunkan terakhir oleh Allah SWT. Al-
Quran adalah kitab suci yang tidak hanya berfungsi sebagai hukum saja tetapi Al-
Quran juga sebagai sumber banyak inspirasi serta pedoman bagi umat Islam. Al-
Quran juga merupakan sumber solusi bagi permasalahan dan Shalih li kulli zaman wa
makan,yang memiliki arti bahwa Al-Quran itu mengadung metode, prinsi dan udang-
undang yang bisa menjadi sumber dalam menyelesaikan permasalahan yaang berada
pada umat manusia.
Salah satu masalah yang paling besar di hadapi manusia yaitu masalaha
kemiskinan. Dengan ini islam menaruh menaruh perhatiaan yang besar terhadapat
masalah tersebut. Pandangan Islam mengenai kemiskinan adalah kemisninan suatu
masalah yang harus di selesaikan seperti sabda Rasulullah SAW “bahwa kemiskinan
adalah sesuatu yang dapat mendekatkan diri kepada kekufuran.1 Dalam Al-Quran
telah banyak memuat mengenai ajakan manusia untuk bersama-sama berkontribusi
dalam memberdayakan masyarakat guna mengatasi kemiskinan. Dalam Al-Quran
juga terdapat ayat yang mengandung mengenai saling tolong menolong dalam
kesusahan.
Metode pengembangan masyarakat islam merupakan cara atau langkah dalam
melakukan pemberdayaan masyarakat yang sejalan dengan semangat islam dalam
untuk menjadikan agama sebagai rahmatan lil alamin. Jadi islam disini mempunyai
visi agar pemeluknya menjadi agen penyebar kerahmatan bagi seluruh alam seberti
Firman Allah SWT dalam surat Al-Anbiya ayat 107:
1
Ulfi Putra Sany, “Prinsip-prinsip Pemberdayaan Masyarakat di dalam perspektif Al-Quran”, Ilmu Dakwah Vol
39 No.1, 2019 32-44
2
Al-Quran Digital, 21:107
Dalam pembahasan kali ini akan dibahas mengenai metode pengembangan
masyarakat berkaitan dengan teguh berjuang dan bekerjasama sesuai maksut dari
surat Al-Imron ayat 200 dan Al-Maidah ayat 2 sekaligus juga memaparkan mengenai
azbabul nuzul dari kedua suart ini serta tafisiran surat dari beberapa ahli tafsir.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
B. Asbabul Nuzul Surat Al –Imron ayat 200 dan Surat Al-Maidah ayat 2
1. Asbabul Nuzul Q.S Ali Imron Ayat 199-200
Dalam surat Ali Imron Ayat ke 200 ini mengenai Asbabun Nuzul masih ada
kaitanya dengan ayat 199 . Jabir bin Abdullah, Anas, Ibnu Abbas, Qatadah dan al-
hasan berkata bahwa ayat ini diturunkan tentang an-Najasyi, raja bangsa Habasyi
yang telah masuk Islam ketika meninggal.
Tidaklah semua Ahli Kitab itu menyimpang dari ajaran Allah, berkhianat,
mengingkari kebenaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, tetapi ada sebagian
dari mereka seperti an-Najasyi, Abdullah bin Salam dan lain-lain, mempunyai sejarah
gemilang dalam hidupnya. Mereka benar-benar beriman kepada Allah, percaya
kepada Alquran yang diturunkan kepada Rasulullah SAW, begitu pula kitab–kitab
samawi yang diturunkan kepada nabi-nabi, mereka taat dan rendah diri kepada Allah,
tidak menukar ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit, maksudnya tidak
menyembunyikan apa yang mereka ketahui tentang kedatangan Nabi Muhammad
SAW sebagai Rasul. Mereka adalah Ahli Kitab yang baik dan lurus, baik ia Yahudi
maupun ia Nasrani. Mereka akan memperoleh pahala di sisi Tuhan.
Setelah membicarakan berbagai macam hikmah dan hukum sejak awal surah
ini, maka untuk menjaga dan memantapkan pelaksanaan hal-hal tersebut, surah ini
(Ali ‘Imran) ditutup dengan anjuran agar orang beriman, sabar dan tabah melakukan
segala macam perintah Allah, mengatasi semua gangguan dan cobaan, menghindari
segala larangan-Nya, terutama bersabar dan tabah menghadapi lawan-lawan dan
musuh agama. Jangan sampai musuh-musuh agama itu lebih sabar dan tabah dari kita
sehingga kemenangan berada di pihak mereka.Hendaklah orang mukmin selalu
bersiap siaga dengan segala macam cara dan upaya, berjihad, menghadapi
kemungkinan-kemungkinan yang akan mengurangi kewibawaan dan kemurnian serta
keagungan agama Islam.
Dan sebagai sari patinya orang mukmin dianjurkan agar benar-benar bertakwa
kepada Allah dengan sebenar-benar takwa di mana saja mereka berada, karena dengan
bekal takwa itulah segala sesuatu dapat dilaksanakan dengan baik, diberkahi, dan
diridai oleh Allah ﷻDemikianlah, barang siapa di antara orang-orang yang beriman
melaksanakan 4 macam anjuran tersebut, pasti akan mendapat kemenangan dan
kebahagiaan, di dunia dan di akhirat.6
Dalam ayat ini diperintahkan kepada orang beriman untuk bersabar, sabar
menghadapi gangguan orang lain, melakukan ketaatan (menunggu shalat setelah
shalat), disuruh pula bertakwa kepada Allah, supaya menjadi orang yang beruntung di
dunia dan akhirat.
6
https://risalahmuslim.id/quran/ali-imran/3-200/
7
H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di Tafsir As-Sa’di. Cetakan kedua, Tahun 1433. Penerbit Muassasah
Ar-Risalah.hal 143
8
Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid Tafsir Az-Zahrawain. Cetakan pertama, Tahun 1437 H. Penerbit
Obekan.hal
Ayat ini menunjukkan keutamaan orang yang melakukan ribath. Bentuk
sederhananya adalah menunggu satu shalat ke shalat berikutnya. Bisa pula bentuknya
adalah menjaga pos dari musuh. Ada akibat yang baik (falah, keberuntungan), bagi
orang yang sabar, mushabarah, murabathoh (melakukan ribath), dan bertakwa. Berarti
luput dari salah satu sifat ini, luput dari keberuntungan secara keseluruhan atau
sebagian. Siapa saja yang bertakwa kepada Allah, maka ia akan menjadi orang
beruntung ketika bertemu dengan Allah.Ayat ini menunjukkan amalan secara
bertahap, dari yang ringan hingga yang berat, mulai dari sabar, mushabarah,
murabathah, dan takwa.Kalimat la’allakum tuflihun, semoga kalian beruntung,
menunjukkan bahwa hal itu pasti akan terjadi jika terpenuhi syarat dan Allah tidak
mungkin mengingkari janji-janji-Nya.
َى َواَل ۡالقَآَل ِٕٮ َد َواَل ۤ ٰٓا ِّم ۡين َّ َع ِٕٓاٮ َر هّٰللا ِ َواَلSٰۤيـاَيُّهَا الَّ ِذ ۡينَ ٰا َمنُ ۡوا اَل تُ ِحلُّ ۡوا َش
َ دSۡ Sَ ۡه َر ۡال َحـ َرا َم َواَل ۡالهSالش
ۡ ِر َمنَّ ُكمSطاد ُۡوا ؕ َواَل يَ ۡج َ S اص ۡ َ َوانًاؕ َواِ َذا َحلَ ۡلتُمۡ فS ضۡ ضاًل ِّم ۡن َّربِّ ِهمۡ َو ِر ۡ َـرا َم يَ ۡبـتَ ُغ ۡونَ ف َ ۡالبَ ۡيتَ ۡال َح
ٰوى ۖ َواَلSرِّ َوالتَّ ۡقSSِاونُ ۡوا َعلَى ۡالبS َ ص ُّد ۡو ُكمۡ َع ِن ۡال َم ۡس ِج ِد ۡال َح
َ Sد ُۡوا ۘ َوتَ َعS َـر ِام اَ ۡن ت َۡعت َ َشن َٰانُ قَ ۡو ٍم اَ ۡن
هّٰللا هّٰللا
ِ ن ۖ َواتَّقُوا َؕ اِ َّن َ َش ِد ۡي ُد ۡال ِعقَا
ب ِ تَ َعا َونُ ۡوا َعلَى ااۡل ِ ۡث ِم َو ۡالع ُۡد َوا
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu melanggar syiar-syiar
kesucian Allah, dan jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan
(mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban) dan qala'id (hewan-hewan kurban yang
diberi tanda), dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi
Baitulharam; mereka mencari karunia dan keridhaan Tuhannya. Tetapi apabila kamu
telah menyelesaikan ihram, maka bolehlah kamu berburu. Jangan sampai
kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangimu dari
Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah,
sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya.9
Perintah Allah SWT untuk saling tolong menolong dalam kebajikan dan
ketaqwaan, serta larangan untuk saling tolong menolong dalam perbuatan dosa dan
permusuhan tersebut keterkaitan dengan teks sebelumnya yang membahas masalah
haji. Hal tersebut dapat dijelaskan melalui asbab al-nuzulayat tersebut. Asbab al-nuzul
9
Departemen Agama, al-Qur'an dan Terjemahnya, h. 87
ayat tersebut adalah bahwa pada saat Rasulullah saw bersama para sahabatnya berada
di Hudaibiyah dan sedang dicegah untuk tidak pegi ke baitullah oleh kaum kafir
Quraisy, lewat sekumpulan orang-musyrik yang berasal dari Timur yang hendak pergi
berumrah ke baitullah.
Para sahabat Nabi saw berkata : “Kita cegah mereka (orang-orang musyrik
dari Timur) sebagaimana mereka (kaum kafir Quraisy) mencegah kita untuk pergi ke
baitullah. Berdasarkan atas peristiwa itulah turun ayat tersebut. Asbab al-nuzul pada
ayat tersebut menegaskan bahwa para sahabat tidak diperkenankan untuk melakukan
pembalasan terhadap pihak lain dengan landasan permusuhan belaka. Para sahabat
yang saling tolong-menolong untuk mencegah orang-orang musyrik tersebut untuk
berumrah tidak dapat dibenarkan oleh Allah SWT, karena merupakan salah satu
bentuk dari permusuhan. Oleh karena itu, ayat tersebut diakhiri dengan perintah untuk
saling tolong-menolong dalam kebajikan dan ketaqwaan dan melarang untuk saling
tolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan.10
Tolong menolong dalam dosa dan pelanggaran merupakan hal yang dilarang
oleh Allah SWT, yang termasuk di dalamnya perbuatan kolusi. Oleh karena itu, orang
yang melakukan tindakan kolusi telah melakukan larangan Allah SWT, dan orang
yang melakukan tindakan tersebut tidak akan dapat mencapai derajat ketaqwaan.
C. Penjelasan Surat Al-Imron ayat 200 dan Surat Al-Maidah ayat 2 dari Segi Tafsir
I. Surat Al-Imron ayat 200
10
Jalal al-Din al-Suyuti, Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul, dalam Tafsir Al-Qur’an al-‘Azim, (Beirut : Dar al-Fikr,
1991), h. 100
kepada Allah dan rasul-Nya dan semua yang diuraikan dalam surah ini, bersabarlah
dalam melaksanakan tugas-tugas, berjuang dan berperang di jalan Allah, serta
memikul petaka kamu dan kuatkanlah kesabaranmu, saat menghadapi lawan .yang
sabar dan tetaplah bersiap siaga di perbatasan negerimu, dengan kekuatan yang dapat
menggentarkan musuh untuk menyerang kamu dan bertakwalah kepada Allah dalam
seluruh aktifitas kamu supaya kamu terus-menerus beruntung, yakni memperoleh
seluruh apa yang engkau harapkan.
Kata shabr/ sabar terambil dari akar kata yang terdiri dari huruf-huruf shad,
ba' dan ra’. Maknanya berkisar pada tiga hal. Pertama, menahan; Kedua, ketinggian
sesuatu, dan Ketiga, sejenis batu. Dari makna menahan lahir makna
konsisten/bertahan, karena yang bertahan menahan pandangannya pada satu sikap.
Seseorang yang menahan gejolak hatinya, dinamai bersabar; yang ditahan di penjara
sampai mati dinamai mashburah. Dari makna kedua lahir kata shubr, yang berarti
puncak sesuatu, dan dari makna ketiga muncul kata ash-shubrah, yakni batu yang
kukuh lagi kasar, atau potongan besi.
Ketiga makna tersebut dapat kait berkait, apalagi bila pelakunya manusia.
Seorang yang sabar, akan menahan diri, dan untuk itu dia memerlukan kekukuhan
jiwa, dan mental baja, agar dapat mencapai ketinggian yang diharapkannya.
Ketiga rangkaian huruf di atas dalam berbagai bentuknya terulang dalam al-
Qur’an lebih dari seratus kali. Di samping itu perlu dicatat bahwa semua kata yang
menggunakan rangkaian ketiga huruf tersebut, digunakan al-Qur’an dalam konteks
uraian tetang manusia, antara lain sebagai perintah bersabar, memuji kesabaran dan
orang-orang sabar, sifat kesabaran serta dampaknya, kecaman bagi yang gagal
bersabar dan lain-lain sebagainya.
Menurut Imam Ghazali, lebih dari tujuh puluh kali Allah swt. Menguraikan
masalah sabar dalam al-Qur’an. Kemampuan bersabar bagi manusia, memang diakui
oleh pakar-pakar ilmu jiwa; bahkan Frued misalnya berpendapat bahwa manusia
memiliki kemampuan memikul sesuatu yang tidak disenanginya dan mendapat
kenikmatan dibalik itu. Karena itu ayat di atas di samping memerntahihkan bersabar,
juga memerintahkan shabiru, yakni bersabar menghadapi kesabaran orang lain.
Seorang muslim dalam hidup dan perjuangan di jalan Allah menghadapi pihak lain
yang juga berjuang sesuai nilai-nilainya dan yang juga memiliki kesabaran. Ketika
itu, kesabaran dilawan dengan kesabaran, siapa yang lebih kuat kesabarannya dan
lebih lama dapat bertahan dalam kesulitan, dialah yang akan memperoleh
kemenangan. Sabar yang dihadapi dengan kesabaran yang lebih besar, itulah yang
dilukiskan dengan kata shabiru.11
12
M.Quraish Shihab, “TAFSIR AL-MISHBAH Peran, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an”(Jakaarta:Lentera Hati,
Vol.3,2002),Hal..9-13
dengan perlakuan kepada sahabat atau adik Anda. Dari sini, kata haram diartikan
dengan “larangan”. Bulan Haram adalah bulan yang harus dihormati, karena itu
terdapat sekian banyak hal yang terlarang dilakukan pada bulan-bulan tersebut.
Firman Allah : wa antum hurum diterjemahkan di atas dalam artian kamu
dalam keadaan berihram. Yang dimaksud dengan orang-orangyang mengunjungi
Baitullah adalah kaum musyrikin yang ketika turunnya ayat ini, masih diperbolehkan
mengunjungi Ka‘bah untuk melaksanakan haji atau umrah, bukan untuk tujuan lain,
misalnya untuk mengganggu kaum muslimin. Itu sebabnya ayat ini tidak menyatakan
meftgunjungi Mekah. Salah satu alasan yang menguatkan penafsiran ini bahwa orang
orang Muslim terlarang mengganggu mereka kapan dan di mana pun, sehingga
dengan larangan khusus ini, pastilah ia bukan ditujukan terhadap orang-orang
beriman.
Kata syana ’an adalah kebencian ya n g telah mencapai puncaknya. Dari
pengertian tersebut, maka firman-Nya: Dan janganlah sekali-kali kebencian kepada
suatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjid al-Haram
mendorong, kamu berbuat aniaya, merupakan bukti nyata betapa al-Qur’an
menekankan keadilan. Musuh yang dibenci walau telah mencapai puncak
kebenciannya sekalipun lantaran menghalang-halangi pelaksanaan tuntunan agama,
masih harus diperlakukan secara adil, apalagi musuh atau yang dibenci tapi belum
sampai ke puncak kebencian dan oleh sebab lain yang lebih ringan.13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
13
Ibid,Hal.13
Didalam surat Al-Imron ini, Allah menganjurkan kaum mukmin kepada
sesuatu yang dapat menyampaikan mereka kepada suatu kejayaaan atau kemenangan
yaitu keberasilan dengan memperoleh kebahagiaan dan kesuksesan, dengan jalan
yang dapat menghantarkan atau menyampaikan kepada hal itu adalah konsisten
terhadap kesabaran, yaitu dengan menahan diri dari suatu hal yang dibenci berupa
meninggalkan kemaksiatan, dan bersabar atas musibah dan terhadap perkara-perkara
yang berat. Allah memerintahkan untuk bersabar atas semua itu. Dalam surat Ali
Imron Ayat ke 200 ini mengenai Asbabun Nuzul masih ada kaitanya dengan ayat 199 .
Jabir bin Abdullah, Anas, Ibnu Abbas, Qatadah dan al-hasan berkata bahwa ayat ini
diturunkan tentang an-Najasyi, raja bangsa Habasyi yang telah masuk Islam ketika
meninggal.
Dalam surat Al-Maidah, menjelaskan perintah Allah SWT untuk saling tolong
menolong dalam kebajikan dan ketaqwaan, serta larangan untuk saling tolong
menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan tersebut keterkaitan dengan teks
sebelumnya yang membahas masalah haji. Hal tersebut dapat dijelaskan melalui
asbab al-nuzulayat tersebut. Asbab al-nuzul ayat tersebut adalah bahwa pada saat
Rasulullah saw bersama para sahabatnya berada di Hudaibiyah dan sedang dicegah
untuk tidak pegi ke baitullah oleh kaum kafir Quraisy, lewat sekumpulan orang-
musyrik yang berasal dari Timur yang hendak pergi berumrah ke baitullah.
B. Saran
Demikin makalah ini disusun, pemakalah memohon maaf apanilaa terdapat
kekurangan atau kekeliruan dalam pembuatan makalah. Pemakalah meminta kritik
dan saran yang membangun kepada pembaca demi kesempurnaan makalah ini
kedepannya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin
DAFTAR PUSTAKA
https://risalahmuslim.id/quran/ali-imran/3-200/
H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di Tafsir As-Sa’di. Cetakan kedua, Tahun
1433. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
Jalal al-Din al-Suyuti, Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul, dalam Tafsir Al-Qur’an
al-‘Azim, (Beirut : Dar al-Fikr, 1991)