LANDASAN TEORITIS
A. Dakwah
1. Pengertian Dakwah
Islam adalah agama dakwah yaitu agama yang mengajak dan memerintahkan
umatnya untuk selalu menyebarkan dan menyiarkan ajaran Islam kepada seluruh umat
manusia. (Abd. Rosyad Shaleh, 1:1987)
Pengertian tentang Dakwah secara bahasa An-nida, yang artinya memanggil, Ad-
du‟a ila syai‟i, menyeru atau mendorong pada sesuatu. Sebagaimana firman Allah pada
surat An-Nahl (16) ayat 125 :
Artinya: serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang
baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang
lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (R. H. A. Soenarjo, 421:1989)
Begitu pula ayat berikut menunjukkan arti dari kata dakwah yaitu al-qur‟an surat
Fushilat (41) ayat 33, yaitu :
Artinya: siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada
Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku Termasuk orang-
orang yang menyerah diri?" (R. H. A. Soenarjo, 778:1989).
Sedangkan definisi dakwah menurut Drs. H.M. Arifin, M.Ed adalah Sebagai
suatu kegiatan ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku, dan sebagainya yang
dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain baik secara
individual maupun secara kelompok agar supaya timbul dalam dirinya suatu pengertian,
kesadaran, sikap, penghayatan serta pengamalan terhadap ajakan agama sebagai message
yang disampaikan kepadanya dengan tanpa adanya unsur-unsur paksaan (Totok
Jumantoro, 2001:17).
Pendapat di atas sesuai dengan firman Allah SWT, dalam surat Al-Baqarah 2:
256, yang Artinya : “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya
telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. (R. H. A. Soenarjo, 63:1989)
Secara etimologis Dakwah berasal dari bahasa arab yang berarti seruan, ajakan,
panggilan. Proses memanggil atau menyeru merupakan suatu proses penyampaian
(Tabligh) atas pesan pesan tertentu. Secara etimologis (logat) pengertian Dakwah dan
Tabligh itu merupakan suatu proses penyampaian (Tabligh) pesan tertentu yang berupa
ajakan atau seruan dengan tujuan agar orang lain memenuhi ajakan tersebut.
Dalam pengertian agama, dakwah mengandung panggilan dari Tuhan dan Nabi
Muhammad saw. Untuk umat manusia agar percaya terhadap ajaran Islam dan
mewujudkan Agama yang dipercayainya itu dalam segi kehidupan. Diyakini oleh umat
Islam, bahwa tugas semua Nabi dan termasuk Nabi Muhammad adalah medakwahkan
sebuah agama yaitu Islam. Disamping itu, istilah Dakwah juga diapakai arti propaganda
mengenai apa pun termasuk ajaran palsu. (Amin Syukur2003:13)
Di era modern seperti saat ini Dakwah seperti yang dicontohkan Nabi SAW. jelas
masih sangat relevan. Meski sekarang tantangan terbesar telah bergeser akibat semakin
majunya ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut Ketua Dewan Syariah Nasional
(DSN) KH Ma‟ruf Amien, secara tidak langsung, konsep dakwah Islamiyah harus
mampu bersinggungan dengan kecanggihan-kecanggihan teknologi, terutama teknologi
informasi (TI).dan yang tak kalah penting berdakwah secara pluralis yang bisa kita
diterapkan sedikit demi sedikit.
Pada hakikatnya dakwah Islam merupakan aktualisasi imani (teologis) yang
dimanefestasikan dalam suatu system kegiatan manusia beriman dalam bidang
kemasyarakatn yang dilaksanakan secara tearatur untuk mempengaruhi cara merasa,
berfikir, bersikap dan bertindak manusia pada tataran kenyataan individual dan sosio
kultural dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran islam dalam semua segi
kehidupan dengan menggunakan cara tertentu.
Secara makro, eksistensi Dakwah Islam senantiasa bersentuhan dan bergelut
dengan realitas yang mengitarinya. Dalam persepektif historis, pergumalan dakwah Islam
dalam realitas sosial cultural menjuampai dua kemungkinan. Pertama, Dakwah-Dakwah
islam memberikan output (hasil pengaruh) terhadap lingkungan dalam arti memberi dasar
filosofi, arah pedoman dan dorongan dan pedoman perubahan masyarakat sampai
terbentuknya realitas social baru. Kedua, Dakwah Islam dipengaruhi perubahan
masyarakat dalam arti eksistensi, corak dan arahnya. Ini berarti bahwa aktualitas dakwah
ditentukan oleh sistem sosio kultural. Dalam kemungkinan yang kedua ini, system
Dakwah dapat bersifat statis atau ada dinamika dengan kadar yang hampir tidak berarti
bagi sosio kultural.(Amrullah Ahmad : 02).
Dalam menyampaikan dan menyebarkan Islam, hendaklah para Da‟i memegang
rambu-rambu dalam berdakwah. Menurut Dr. Yusuf Qordhowi ada 10 rambu rambu yang
harus diperhatikan bagi program menampilkan Islam (berdakwah) didunia global.
1) Menyeru muslim dan non muslim kepada Islam. Dakwah atau tabligh hendaklah bukan
hanya menyeru kepada muslim saja akan tetapi juga harus dapat menyeru kepada non
muslim. Apalagi dengan menggunakan media teknologi, semua orang dari penjuru dunia
manapun dapat mengaksesnya.
2) Menyajikan Islam secara utuh baik dalam bidang aqidah, ibadah, akhlaq, adab, hukum
maupun peradabannya.
3) Ajaran Islam, hukum dan nilai nilainya diambil dari sumbernya yang bersih yaitu Al
Qur‟an Al Karim, dan sunnah atau hadits yang shahih.
4) Berpegang pada sifat wasathiyah dalam memahami Islam dan realita dengan tidak
berlebihan atau terlalu longgar.
5) Mempertahankan prinsip memudahkan bukan menyulitkan dalam berfatwa dan prinsip
menanamkan senang kepada islam dalam berdakwah bukan dengan menakut-nakuti, hal
ini sesuai dengan pesan Rasulullah SAW “Permudahlah jangan dipersulit, berilah kabar
gembira dan jangan menakut nakuti” (HR. Muttafaq „alaih)
6) Memadukan orisinalitas dan modernitas. Artinya bahwa Dakwah itu harus berasal dari
sumber ajaran Islam yang asli dengan didukung oleh kemajuan teknologi sebagai
medianya dalam penyampaian.
7) Tidak fanatik terhadap pendapat lama dan pikiran baru. Juga tidak bersikap ashobiyah
kepada seseorang karena setiap orang, ucapannya boleh diambil dan boleh ditinggalkan.
8) Memperlakukan manusia sampai para penentang sekalipun dengan cara lemah lembut
bukan dengan cara kasar dan kekerasan dan dengan dialog yang paling baik seperti yang
tercantum dalam Al Qur‟an surat Ali Imran ayat (3):159
Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka,
dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
9) Memadukan keilmiahan dalam isi dan teknik penyajian yang menarik perhatian
masyarakat dunia
10) Melakukan pengulangan atau penggandaan jika dibutuhkan dan bekerjasama dengan para
aktivis islam jika memungkinkan.
2. Unsur-unsur Dakwah
Dalam kegiatan dakwah ada beberapa unsur atau komponen yang saling
berkaitan satu sama lain, diantaranya da'i (pelaku dakwah), mad'u (penerima dakwah),
maddah (materi dakwah), media dakwah (wassilah) dan metode dakwah.
a) Da'i (Pelaku Dakwah). Da'i ada la h o r ang ya ng me laksa nakan dakwa h, ba ik
dengan perbuatan, perkataan ataupun seruan yang dilakukan baik secara
individu, kelompok maupun melalui organisasi. Da'i sering disebut juga
dengan mubaligh (orang yang menyampaikan ajaran Islam). Nasarudin Lat ief
mendefinisikan bahwa da'i adalah muslim dan muslimah yang menjadikan
dakwah sebagai suatu amaliyah pokok bagi tugas ulama (Munir dan Wahyu Ilaihi,
2006:22). Berhasil tidaknya dakwah islamiyah sangat tergantung pada da'i-nya.
b) Mad'u (Penerima Dakwah). Salah satu unsur penting lainnya dalam komponen
dakwah adalah Mad'u (masyarakat yang menjadi sasaran dakwah). Slamet Muhaiman
Abda membedakan macam-macam masyarakat sebagai objek dakwah berdasarkan
beberapa hal sebgai berikut :
1) Nilai-nilai yang dianut seperti kepercayaan, agama, tradisi dan turun
temurun.
2) Pengetahuan
3) Keterampilan
4) Bahasa (Najamuddin, 2008:29)
c) Maddah (Materi Dakwah). Maddah dakwah adalah isi pesan atau materi yang
disampaikan da‟i kepada mad'u. Materi dakwah dari sumber yang benar dan
terpercaya, dari Al-Qur'an dan hadist Nabi, kedua kitab inilah yang menjadi sumber
utama materi dakwah. Al-Qur'an sebagi pedoman h idup, petunjuk, pember i
peringatan, pembeda. sekaligus obat, di dalamnya terkandung secara lengkap
yang bersangkutan dengan peribadatan, keyakinan, akhlak, polit ik, ekonomi,
hubungan dengan Allah , manusia, alam dan berbagai aspek lainnya. Sumber pokok
kedua dari materi dakwah adalah hadist Nabi SAW., yakni segala sesuatu yang
bersangkut paut dengan perbuatan Rasulullah SAW, baik ucapan maupun
tingkah laku. Hadist berfungsi sebagai penjelas dari maksud ayat yang belum
jelas at aupun masih bersifat umum, dan pengokoh terhadap isi kandungan Al-
Qur'an.
d) Metode Dakwah. Di negeri ini, para pemikir dan pemuka Islam sudah sejak lama
merisaukan tentang metode dakwah yang dijadikan pegangan selama ini. Ada yang
berpendapat metode Dakwah selama ini kurang menyesuaikan diri dengan perubahan
atau perkembangan sosial yang terjadi di tengah umat. Oleh karena itu, metode dan etika
dalam berdakwah perlu diperhatikan. Karena niat baik saja tidak cukup, jika tidak diiringi
dengan cara (metode) yang benar. Begitu juga sebaliknya (Abu Muhammad Shu‟ailik,
2007:8). Berdasarkan kenyataan di atas, maka berikut ini akan dipaparkan metode
Dakwah yang akurat dalam Al-Qur‟an. Membicarakan masalah metodologi berarti
memasuki aspek epistemologi dalam filsafat keilmuan, karena aspek ini secara filosofis
membahas tentang cara menerapkan usaha-usaha dalam rangka mengembangkan suatu
ilmu (Abdullah Ali, 2007:55). Metode berasal dari kata method (bahasa Inggris) atau
Methodos (bahasa Yunani); meta yang artinya sesudah atau melampaui dan hodos artinya
cara atau jalan ( M. Fuad Anwar: 2015: 15) Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
disebutkan bahwa ”Metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan
pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.” (Azyumardi Azra,
2007:137). Kata metode telah menjadi bahasa Indonesia yang memiliki pengertian “Suatu
cara yang bisa ditempuh atau cara yang ditentukan secara jelas untuk mencapai dan
menyelesaikan suatu tujuan, rencana sistem, tata pikir manusia. Sedangkan dalam
metodologi pengajaran ajara Islam disebutkan bahwa metode adalah “Suatu cara yang
sistematis dan umum terutama dalam mencari kebenaran ilmiah.” (M. Munir dan Wahyu
Ilaihi, 2006:32-33).
Dapat disimpulkan sebagaimana yang dikatakan oleh M. Fuad Anwar ( 2015:15)
Metode adalah ilmu pengertahuan yang mempelajari tentang cara-cara atau jalan yang
ditempuh untuk mencapai suatu tujuan dengan hasil efektif dan efesien. Ketika
membahas tentang metode dakwah, maka pada umumnya para juru dakwah merujuk pada
surat An-Nahl [16] ayat 125 :
َ يل َربِّكَ ِب ۡٲل ِح ۡك َم ِة َو ۡٱل َم ۡى ِعظَ ِة ۡٱل َح َسىَ ۖۡ ِة َو ٰ َج ِد ۡلهُم ِبٲلهتِي ِه َي أَ ۡح َس ِۚهُ إِ هن َربه َكه َُى أَ ۡعلَ ُم ِب َمه
ض هل عَه ُ ۡٱد
ِ ع إِلَ ٰى َس ِب
١٢٥ ََس ِبيلِِۦه َوه َُى أَ ۡعلَ ُم ِب ۡٲل ُم ۡهتَ ِديه
Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah
yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Ada beberapa kerangka dasar tentang metode dakwah yang terdapat pada ayat di
atas, antara lain sebagai berikut :
1) Bi al Hikmah
Kata “hikmah” dalam Al-Qur‟an disebutkan sebanyak 20 kali baik dalam nakiroh
maupun ma‟rifat. Bentuk masdarnya adalah “hukman” yang diartikan secara makna
aslinya adalah mencegah. Jika dikaitkan dengan hukum berarti mencegah kedzaliman,
dan jika dikaitkan dengan dakwah maka berarti menghindari hal-hal yang kurang relevan
dalam melaksanakan tugas dakwah (M. Munir, 2006:8).
Menurut Imam Abdullah bin Ahmad Mahmud an-Nasafi, arti hikmah yaitu :
“Dakwah bil-hikmah” adalah dakwah dengan menggunakan perkataan yang benar dan
pasti, yaitu dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan. (M. Munir,
2006:10).
Dalam bahasa komunikasi hikmah menyangkut apa yang disebut sebagai frame of
reference, field of reference dan field of experience, yaitu situsi total yang mempengaruhi
sikap terhadap pihak komunikan (objek dakwah). Dengan kata lain bi al-hikmah
merupakan suatu metode pendekatan komunikasi yang dilakukan atas dasar persuasif
(Siti Muriah, 2000:39). Karena dakwah bertumpu pada human oriented, maka
konsekuensi logisnya adalah pengakuan dan penghargaan pada hak-hak yang bersifat
demokratis, agar fungsi dakwah yang utama adalah bersifat informatif sebagaimana
ketentuan Al-Qur‟an surat Al Ghaasyiyah [88]:21-22 :
َ س ٕٔ لَّ ۡسثَ َعلَ ۡي ِهم بِ ُمٞ فَ َر ِّك ۡس إِوَّ َمبٓ أَوثَ ُم َر ِّك
ٕٕ ص ۡي ِط ٍس
Artinya : “Maka berilah peringatan, karena Sesungguhnya kamu hanyalah orang yang
memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka” (Depag RI,
1971:50).
Artinya : “Ya Tuhan Kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka,
yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada
mereka Al kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka.
Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Al-Baqarah
[2]:129)
ِ َشبٓ ُۚ ُء َو َمه يُ ۡؤتَ ۡٱل ِح ۡك َمةَ فَقَ ۡد أُوجِ َي َخ ۡي اسا َكثِ ايس ۗا َو َمب يَ َّر َّك ُس إِ َّ ٓٗل أ ُ ْولُىاْ ۡٱۡلَ ۡل َٰب
ٕ٦٩ب َ َيُ ۡؤجِي ۡٱل ِح ۡك َمةَ َمه ي
٤٤ َٰىٗل لَ ۥهُ قَ ۡى اٗل لَّيِّ اىب لَّ َعلَّ ۥهُ يَحَ َر َّك ُس أَ ۡو يَ ۡخشَى
َ ُفَق
Artinya : “Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah
lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut".
Menurut Filosof Tanthawy Jauhari, yang dikutip Faruq Nasution mengatakan
bahwa mau‟izhah hasanah adalah mau‟izhah Ilahiyyah yaitu upaya apa saja dalam
menyeru/mengajak manusia kepada jalan kebaikan (ma yad‟u ila al shaleh) dengan cara
rangsangan menimbulkan cinta (raghbah) dan rangsangan yang menimbulkan waspada
(rahbah). (Siti Muriah, 2000:44).
Sikap lemah lembut (affection) menghindari sikap egoisme adalah warna yang
tidak terpisahkan dalam cara seseorang melancarkan ide-idenya untuk mempengaruhi
orang lain secara persuasif dan bahkan coersive (memaksa). Caranya dengan
mempengaruhi objek dakwah atas dasar pertimbangan psikologis dan rasional. (Siti
Muriah, 2000:46).
Maksudnya sebagai subjek dakwah harus memperhatikan semua determinan
psikologis dari objek dakwah berupa frame of reference (kerangka berfikirnya) dan field
experience (lingkup pengalaman hidup dari objek dakwah dan sebagainya).
Dalam hal ini Nabi mengingatkan kepada kita selaku umatnya melalui sabdanya,
yaitu : “Berbicaralah dengan mereka (manusia) itu sesuai dengan kemampuannya.” Jadi
setelah memahami frame of experience dari objek dakwah, seorang da‟i diwajibkan
menyampaikan nasehat-nasehatnya dengan nasehat yang faktual berupa mau‟idzah
hasanah agar pihak objek dakwah dapat menentukan pikirannya terhadap rangsangan,
psikologis yang mempengaruhi dirinya.
Sebaliknya, perilaku yang kasar, main paksa justru menjauhkan simpatik orang
lain. Allah SWT, berfirman :
Artinya : “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka,
dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya (Q.S. Ali-Imran [3]:159).
Kalau kita telusuri kesimpulan dari mau‟izhah hasanah, akan mengandung arti
kata-kata yang masuk ke dalam qolbu dengan penuh kasih sayang dan ke dalam perasaan
dengan penuh kelembutan; tidak membongkar atau membeberkan kesalahan orang lain
sebab kelemahan
dalam menasihati seringkali dapat meluluhkan hati yang keras dan dapat menjinakkan
qolbu yang liar, ia lebih mudah melahirkan kebaikan daripada larangan dan ancaman (M.
Munir, 2006:17).
3) Mujadalah
Dari segi etimologi (bahasa) lafazh mujadalah terambil dari kata “jadala” yang
bermakna memintal, melilit. Apabila ditambahkan alif pada huruf jim yang mengikuti
wazan faa‟ala, “jaa dala” dapat bermakna berdebat, dan “mujaadalah” perdebatan (M.
Fuad Anwar :2015: 59).
Menurut Ali al-Jarisyah, dalam kitabnya Adab al-Hiwar wa-almunadzarah,
mengartikan bahwa “al-jidal” secara bahasa dapat bermakna pula “Datang untuk memilih
kebenaran” dan apabila berbentuk isim “al-jadlu” maka berati “pertentangan atau
perseteruan yang tajam” (M. Munir, 2006:18). Dari segi istilah (terminologi) Al-
Mujadalah (al-Hiwar) berarti upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara
keduanya. Sedangkan menurut Dr. Sayyid Muhammad Thantawi ialah, suatu upaya yang
bertujuan untuk mengalahkan pendapat lawan dengan cara menyajikan argumentasi dan
Sayyid Quthb menyatakan bahwa dalam menerapkan metode diskusi dengan cara
yang baik dengan cara yang baik perlu diperhatikan hal-hal berikut (Siti Muriah,
2000:50) :
kebenaran.
2) Tujuan diskusi semata-mata untuk menunjukkan kebenaran sesuai dengan ajaran
Alloh.
3) Tetap menghormati pihak lawan, sebab jiwa manusia tetap memiliki harga diri.
Karenanya harus diupayakan ia tidak merasa kalah dalam diskusi dan merasa
Sedangkan Syeikh Yusuf Al-Qardhawi menuturkan bahwa dalam diskusi ada dua
metode, yaitu metode yang baik (hasan) dan metode yang lebih baik (ahsan). Al-Qur‟an
menggariskan bahwa salah satu pendekatan dakwah adalah dengan menggunakan metode
diskusi yang lebih baik. Diskusi dengan metode ahsan ini adalah dengan menyebutkan
segi-segi persamaan antara pihak-pihak yang berdiskusi, kemudian dari situ dibahas
masalah-masalah perbedaan dari kedua belah pihak, sehingga diharapkan mereka akan
Dakwah ini di sepanjang sejarah wujud manusia adalah mempunyai sasaran dan
tujuan satu saja, yaitu memandu manusia supaya mengenal Tuhan mereka Yang Maha
Esa dan Yang Maha Besar, supaya mereka menyembah dan mengabdikan diri kepada
Tuhan Yang Maha Esa saja serta melempar jauh dari tuhan selain Allah SWT.
penyerahan diri sepenuhnya, penyerahan diri dan kepatuhan para hamba kepada Alloh,
Tuhan seru sekalian alam, menarik umat manusia keluar dari kesetiaan mengabdikan diri
kepada sesama hamba Alloh swt, membawa mereka keluar dari sikap patuh dan tunduk
kepada sesama hamba Alloh di dalam urusan peraturan hidup dan pemerintahan, nilai-
nilai dan kebudayaan, untuk bersikap patuh dan tunduk kepada kekuasaan pemerintahan
dan peraturan Alloh swt. saja di dalam semua urusan hidup guna mencapai kebahagiaan
ٔٓ٤َوف َويَ ۡى َه ۡىنَ ع َِه ۡٱل ُمى َك ُۚ ِس َوأ ُ ْو َٰلَٓ ِئكَ هُ ُم ۡٱل ُم ۡفلِ ُحىن
ِ ة يَ ۡدعُىنَ إِلَى ۡٱل َخ ۡي ِس َويَ ۡأ ُم ُسونَ بِ ۡٱل َم ۡع ُسٞ َو ۡلحَ ُكه ِّمى ُكمۡ أ ُ َّم
Artinya : ” Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar.” (Q.S. Ali-Imran
[3]:104).
Artinya : ”Alif, laam raa. (ini adalah) kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu
mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin
Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.”
(Q.S. Ibrahim, [14]:1).
Oleh karena itu, dalam menjalankan amanah dakwah Islam di dunia ini kita
sebagai juru dakwah harus semangat dan istiqomah dalam berdakwah. Kita jangan kalah
dengan orang-orang komunis dan orang-orang kafir yang melakukan gerakan di dunia ini
demi menyeru manusia untuk menerima pemikiran mereka, dan mengganti hidup
manusia sesuai dengan apa yang mereka serukan. Mereka (orang-orang komunis dan
orang-orang kafir) juga tugas itu dengan sungguh-sungguh dan rela berkorban. (Samir
Seharusnya seperti itu juga para juru dakwah Islam berbuat, bahkan mereka
diperintahkan lebih dari itu. Para juru dakwah wajib berusaha untuk menjalankan Islam
sebagai sebuah sistem hidup, dan hendaknya ini menjadi tujuan dalam hidup. Jika hal
tersebut sudah dilakukan, maka tujuan dakwah Islam yang mulia ini akan tercapai dan
Strategi dakwah adalah perencanaan yang berisi rangkaian kegiatan yang disusun
untuk mencapai tujuan dakwah tertentu, strategi dakwah indriawi atau strategi ilmiah di
definisikan sebagai sistem dakwah atau kumpulan metode dakwah yang berorientasi pada
pancaindra dan berpegang teguh pada hasil penelitian dan percobaan. Menurut M.
Quraish Shihab, Strategi dakwah juga bisa di tentukan berdasarkan ayat Al-Qur‟an, surat
al-Baqarah ayat 129.
Artinya: Ya Tuhan Kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka,
yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada
mereka Al kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka.
Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.
Kita semua adalah pengemban dakwah, hal ini ditegaskan dalam Al-Qur‟an, Surat
Artinya: “Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia
seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan,
tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” (Q.S. Saba‟ [34]: 28).
Sebagai manusia yang punya kewajiban berdakwah tidak saja harus instropeksi
(muhasabah) diri, tetapi juga perlu waspada dalam setiap kali melakukan aktifitas
dakwahnya. Hal ini penting karena bahaya yang menghadang mereka (juru dakwah) tidak
dapat dianggap ringan. Bahaya itu itu tidak hanya datang dari luar, tetapi juga bersumber
dari dalam. Ukuran bahaya pun sangat relatif. Tidak bisa dikatakan bahwa bahaya dari
luar lebih berat dibanding bahaya dari dalam. Begitu pun sebaliknya. Yang nyata, dari
banyak pengalaman, tidak jarang para aktivis muslim termasuk juga da‟i, mubaligh dan
ulama justru terjerumus karena penyakit yang bersumber dari dalam dirinya, bukan dari
luar.
Menyingkap berbagai macam kerikil dan bahaya yang menghadang dalam aktivitas
1. Futuur
Dalam bahasa Arab, kata futuur antara lain dapat bermakna terputus setelah terus
menerus, atau diam setelah bergerak; atau sikap malas, lamban dan santai setelah
5/43), kata fatara mengandung pengertian :‟sikap berdiam diri setelah sebelumnya
bergiat‟ atau „melemah setelah sebelumnya kuat‟. Sedangkan dari sudut istilah, futuur
ialah suatu penyakit hati (rohani) yang efek minimalnya timbulnya rasa malas, lamban
dan sikap santai dalam melakukan suatu amaliyah yang sebelumnya pernah dilakukan
dengan penuh semangat dan menggebu-gebu, dan efek maksimalnya adalah terputusnya
sama sekali praktik dari suatu amaliyah tersebut (Sayyid M Nuh, 2000:15).
Ayat Al-Qur‟an yang menunjukkan arti futuur antara lain Q.S. Al-Anbiya‟
[21]:19-20 :
Artinya : “Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi. dan malaikat-
malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya
dan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-
hentinya.
yang haram atau yang bernilai syubhat, mengabaikan kebutuhan jasmani, tidak siap
2. Israff
Dari sudut bahasa, Israff antara lain dapat bermakna : melakukan sesuatu tetapi
tidak dalam rangka ketaatan dan bisa juga boros dan melampaui batas. Banyak faktor
rezeki yang diperoleh setelah kesempitan, berteman dengan pemboros, lalai terhadap
bekal perjalanan, pengaruh istri dan anak, dan kurang mampu mengendalikan aneka
tuntutan jiwa.
membahayakan. Sikap ini dapat mendatangkan akibat-akibat buruk pada masa lalu,
sekarang dan masa yang akan datang, bagi individu, umat dan masyarakat. Juga dalam
hal akidah, pemikiran, hukum, syari‟at serta perilaku dan tindakan (Muhammad az-
bentuk dan macamnya, adalah penyakit yang menjijikan dan kronis yang mengantarkan
pelakunya dan orang yang komitmen terhadapnya, kepada kehancuran dan kebinasaan di
keras, kebekuan berfikir, condong kepada kejahatan dan dosa, tidak mampu menghadapi
ujian dan kesulitan dan lenyapnya sifat sosial dan rasa solidaritas. Sedangkan terhadap
amal islami, Adapun pengaruh-pengaruh yang menimpa amal Islami antara lain akan
3. Isti‟jaal
Dari segi bahasa, kata Isti‟jaal, I‟jaal, ta‟ajjul, semuanya mengandung pengertian
sama, yaitu keinginan untuk menyegerakan atau mempercepat apa-apa yang dihajatkan
atau orang yang menginginkan agar permintaannya terlaksana dengan cepat atau
memerintahkan orang lain untuk bersegera dalam suatu masalah (Sayyid M Nuh,
2000:65).
Artinya : “Dan kalau sekiranya Allah menyegerakan kejahatan bagi manusia seperti
permintaan mereka untuk menyegerakan kebaikan, pastilah diakhiri umur mereka. Maka
Kami biarkan orang-orang yang tidak mengharapkan Pertemuan dengan Kami,
bergelimangan di dalam kesesatan mereka.” (Q.S. Yunus [10]:11).
Sedangkan dari segi istilah, yang dimaksud Isti‟jaal yakni keinginan untuk
mewujudkan perubahan atas realitas yang tengah dialami oleh kaum muslimin dalam
memperhitungkan akibat dan tanpa melihat kenyataan, juga tanpa persiapan bagi
Sikap tergesa-gesa dan terburu-buru merupakan salah satu tabiat yang dimiliki
oleh manusia seperti yang telah dinyatakan oleh Alloh swt dalam firman-Nya :
dan beberapa unsur penting masyarakat dengan cara mengacuhkan pada awal-awal
langkah beberapa permasalahan dakwah yang mereka anggap bukan merupakan dasar
dan pokok dari dakwah. Kemudian mereka berkompromi dengan manusia dalam
beberapa urusan agar mereka tidak lari dari dakwah dan memusuhinya (Sayyid Quthb,
2004:211).
Hal itu mendorong mereka juga untuk menggunakan sarana dan metode-metode
yang tidak sesuai dengan standar-standar dakwah yang detail dan tidak pula dengan
manhaj dakwah yang lurus. Mereka melakukan hal itu karena didorong oleh keinginan
Oleh karena itu, para pembawa misi dakwah tidak boleh menakar dan mengukur
keberhasilan dakwah dari segi buah-buah ini saja. Kewajiban mereka hanyalah bertolak
dalam perahu dakwah di atas manhajnya yan jelas, murni dan detail (Sayyid Quthb,
2004:211).
Kemudian menyerahkan kepada Alloh untuk menilai hasil dan buahnya dari sikap
B. Remaja
Pengertian Remaja
Menurut Mappiare (1982), masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai
dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi pria, rentang usia remaja
ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu usia 12/13 tahun sampai dengan 17/18 tahun
adalah remaja awal, dan usia 17/18 samapai dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir.
Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence berasal dari bahasa Latin
yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”. Bangsa primitive dan
orang-orang purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan
priode lain dalam rentang kehidupan, anak sudah dianggap dewasa apabila sudah mampu
mengadakan reproduksi.(Ali Mohammad & Asrori Mohammad,2014:9)
C. Majlis Ta’lim
1. Pengertian Majelis Ta’lim
Secara etimologis Majelis Ta‟lim berasal dari dua suku kata, yaitu kata Majelis
dan kata Ta‟lim. Dalam bahasa Arab kata Majelis (Majlis ) adalah bentuk isim makan
(kata tempat) dan kata kerja dari (Jalasa) yang artinya tempat duduk, tempat sidang,
perkumpulan orang banyak atau bangunan tempat orang berkumpul (Kamus Besar
Kata Ta‟lim dalam bahasa Arab merupakan masdar dari kata kerja (Allama,
Dari pendapat tentang definisi Ta‟lim, maka dapat disimpulkan bahwa Ta‟lim
adalah suatu bentuk aktif yang dilakukan oleh orang yang ahli dengan memberikan atau
bahwa Majelis Ta‟lim adalah tempat duduk melaksanakan pengajaran atau pengajian
agam Islam yang berada diluar sekolah dan dapat disimpulkan bahwa Majelis Ta‟lim
adalah tempat perkumpulan orang banyak untuk mempelajari agama Islam melalui
prihal ini sependapat dengan pandangan ahli Agama para pendiri Majelis Ta‟lim dengan
Tetapi berdasarkan renungan dan pengalaman Dr. Hj. Tuty Alawiyah, ia merumuskan
bahwa tujuan Majelis Ta‟lim dapat dilihat dari segi fungsinya, yaitu: Pertama, sebagai
tempatbelajar, maka tujuan Majelis Ta‟lim adalah menambah ilmu dan keyakinan
agamayang akan mendorong pengalaman ajaran agama. Kedua, sebagai kontak sosial
maka tujuannya adalah silaturahmi. Ketiga, mewujudkan minat sosial, maka tujuannya
diadakan oleh masyarakat dan Pesantren-pesantren yang ada di pelosok pedesaan maupun
perkotaan adalah:
a. Meletakkan dasar keimanan dalam ketentuan dan semua hal-hal yang gaib.
b. Semangat dan nilai ibadah yang meresapi seluruh kegiatan hidup manusia danalam
semesta.
c. Inspirasi, motivasi dan stimulasi agar seluruh potensi jamaah dapat dikembangkan dan
diaktifkan secara maksimal dan optimal dengan kegiatan pembinaan pribadi dan kerja
d. Segala kegiatan atau aktifitas sehingga menjadi kesatuan yang padat dan selaras.(M.
pendidikan luar sekolah yaitu lembaga pendidikan yang sifatnya non formal, karena tidak
di dukung oleh seperangkat aturan akademik kurikulum, lama waktu belajar, tidak ada
kenaikan kelas, buku raport, ijazah dan sebagainya sebagaimana lembaga pendidikan
Dilihat dari segi tujuan, Majelis Ta‟lim termasuk sarana Dakwah Islamiyah yang
secara self standing dan self disciplined mengatur dan melaksanakan berbagai kegiatan
Islami sesuai dengan tuntutan pesertanya. Dilihat dari aspek sejarah sebelum
dan nasionalisme sebagai modal mencapai kemerdekaan Indonesia, lembaga ini ikutserta
menunjang tercapainya tujuan pendidikan nasional. Dilihat dari bentuk dan sifat
pendidikannya, lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut ada yang berbentuk langgar,
lembaga pendidikan nonformal Islam. Maka dengan demikian Majelis Ta‟lim bukan
lembaga pendidikan formal Islam seperti Madrasah, Sekolah, Pondok Pesantren atau
Perguruan Tinggi.
Majelis Ta‟lim juga bukan organisasi massa atau organisasi politik, tetapi secara
bangsa.
Tabligh yang berperan sentral pada pembinaan dan peningkatan kualitas hidup umat
agama Islam sesuai tuntunan ajaran agama. Majelis ini menyadarkan umat Islam
sosial. budaya dan alam sekitar masing-masing menjadikan umat Islam sebagai
ummatanwasathan yang meneladani kelompok umat lain. Untuk tujuan itu, maka
pemimpinnya harus berperan sebagai penunjuk jalan ke arah kecerahan sikap hidupIslami
yang membawa kepada kesehatan mental rohaniah dan kesadaran fungsional selaku
“Jadi peranan secara fungsional majelis ta‟lim adalah mengokohkan landasan hidup
manusia muslim Indonesia pada khususnya di bidang mental spiritual keagamaan Islam
dalam upaya meningkatkan kualitas hidupnya secara integral, lahiriah dan batiniahnya,
duniawi dan ukhrawiah bersamaan (simultan), sesuai tuntunan ajaran agama Islam yaitu
iman dan taqwa yang melandasi kehidupanduniawi dalam segala bidang kegiatannya.
Fungsi demikian sejalan dengan pembangunan nasional kita”. (H. M. Arifin, 120:1995)
Secara khusus Materi yang dipelajari dalam Majelis Ta‟lim tidak tertuang dalam
krikulum layaknya sekolah dan pendidikan formal, namun secara umum biasanya materi
yang dikaji pada Majelis Ta‟lim mencakup pembacaan Al-Qur‟anserta Tajwidnya, Tafsir
bersama Ulum Al-Qur‟an, Hadits dan Fiqih serta Ushul Fiqh,tauhid, Aqidah dan Akhlak
serta ditambah dengan materi-materi yang actual sesuai dengan kebutuhan para jamaah,
mahdhoh lainnya.
Bidang pengajaran kelompok ini meliputi Tauhid, Tafsir, Fiqih, Hadits, Akhlak,Tarikh,
tersebut berdasarkan dalil-dalil Agama baik berupa ayat-ayat Al-Qur‟an atau hadits-
pengembangan materi dapat saja terjadi di Majelis Ta‟lim. melihat semakin majunya
perkembangan zaman dan semakin kompleks permasalahan yang perlu penanganan yang
Wujud program yang tepat dan aktual sesuai dengan kebutuhan jamaah itu sendiri
merupakan suatu langkah yang efektif agar Majelis Ta‟lim tidak terkesan monoton dan
terbelakang. Majelis Ta‟lim adalah salah satu struktur kegiatan dakwah yang berperan
teratur dan periodik juga harus mampu membawa jamaah ke arah yang lebih positif
terutama dalam pembentukan prilaku keagamaan masyarakat yang baik dan benar.
Majlis Ta‟lim mengklasifikasikan Majelis Ta‟lim dari materi yang diajarkannya, antara
lain :
Pertama, majleis taklim yang tidak mengajarkan sesuatu secara rutin, tetapi hanya tempat
sebagai berkumpul, membaca shalawat bersama atau membaca surat yasin, atau
membaca mauled Nabi Saw,. Dan shalat sunah berjamaah. Ceramah inilah yang
Ketiga, majelis taklim yang mengajarkan pengetahuan agama tentang fiqih, tauhid atau
Keempat, majelis ta‟lim seperti butir ketiga dengan menggunakan kitab tertentu sebagai
Kelima, majelis ta‟lim dengan pidato-pidato dan bahan pelajaran pokok yang diberikan
teks tertulis. Materi pelajaran disesuaikan dengan situasi hangat berdasarkan ajaran islam.
Metode adalah cara, dalam hal ini cara penyajian bahan pengajaran dalam Majelis
Ta‟lim layaknya seperti dakwah Islam pada umumnya yakni untuk mencapai sebuah
tujuan yang telah ditetapkan. Makin baik metode yang dipilih makin efektif pencapaian
sebuah tujuan.
Metode pengajaran dalam konsep dakwah Islam banyak sekali macamnya, namun
bagi Majelis Ta‟lim tidak semua metode itu dapat dipakai,ada metode yang biasa
digunakan pada lembaga formal yang tidak dapat dipakai dalam Majelis Ta‟lim,hal ini
disebabkan karena perbedaan kondisi dan situasi antara lembaga formal dengan Majelis
Ta‟lim.
Dalam catatan Dewan Redaksi Ensiklopedi ada berbagai metode yang digunakan
b. Metode Tanya Jawab, metode ini membuat Jama‟ah lebih aktif. Keaktifan dirangsang
c. Metode Latihan, metode ini sifatnya melatih untuk menimbulkan keterampilan dan
ketangkasan.
d. Metode Diskusi, metode ini akan dipakai harus ada terlebih dahulu masalahatau
a. Metode Ceramah, terdiri dari ceramah umum, yakni pengajar/ustadz/kiai bertindak aktif
memberikan pengajaran, sementara jamaah pasif. Serta ceramah khusus, yaitu pengajar
jamaah mendengarkan.
Ta‟lim, seolah-olah hanya metode itu saja yang dipakai dalam Majelis Ta‟lim. Sedangkan
dalam rangka pengembangan dan peningkatan mutu Majelis Ta‟lim pemateri pada Majlis
A. Pengertian Nilai, Moral, Sikap, Akhlak, dan Faktor yang Mempengaruhi Akhlak
1. Nilai
Nilai merupakan sesuatu yang memungkinkan individu atau kelompok sosial
membuat keputusan mengenai apa yang dibutuhkan atau sesuatu yang ingin dicapai
Secara dinamis, nilai dipelajari dari produk sosial dan secara perlahan diinternalisasikan
oleh individu serta diterima sebagai milik bersama dengan kelompoknya, nilai merupakan
standar konseptual yang relatif stabil yang secara eksplisit atau implisit membimbing
individu dalam menentukan tujuan yang ingin dicapai sertaaktifitas dalam rangka
nilai moral berreferensi kepada perinsip normatif yang telah ditetapkan, sehingga nilai
moral dalam kehidupan sehari-hari akan bersifat formalistik dan objektif. (AR, Zahruddin
2. Moral
Istilah moral berasal dari kata Latin mores yang artinya tata cara dalam
kehidupan, adat istiadat, atau kebiasaan (Gunarsa, 1986). Moral pada dasarnya
merupakan rangkaian nilai tentang berbagai macam prilaku yang harus dipatuhi, moral
merupakan kaidah norma dan pranata yang mengatur prilaku individu dalam
Moral merupakan standar baik buruk yang ditentukan bagi individu oleh nilai-
nilai sosial budaya dimana individu sebagai anggota sosial, moralitas merupakan aspek
kepribadian yang diperlukan seseorang dalam kaitannya dengan kehidupan sosial secara
harmonis, adil, dan seimbang. Prilaku moral diperlukan demi terwujudnya kehidupan
yang damai, teratur, dan harmonis. (Ali Mohammad & Asrori Mohammad, 2010:136).
Menurut pendapat ahli filsafat bahwa etika memandang prilaku dan perbuatan
manusia secara umum, sedangkan moral melihatnya secara lokal moral menyatakan
Istilah moral senantiasa mengaku kepada baik buruknya perbuatan manusia jadi
bukan dilihat dari profesinya melainkan dari manusianya. (AR, Zahruddin & Sinaga
Hasanuddin, 2004:47
3. Sikap
Sikap merupakan salah satu aspek psikologis individu yang sangat penting karena
perilaku seseorang. Sikap seseorang berbeda atau bervariasi baik kualitas maupun
jenisnya sehingga perilaku individu bervariasi. (Ali Mohammad & Asrori Mohammad,
2010:142)
4. Akhlak
Menurut pendekatan etimologi, akhlak berasal dari bahasa Arab jama‟ dari
bentuk mufrodnya “Khuluqun” yaitu budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat pola
bentuk definisi akhlak sebagai mediator yang menjembatani komunikasi antara pencipta
Hakikat makna Khuluq ialah gambaran batin manusia yang tepat (yaitu jiwa dan
sifat-sifatnya), sedangkan khalqu merupakan gambaran bentuk luarnya (raut muka warna
kulit dan sebagainya). Berdasarkan sudut pandang kebahasaan definisi akhlak dalam
pengertian sehari-hari disamakan dengan budi pekerti, kesusilaan, sopan santun dan tata
dengan langsung berturut-turut, adapun akhlak yang kelihatan ialah “kelakuan” atau
Pembinaan akhlak remaja bertujuan untuk terwujudnya manusia yang ideal, anak yang
bertakwa kepada Allah dan cerdas, secara moralistik pembinaan akhlak remaja
merupakan salah satu cara untuk membentuk mental manusia agar memiliki pribadi yang
bermoral, berbudi pekerti yang luhur dan berasusila pembinaan, pendidikan dan
penanaman nilai akhlakul karimah sangat tepat bagi anak remaja agar didalam
1. Insting
Insting merupakan tabiat yang dibawa manusia sejak lahir, para psikolog
mendorong lahirnya tingkah laku. (AR, Zahruddin & Sinaga Hasanuddin, 2004: 93).
2 Adat/Kebiasaan
secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan. Perbuatan
yang telah menjadi adat kebiasaan tidak cukup hanya di ulang-ulang saja tetapi harus di
sertai kesukaan dan kecenderungan hati terhadapnya. (AR, Zahruddin & Sinaga
Dalam hal ini secara langsung atau tidak langsung sangat mempengaruhi bentuk
sikap dan tingkah laku seseorang, sifat asasi anak merupakan pantulan sifat-sifat asasi
orang tuanya. Adapun sifat yang diturunkan orang tua terhadap anaknya itu bukanlah
sifat yang dimiliki yang tumbuh dengan matang karena pengaruh lingkungan, adat dan
pendidikan, melainkan sifat bawaan sejak lahir. (AR, Zahruddin & Sinaga Hasanuddin,
2004: 96-98).
a. Milie
Salah satu aspek yang turut dalam terbentuknya sikap seseorang adalah faktor
lingkungan dimana seseorang berada, milieu dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a. Milieu alam
b. Milieu rohani/sosial
a. Lingkungan alam
menentukan tingkah laku seseorang, dengan kata lain kondisi alam ikut mencetak akhlak
manusia-manusia yang dipangkunya. (AR, Zahruddin & Sinaga Hasanuddin, 2004: 99).
b. Lingkungan pergaulan
manusia harus bergaul, oleh karena itu dalam pergaulan akansaling mempengaruhi dalam
pikiran, sifat dan tingkah laku. (AR, Zahruddin & Sinaga Hasanuddin, 2004: 100).
1. Lingkungan dalam rumah tangga, akhlak orang tua dirumah dapat mempengaruhi akhlak
anaknya.
2. Lingkungan sekolah, akhlak anak dapat terbina dan terbentuk menurut pendidikan yang
seseorang.
6. Lingkungan pergaulan yang bersifat umum dan bebas. (AR, Zahruddin & Sinaga