Anda di halaman 1dari 5

Nama : Masmiati

Nim : 21241044

UAS ETIKA PROFESI DAKWAH

SENIN, 26 JUNI 2023

Etika Profesi Dakwah


1. Jelaskan bagaimana Etika dakwah dalam Al-Quran dan Hadis?
Jawab : 1. Ikhlas dalam Berdakwah
Ikhlas dalam berdakwah memiliki arti tidak menghitung-hitung hasil dakwah dengan segala
imbalan duniawi, seperti materi, pengaruh, nama besar, popularitas, dukungan massa, dan
lainnya. Sebagai firman Allah SWT,

‫َو َم ا ُأِم ُروا ِإاَّل ِلَيْعُبُدوا َهَّللا ُم ْخ ِلِص يَن َلُه الِّد يَن ُحَنَفاَء َو ُيِقيُم وا الَّص اَل َة َو ُيْؤ ُتوا الَّز َك اَةۚ َو َٰذ ِلَك ِد يُن اْلَقِّيَم ِة‬

Artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan
shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinnah:
5)

2. Lemah Lembut dalam Berdakwah

Dianjutkan untuk lemah lembut dalam dakwah atau ceramah. Sehingga, orang-orang yang
mendengarkan akan mengikuti perintah dan menjauhi larangan Allah SWT. Sebagaimana yang
dicontohkan Nabi Muhammad SAW, Allah SWT berfirman,

‫َفِبَم ا َر ْح َم ٍة ِم َن ِهَّللا ِلْنَت َلُهْم ۖ َو َلْو ُكْنَت َفًّظا َغ ِليَظ اْلَقْلِب اَل ْنَفُّض وا ِم ْن َح ْو ِلَك ۖ َفاْعُف َع ْنُهْم َو اْسَتْغ ِفْر َلُهْم َو َش اِو ْر ُهْم ِفي اَأْلْم ِر ۖ َفِإَذ ا‬
‫َع َز ْم َت َفَتَو َّك ْل َع َلى ِهَّللاۚ ِإَّن َهَّللا ُيِح ُّب اْلُم َتَو ِّك ِليَن‬

Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan
tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali Imran: 159)

3. Mewarisi Tradisi Nabi Muhammad SAW

Seorang tidak hanya menyampaikan pengetahuan praktis peribadatan saja, namundalam konteks
sosial juga berperan untuk menata moralitas masyarakat. Salah satu tradisi yang diajarkan Nabi
Muhammad SAW adalah akhlak budi pekerti.

Seperti yang dijelaskan oleh Abdullah bin Amr, Nabi Muhammad SAW bersabda,

“Sesungguhnya sebaik-baik orang di antara kalian adalah yang paling baik akhlaknya” (HR.
Bukhari no. 6035)

Menjadi dai atau pedakwah bukanlah hal yang mudah. Terdapat berbagai hal yang harus dikuasai
dan etika yang perlu dipahami. Meski demikian, tak ternilai lagi pahala yang didapatkan karena
sudah membawa kebaikan kepada orang lain.

2. Sebut dan jelaskan Unsur-unsur yang harus ada dalam dakwah


Jawab : unsur-unsur dakwah adalah komponen-komponen yang selalu ada dalam setiap kegiatan
dakwah. Unsur-unsur tersebut adalah da’i (pelaku dakwah), mad’u (mitra dakwah), maddah
(materi dakwah), wasilah (media dakwah), thariqah (metode), dan atsar (efek dakwah).

1. Da’i (pelaku dakwah)


Da’i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan maupun tulisan ataupun perbuatan yang
baik secara individu, kelompok atau berbentuk organisasi atau lembaga.

Kata da’i ini secara umum sering disebut dengan mubaligh (orang yang menyempurnakan ajaran
islam) namun sebenarnya sebutan ini konotasinya sangat sempit karena masyarakat umum
cenderung mengartikan sebagai orang yang menyampaikan ajaran islam melalui lisan seperti
penceramah agama, khatib (orang yang berkhutbah), dan sebagainya.

Da’i juga harus tahu apa yang disajikan dakwah tentang Allah, alam semesta, dan kehidupan,
serta apa yang dihadirkan dakwah untuk memberikan solusi, terhadap prablema yang dihadapi
manusia, juga metode-metode yang dihadirkannya untuk menjadikan agar pemikiran dan prilaku
manusia tidak salah dan tidak melenceng.

2. Mad’u (penerima dakwah)

Unsur dakwah yang kedua adalah mad’u, yaitu manusia yang menjadi sasaran dakwah atau
manusia penerima dakwah, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok, baik manusia yang
beragama islam maupun tidak, atau dengan kata lain manusia secara keseluruhan. Sesuai dengan
firman Allah QS. Saba’ 28:

٢٨ ‫َو َم ٓا َأۡر َس ۡل َٰن َك ِإاَّل َك ٓاَّفٗة ِّللَّناِس َبِش يٗر ا َو َنِذ يٗر ا َو َٰل ِكَّن َأۡك َثَر ٱلَّناِس اَل َيۡع َلُم وَن‬

Artinya: “Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai
pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada yang
mengetahui”. (QS. Saba’: 28)

3. Maddah (materi dakwah)

Unsur lain selalu ada dalam proses dakwah maddah atau materi dakwah. Ajaran islam yang
dijadikan maddah dakwah itu pada garis besarnya dapat di kelompokkan sebagai berikut:

a. Akidah, yang meliputi:

1) Iman kepada Allah

2) Iman kepada Malaikat-Nya

3) Iman kepada kitab-kitab-Nya

4) Iman kepada rasul-rasul-Nya

5) Iman kepada hari akhir

6) Iman kepada qadha-qadhar

b. Syari’ah, meliputi :

1) Ibadah (dalam arti khas)

2) Muamallah

c. Akhlaq, meliputi :

1) Akhlaq terhadap khaliq

2) Akhlaq terhadap makhluk

4. Wasilah (media dakwah)

Unsur dakwah yang ke empat adalah wasilah (media dakwah), yaitu alat yang dipergunakan
untuk menyampaikan materi dakwah (ajaran islam) kepada mad’u.
Pada dasarnya dakwah dapat menggunakan berbagai wasilah yang dapat merangsang indera-
indera manusia serta dapat menimbulkan perhatian untuk menerima dakwah. Semakin tepat dan
efektif wasilah yang dipakai semakin efektif pula upaya pemahaman ajaran islam pada
masyarakat yang menjadi sasaran dakwah.

Media (terutama media massa) telah meningkatkan intensitas, kecepatan dan jangkauan
komunikasi dilakukan umat manusia begitu luas sebelum adanya media massa seperti pers, radio,
televisi, internet dan sebagainya. Bahkan dapat dikatakan alat-alat tersebut telah melekat tak
terpisahkan dengan kehidupan manusia di abad ini.

5. Thariqah (metode)

Metode dakwah, adalah jalan atau cara yang dipakai juru dakwah untuk menyampaikan ajaran
materi dakwah (Islam). Sebagaimana yang tertulis dalam al-Qur’an surat an-Nahl ayat 125:

‫ٱۡد ُع ِإَلٰى َس ِبيِل َر ِّبَك ِبٱۡل ِح ۡك َم ِة َو ٱۡل َم ۡو ِع َظِة ٱۡل َحَس َنِۖة َو َٰج ِد ۡل ُهم ِبٱَّلِتي ِهَي َأۡح َس ُۚن ِإَّن َر َّبَك ُهَو َأۡع َلُم ِبَم ن َض َّل َعن َس ِبيِلِهۦ َو ُهَو َأۡع َلُم‬
١٢٥ ‫ِبٱۡل ُم ۡه َتِد يَن‬

Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.”

a. Bi al hikmah ( kebijaksanaan), yaitu cara-cara penyampaian pesan-pesan dakwah yang


sesuai dengan keadaan penerima dakwah.36 Operasionalisasi metode dakwah bil hikmah dalam
penyelenggaraan dakwah dapat berbentuk: ceramah-ceramah pengajian, pemberian santunan
kepada anak yatim atau korban bencana alam, pemberian modal, pembangunan tempat-tempat
ibadah dan lain sebagainya.

b. Mau’idzah hasanah, yaitu nasehat yang baik, berupa petunjuk ke arah kebaikan dengan
bahasa yang baik yang dapat mengubah hati agar nasehat tersebut dapat diterima, berkenaan di
hati, enak didengar, menyentuh perasaan, lurus dipikran, menghindari sikap kasar dan tidak
boleh mencaci/ menyebut kesalahan audience sehingga pihak objek dakwah dengan rela hati dan
atas kesadarannya dapat mengikuti ajaran yang disampaikan oleh pihak subjek dakwah bukan
propaganda yang memaksakan kehendak kepada orang lain.

c. Mujadalah atau diskusi apabila dua metode di atas tidak mampu diterapkan, dikarenakan
objek dakwah mempunyai tingkat kekritisan tinggi seperti seperti, ahli kitab, orientalis, filosof
dan lain sebagainya. Sayyid Qutb menyatakan bahwa dalam menerapkan metode ini perlu
diterapkan hak-hak sebagai berikut:

1) Tidak merendahkan pihak lawan atau menjelek-jelekan, mencaci, karena tujuan diskusi
untuk mencapai sebuah kebenaran.

2) Tujuan diskusi semata-mata untuk mencapai kebenaran sesuai dengan ajaran Allah.

3) Tetap menghormati pihak lawan sebab setiap jiwa manusia mempunyai harga diri.[3]

3. Dalam berdakwah kita perlu memperhatikan situasi dan kondisi orang yang kita ajak
komunikasi untuk diberikan tausiah, sebutkan dan jelaskan Metode dakwah dalam
islam?
Jawab : Metode dakwah, adalah jalan atau cara yang dipakai juru dakwah untuk menyampaikan
ajaran materi dakwah (Islam). Sebagaimana yang tertulis dalam al-Qur’an surat an-Nahl ayat
125:
‫ٱۡد ُع ِإَلٰى َس ِبيِل َر ِّبَك ِبٱۡل ِح ۡك َم ِة َو ٱۡل َم ۡو ِع َظِة ٱۡل َحَس َنِۖة َو َٰج ِد ۡل ُهم ِبٱَّلِتي ِهَي َأۡح َس ُۚن ِإَّن َر َّبَك ُهَو َأۡع َلُم ِبَم ن َض َّل َعن َس ِبيِلِهۦ َو ُهَو َأۡع َلُم‬
١٢٥ ‫ِبٱۡل ُم ۡه َتِد يَن‬

Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.”

a. Bi al hikmah ( kebijaksanaan), yaitu cara-cara penyampaian pesan-pesan dakwah yang


sesuai dengan keadaan penerima dakwah.36 Operasionalisasi metode dakwah bil hikmah dalam
penyelenggaraan dakwah dapat berbentuk: ceramah-ceramah pengajian, pemberian santunan
kepada anak yatim atau korban bencana alam, pemberian modal, pembangunan tempat-tempat
ibadah dan lain sebagainya.

b. Mau’idzah hasanah, yaitu nasehat yang baik, berupa petunjuk ke arah kebaikan dengan
bahasa yang baik yang dapat mengubah hati agar nasehat tersebut dapat diterima, berkenaan di
hati, enak didengar, menyentuh perasaan, lurus dipikran, menghindari sikap kasar dan tidak
boleh mencaci/ menyebut kesalahan audience sehingga pihak objek dakwah dengan rela hati dan
atas kesadarannya dapat mengikuti ajaran yang disampaikan oleh pihak subjek dakwah bukan
propaganda yang memaksakan kehendak kepada orang lain.

c. Mujadalah atau diskusi apabila dua metode di atas tidak mampu diterapkan, dikarenakan
objek dakwah mempunyai tingkat kekritisan tinggi seperti seperti, ahli kitab, orientalis, filosof
dan lain sebagainya. Sayyid Qutb menyatakan bahwa dalam menerapkan metode ini perlu
diterapkan hak-hak sebagai berikut:

1) Tidak merendahkan pihak lawan atau menjelek-jelekan, mencaci, karena tujuan diskusi
untuk mencapai sebuah kebenaran.

2) Tujuan diskusi semata-mata untuk mencapai kebenaran sesuai dengan ajaran Allah.

3) Tetap menghormati pihak lawan sebab setiap jiwa manusia mempunyai harga diri.[3]

4. Fenomena yang terjadi saat ini banyak terjadi para Da’I menggunakan politik Islam
dalam sepak terjang kehidupan politiknya, malah cenderung menggunakan Islam untuk
kepentingan politik, bukan berpolitik untuk kepentingan Islam, bagaimana sikap dan
pendapat anda dalam menghadapi fenomena tersebut.
Jawab : Islam adalah agama universal, meliputi semua unsur kehidupan, dan politik, Negara dan
tanah airi adalah bagian dari islam. tidak ada yang namanya pemisahan antara agama dan politik.
karena politik bagian dari risalah Islam yang sempuran.Seperti ungkapan bahwa tidak ada
kebaikan pada agama yang tidak ada politiknya dan tidak ada kebaikan dalam politik yang tidak
ada agamanya.

Di dalam Islam pun, politik mendapat kedudukan dan tempat yang hukumnya bisa menjadi
wajib. Para ulama kita terdahulu telah memaparkan nilai dan keutamaan politik. Hujjatul Islam
Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa Dunia merupakan ladang akhirat. Agama tidak akan
menjadi sempurna kecuali dengan dunia. memperjuangkan nilai kebaikan agama itu takkan
efektif kalau tak punya kekuasaan politik. Memperjuangkan agama adalah saudara kembar dari
memperjuangkan kekuasaan politik (al-din wa al-sulthan tawamaan).lengkapnya Imam Al-
Ghazali mengatakan: “Memperjuangkan kebaikan ajaran agama dan mempunyai kekuasaan
politik (penguasa) adalah saudara kembar. Agama adalah dasar perjuangan, sedang penguasa
kekuasaan politik adalah pengawal perjuangan. Perjuangan yang tak didasari (prinsip) agama
akan runtuh, dan perjuangan agama yang tak dikawal akan sia-sia”.[5] Dari pandangan Al-
Ghazali itu bisa disimpulkan bahwa berpolitik itu wajib karena berpolitik merupakan prasyarat
dari beragama dengan baik dan nyaman. Begitulah islam memandang pollitik Karena
paraktiknya politik itu banyak diwarnai oleh perilaku jahat, kotor, bohong, dan korup, timbullah
kesan umum bahwa politik (pada situasi tertentu) adalah kotor dan harus dihindari. Mujaddid
Islam, Muhammad Abduh, pun pernah marah kepada politik dan politisi karena berdasarkan
pengalaman dan pengamatannya waktu itu beliau melihat di dalam politik itu banyak yang
melanggar akhlak, banyak korupsi, kebohongan, dan kecurangan-kecurangan.Muhammad Abduh
pernah mengungkapkan doa taawwudz dalam kegiatan politik ,”Aku berlindung kepada Allah
dari masalah politik, dari orang yang menekuni politik dan terlibat urusan politik serta dari orang
yang mengatur politik dan dari orang yang diatur politik”. Tetapi dengan mengacu pada filosofi
Imam Al-Ghazali menjadi jelas bahwa berpolitik itu bagian dari kewajiban syari’at karena tugas-
tugas syari’at hanya bisa direalisasikan di dalam dan melalui kekuasaan politik atau penguasa
(organisasi negara).Dalam kaitan inilah ada kaidah ushul fiqh yang menyebutkan “Ma la
yatimmul wajib illa bihi fahuwa wajib” (Jika ada satu kewajiban yang tidak bisa dilaksanakan
kalau tidak ada sesuatu yang lain, maka sesuatu yang lain wajib juga diadakan/ dipenuhi).
Dengan kata lain, “jika kewajiban mensyiarkan nilai kebaikan Islam tak bisa efektif kalau tidak
berpolitik, maka berpolitik itu menjadi wajib pula hukumnya.” Inilah yang menjadi dasar,
mengapa sejak awal turunnya Islam, muslimin itu sudah berpolitik, ikut dalam kegiatan
bernegara, bahkan mendirikan Negara, dan Rasulullah, SAW, Khulafaur Rasyidin serta para
pemimpin islam terdahulu telah membuktikanya.Jadi menurut pendapat saya,kita harus tetap
berpegang teguh pada alquran dan hadist.dan dukung lah da’I yg berdakwah dalam jalur ajaran
syariat islam yg benar.

5. Faktor permasalahan ukhuwah dan persaudaraan yang terjadi saat ini karena adanya sikap
fanatisme golongan, padahal mestinya golongan yang terbagi-bagi dalam bentuk
organisasi kemasyarakatan, yayasan, kelompok, hingga partai politik menjadi alat untuk
menjayakan Islam dan umat Islam secara keseluruhan, bukan semata-mata menjayakan
golongan. Sebagai seorang Da’I bagaimana cara anda dalam menyatukan sikap fanatisme
golongan yang terjadi di Indonesia

Jawab : Menyikapi problematika tersebut, umat Islam harus kembali dan dekat dengan Al-
Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW, sebagaimana ditawarkan QS. Al Jumuah ayat 2.

‫َٰل‬
‫ُهَو ٱَّلِذ ى َبَع َث ِفى ٱُأْلِّم ِّيَن َر ُس واًل ِّم ْنُهْم َيْتُلو۟ا َع َلْيِهْم َء اَٰي ِتِهۦ َو ُيَز ِّك يِهْم َو ُيَع ِّلُم ُهُم ٱْلِكَٰت َب َو ٱْلِح ْك َم َة َوِإن َك اُنو۟ا ِم ن َقْبُل َلِفى َض ٍل ُّم ِبيٍن‬

"Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang
membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab
dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan
yang nyata."
Mari kita berlapang dada dalam menghadapi berbagai perbedaan pendapat, kita mesti saling
percaya bahwa disetiap kita memiliki ilmu, dan menyadari bahwa setiap sisi dakwah itu ada sisi
benarnya juga tidak menutup kemungkinan ada sisi salah nya, maka dari itu tidak boleh sesekali
kita menganggap kita lah yang paling benar sementara yang lain salah.
Mari kita jauhi sikap fanatisme terhadap pendapat kita sendiri, serta senantiasa berusaha mencari
kebenaran, dan membawa masyarakat kepada kebenaran itu dengan cara yang baik dan penuh
sikap lemah lembut. Mari saling berangkulan dengan penuh kasih sayang, penuh cinta dan penuh
keharmonisan, bersatu menuju Indonesia sebagai kekuatan 5 besar dunia

Anda mungkin juga menyukai